dilakukan oleh Santillan, Garcia, dan Benavante 2000. Isolat yang digunakan adalah isolat bakteri Salmonella typhii penyebab demam tifoid dan antibiotika
yang digunakan adalah kloramfenikol, ampisilin, trimetoprim, dan cefixime. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 24 isolat, 22 isolat sensitif terhadap ampisilin,
96 sensitif
terhadap kloramfenikol
dan kombinasi
trimetoprim –
sulfametoxazole, serta
24 isolat
100 sensitif
terhadap cefixime
Santillan et al., 2000.
c. Dosis dan Frekuensi Pemberian Antibiotika
Dalam terapi pengobatan pada pasien dosis dan frekuensi pemberian antibiotika harus disesuaikan dengan diagnosis penyakit, tingkat keparahan
penyakit atau infeksi, mekanisme kerja obat, serta efek samping yang dapat ditimbulkan oleh penggunaan antibiotika tersebut adverse drug reaction. Dosis
yang diberikan untuk pasien kelompok pediatrik haruslah benar-benar diperhatikan, sebab organ
– organ yang digunakan untuk melakukan metabolisme obat seperti hati dan ginjal belum sempurna perkembangannya pada anak-anak.
Sehingga, apabila pemberian dosis antibiotika pada anak-anak tidak tepat, bisa jadi antibiotika tersebut akan menimbulkan efek toksik atau menjadi racun
didalam tubuh anak yang mana berbahaya bagi keselamatan anak tersebut Benin dan Dowel, 2001.
Frekuensi penggunaan antibiotika dipengaruhi oleh sifat farmakokinetika obat serta kondisi patofisiologis dari pasien. Salah satu faktor yang perlu
diperhatikan dalam suatu farmakokinetika obat adalah t½ eleminasi dari obat. Definisi dari t½ eleminasi obat adalah waktu yang dibutuhkan oleh obat untuk
mencapai penurunan konsentrasi obat sebesar 50 dari konsentrasi awal pada plasma. Nilai t½ eleminasi untuk masing-masing obat bervariasi. Tujuan dari
adanya interval pemberian suatu obat adalah untuk menjaga konsentrasi obat dalam cairan plasma agar selalu berada pada konsentrasi terapeutik minimal
sehingga obat dapat bekerja dan memberikan efek yang diharapkan. Kondisi organ hati dan ginjal sebagai organ ekskresi utama juga mempengaruhi frekuensi
pemberian obat. Jika terdapat gangguan atau kelainan pada organ ekskresi tersebut, maka proses eleminasi obatpun akan terganggu atau berjalan lebih
lambat Benin dan Dowel, 2001. Jenis antibiotika yang digunakan berdasarkan hasil penelitian mengenai
“Evaluasi Drug Related Problems DRPs Penggunaan Antibiotika pada Pasien Demam Tifoid Kelompok Pediatrik di Rumah Sakit Emanuel Purwareja Klampok
Banjarnegara Tahun 2013” ini adalah ceftriaxone, cefixime, dan cefotaxime yang berasal dari golongan sefalosporin generasi ketiga. Dosis antibiotika ceftriaxone
yang digunakan untuk pasien kelompok pediatrik yaitu 50 – 100 mgkgBBhari
disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pasien, dengan frekuensi pemberian setiap 12 jam. Untuk cefixime, dosis yang digunakan yaitu 15 - 20 mgkgBBhari.
Dosis cefixime yang diberikan juga disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pasien dengan frekuensi pemberian setiap 12 jam. Sedangkan untuk cefotaxime
dosis yang digunakan yaitu 50 – 200 mgkgBBhari, yang juga disesuaikan
dengan kondisi dan kebutuhan pasien, dengan frekuensi pemberian setiap 8 jam Lacy et al., 2006.
d. Durasi dan Rute Pemberian Antibiotika