yang disebabkan oleh lebih dari satu jenis bakteri, memperluas spektrum aktivitas kerjanya dalam membunuh bakteri, dan digunakan untuk menangani suatu kasus
infeksi yang berat Murray et al., 2009. Dari hasil penelitian diperoleh terapi antibiotika tunggal sebesar 28 kasus 87,5 dan terapi antibiotika kombinasi
sebesar 4 kasus 12,5.
Tabel III. Pemakaian Antibiotika Kombinasi No
Antibiotika Jumlah Kasus
1 Ceftriaxone + Cefixime
Kombinasi 3
2 Cefixime + Cefotaxime
Ganti Obat 1
Tabel IV. Pemakaian Antibiotika Tunggal No
Antibiotika Jumlah Kasus
1 Ceftriaxone
28
b. Indikasi dan Pilihan Terapi Antibiotika
Terapi antibiotika diindikasikan untuk menghambat serta membunuh mikroorganisme atau bakteri penyebab infeksi pada pasien. Tatalaksana
pengobatan demam tifoid menggunakan antibiotika pada penelitian ini sudah tepat karena diindikasikan untuk membunuh Salmonella typhii yang merupakan bakteri
penyebab penyakit demam tifoid. Antibiotika yang biasa diberikan antara lain
adalah kloramfenikol, amoksisilin, ampisilin serta golongan sefalosporin generasi ketiga seperti Cefixime, Cefotaxime, dan Ceftriaxone Shah et al., 2006.
Kloramfenikol dan cefixime merupakan dua antibiotika yang digunakan sebagai lini pertama dalam pengobatan demam tifoid. Cefixime yang merupakan
bagian dari golongan sefalosporin generasi ketiga terbukti dapat menjadi pilihan antibiotika setelah pada beberapa penelitian ditemukan resistensi bakteri terhadap
kloramfenikol Shah et al., 2006. Jenis antibiotika dari golongan sefalosporin generasi ketiga seperti
cefotaxime dan ceftriaxone juga dapat digunakan sebagai antibiotika pilihan pertama untuk pengobatan demam tifoid apabila ditemukan adanya riwayat
resistensi suatu bakteri terhadap antibiotika golongan kuinolon seperti ofloxacin dan ciprofloxacin WHO, 2003 atau pasien tidak menunjukkan adanya
perbaikkan gejala klinis setelah penggunaan antibiotika jenis kloramfenikol atau amoksisilin Roespandi dan Nurhamzah, 2007.
Namun dewasa ini, penggunaan ceftriaxone dan cefixime yang biasanya digunakan sebagai pilihan ketiga terapi pengobatan demam tifoid mulai bergeser
menjadi pilihan utama dalam pengobatan demam tifoid. Ditemukannya beberapa kasus mengenai resistensi bakteri terhadap kloramfenikol mendorong para peneliti
untuk mencari alternatif antimikroba untuk melawan penyakit demam tifoid. Beberapa daerah endemik demam tifoid tidak lagi menggunakan kloramfenikol
sebagai first line therapy namun mulai menggunakan antibiotika golongan sefalosporin generasi ketiga seperti cefixime dan ceftriaxone. Hal tersebut
didukung oleh adanya penelitian menggunakan metode Susceptibilitas yang
dilakukan oleh Santillan, Garcia, dan Benavante 2000. Isolat yang digunakan adalah isolat bakteri Salmonella typhii penyebab demam tifoid dan antibiotika
yang digunakan adalah kloramfenikol, ampisilin, trimetoprim, dan cefixime. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 24 isolat, 22 isolat sensitif terhadap ampisilin,
96 sensitif
terhadap kloramfenikol
dan kombinasi
trimetoprim –
sulfametoxazole, serta
24 isolat
100 sensitif
terhadap cefixime
Santillan et al., 2000.
c. Dosis dan Frekuensi Pemberian Antibiotika