Spiritualitas Katekis Spiritualitas pelayanan ibu Teresa dari Kalkuta sebagai teladan bagi katekis dalam mewujudkan semangat pelayanan bagi kaum miskin.

48

C. Kemampuan yang Perlu dimiliki Katekis

Kemampuan merupakan suatu hal yang tidak bisa dikesampingkan oleh katekis oleh karena itu dibutuhkan persiapan yang khusus untuk menjadikan katekis yang memiliki kemampuan. Persiapan menjadi seorang katekis tidaklah mudah, mengingat tugas yang dipercayakan kepada mereka sangat sukar. Oleh sebab itu, para katekis perlu dipersiapkan sedemikian rupa melalui pembinaan dan pendidikan yang tepat, sehingga menjadi pejuang-pejuang misi yang tangguh dan memiliki kemampuan dalam menjalankan tugas dalam segala karyanya. Karena itu katekis harus memiliki kemampuan dalam mendukung karyanya antara lain: Kemampuan berkomunikasi dan berdialog, mampu menjadi teladan, kemampuan berefleksi, mampu menjadi pemimpin.

1. Kemampuan Berkomunikasi dan Berdialog

Komunikasi dan dialog merupakan suatu hal yang penting dalam meciptakan hubungan yang baik dengan orang lain, komunikasi dan dialog akan melahirkan suatu kesepakatan antar manusia. Dengan menjalin komunikasi yang baik dengan orang lain maka akan menghasilkan yang baik pula, oleh karena itu sebagai katekis yang hidup dalam masyarakat dan yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat, seorang katekis harus memiliki kemampuan berkomunikasi dan berdialog yang baik sehingga di dalam melaksanakan karya pelayanannya katekis benar-benar dapat menjadi pewarta yang baik serta katekis harus menjadi kawan seperjuangan mereka yang dilayani, serta katekis harus mengetahui kebutuhan- kebutuhan dan harapan orang yang dia layani dan ikut berperanserta mengambil keputusan yang menentukan hidup mereka. Bukankah Gereja juga selalu 49 mengusahakan adanya dialog di dalam masyarakat sehingga apa yang ingin kita capai dapat terwujud dengan baik, dialog akan menghasilkan satu kesepakatan yang tidak merugikan orang lain, karena pada akhirnya dialog yang baik akan menghasilkan sesuatu yang baik pula, oleh karena itu katekis harus memiliki kemampuan berkomunikasi dan berdialog yang baik sehingga ketika ada masalah yang terjadi di dalam masyarakat katekis mampu mengajak semua orang untuk berdialog Para Peserta Pertemuan Nasional Katekese Se-Tanah Air, 2005: 135.

2. Mampu Menjadi Teladan

Seorang katekis harus benar-benar mengerti bahwa pada saat ini kesaksian lebih disukai dari pada pengajaran karena orang lebih membutuhkan contoh kongkrit dari pada teori yang diberikan, bagi banyak orang ceramah yang terlalu panjang lebar hanya menimbulkan kebosananan, pada zaman sekarang ini orang tidak lagi membutuhkan teori tetapi bagaimana teori itu dapat dilaksanakan. Seorang katekis yang mengajarkan tentang cinta kasih, di dalam kehidupan bersama di dalam masyarakat dia juga harus mampu memberikan contoh konkret bagaimana sesungguhnya cinta kasih itu. Tugas sebagai katekis bukanlah hal yang mudah, karena apa yang diungkapkan harus sesuai dengan apa yang dilakukan sehingga pengajaran yang diberikan itu tidak kosong. Bagaimana mungkin seseorang mengajarkan tentang cinta jika dia sendiri tidak memiliki cinta, jika dia mengajarkan kepada orang-orang tentang cinta kasih kepada sesama, terlebih dahulu dia harus menjalankan sendiri cinta kasih itu, karena segala perkataan dan perilakunya harus sesuai. Seorang katekis juga harus memiliki perilaku yang baik sehingga di dalam masyarakat dia mampu menjadi panutan bukan malah menjadi batu sandungan 50 karena perkataan dan perbuatannya tidak sesuai. Katekis yang baik akan selalu diikuti oleh orang karena orang dapat merasakan kasih yang dia berikan bagaimana dia bisa membawa perubahan bagi setiap orang yang mengenalnya. Menjadi teladan bukanlah hal yang mudah karena banyak hal yang harus dilakukan supaya bisa menjadi panutan bagi orang lain, tetapi jika katekis memiliki sikap rendah hati dan pasra pada penyelenggaraan dalam hidupnya tentunya hal itu dengan sendirinya akan didapat. Seorang teladan adalah seorang yang patut dicontoh dimana dia tidak sombong, egois dan merasa diri paling bisa sehingga merendahkan orang lain. Semoga dengan kemampuan-kemampuan yang dimiliki menjadikannya semakin rendah hati Para Peserta Pertemuan Nasional Katekese Se-Tanah Air, 2005: 135.

