57
karena itu dari beberapa keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa kaum miskin yang dimaksud di dalam tulisan ini adalah kaum miskin yang didefenisikan oleh Ibu
Teresa sebagaimana yang dikutip oleh Vardey 1997: 8-9 yaitu: Yang lapar dan kesepian, tidak hanya saja akan makanan tetapi Sabda
Allah; yang haus dan yang bodoh, tidak hanya akan air tetapi juga akan pengetahuan, damai, kebenaran, keadilan dan cinta; yang telanjang dan
yang tidak dicintai, tidak hanya soal pakaian tetapi akan martabat manusia; yang tidak diinginkan, anak-anak yang belum lahir, penentang
diskriminasi rasialis, kaum tuna wisma dan orang-orang yang terbuang mereka tidak hanya butuh rumah yang tersusun dari batu bata tetapi juga
akan sebuah hati yang memahami, yang melindungi, yang mencintai, yang sakit, yang melarat, yang hamper mati, dan para tawanan- tidak
hanya secara jasmani tetapi juga pikiran dan jiwa; mereka semua yang telah kehilangan harapan jiwa dan iman dalam hidup, dalam alkoholik
dan pecandu obat-obatan, dan mereka semua kehilangan Allah karena bagi mereka Allah adalah masa lampau, padahal Allah sesunggunya
adalah saat ini dan di sini ini, dan yang kehilangan segala harapan akan Kekuasaan Roh Kudus.
2. Gereja dan Kaum Miskin
Gereja adalah tubuh Kristus, Gereja bukan persekutuan yang hidup sendiri dari persekutuan-persekutuan lainya. Gereja adalah persekutuan pelayanan.
Meskipun dalam Gereja terdapat beraneka macam fungsi dan pelayanan tetapi masing-masing pelayanan mempunyai tujuan dan ciri khasnya masing-masing.
Gereja tidak pernah dapat dipisahkan dari kaum miskin karena Gereja dan pelayanannya harus membawa kabar baik bagi semua orang teristimewa kaum
miskin, karena di mata Yesus kaum miskin memiliki tempat yang istimewa sehingga di dalam pewartaannya, Yesus banyak berkumpul dengan mereka yang miskin,
menderita dan cacat. Oleh karena itu sebagai pengikut Kristus, Gereja juga memiliki peran penting dalam mewartakan kabar baik bagi semua orang terlebih lagi bagi
mereka yang miskin.
58
Dalam Dokumen “Keadilan di Dunia” hasil sinode para uskup tahun
1971 ditegaskan bahwa pewartaan Kabar Gembira bagi kaum miskin merupakan misi Gereja. Di sini Gereja hadir sebagai penampung aspirasi masyarkat yang
tertindas dan mengalami ketidakadilan. Bertolak dari pengertian tentang pewartaan Injil dalam konteks itulah Gereja harus mendekati misinya untuk berbagi kehidupan
kaum miskin di Indonesia. Gereja tidak melulu bekerja untuk kaum miskin seperti suatu lembaga sosial melainkan Gereja ikut bekerja sama bersama kaum miskin ikut
mengalami kehidupan dan memahami harapan mereka berjalan menyertai mereka dalam usaha mencari kemanusia yang otentik dalam Kristus Yesus KWI, 1996:
242. Kegiatan demi keadilan merupakan unsur hakiki pewartaan Injil, Gereja
harus ikut serta di dalam perjuangan kaum miskin dan bersatu dengan mereka demi perjuangan mereka yang lebih manusiawi FABC, I No 58. Di sini tampak bahwa
apabila kita dapat saling memperhatikan dan menolong, maka proses pemiskinan akan semakin terkikis dan digantikan oleh proses saling mengasihi yang membawa
masyarakat menuju kedamaian dan kebahagiaan. Semoga Gereja mampu mewujudkan wajah Gereja yang berpihak pada kaum miskin dalam setiap perbuatan
dan tingkah laku kita sehari-hari berlandaskan kasih akan Allah dan sesama. Memang tidak mudah, banyak cobaan dan godaan namun dengan bantuan Roh
Kudus kita berharap mempunyai keprihatinan yang besar terhadap kaum miskin, sehingga Gereja kaum miskin benar-benar terwujud dan diperlukan, bukan sekedar
slogan belaka tetapi dapat terwujud di dalam kehidupan bersama dalam masyarakat KWI, 1996: 455. Keprihatinan kepada mereka yang miskin juga ditunjukkan oleh
para Paus dengan mengeluarkan suatu ajaran Gereja yang memperjuangkan hak-hak
59
kaum miskin, ASG sendiri muncul pertama kali pada 15 Mei 1891 yang ditulis oleh Paus Leo XIII melalui Ensiklik Rerum Novarum. Ajaran sosial Gereja ASG
merupakan usaha Gereja untuk merumuskan maksud dan arah keterlibatan orang Kristiani yang beraneka ragam suku, ras, agama dan budaya dalam memberikan
keprihatinan terhadap mereka yang tertidas dan miskin. Munculnya ASG karena adanya keprihatinan dari Gereja terhadap mereka yang miskin dan tertindas,
keprihatinan itu membuat Gereja ikut bertindak mencari jalan keluar, Gereja memahami bahwa Gereja hadir di dalam dunia bukan dari luar dunia sehingga
Gereja tidak mampu menutup mata atas keprihatinan yang terjadi. Allah yang solider terhadap manusia memicu munculnya ASG, jika Allah sendiri solider
terhadap manusia mengapa manusia tidak solider terhadap sesamanya sendiri. Bukankah Yesus sendiri mengajarkan kita untuk mencitai sesama seperti diri sendiri
Mat 22:39. Gereja melihat ada aneka macam keprihatinan yang dialami oleh umat
manusia di belahan dunia. Terhadap masalah-masalah tersebut, Gereja tidak berdiri sendiri. Gereja bukanlah penonton yang diam dan tak bergerak. Gereja menyadari
sebagai bagian dari masyarakat dan dunia, keprihatinan yang terjadi di masyarakat dan juga dunia merupakan tanggung jawab Gereja. Ajaran Sosial Gereja pada
umumnya tersebar dalam ajaran moral katolik yang menyangkut hubungan antar manusia yang berbicara tentang hal yang menyangkut sosial-ekonomi, kemiskinan
dan pembagian kekayaan. Sejak tahun 1891 ada banyak ajaran sosial Gereja, baik yang ditulis oleh para paus maupun dari konferensi para uskup di belahan dunia
mulai dari Rerum Novarum sampai Caritas in Veritate KomKat KAS, 2012: 12- 16.
