13
yang tersebar luas karena kekudusan dan karya-karyanya, Paus Yohanes Paulus II memberikan persetujuan untuk dimulainya proses kanonisasi Ibu Teresa. Dengan
melewati proses panjang dan juga kerja keras pada tanggal 20 Desember 2002 Bapa Suci Paus Yohanes Paulus II mengeluarkan keputusan untuk mengesahkan
beatifikasi Ibu Teresa. Pada tanggal 19 Oktober 2003 dilaksanakan perayaan beatifikasi oleh Paus Yohanes Paulus II di lapangan Basilika St. Petrus Vatikan.
Krispurwana Cahyadi, 2004: 64.
B. Spiritualitas Pelayanan Ibu Teresa 1. Pengertian Spiritualitas
KOPTARI 1987: 4 menyatakan bahwa spiritualitas adalah “kenyataan
konkret hidup yang mencakup keyakinan iman, keutamaan beserta perwujudannya”. Definisi ini memberikan penjelasan bahwa spiritualitas bukanlah sesuatu yang
abstrak, akan tetapi sesuatu yang nyata dapat dilihat realitasnya dalam sikap dan tindakan hidup sehari-hari. Di mana seseorang yang memiliki iman yang teguh dan
kuat akan dapat terlihat dari perilaku dan tindakannya dalam hidup di tengah-tengah masyarakat.
Banawiratma 1990: 57-58 menyatakan bahwa spiritualitas merupakan “kekuatan atau Roh yang memberi daya tahan kepada seseorang atau kelompok
untuk mempertahankan, memperkembangkan, mewujudkan kehidupan”. Di mana spiritualitas dapat memberikan semangat dan pengharapan dalam menjalani segala
rintangan untuk mencapai cita-cita seseorang atau kelompok. Semangat yang tak kunjung padam meskipun begitu banyak hambatan yang dialami oleh seseorang
dalam mewujudkan keinginannya.
14
Dalam Ensiklopedia Gereja Katolik III, Heuken 1991: 106 mengatakan bahwa spiritualitas berasal dari kata spirit yang berarti roh. Kata Spiritualitas berarti
kerohanian atau hidup rohani. Dengan begitu spiritualitas dapat dirumuskan sebagai hidup berdasarkan kekuatan Roh Kudus sehingga orang dapat mengembangkan
iman, harapan dan cinta kasih atau sebagai usaha mengintegrasikan segala segi kehidupan ke dalam cara hidup yang secara sadar bertumpu pada iman akan Yesus
Kristus atau sebagai pengalaman iman kristiani dalam situasi konkret masing- masing orang. Hal tersebut selalu bertumpu pada iman akan Yesus melalui
perbuatan dan pengalaman iman dalam kehidupan sehari-hari. Dari beberapa definisi di atas penulis menyimpulkan bahwa spiritualitas
merupakan semangat yang berasal dari Allah yang menyelimuti hidup seseorang sehingga dalam segala prilakunya dapat terlihat bahwa Roh Allah yang berkarya dan
diwujudkan oleh manusia dalam tindakan yang nyata dengan mencintai Allah melalui orang lain yang ada di sekitarnya terlebih mereka yang miskin dan kecil.
2. Spiritualitas Pelayanan
Spiritualitas pelayanan merupakan segala keyakinan iman, sikap dan keutamaan maupun pilihan serta tindakan yang mendukung keterlibatan kita untuk
melayani kerajaan Allah yang hadir dalam kenyataan sosial masyarakat, kerajaan Allah yang bergulat dan tumbuh dalam kenyataan sosial manusia KOPTARI, 1987:
4-5. Spiritualitas pelayanan dapat dimengerti sebagai semangat yang berasal dari Allah untuk melayani kerajaan Allah yang hadir dalam kenyataan hidup manusia.
Diletakkan di dalam konteks transendensi hidup manusia yang memberi makna dan yang sekaligus mengarahkan serta menyatukan seluruh kegiatan hidupnya melalui
15
cinta, pengetahuan dan tindakan. Berdasarkan rahmatnya manusia mengalami kepenuhan hidup, kebahagiaan, dan damai sejahtera, seperti yang disabdakan Yesus
sendiri Yoh 10:10.
