berat Murray et al., 2009. Penggunaan kombinasi antibiotika pada kasus-kasus yang ditemukan pada penelitian ini antara lain kombinasi ceftriaxone dengan
cefixime, dan cefixime yang digantikan dengan cefotaxime. Kombinasi ceftriaxone dan cefixime kurang tepat, karena ditinjau dari bakteri penyebab
demam tifoid, yaitu Salmonella thypi, kombinasi antibiotika umumnya digunakan untuk menangani infeksi berat yang disebabkan oleh lebih dari satu jenis bakteri
polimikroba dengan memanfaatkan efek sinergisme yang saling menunjang efektivitasnya satu sama lain, sedangkan pada kasus-kasus hasil penelitian ini
pasien dinyatakan hanya terdiagnosa demam tifoid dan tidak disertai penyakit lain yang kemungkinan disebabkan oleh kuman atau bakteri lainnya selain Salmonella
thypi , sehingga dalam penanganannya cukup diberikan terapi tunggal antibiotika.
Hasil penelitian ini menunjukkan efek dari pemberian kombinasi antibiotika yang tidak tepat karena seharusnya masih dapat menggunakan terapi
tunggal tidak tampak pada pasien karena pada catatan keperawatan di lembar rekam medik pasien ditunjukkan bahwa pasien-pasien tersebut tidak
mengutarakan keluhan yang berkaitan dengan terapi tanpa indikasi unecessary drug therapy
, dan pasien juga keluar rumah sakit atau pulang rumah dengan status sembuh dan diizinkan oleh dokter. Sehingga dapat dikatakan bahwa DRPs
yang terjadi pada kasus-kasus terkait dosis yang terlalu rendah tersebut merupakan DRPs potensial.
2. Dosis terlalu rendah dosage too low
Beberapa penyebab kategori DRPs jenis ini antara lain adanya penggunaan obat dengan dosis yang terlalu rendah untuk dapat menimbulkan efek terapi yang
diinginkan respon, jarak pemberian obat dalam frekuensi yang panjang atau jarang untuk dapat memberikan efek terapi, adanya interaksi obat yang dapat
mengurangi jumlah obat yang tersedia dalam bentuk aktif, durasi terapi pengobatan terlalu pendek untuk dapat menghasilkan efek terapi.
Kadar antibiotika minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroba dikenal dengan istilah kadar hambat
minimal KHM dan kadar bunuh minimal KBM. Fungsi antibiotika terhadap KHM dapat dibagi menjadi fungsi terhadap konsentrasinya concentration
dependent dan terhadap waktu time dependent. Pada antibiotika golongan
concentration dependent , semakin tinggi kadar obat dalam darah maka semakin
tinggi atau kuat pula daya kerjanya sehingga kecepatan dan efektivitas kerjanya dapat ditingkatkan dengan menaikkan kadar obat dalam darah hingga jauh di atas
KHM. Sedangkan pada antibiotika jenis time dependent, selama kadarnya dapat dipertahankan sedikit di atas KHM sepanjang durasi kerjanya, kecepatan dan
efektivitas kerja obat tersebut akan mencapai nilai maksimal. Jenis antibiotika dari golongan sefalosporin generasi ketiga seperti ceftriaxone, cefixime dan
cefotaxime merupakan antibiotika yang mekanisme kerjanya dalam membunuh bakteri penyebab infeksi bakterisidal dipengaruhi oleh waktu time dependent
Nuermberger dan Grosset, 2004. Pada hasil penelitian, diperoleh 29 kasus DRPs kategori dosis terlalu
rendah dosage too low, yaitu pada nomor kasus 01, 02, 03, 04, 05, 07. 08, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 31, dan 32
dapat dilihat pada lampiran. Pemberian antibiotika dengan dosis yang terlalu
rendah secara langsung mempengaruhi efektivitas terapi yang ingin dicapai serta lamanya masa rawat inap pasien. Semua kasus yang terkait dosis terlalu rendah
tersebut tidak disebabkan oleh karena regimen dosis yang diberikan untuk pasien terlalu rendah underdose berdasarkan berat badan pasien, namun dikarenakan
oleh durasi penggunaan antibiotika yang terlalu singkat dan interval pemberiannya yang terlalu panjang. Durasi penggunaan obat yang terlalu singkat
merupakan salah satu penyebab jenis DRPs dosis terlalu rendah dosage too low yang mana berpengaruh dalam pencapaian efektivitas terapi. Durasi penggunaan
antibiotika ini berkaitan dengan kemampuan menghambat atau membunuh bakteri, apabila durasi terlalu pendek, dikhawatirkan bakteri penyebab demam
tifoid belum sepenuhnya dihambat atau dibunuh sehingga berisiko menginfeksi kembali, sedangkan interval atau frekuensi pemberian suatu obat yang terlalu
panjang dapat menyebabkan konsentasi obat tersebut didalam cairan plasma tidak mencapai konsentrasi terapeutik minimal untuk menghasilkan efek yang
diharapkan Benin dan Dowel, 2001. Dari hasil penelitian ini, efek dari pemberian antibiotika dengan dosis
yang terlalu rendah dan durasi penggunaan yang terlalu singkat tidak tampak pada pasien karena pada catatan keperawatan di lembar rekam medik pasien
ditunjukkan bahwa pasien-pasien tersebut tidak mengutarakan keluhan yang berkaitan dengan efek dari dosis antibiotika yang terlalu rendah, dan pasien juga
keluar rumah sakit atau pulang rumah dengan status sembuh dan diizinkan oleh dokter. Sehingga dapat dikatakan bahwa DRPs yang terjadi pada kasus-kasus
terkait dosis yang terlalu rendah tersebut merupakan DRPs potensial.
3. Dosis terlalu tinggi dosage too high