18
C. Karya dan Pelayanan Ibu Teresa
Sebelum memutuskan untuk keluar dari biara Loreto yang sangat dicintainya Suster Teresa mengabdikan diri untuk biaranya dan patuh akan perintah
pimpinannya. Setelah suster pulang dari Darjeeling Suster Teresa diutus kembali oleh pimpinannya sebagai pendidik di sekolah suster Teresa dan kembali
melanjutkan tugasnya mengajar di sekolah St. Maria dan sekolah Entally Beding, 1989: 98.
Setelah kaul kekal Suster Teresa diangkat menjadi kepala sekolah di St. Mary’s School dan juga mengajar di St. Teresa’s School sebuah sekolah yang
terletak di luar biara. Ketika suster Teresa merasakan bahwa Yesus memanggil dia untuk kedua kalinya melayani orang miskin, melarat dan kelaparan suster Teresa
memilih untuk meninggalkan biara yang paling ia cintai supaya dengan leluasa dia biasa melakukan karya pelayanannya bagi kaum miskin tanpa harus terikat dengan
aturan biara Loreto Krispurwana Cahyadi, 2010: 27-28. Setelah keluar dari biara Loreto banyak karya dan pelayan yang Ibu
Teresa berikan bagi kaum miskin yakni: mengajar anak-anak miskin di Motijhil, mendirikan Misionaris Cinta Kasih, Shisu Bhavan, Sealdah Stasion, Nirmal Hriday
atau Wisma Hati Nan Murni, Prem Daan, ShantinagarRumah bagi Orang-Orang Berkusta, Membangun Klinik Kesehatan, Protima Sen School.
1. Mengajar Anak-anak Miskin di Motijhil
Pekerjaan pertama Ibu Teresa setelah keluar dari Biara Loreto adalah mengajar anak-anak miskin di kawasan kumuh Motijhil. Motijhil adalah sebuah
perkampungan pinggiran yang terletak di balik biara Loreto. Sekolah itu berada di
19
halaman terbuka di antara gubuk-gubuk. Tak ada papan tulis, tak ada bangku, tak ada kursi, tak ada apa-apa hanya satu lapangan terbuka. Ibu Teresa menulis di tanah,
di lumpur dengan sebatang tongkat kecil, lalu Ibu Teresa mengajari anak-anak itu bahasa Bengali dan mengajari mereka bernyanyi Krispurwana Cahyadi, 2010: 32.
Pada hari kedua Ibu Teresa sudah mendapat meja, kursi dan sebuah lemari. Dengan semangat yang luar biasa Ibu Teresa mengajar anak-anak, bagi Ibu
Teresa apa saja yang bisa dia lakukan hari ini akan dia lakukan tanpa harus menunggu yang lain Beding, 1989: 67.
2. Mendirikan Misionaris Cinta Kasih
Pada awal karyanya Ibu Teresa memulainya dengan sendiri, namun pada tanggal 19 Maret 1949 datanglah kepadanya muridnya dulu di Entally Subashini
Das yang ingin bergabung dengannya. Kemudian, pada tanggal 26 Maret 1949 datang pula Magdalena, semakin hari pengikut Ibu Teresa semakin banyak dan pada
akhirnya sampai pada 11 orang Krispurwana Cahyadi, 2003c: 183. Ketika dalam kelompok barunya itu banyak yang datang untuk
bergabung maka Ibu Teresa merasa perlu untuk memberi nama untuk kelompoknya ini, oleh karena itu ia memberi nama Misionaris Cinta Kasih. Ibu Teresa menyadari
bahwa menyatakan cinta kasih merupakan tugas yang harus diembannya, atau misi yang harus disangganya Krispurwana Cahyadi, 2003c: 175.