3. Mampu Berefleksi dan Kehidupan Rohani yang Mendalam

Seorang katekis harus memiliki kehidupan rohani yang mendalam sehingga dengan begitu dia mampu melihat segala sesuatu dalam terang iman. Mengingat pentingnya keberadaan dan peranan katekis di dalam memberitakan kabar Gembira Allah kepada semua orang maka kematangan hidup rohani katekis sangat berpengaruh pada tugas pewartaannya, kehidupan rohani yang mendalam akan melahirkan iman yang mendalam dengan demikian, dengan iman yang kuat maka katekis akan semakin mampu memaknai kehadiran Kristus di dalam kehidupannya. Oleh karena itu, katekis diharapkan selalu memperkembangkan hidup rohaninya supaya semakin mendalam dan mau memperkaya diri dengan berbagai macam pengetahuan agama yang sesuai dengan perkembangan zaman. Seorang katekis juga sebaiknya memiliki kemampuan berefleksi karena itu sangat membantu katekis dalam menghadapi setiap peristiwa yang dialaminya setiap hari 51 baik suka maupun duka, dengan kemampuan berefleksi ini maka katekis akan semakin mampu menemukan nilai-nilai manusia dalam kehidupan sehari-hari dan mampu menggumuli nilai-nilai kristiani dalam kehidupan sehingga kehadiran katekis mampu membawa perubahan bagi dirinya dan juga orang yang dilayaninya Pertemuan Kateketik Antar Keuskupan se-Indonesia, 1993: 23.

4. Mampu menjadi Pemimpin

Seorang katekis harus memiliki kemampuan sebagai pemimpin, tetapi pemimpin yang dimaksud disini adalah pemimpin yang melayani bukan sebagai pemimpin yang pada umumnya yaitu pemimpin yang hanya mementingkan diri sendiri dan kalangannya, pemimpin yang merasa diri paling bisa sehingga dia sulit untuk menghargai orang lain dan pengetahuannya dia jadikan sebagai alat untuk menjatuhkan orang lain, tidak mampu menghargai orang lain dan merasa diri paling benar dan berkuasa. Seorang katekis harus memiliki kepemimpinan kristiani dimana kepemimpinan kristiani adalah selalu bersifat pelayanan. Sebagai pemimpin katekis dipanggil menjadi pelayan, tugasnya adalah memberikan kesempatan kepada orang lain untuk saling mengasihi, mampu mengayomi dan mampu membawa perubahan bagi orang lain atupun dirinya sendiri. Oleh karena itu seorang katekis harus mampu menjadi pemimpin. Tetapi pemimpin yang dimaksud dalam konteks ini adalah pemimpin yang melayani bukan sebagai pemimpin yang menjadi tuan atau pendikte tetapi pemimpin yang mampu mengarahkan umat atau masyarakat yang dipimpinnya. Seorang katekis harus memiliki wibawa kepemimpinan yang sesuai dengan tugas pelayanannya dimana dia mampu mengayomi seluruh anggotanya 52 termasuk mereka yang miskin dan yang tidak dianggap oleh masyarakat. Dengan kemampuannya ini diharapkan kehadiran katekis benar-benar dapat dirasakan oleh masyarakat Brian, 1992: 17.

D. Peran Katekis dalam Tugas Perutusannya 1. Panggilan dan Perutusan Katekis

Katekis adalah orang yang dipanggil secara khusus oleh Allah untuk mewartakan kabar gembira kepada seluruh umat manusia. Dengan demikian diharapkan katekis mampu menyadari bahwa menjadi katekis adalah panggilan khusus dari Allah “Ia memanggil orang-orang yang dikehendaki-Nya dan mereka pun datang kepada-Nya. Ia menetapkan dua belas orang untuk menyertai Dia dan untuk diutus-Nya memberitakan Injil ” Mrk 3:13-14. Oleh karena itu sudah sepantasnya katekis memahami panggilan hidupnya sebagai panggilan yang istimewa dalam hidupnya sehingga di dalam menjalankan tugas perutusannya dia tidak pernah kenal lelah dan terus semangat dan mempercayakan semuanya kepada Allah karena tidak semua orang mendapatkan panggilan itu Prasetya, 2007: 44. Katekis harus memahami bahwa di dalam lingkungan mana saja katekis bertugas di situ terlaksana fungsi perutusannya, baik di lingkungan orang beriman katolik ataupun di lingkungan yang bukan beriman katolik. Tugas perutusan katekis tetap dibutuhkan. Dan di dalam tugas perutusannya hendaknya katekis belajar dari Yesus Kristus dimana Yesus pernah mengatakan bahwa “Apabila kamu telah meninggikan Anak Manusia, baru kamu tahu, bahwa Akulah Dia, dan bahwa Aku tidak berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri, tetapi aku berbicara tentang hal-hal sebagaimana diajarkan Bapa kepada- Ku” Yoh 8:28. Dengan demikian hendaknya 53 katekis memahami betul bahwa apa yang dia lakukukan dalam perutusannya adalah kehendak dari Allah, sehingga di dalam melaksanakan perutusannya katekis tetap yakin akan penyertaan Allah dalam tugas perutusannya.

2. Peran Katekis dalam Tugas Perutusannya

Tugas pewartaan berasal atau bermula dari pemikiran Allah oleh karena itu tugas ini berlaku untuk Gereja, perintah Allah adalah ”Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” Mat 28:19-20. Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk Mrk 16:15. Dengan demikian mewartakan Yesus Kristus kepada dunia merupakan tugas pokok Gereja, oleh karena itu katekis sebagai bagian yang tidak bisa dipisahkan dari Gereja yang memiliki tugas istimewa diharapkan mampu mewartakan Yesus Kristus bagi seluruh orang, baik orang yang belum beriman ataupun orang yang sudah beriman kepada-Nya, baik orang kaya maupun yang miskin. Katekis dipanggil oleh Allah untuk menjadi saksi dan pembawa harapan bagi semua orang dengan mewartakan Yesus Kristus yang mulia serta menjamin terwujudnya karya keselamatan Allah di dunia ini. Mewartakan Yesus Kristus berarti mewartakan kabar gembira dari Allah kepada semua orang. Di mana katekis membantu meraka untuk mengenal, mencintai dan mengimani Yesus Kristus di dalam menjalani kehidupan mereka sehari-hari di tengah-tengah masyarakat Prasetya, 2007: 32.