60
3. Peran Katekis dalam Pelayanan bagi Kaum Miskin
Tidak dapat dipungkiri bahwa di Indonesia tanah air kita yang tercinta ini banyak sekali orang miskin atau lebih tepatnya mereka dimiskinkan oleh struktur
pemerintahan yang tidak adil. Di sini katekis sebagai bagian dari Gereja memiliki peran penting dalam membawa perubahan dan mampu menghadirkan kerajaan
Allah di tengah-tengah masyarakat. Para katekis memiliki peran penting dalam hal ini karena kehadiran katekis diharapkan mampu membawa perubahan bagi
perkembangan hidup manusia serta mampu menegakkan keadilan. Oleh karena mereka hidup sebagai orang awam dalam masyarakat, dengan begitu mereka bisa
memahami dengan baik, menafsirkan, dan berusaha menemukan pemecahan bagi masalah-masalah pribadi dan sosial dalam terang Injil KomKat KWI, 1997: 34.
Dengan demikian katekis harus mampu membawa perubahan dan mewartakan kabar Gembira Allah bagi semua orang yang mengalami kemiskinan. Yesus sendiri
bersabda bahwa Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus
Aku Luk 4:18. Di sini katekis sebagai bagian dari Gereja diharapkan mampu membawa kabar baik bagi semua orang miskin dengan memberikan semangat iman
bagi mereka. Yesus juga bersabda “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina
ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” Mat 25:40. Yesus ingin menegaskan
bahwa apa yang kita lakukan bagi kaum miskin kita melakukannya untuk Kristus, Dia ingin mengatakan bahwa betapa berartinya kaum miskin bagi-Nya sehingga Dia
tidak ingin kaum miskin menjadi bahan perguncingan dan bahkan ditinggalkan. Yesus ingin mengatakan bahwa jika kita berbuat baik terhadap sesama maka sama
61
saja artinya kita berbuat baik kepada Yesus, begitu juga sebaliknya jika kita berbuat tidak baik terhadap sesama sama saja kita tidak berbuat baik terhadap Yesus. Jadi
dari situ dapat dilihat bahwa betapa berartinya kaum miskin bagi Yesus. Oleh karena itu katekis harus mampu merasakan kehadiran Yesus dalam diri orang
miskin sehingga katekis mampu melayani Yesus yang hadir dalam diri orang miskin. Sebaiknya katekis tidak menutup mata akan penderitaan orang miskin.
Yesus sangat mencintai orang yang miskin, oleh karena itu sebagai pengikut Yesus katekis harus memiliki cinta kasih karena jati diri pengikut Kristus adalah cinta
kasih “Barang siapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih” 1 Yoh 4:8 .
Sudah sepantasnya katekis memahami betul apa yang harus dia lakukan bagi mereka yang miskin. Orang-orang yang menderita ini rindu akan cinta kasih.
Oleh karena itu katekis harus mampu membawa mereka pada perjumpaan kasih yang mendalam, dengan jalan melakukan karya-karya kecil dengan cinta kasih yang
besar dan mendalam kepada mereka yang miskin. Semoga dengan kasih yang hadir dalam diri masing-masing katekis mampu merubah wajah di sekitar kita menjadi
lebih manusiawi dan mampu mengurangi tingkat kemiskinan. Karena para katekis yang khususnya terlibat dalam kerasulan umum mempunyai kewajiban untuk
menjadikan keprihatinan ini sebagai keberpihakan Gereja. Ini tidak berarti bahwa mereka hanya tertarik pada kaum miskin melainkan bahwa kaum miskin mendapat
perhatian yang utama KomKat KWI, 1997: 34. Dan pada akhirnya sabda Yesus dapat diwujudkan oleh katekis bagi kaum miskin “Sebab ketika Aku lapar, kamu
memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu