Faktor Penggunaan Sapaan Metode Penelitian

19 Mitra Tutur : E ga, aku ngo ba rewos eta mbaru tong „Baiklah, saya akan antarkan obatnya ke rumah‟ Pada contoh 5 sapaan Bidan Selvi dipengaruhi oleh adanya faktor keakraban dan hubungan peran dalam masyarakat. Pada penelitian ini metode padan referensial digunakan untuk menentukan jenis-jenis referen yang ditunjuk. Metode padan pragmatis digunakan untuk mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan sapaan.

c. Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Hasil analisis data berupa hasil temuan dari objek yang diteliti. Hasil analisis data akan disajikan dengan metode formal dan informal. Menurut Kridalaksana dalam Mastoyo 2007: 73 metode formal adalah penyajian hasil analisis data dengan menggunakan kaidah. Kaidah itu dapat berbentuk rumus, bagandiagram, tabel, dan gambar. Menurut Sudaryanto dalam Mastoyo 2007: 71 metode informal adalah penyajian hasil analisis data dengan menggunakan kata-kata biasa. Dalam penyajian ini, rumus -rumus atau kaidah -kaidah disampaikan dengan menggunakan kata-kata biasa, kata-kata yang apabila dibaca dengan serta merta dapat langsung dipahami.

1.8. Sistematika Penyajian

Tugas akhir ini terdiri dari lima bab. Pada bab I diuraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, dan metodologi penelitian. Bab II berupa deskripsi masyarakat Manggarai. Pada bab II 20 ini diuraikan sejarah, letak geografis, penduduk, pendidikan, keadaan budaya atau tradisi, dan keadaan bahasa. Bab III berupa kata sapaan dalam bahasa Manggarai. Pada bagian ini berisi paparan tentang jenis-jenis sapaan berdasarkan referen dalam bahasa Manggarai. Bab IV berupa analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan sapaan bahasa Manggarai. Pada bab V berupa penutup. Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang dilakukan. 21

BAB II DESKRIPSI KEADAAN BAHASA MASYARAKAT MANGGARAI

2.1. Sejarah Masyarakat Manggarai

Banyak cerita orang Manggarai mengenai asal usul mereka. Ada yang mengatakan keturunan Turki yang lalu bermukim di Mandosawu, keturunan dari Bima di Sumbawa, Bugis Luwu di Sulawesi, Melayu Malaka dan Minangkabau. Kenyataannya tidak ada satu suku Manggarai tetapi orang Manggarai terdiri dari berbagai kelompok suku, subsuku atau klan. Masing-masing gelombang pendatang menempati wilayah tertentu dan dalam perkembangannya mengembangkan pusat kekuasaan dengan adat tersendiri. Asal keturunan Bugis Luwu yang tiba dalam beberapa gelombang misalnya menumbuhkan suku adak Bajo di bagian selatan sampai barat. Keturunan Turki bermukim pegunungan di dekat puncak gunung Mandosawu tetapi kemudian pindah ke tempat Mano sekarang di kaki pegunungan bagian utara. Salah satu tokoh suku yang dikenal sebagai Suku Kuleng bernama Rendong Mataleso diakui sebagai nenek moyang aliansi adak Cibal, Lambaleda, dan Poka. Pendatang dari Minangkabau konon tiba di Flores di dekat Labuan Bajo di tempat yang namanya Waraloka. Orang-orang Minangkabau ini, di bawah pimpinan Kraeng Mashur, membangun adak Todo. Mereka bermukim di daerah Todo dan Pongkor sekarang. Di situlah, konon mereka bertemu dengan orang- orang asli yang menurut cerita bertubuh kecil, berbulu, dan tidak mengenal pakaian atau api. Demikian suku-suku yang lain bercampur baur menjadi Suku Manggarai yang tidak lagi dapat dipisahkan.