5. Ciri-Ciri Pelayanan Kristiani
Pelayanan Kristiani memiliki empat ciri yakni ciri pelayanan yang
pertama ialah ciri Religius. Dimana pelayanan Kristiani tidak berdasarkan berbelaskasihan atau ketaatan kepada pemerintah, penguasa dan orang kaya
melainkan hormat kepada Allah pencipta yang membuat manusia sesuai dengan
citra-Nya sendiri. Ciri yang kedua ialah kesetiaan kepada Kristus dan Tuhan sebagai
Guru, di mana Gereja menyatakan diri sebagai murid Kristus oleh karena itu pelayanan yang dilakukan oleh umat Kristiani harus konkrit dan mampu menimba
kekuatan dari suri teladan Kristus. Ciri ketiga ialah mengambil bagian dalam sengsara dan penderitaan Kristus yang tetap senasib dengan semua orang yang
menderita. Kristus itu saudara semua orang, khususnya mereka yang malang, miskin dan menderita. Ciri keempat adalah kerendahan hati dimana orang Kristiani tidak
boleh membanggakan pelayanannya karena manusia harus mengakui segala keterbatasannya termasuk dalam pelayanan. Pelayanan Kristiani ialah menerima
dunia dan manusia seadanya dan berusaha menghayati sikap Kristus dihadapan sesama KWI, 1996: 451-452. Ciri-ciri pelayanan Kristiani harus bersumber pada
Yesus Kristus, sebagaimana digambarkan dalam Kitab Suci, itu berarti bahwa setiap orang Kristiani dipanggil untuk mengajar kesempurnaan cinta kasih dalam
pelayanan kepada Kerajaan Allah menurut norma dan teladan Yesus Kristus sebagaimana yang telah diwartakan dalam Kitab Suci KOPTARI, 1987: 7-8.
16
4. Spiritualitas Pelayanan Ibu Teresa
Yesus adalah segala-galanya bagi Ibu Teresa sehingga dalam karya pelyanannya Ibu Teresa selalu mengutamakan Yesus alasannya melayani orang
miskin adalah semata –mata karena Yesus sehingga Ibu Teresa sebagaimana yang
dikutip oleh Krispurwana Cahyadi 2003a: 58 senantiasa mengatakan: Aku melakukannya karena Yesus, bersama Yesus, dalam Yesus, dan
untuk Yesus. Itu berarti mencintai sesama sebagaimana cara Yesus sendiri mencintai kita semua sampai mengorbankan diri-Nya sendiri
demi cinta-Nya kepada kita. Oleh karena itu, tidaklah mungkin seseorang terlibat dalam kerasulan aktif jika tidak memiliki semangat dan jiwa
pendoa. Kita harus menyadari kesatuan dengan Kristus, sebagaimana dia satu dengan Bapa-
Nya…dengannya kita belajar mencari Allah dan kehendak-Nya. Relasi dengan mereka yang miskin merupakan sarana
yang efektif bagi penyucian diri kita dan sesama.
Hidup panggilan serta karya perutusan Ibu Teresa memang berakar dari dalam diri Yesus sehingga Tuhan Yesus menjadi segalanya. Ibu Teresa begitu
memahami bahwa apapun yang dia lakukan dalam karyanya semata-mata karena kasih Yesus yang begitu besar kepadanya. Bila Tuhan ditemukan, bahkan dibiarkan
berdiam dalam diri, seseorang semakin mampu mengerjakan perbuatan-perbuatan kasih, Ibu Teresa sendiri sebagaimana yang dikutip oleh Krispurwana Cahyadi
2003a: 60 mengatakan bahwa “pekerjaan yang kita lakukan tiada lain hanyalah
mencintai Yesus dalam tindakan saya melakukan ini karena saya percaya bahwa saya melakukannya karena Yesus. Saya sangat yakin bahwa ini adalah pekerjaan-
Nya. Saya sangat yakin bahwa dialah pelakunya bukan saya”. Ketika Ibu Teresa
menerima panggilannya yang kedua yang dia se but “panggilan dalam panggilan”
membuat Ibu Teresa rela meninggalkan biara Loreto yang sangat ia cintai. Seruan Tuhan Yesus di salib
“Aku haus” Yoh 19:28 menjadi dasar panggilan hidup Ibu Teresa.
