48
C. Kemampuan yang Perlu dimiliki Katekis
Kemampuan merupakan suatu hal yang tidak bisa dikesampingkan oleh katekis oleh karena itu dibutuhkan persiapan yang khusus untuk menjadikan katekis
yang memiliki kemampuan. Persiapan menjadi seorang katekis tidaklah mudah, mengingat tugas yang dipercayakan kepada mereka sangat sukar. Oleh sebab itu,
para katekis perlu dipersiapkan sedemikian rupa melalui pembinaan dan pendidikan yang tepat, sehingga menjadi pejuang-pejuang misi yang tangguh dan memiliki
kemampuan dalam menjalankan tugas dalam segala karyanya. Karena itu katekis harus memiliki kemampuan dalam mendukung karyanya antara lain: Kemampuan
berkomunikasi dan berdialog, mampu menjadi teladan, kemampuan berefleksi, mampu menjadi pemimpin.
1. Kemampuan Berkomunikasi dan Berdialog
Komunikasi dan dialog merupakan suatu hal yang penting dalam meciptakan hubungan yang baik dengan orang lain, komunikasi dan dialog akan
melahirkan suatu kesepakatan antar manusia. Dengan menjalin komunikasi yang baik dengan orang lain maka akan menghasilkan yang baik pula, oleh karena itu
sebagai katekis yang hidup dalam masyarakat dan yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat, seorang katekis harus memiliki kemampuan berkomunikasi dan
berdialog yang baik sehingga di dalam melaksanakan karya pelayanannya katekis benar-benar dapat menjadi pewarta yang baik serta katekis harus menjadi kawan
seperjuangan mereka yang dilayani, serta katekis harus mengetahui kebutuhan- kebutuhan dan harapan orang yang dia layani dan ikut berperanserta mengambil
keputusan yang menentukan hidup mereka. Bukankah Gereja juga selalu
49
mengusahakan adanya dialog di dalam masyarakat sehingga apa yang ingin kita capai dapat terwujud dengan baik, dialog akan menghasilkan satu kesepakatan yang
tidak merugikan orang lain, karena pada akhirnya dialog yang baik akan menghasilkan sesuatu yang baik pula, oleh karena itu katekis harus memiliki
kemampuan berkomunikasi dan berdialog yang baik sehingga ketika ada masalah yang terjadi di dalam masyarakat katekis mampu mengajak semua orang untuk
berdialog Para Peserta Pertemuan Nasional Katekese Se-Tanah Air, 2005: 135.
2. Mampu Menjadi Teladan
Seorang katekis harus benar-benar mengerti bahwa pada saat ini kesaksian lebih disukai dari pada pengajaran karena orang lebih membutuhkan
contoh kongkrit dari pada teori yang diberikan, bagi banyak orang ceramah yang terlalu panjang lebar hanya menimbulkan kebosananan, pada zaman sekarang ini
orang tidak lagi membutuhkan teori tetapi bagaimana teori itu dapat dilaksanakan. Seorang katekis yang mengajarkan tentang cinta kasih, di dalam kehidupan bersama
di dalam masyarakat dia juga harus mampu memberikan contoh konkret bagaimana sesungguhnya cinta kasih itu. Tugas sebagai katekis bukanlah hal yang mudah,
karena apa yang diungkapkan harus sesuai dengan apa yang dilakukan sehingga pengajaran yang diberikan itu tidak kosong. Bagaimana mungkin seseorang
mengajarkan tentang cinta jika dia sendiri tidak memiliki cinta, jika dia mengajarkan kepada orang-orang tentang cinta kasih kepada sesama, terlebih dahulu dia harus
menjalankan sendiri cinta kasih itu, karena segala perkataan dan perilakunya harus sesuai. Seorang katekis juga harus memiliki perilaku yang baik sehingga di dalam
masyarakat dia mampu menjadi panutan bukan malah menjadi batu sandungan
50
karena perkataan dan perbuatannya tidak sesuai. Katekis yang baik akan selalu diikuti oleh orang karena orang dapat merasakan kasih yang dia berikan bagaimana
dia bisa membawa perubahan bagi setiap orang yang mengenalnya. Menjadi teladan bukanlah hal yang mudah karena banyak hal yang harus dilakukan supaya bisa
menjadi panutan bagi orang lain, tetapi jika katekis memiliki sikap rendah hati dan pasra pada penyelenggaraan dalam hidupnya tentunya hal itu dengan sendirinya
akan didapat. Seorang teladan adalah seorang yang patut dicontoh dimana dia tidak sombong, egois dan merasa diri paling bisa sehingga merendahkan orang lain.
Semoga dengan kemampuan-kemampuan yang dimiliki menjadikannya semakin rendah hati Para Peserta Pertemuan Nasional Katekese Se-Tanah Air, 2005: 135.
3. Mampu Berefleksi dan Kehidupan Rohani yang Mendalam
Seorang katekis harus memiliki kehidupan rohani yang mendalam sehingga dengan begitu dia mampu melihat segala sesuatu dalam terang iman.
Mengingat pentingnya keberadaan dan peranan katekis di dalam memberitakan kabar Gembira Allah kepada semua orang maka kematangan hidup rohani katekis
sangat berpengaruh pada tugas pewartaannya, kehidupan rohani yang mendalam akan melahirkan iman yang mendalam dengan demikian, dengan iman yang kuat
maka katekis akan semakin mampu memaknai kehadiran Kristus di dalam kehidupannya. Oleh karena itu, katekis diharapkan selalu memperkembangkan
hidup rohaninya supaya semakin mendalam dan mau memperkaya diri dengan berbagai macam pengetahuan agama yang sesuai dengan perkembangan zaman.
