Kebudayaan Lingkungan Tempat Tinggal 1. Pengertian Tempat Tinggal
dirasakan, tentunya dengan sikap hormat terhadap orang lain Dengan kata lain, terdapat keseimbangan antara pola keterusterangan dan sikap hormat terhadap
orang lain.
C. Dinamika Perbedaan Tingkat Asertivitas Antara Mahasiswa Batak Toba Yang Ada Di Yogyakarta Dengan Mahasiswa Batak Toba Yang Ada Di
Medan.
Dalam kehidupan bermasyarakat, individu memberdayakan sebagian besar waktu untuk membangun relasi yang menyenangkan dengan orang lain. Salah
satunya adalah dengan berkomunikasi antar pribadi. Dalam melakukan komunikasi dibutuhkan kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan orang
lain secara efektif. Untuk itu diperlukan adanya saling keterbukaan dan saling memahami antara pribadi yang satu dengan pribadi yang lain, sehingga orang lain
mengerti apa yang dibutuhkan, dirasakan, dan dipikirkan. Keberhasilan seseorang dalam hidupnya antara lain ditentukan oleh kemampuan dalam mengungkapkan
diri, menyatakan perasaan dan pikirannya secara tepat, jujur dan terbuka. Mereka yang asertif mampu berkomunikasi dengan lancar agar apa yang mereka rasakan
dan butuhkan dapat diketahui oleh orang lain. Dalam mengungkapkan diri mereka cenderung tidak menyakiti perasaan orang lain dan menyesuaikan diri dengan
norma-norma dan kondisi lingkungan masyarakat sekitarnya. Dengan berperilaku asertif mereka mampu menjalin hubungan interpersonal secara lebih efektif,
mampu mengungkapkan keinginan dan harapan tanpa mengganggu hak orang lain.
Perilaku asertif dipengaruhi oleh beberapa hal, salah satunya adalah kebudayaan. Faktor tersebut menimbulkan tingkat asertivitas yang berbeda antara
individu dengan latar belakang budaya yang berbeda. Ada individu yang mengalami kesulitan dalam mengungkapkan perasaannya tetapi ada juga individu
yang tidak merasa kesulitan untuk mengungkapkan perasaannya. Adanya perbedaan pandangan, karakter, nilai-nilai pribadi, budaya dan kondisi lingkungan
tempat tinggal akan mempengaruhi individu dalam bersikap asertif. Hal inilah yang membuat adanya perbedaan antara mahasiswa Batak Toba yang tinggal di
Yogyakarta dengan mahasiswa Batak Toba yang tinggal di Medan dalam berperilaku asertif.
Mahasiswa Batak Toba yang tinggal di daerah Medan, umumnya lebih berterus terang. Dengan kata lain mereka senantiasa terbuka dan secara lugas
dapat mengungkapkan diri mereka. Hal tersebut disebabkan karena mereka berinteraksi dengan masyarakat suku yang sama, yang pada umumnya lugas dan
secara spontan mampu mengutarakan apa yang dipikirkan, dirasakan, dan diharapkan. Berbeda halnya dengan mereka yang berdomisili di Yogyakarta.
Mereka akan lebih sulit mengutarakan pikiran dan perasaan secara langsung karena mereka terpengaruh oleh kuatnya budaya Jawa yang identik dengan
budaya berpura-pura yang cenderung menutupi perasaan negatif, seperti rasa sedih, perasaan benci dan kekecewaan yang dalam, serta perasaan-perasaan
positif. Selain itu, Suseno 2001 mengungkapkan bahwa membuka perasaan hati begitu saja dinilai negatif bagi orang Jawa. Berlaku secara mendadak dan spontan
dianggap sebagai tanda kekurangdewasaan. Usaha-usaha yang berlebihan dan reaksi-reaksi yang memperlihatkan kekacauan batin atau kekurangan kontrol diri
bagi orang Jawa terasa kurang mengenakkan Mulder Geertz dalam Suseno, 2001. Akibatnya, mahasiswa Batak Toba yang ada di Yogyakarta terpengaruh
dan menjadi terbiasa dengan budaya menahan diri, termasuk apa yang mereka