B. Pendekatan Alegoris atas perumpamaan orang Samaria yang baik hati
Pada masa Bapa Gereja, sangat dominan menafsirkan teks Kitab Suci dengan menggunakan metode alegoris. Seperti menurut Marcion th. 160, orang
Samaria yang baik hati Luk. 10:30-35 menggambarkan Yesus sendiri. Marcion meneguhkan paham doketis yang dianutnya, yang pada prinsipnya tidak
mempercayai inkarnasi Yesus dan kemanusiaan-Nya sejati. Perumpamaan orang Samaria yang baik hati lebih dipandang sebagai perumpamaan kristologis dari
pada perumpamaan etis. Begitu pula dengan Ireneus menganggap orang Samaria
yang baik hati sebagai lambang Kristus sendiri.
Metode alegoris mendapat protes terutama dari Bapa Gereja Antiokhia, seperti Isidorus dari Pelusium 360-435 M, Basilius 329-379 M, Theodorus dari
Mopsuetia 350-428 M, dan Yohanes Krisostomus 349-407 M. Mereka tidak setuju jika perumpamaan ditafsirkan kata per kata atau tafsiran masing-masing
unsurnya. Menurut mereka, perumpamaan harus ditafsirkan menurut arti pokoknya secara keseluruhan dan bukan pada masing-masing unsurnya.
Para ahli Kitab Suci pada abad pertengahan 540-1500M selain masih menggunakan tafsiran Bapa Gereja juga masih menambahkan arti anagogis teks.
Arti anagogis memberi perhatian pada aspek eskatologis dari teks Kitab Suci, misalnya dapat diterapkan pada kata “Yerusalem”. Arti spiritual dan alegoris
Yerusalem adalah Gereja, sedangkan arti anagogisnya adalah surga tempat bersemanyam para kudus. Tokoh-tokoh skolatik antara lain Bede 673-735 M,
Theoplacitus 1050-1108 M, Bernard dari Clairvaux 1090-1153 M, dan
Bonaventura 1217-1274 M, St. Thomas Aquinas 1226-1274 M mereka cenderung memakai penafsiran alegoris dan kristologis pada setiap perumpamaan.
Yohanes Calvin 1509-1564 memprotes model tafsir alegoris. Ia tidak setuju dengan tafsir kristologis terhadap perumpamaan tentang orang Samaria
yang baik hati. Begitu pula dengan Norman Perrin, alegoris adalah metode yang tidak sah karena memperkosa integritas teks sebagai sebuah teks. Menurut Perrin
perumpamaan orang Samaria yang baik hati adalah contoh perumpamaan yang dibiarkan dalam bentuk aslinya. Karena pesannya masih relevan dengan
kebutuhan Gereja purba dan maksud penginjil. Uskup Agung R.C. Trech mengenai perumpamaan “orang Samaria yang
murah hati” Luk 10:30-35 dalam bukunya Notes on the Parables of Our Lord 1841 menekankan dimensi etis perumpamaan dan metode alegoris. Demikian
pula dengan contoh tafsiran alegoris perumpamaan orang Samaria yang baik hati diambil oleh Wilfrid J Harrington:
“He treats The Good Samaritan in the following fashion: the man who fell among thieves is Adam. Jerusalem represent heaven and Jerihco is the
world. The robbers are devil and his angels. The priest stands for the law, the Levite for the prophets. The Good Samaritan is Chirst himself and the
beast on which the wounded man was set is Christ’s body which bears the fallen Adam. The inn is the Church; the two penneis the Father and the
Son; and the Samaritan’s promise to return, Christ’s second caming”
Wilfrind J Harrington 1964:25 Wilfrid J Harrington memberikan contoh tafsirkan alegoris pada
perumpamaan orang Samaria yang baik hati bahwa Yesus membicarakan mengenai orang Samaria yang baik hati mengikuti peragaan busana. Peragaan
busana seperti seorang model yang maju untuk menunjukkan busananya lalu mundur ketempat semula, dan disusul oleh model lain memperagakan baju lain.
Pengambaran perumpamaan orang Samaria yang baik hati ibarat peragaan busana yaitu orang yang jatuh kedalam penyamun diibaratkan Adam yang jatuh kedalam
dosa. Yerusalem menggambarkan surga atau taman Eden sebelum Adam jatuh kedalam dosa dan Jericho adalah dunia setelah Adam jatuh ke dalam dosa.
Penyamun adalah yang jahat atau iblis yang menggoda Adam dan Dia orang Samaria adalah yang baik atau Tuhan sendiri. Imam berdiri untuk mewakili
Hukum Taurat dan Lewi untuk nabi. Orang Samaria adalah Yesus sendiri yang datang kedunia ini. Kristus dikarenakan kejatuhan Adam diibaratkan dipukuli oleh
para penyamun. Penginapan adalah Gereja. Yesus menitipkan kita orang yang disamun itu kepada Gereja karena Ia mempunyai urusan. Dua dinar adalah Bapa
dan Putra. Gereja bisa bekerja dengan didampingi oleh Bapa dan Putra. Orang Samaria berjanji akan kembali, begitu pula Yesus akan datang untuk yang kedua
kali.
Selain penafsiran alegoris yang dicontohkan oleh Wilfrid J Harrington ada juga yang menafsirkan perumpamaan orang Samaria yang baik hati sebagai karya
keselamatan Allah. Tafsiran ini penulis tampilkan memperlihatkan bahwa betapa unik perumpamaan orang Samaria yang baik hati ini dan juga memperkaya
wawasan.
C. Metode Tafsir Naratif