B. Rumusan Masalah
Apakah ada perbedaan tingkat asertivitas antara mahasiswa Batak Toba yang ada di Yogyakarta dengan mahasiswa Batak Toba yang ada di Medan?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan tingkat asertivitas antara mahasiswa Batak Toba yang ada di Yogyakarta dengan mahasiswa Batak Toba
yang ada di Medan.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini mempunyai dua manfaat yang bersifat teoritis dan manfaat yang bersifat praktis. Kedua manfaat yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Manfaat teoritis Bagi para peneliti, penelitian ini diharapkan dapat merangsang
penelitian baru yang hendak mengkaji topik yang berkaitan dengan kemampuan berperilaku asertif sehingga dapat menambah khasanah ilmu
Psikologi, terutama Psikologi Sosial. 2. Manfaat praktis
Bagi subyek penelitian, hasil penelitian ini kiranya berguna sebagai sumber informasi dan refleksi untuk mengembangkan kemampuan berperilaku
asertif yang lebih efektif dalam kehidupan.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Asertivitas 1. Pengertian Perilaku Asertif
Kata asertivitas atau perilaku asertif berasal dari kata assert yaitu menegaskan satu atau beberapa hal yang mengandung unsur hak asasi manusia,
kejujuran serta pengungkapan emosi yang tepat Santosa, 1999. Llyod 1991 menyatakan bahwa perilaku asertif bersikap aktif, langsung dan jujur. Lazarus
Fersteheim dalam Santosa, 1999 menyatakan bahwa asertivitas adalah kemampuan
individu untuk mengatakan tidak;
meminta pertolongan;
mengekspresikan perasaan positif maupun negatif secara wajar; menyatakan diri secara bebas; mempunyai pandangan yang aktif tentang hidup dan berusaha agar
keinginannya terwujud tetapi tetap mampu menghargai orang lain. Cawood 1997 mendefinisikan asertivitas sebagai suatu bentuk pengungkapan pikiran, perasaan,
kebutuhan dan hak-hak secara langsung dan jujur, tanpa kecemasan yang beralasan. Jadi tingkah laku asertif mengandung kejujuran dan spontanitas yang
tepat dalam mengekspresikan perasaan, tanpa adanya perasaan cemas. Sejalan dengan pendapat sebelumnya, tentang perilaku asertif dalam
berbagai sumber http:wwwuiowa.edu~ucsasertcom.html.page-1 dinyatakan sebagai berikut :
“Assertiveness is the ability to honestly express your opinions feelings, attitudes and rights, without undue anxiety, in way that doesn’t infringe on
the rights of others”. Asertivitas adalah kemampuan seseorang untuk mengekspresikan
pendapat-pendapatnya, sikap dan hak-haknya secara tulus atau jujur, tanpa
adanya kecemasan yang tidak wajar, dan tanpa melanggar hak-hak orang lain Barnette,2001, hal 1.
Fernsterheim Baer dalam Elyana, 1997 mendefinisikan asertivitas sebagai kemampuan individu untuk menyatakan diri secara terbuka, jujur,
langsung dan sebagaimana mestinya. Selain itu, individu yang asertif senantiasa mampu menyatakan apa yang dirasakan, dipikirkan, diinginkan, serta secara aktif
mengungkapkan siapakah dirinya. Dengan kata lain, asertivitas memungkinkan individu untuk bersikap tegas, aktif, serta memiliki keyakinan yang kuat terhadap
apa yang dilakukannya. Adams 1995 mengatakan bahwa perilaku asertif adalah kemampuan
untuk terbuka terhadap diri sendiri, jujur serta mampu mengkomunikasikan kebutuhan-kebutuhan, ide dan hak-hak pribadi sambil tetap mampu menghormati
orang lain. Dengan demikian perilaku asertif menciptakan kualitas dalam hubungan antara individu.
Rimm Masters dalam Rakos, 1991 mendefinisikan asertivitas sebagai kemampuan individu untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan secara langsung
dan jujur, namun tetap menjaga perasaan dan kesejahteraan orang lain, sehingga tercipta hubungan interpersonal yang baik dalam lingkungan sosialnya.
Galassi Galassi dalam Rakos, 1991 menyatakan bahwa individu yang asertif senantiasa mampu mengungkapkan pendapat pribadinya, mampu
menyatakan perasaan yang bersifat positif seperti memberikan pujian terhadap orang lain. Selain itu, ia juga mampu mengutarakan perasaan-perasaan yang
bersifat negatif misalnya menyatakan perasaan marah, jengkel, serta menolak permintaan orang lain.
Alberti dan Emmons 1987 mendefinisikan asertivitas sebagai perilaku yang memungkinkan individu untuk :
a. Mengembangkan kesetaraan dalam hubungan interpersonal dimana kedua belah pihak berdiri atas dasar yang sama yaitu dapat saling menyeimbangkan
kekuatan sehingga tidak ada pihak yang menang maupun kalah. b. Mempertahankan hak tanpa adanya perasaan cemas yaitu dengan mampu
mengekspresikan dukungan atau bantahan terhadap pendapat orang lain, menyatakan kekecewaan, serta berani berkata tidak.
c. Mengekspresikan perasaan secara terbuka dan nyaman. d. Berbuat menurut kepentingan yang dianggapnya baik, seperti meminta
bantuan orang lain, meyakini penilaian pribadi, dan berpartisipasi dalam kegiatan sosial.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku asertif adalah perilaku dalam interaksi sosial yang ditandai dalam
beberapa aspek : 1. Kemampuan mengkomunikasikan kebutuhan-kebutuhan, pikiran, ide dan hak
pribadi tanpa kecemasan. a Mengajukan permintaan secara jelas.
b Mempertahankan hak tanpa adanya perasaan cemas. 2. Pengungkapan emosi yang tepat.
a Mampu berkata “tidak”. b Mengekspresikan perasaan positif maupun negatif secara wajar.
c Mengekspresikan dukungan dan bantahan terhadap pendapat orang lain. 3. Mampu menciptakan kesetaraan dalam hubungan interpersonal.
a Menghargai hak, keinginan, dan perasaan orang lain.
b Tidak memanfaatkan ataupun merugikan pihak lain. 4. Kemampuan untuk jujur dan terbuka.
a Mengekspresikan perasaan secara jujur dan tulus. b Mengungkapkan pendapat dan keyakinan dengan tepat.
5. Kemampuan untuk bersikap tegas dan aktif. a Tegas dan memiliki keyakinan yang kuat akan tindakannya.
b Menyatakan diri secara bebas.
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Asertif
Manusia tidak akan menjadi asertif dengan sendirinya, artinya ada faktor- faktor tertentu yang menyebabkan timbulnya perilaku asertif. Santosa 1999
mengungkapkan lima faktor yang mempengaruhi asertivitas, yaitu : a. Pola asuh orangtua.
Ada tiga macam pola asuh orangtua, yaitu : a Pola asuh otoriter
Pada pola asuh otoriter orangtua akan mendidik anak secara keras, disiplin dan penuh dengan aturan-aturan yang pada dasarnya membatasi
ruang lingkup anak. Akibatnya, anak akan menjadi remaja yang senantiasa bergantung pada orang lain. Apabila pola asuh disertai perilaku agresif,
maka di kemudian hari anak berkembang menjadi remaja yang sulit mengontrol dirinya.
b Pola asuh demokratis Pada pola ini orangtua akan mengasuh anak dengan penuh kasih
sayang tetapi tidak dengan cara memanjakan mereka. Orangtua akan banyak mendiskusikan berbagai permasalahan dengan anak sehingga anak