Pada tahun 1950 Ibu Tersesa mendirikan tarekat Misionaris Cinta Kasih Misionary of Charity. Tarekat Misionaris Cinta Kasih tidak hanya terdiri dari
Suster tetapi ada Bruder bahkan Imam yang bergabung di dalamnya. Dan ada juga kerabat kerja Ibu Teresa, kerabat kerja ini merupakan satu-satunya komunitas lintas
20
agama yang disahkan dan didirikan dengan berkat Bapa Suci, Paus Paulus VI ini sangat membuat Ibu Teresa bahagia dan bangga. Pada tahun 1980 hingga 1990, Ibu
Teresa membuka rumah-rumah penampungan di hampir di seluruh negara-negara komunis, termasuk Uni Soviet, Albania dan Kuba. Agar dapat menanggapi
kebutuhan kaum miskin, baik jasmani maupun rohani, Ibu Teresa melangkah lebih lanjut dengan mendirikan lima komunitas religius tersendiri bagi pelayanan pada
kaum miskin. Bersama para Suster, yang didirikan pada tahun 1950, dia mulai dengan cabang pria, Bruder-bruder Misionaris Cinta Kasih, berdiri 1966, kemudian
para Suster Kontemplatif pada tahun 1976, pada tahun 1979 didirikan Bruder-bruder Kontemplatif, dan yang terakhir pada tahun 1984 didirikan komunitas Imam
Misionaris Cinta Kasih untuk melayani luka batin dan kemiskinan rohani dari mereka yang dilayani oleh para suster serta bruder Langford, 2010: 15.
Cara hidup Misionris Cinta Kasih memiliki kekhasan tersendiri yaitu adanya kaul keempat, selain kaul kemiskinan, kemurnian, dan ketaatan. Kaul
keempat mereka adalah kaul untuk memberikan pelayanan dengan sepenuh hati dan tanpa pamrih kepada mereka yang termiskin dari yang miskin. Ibu Teresa, seperti
yang dikutip oleh Egan Egan 2001: 26 mengatakan bahwa “dengan kaul
keempat kita menanggapi panggilan Kristus yaitu dengan memberikan pelayanan sepenuh hati dan bebas kepada yang terpapa dari yang papa seturut kepatuhan.
Dengan demikian kita akan dapat memu askan dahaga Yesus tanpa henti”.
Tiga kata dari kaul ini memiliki arti khusus bagi para biarawati dimana sepenuh hati berarti hati berkobar oleh semangat dan cinta akan kehidupan. Bebas
berarti penuh kegembiraan tanpa rasa takut, tanpa mengharapkan imbalan apapun dari orang lain dan siap melayani berarti bekerja tanpa henti dan sepenuh hati serta
21
menyediakan diri sepenuhnya untuk Yesus, oleh karena itu Dia akan hidup di dalam kita dan melalui kita dalam kelembutan tanpa batas, dengan cinta kasih dan murah
hati bagi yang terpapa dari yang papa baik rohaniah maupun jasmaniah. Dewasa ini mereka adalah para biarawan dan biarawati yang dapat pergi kemanapun, satu-
satunya syarat yang harus mereka patuhi yang diberikan oleh kongregasi ialah pekerjaan yang mereka lakukan harus membumi
mereka harus melayani “Terpapa dari yang papa” Egan Egan, 2001: 26-27.
Untuk bergabung dengan tarekat Misionaris Cinta Kasih tentunya ada syarat
–syarat yang harus dipenuhi yaitu syarat yang pertama usia paling tidak 18 tahun atau lebih, memiliki motivasi yang sungguh serta tulus, sehat jasmani dan
rohani, mampu menanggung dan menjalankan tugas berat, memiliki cukup pengetahuan, juga memiliki kehendak kuat untuk mempelajari bahasa setempat,
memiliki kedewasaan dalam mengambil keputusan, memiliki kegembiraan dan rasa humor yang sehat. Syarat ini dibuat oleh Ibu Teresa karena Ibu Teresa menyadari
bahwa karya pelayanan mereka bukanlah tugas yang mudah melainkan berat dan penuh dengan perjuangan, tidak sembarang orang bisa melakukannya Krispurwana
Cahyadi, 2003c: 188-189. Setelah terpenuhinya semua syarat yang telah ditentukan maka dilakukan tahap pembinaan sebagai religious. Pertama mereka melalui tahap
aspiran selama enam bulan hingga satu tahun, pada tahap aspiran mereka belajar bahasa Inggris sebagai bahasa resmi dan mengikuti karya Tarekat untuk melihat
sejauh mana panggilannya sebagai anggota Misionaris Cinta Kasih. Setelah melewati masa aspiran para calon anggota Misionaris Cinta Kasih menjalani masa
postulan selama enam bulan sampai satu tahun. Pada masa postulan mereka menguji diri dan diuji untuk mempertimbangkan lebih dalam lagi apakah dirinya cocok
22
dengan panggilan hidup sebagai Misionaris Cinta Kasih. Setelah itu mereka menjalani masa novisiat dimana mereka mempelajari Kitab Suci, dasar-dasar ajaran
Gereja serta sejarah Gereja Krispurwana Cahyadi, 2003c: 189-190. Pada akhir masa Novis mereka mengucapkan kaul sementara, lalu
mereka disebut sebagai suster yunior. Masa yuniorat ini berlangsung selama lima tahun. Setiap tahun mereka harus membaharui kaulnya. Pada tahun keenam anggota
Misionaris Cinta Kasih menjalani masa tersiat, sebelum mereka mengucapkan kaul kekal Krispurwana Cahyadi, 2003c: 191.