17
Spiritualitas pelayanan Ibu Teresa berakar dari kata- kata Yesus “Aku
haus”. Dalam spiritualitas pelayanan Ibu Teresa, gambaran ketidak berdayaan Tuhan yang menjadi pusat perhatiannya adalah saat peristiwa salib, terlebih ketika Tuhan
mengatakan “Aku haus” Yoh 19:28. Bagi Ibu Teresa kata “Aku haus” bukan
hanya menunjukkan bahwa Yesus haus akan air tetapi menurut Ibu Teresa Yesus senantiasa haus akan kasih dengan peristiwa salib Yesus ingin memperlihatkan
bahwa semua orang yang menderita senantiasa merasa haus. Yesus mengangkat penderitaan umat manusia dan memperlihatkan betapa mereka yang menderita
senantiasa merasa haus dan dengan itu mengundang siapa saja untuk memberikan rasa dahaga kepada mereka. Kehausan mereka adalah kehausan akan cinta kasih.
Persatuannya yang mendalam dengan Allah menghantarnya kepada banyak keutamaan hidup rohani yang mengagumkan banyak orang. Pengalaman rohani Ibu
Teresa yang mendalam, menggerakkannya untuk melakukan pelayanan di tengah- tengah orang miskin.
Dalam diri orang-orang miskin ini Ibu Teresa merasakan kasih Yesus, oleh karena itu ia ingin untuk melayani Yesus yang nampak dalam diri orang-orang
miskin dan menderita Krispurwana Cahyadi, 2003c: 64. Ibu Teresa sangat memahami bahwa Tuhan memanggil semua orang mencintai mereka yang miskin,
menderi ta dan hina. Karena Tuhan bersabda bahwa “sesungguhnya segala sesuatu
yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukann
ya untuk Aku” Mat 25:40. Oleh karena itu Ibu Teresa memahami bahwa Yesus hadir secara tersamar melalui mereka yang miskin, sakit, kesepian dan
menderita. Dengan alasan itulah Ibu Teresa tidak pernah lelah atau merasa jijik dengan orang-orang yang dilayaninya meskipun beragam macam keadaan mereka.
18
C. Karya dan Pelayanan Ibu Teresa
Sebelum memutuskan untuk keluar dari biara Loreto yang sangat dicintainya Suster Teresa mengabdikan diri untuk biaranya dan patuh akan perintah
pimpinannya. Setelah suster pulang dari Darjeeling Suster Teresa diutus kembali oleh pimpinannya sebagai pendidik di sekolah suster Teresa dan kembali
melanjutkan tugasnya mengajar di sekolah St. Maria dan sekolah Entally Beding, 1989: 98.
Setelah kaul kekal Suster Teresa diangkat menjadi kepala sekolah di St. Mary’s School dan juga mengajar di St. Teresa’s School sebuah sekolah yang
terletak di luar biara. Ketika suster Teresa merasakan bahwa Yesus memanggil dia untuk kedua kalinya melayani orang miskin, melarat dan kelaparan suster Teresa
memilih untuk meninggalkan biara yang paling ia cintai supaya dengan leluasa dia biasa melakukan karya pelayanannya bagi kaum miskin tanpa harus terikat dengan
aturan biara Loreto Krispurwana Cahyadi, 2010: 27-28. Setelah keluar dari biara Loreto banyak karya dan pelayan yang Ibu
Teresa berikan bagi kaum miskin yakni: mengajar anak-anak miskin di Motijhil, mendirikan Misionaris Cinta Kasih, Shisu Bhavan, Sealdah Stasion, Nirmal Hriday
atau Wisma Hati Nan Murni, Prem Daan, ShantinagarRumah bagi Orang-Orang Berkusta, Membangun Klinik Kesehatan, Protima Sen School.
1. Mengajar Anak-anak Miskin di Motijhil
Pekerjaan pertama Ibu Teresa setelah keluar dari Biara Loreto adalah mengajar anak-anak miskin di kawasan kumuh Motijhil. Motijhil adalah sebuah
perkampungan pinggiran yang terletak di balik biara Loreto. Sekolah itu berada di