Seorang katekis juga sebaiknya memiliki kemampuan berefleksi karena itu sangat membantu katekis dalam menghadapi setiap peristiwa yang dialaminya setiap hari
51
baik suka maupun duka, dengan kemampuan berefleksi ini maka katekis akan semakin mampu menemukan nilai-nilai manusia dalam kehidupan sehari-hari dan
mampu menggumuli nilai-nilai kristiani dalam kehidupan sehingga kehadiran katekis mampu membawa perubahan bagi dirinya dan juga orang yang dilayaninya
Pertemuan Kateketik Antar Keuskupan se-Indonesia, 1993: 23.
4. Mampu menjadi Pemimpin
Seorang katekis harus memiliki kemampuan sebagai pemimpin, tetapi pemimpin yang dimaksud disini adalah pemimpin yang melayani bukan sebagai
pemimpin yang pada umumnya yaitu pemimpin yang hanya mementingkan diri sendiri dan kalangannya, pemimpin yang merasa diri paling bisa sehingga dia sulit
untuk menghargai orang lain dan pengetahuannya dia jadikan sebagai alat untuk menjatuhkan orang lain, tidak mampu menghargai orang lain dan merasa diri paling
benar dan berkuasa. Seorang katekis harus memiliki kepemimpinan kristiani dimana
kepemimpinan kristiani adalah selalu bersifat pelayanan. Sebagai pemimpin katekis dipanggil menjadi pelayan, tugasnya adalah memberikan kesempatan kepada orang
lain untuk saling mengasihi, mampu mengayomi dan mampu membawa perubahan bagi orang lain atupun dirinya sendiri. Oleh karena itu seorang katekis harus mampu
menjadi pemimpin. Tetapi pemimpin yang dimaksud dalam konteks ini adalah pemimpin yang melayani bukan sebagai pemimpin yang menjadi tuan atau pendikte
tetapi pemimpin yang mampu mengarahkan umat atau masyarakat yang dipimpinnya. Seorang katekis harus memiliki wibawa kepemimpinan yang sesuai
dengan tugas pelayanannya dimana dia mampu mengayomi seluruh anggotanya
52
termasuk mereka yang miskin dan yang tidak dianggap oleh masyarakat. Dengan kemampuannya ini diharapkan kehadiran katekis benar-benar dapat dirasakan oleh
masyarakat Brian, 1992: 17.
D. Peran Katekis dalam Tugas Perutusannya 1. Panggilan dan Perutusan Katekis
Katekis adalah orang yang dipanggil secara khusus oleh Allah untuk mewartakan kabar gembira kepada seluruh umat manusia. Dengan demikian
diharapkan katekis mampu menyadari bahwa menjadi katekis adalah panggilan khusus dari Allah
“Ia memanggil orang-orang yang dikehendaki-Nya dan mereka pun datang kepada-Nya. Ia menetapkan dua belas orang untuk menyertai Dia dan
untuk diutus-Nya memberitakan Injil ” Mrk 3:13-14. Oleh karena itu sudah
sepantasnya katekis memahami panggilan hidupnya sebagai panggilan yang istimewa dalam hidupnya sehingga di dalam menjalankan tugas perutusannya dia
tidak pernah kenal lelah dan terus semangat dan mempercayakan semuanya kepada Allah karena tidak semua orang mendapatkan panggilan itu Prasetya, 2007: 44.
Katekis harus memahami bahwa di dalam lingkungan mana saja katekis bertugas di situ terlaksana fungsi perutusannya, baik di lingkungan orang beriman
katolik ataupun di lingkungan yang bukan beriman katolik. Tugas perutusan katekis tetap dibutuhkan. Dan di dalam tugas perutusannya hendaknya katekis belajar dari
Yesus Kristus dimana Yesus pernah mengatakan bahwa “Apabila kamu telah meninggikan Anak Manusia, baru kamu tahu, bahwa Akulah Dia, dan bahwa Aku
tidak berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri, tetapi aku berbicara tentang hal-hal sebagaimana diajarkan Bapa kepada-
Ku” Yoh 8:28. Dengan demikian hendaknya
53
katekis memahami betul bahwa apa yang dia lakukukan dalam perutusannya adalah kehendak dari Allah, sehingga di dalam melaksanakan perutusannya katekis tetap
yakin akan penyertaan Allah dalam tugas perutusannya.
2. Peran Katekis dalam Tugas Perutusannya
Tugas pewartaan berasal atau bermula dari pemikiran Allah oleh karena itu tugas ini berlaku untuk Gereja, perintah Allah adalah
”Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan
Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai
kepada akhir zaman” Mat 28:19-20. Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk Mrk 16:15. Dengan demikian mewartakan Yesus Kristus
kepada dunia merupakan tugas pokok Gereja, oleh karena itu katekis sebagai bagian yang tidak bisa dipisahkan dari Gereja yang memiliki tugas istimewa diharapkan
mampu mewartakan Yesus Kristus bagi seluruh orang, baik orang yang belum beriman ataupun orang yang sudah beriman kepada-Nya, baik orang kaya maupun
yang miskin. Katekis dipanggil oleh Allah untuk menjadi saksi dan pembawa harapan
bagi semua orang dengan mewartakan Yesus Kristus yang mulia serta menjamin terwujudnya karya keselamatan Allah di dunia ini. Mewartakan Yesus Kristus
berarti mewartakan kabar gembira dari Allah kepada semua orang. Di mana katekis membantu meraka untuk mengenal, mencintai dan mengimani Yesus Kristus di
dalam menjalani kehidupan mereka sehari-hari di tengah-tengah masyarakat Prasetya, 2007: 32.