3. Shisu Bhavan
Ibu Teresa menyewa rumah untuk anak-anak terlantar rumah itu dinamakan Shisu Bhavan. Shisu Bhavan adalah bangunan bertingkat dua, dalam
Shisu Bhavan selalu ada kegiatan meskipun Shisu Bhavan merupakan rumah untuk anak-anak terlantar tetapi rumah ini juga merupakan pusat kegiatan Misionaris Cinta
Kasih. Tempat ini cukup berbeda dari ketenagaan rumah induk karena disinilah orang-orang kelaparan diberi makan, dan orang-orang sakit dirawat serta disini
tempat untuk menampung ibu-ibu yang menunggu kelahiran anaknya yang tidak memiliki tempat Beding, 1989: 43.
Di pintu masuk Shisu Bhavan terdapat beberapa klinik harian di mana orang miskin dapat membawa anak-anak mereka, selain itu juga disini ada tempat
untuk mengadopsi anak dan juga klinik untuk rawat jalan. Di shisu bhavan juga ada tempat memasak untuk memberi makan 1.000 orang lebih setiap harinya dan
mereka biasanya para pengemis dan gelandangan yang datang setiap hari untuk meminta makan sekali sehari Vardey, 1997: 91.
23
4. Sealdah Station
Sealdah Station adalah stasiun kereta api dari Estern Railway. Di dalam stasiun itu sepuluh ribu orang memasak, makan, tidur dan meninggal dunia
beralaskan lantai batu ruang-ruang tunggu, sementara kereta-kereta api datang dari pagi kemudian melangkahkan kaki di sela-sela orang banyak itu. Setiap hari Ibu
Teresa dan Misionaris Cinta Kasih membagi-bagikan bahan pangan berupa campuran bulgur dan kedelai kepada para wanita yang mempunyai kompor dan bagi
mereka yang tidak mempunyai kompor Ibu Teresa memasak di tong-tong besar dan dibagikan kepada mereka Beding, 1989: 166.
5. Nirmal Hriday atau Wisma Hati nan Murni
Nirmal Hriday atau Wisma Hati nan Murni adalah rumah yang didirikan oleh Ibu Teresa untuk menampung orang-orang yang sekarat, melarat dan
menghadapi ajalnya. Rumah ini diberi nama Wisma Hati nan Murni karena rumah ini dipersembahkan kepada Hati Tak Bernoda Maria. Ibu Teresa mendirikan Nirmal
Hriday karena banyak orang yang tidak peduli akan penderitaan orang yang sekarat yang meninggal di jalanan dan dijilati oleh anjing. Ibu Teresa menginginkan di akhir
hidup orang-orang yang melarat dan sekarat itu mereka bisa merasakan cinta, perhatian dan kebahagiaan sehingga ketika ajal menjemput mereka bisa tersenyum
dan mengatakan terima kasih. Setiap orang yang mengunjungi Nirmal Hriday akan memiliki suatu gambaran umum tentang tempat itu, tentang keindahan terhadap
sikap pasrah maut yang tak dapat dielakkan Beding, 1989: 152. Ibu Teresa menyebut kematian itu sebagai pulang ke rumah, ia berkata
”Nirmal Hriday” sesungguhnya merupakan kekayaan kota Kalkuta. Orang-orang ini