Pada umumnya masyarakat di Kabupaten Aceh Utara terbagi dalam tiga kelompok, yaitu; masyarakat pedalaman, perkotaan, dan masyarakat pesisir. Desa
pesisir adalah sebutan untuk desa yang berada disepanjang atau dekat pantai, sebagian besar penduduknya bekerja sebagai nelayan. Selain sebagai nelayan,
sebagian besar masyarakat juga memanfaatkan pesisir pantai untuk membuka tambak. Umumnya tambak ini digunakan untuk budidaya ikan dan udang air asin.
Walaupun aktivitas antara nelayan dengan petani tambak sangat tergantung pada laut. Namun demikian terdapat perbedaan dalam pola aktivitas dari kedua profesi tersebut
sebagaimana dijelaskan pada sub bab berikut.
4.14.1 Pola Aktivitas Nelayan
Berdasarkan data dari BPS jumlah nelayan di Kabupaten Aceh Utara tahun 2006 sebanyak 5.222 orang, baik yang berprofesi penuh waktu, sambilan utama,
maupun sambilan tambahan. Sebelum Tsunami tahun 2004 jumlah nelayan mencapai 7.613 orang, sebagian dari mereka menjadi korban gempa dan Tsunami 26
Desember 2004 dan sebagian lainnya tidak lagi menekuni profesi sebagai nelayan akibat trauma psikologis dari bencana tersebut.
Dalam struktur operasional nelayan, pemilik boat merupakan pelaku terpenting dalam aktivitas nelayan. Keberadaan kepemilikan dan modal untuk melaut
bersumber dari pemilik boat yang disebut “toke boat”. Keterlibatan toke boat tidak hanya terbatas dalam modal dan aktivitas penangkapan ikan saja tetapi juga sampai
pada saat pemasaran dan penentuan harga ikan. Seorang toke boat umumnya
Universitas Sumatera Utara
memiliki 1 sampai 5 boat berbagai ukuran. Sebuah boat pukat dapat mempekerjakan antara 8 – 12 nelayan, sedangkan untuk boat pukat harimau trawl dapat
mempekerjakan antara 25 – 30 orang, selain itu juga terdapat jenis boat pancing untuk ukuran 3 – 5 orang, dan boat tempel untuk ukuran 1 atau 2 orang awak boat.
Para nelayan yang tergabung dalam kelompok boat pukat dan boat pancing mempunyai waktu untuk melaut yang berbeda-beda tergantung dari jenis boat dan
juga tergantung dari hasil tangkapan. Sebuah boat pukat sedang dengan awak boat 8 – 12 nelayan biasanya melaut untuk 2 sampai 3 hari, namun bila hasil tangkapan dapat
dicapai pada hari pertama, mereka akan langsung kembali untuk membawa pulang ikan hasil tanggapannya. Hal ini disebabkan pada boat sedang tidak tersedia sarana
pendingin yang mencukupi selain es batangan yang disediakan pada saat mulai melaut. Sedangkan untuk boat besar atau pukat harimau trawl menetapkan waktu
paling lama 6 hari di laut. Dimulai dari hari sabtu mereka turun ke laut dan paling lambat mereka akan kembali pada hari kamis sore. Pembatasan waktu ini untuk tidak
melanggar pada adat istiadat setempat yang menetapkan pada hari jum’at tidak ada aktivitas nelayan di laut. Dalam istilah lokal untuk hari yang menjadi pantangan
melaut disebut “reuhab”. Perkembangan jumlah penangkap perikanan laut di Kabupaten Aceh Utara
menurut jenis alat tangkap lebih lengkap disajikan dalam Tabel 4.1
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.1 Jumlah Penangkap Perikanan Laut Menurut Jenis Alat Tangkap di Kabupaten Aceh Utara Tahun 2005 – 2006
Jenis Alat Tangkap 2005
2006
1. Pukat Payang termasuk Lampara
2. Pukat Pantai Jaring Arad
3. Pukat Cincin
4. Jaring Insang Hanyut
5. Jaring Insang Lingkar
6. Jaring Klitik
7. Jaring Insang Tetap
8. Jaring Insang Tiga lapis
9. Pancing Rawai Tetap
10. Pancing Rawai Tetap Dasar
11. Pancing Tonda
12. Pancing Ulur
13. Pancing Lainnya
14. Perangkap Bubu termasuk Bubu Ambal
15. Perangkap Lainnya.
13 -
10 62
186 -
358 166
339 268
- 318
232 65
- 36
20 15
163 232
194 390
213 416
345 133
368 309
103 268
Jumlah 2.017
orang 3.205
orang
Sumber: Aceh Utara Dalam Angka, 2007 Tabel 4.1 di atas memperlihatkan perkembangan armada penangkap ikan laut
di Aceh Utara sampai tahun 2006 telah mencapai 3.205 orang dengan berbagai jenis alat tangkap yang digunakan. Menurut Panglima Laot Wilayah Aceh Utara dan
Lhokseumawe; pada tahun 2007 dan 2008 jumlah ini akan terus bertambah mengingat begitu banyak bantuan boat dan alat tangkap yang diterima masyarakat
pesisir Aceh Utara dari berbagai pihak donatur terutama dari NGO’s baik lokal
Universitas Sumatera Utara
maupun internasional yang turut serta membantu memulihkan kondisi ekonomi masyarakat pesisir pasca Tsunami. Selain itu juga dari pemerintah melalui Badan
Rekontruksi dan Rehabilitasi BRR NAD-Nias. Adanya program pengembangan ekonomi nelayan oleh beberapa NGO asing
di daerah pesisir Aceh Utara telah memberi harapan baru bagi sejumlah nelayan baik secara individu maupun kelompok nelayan untuk memperoleh fasilitas modal kerja
secara berkelompok dalam bentuk perangkat kerja seperti bantuan sejumlah armada boat tempel dan peralatan jaring. Dengan adanya bantuan ini para nelayan dapat
menata kembali sistem kerja dan kelompok-kelompok kerja nelayan. Dalam menjalankan aktivitas melaut, para nelayan di Kabupaten Aceh Utara
tetap mengikuti institusi kelembagaan nelayan, dan adat istiadat melaut yang telah diwariskan oleh nelayan-nelayan sebelumnya. Setiap kelompok nelayan dalam satu
armada dipimpin oleh seorang yang disebut “pawang laot”. Pawang laot ini adalah orang paling paham tentang sistem penangkapan ikan termasuk masalah adat istiadat
dan yang memberikan perintah untuk menurunkan pukat, dan mencari lokasi yang tepat di laut untuk melakukan penangkapan ikan.
Dalam mencari ikan di laut, para nelayan tetap memperhatikan siklus musim, yaitu musim timur dan musim barat. Musim timur berlangsung antara bulan
Desember sampai bulan Mei. Pada saat musim timur merupakan saat yang paling banyak mendapatkan ikan karena didukung oleh cuaca yang baik. Musim barat
berlangsung antara bulan Juni sampai November, pada saat musim barat tiba hasil tangkapan nelayan cenderung berkurang, bahkan pada saat-saat tertentu nelayan tidak
Universitas Sumatera Utara
bisa melaut karena pada musim barat ini cuaca buruk dan seringkali terjadi badai dan ketinggian ombak yang tidak memungkinkan nelayan untuk melaut.
4.14.2 Pola Aktivitas Petani Tambak