bisa melaut karena pada musim barat ini cuaca buruk dan seringkali terjadi badai dan ketinggian ombak yang tidak memungkinkan nelayan untuk melaut.
4.14.2 Pola Aktivitas Petani Tambak
Pola aktivitas petani tambak walaupun banyak terdapat kesamaan dengan pola aktivitas nelayan, namun terdapat adanya beberapa perbedaan antara keduanya.
Dalam aktivitas petani tambak kurang terlihat adanya kelompok kerja sebagaimana yang ada dalam pola aktivitas nelayan, selain itu keterlibatan seluruh anggota
keluarga baik perempuan maupun anak-anak dalam pengelolaan tambak lebih besar dibandingkan dengan nelayan.
Pada kegiatan petani tambak, sebagian besar pengelolapetani tambak adalah pemilik dari tambak, namun ada juga petani yang tidak memiliki tambak dan hanya
mengurus tambak orang lain dengan metode bagi hasil maupun penggajian. Umumnya bagi petani tambak yang mengelola tambak orang lain dibayar dengan
sistem bagi hasil dari nilai produksi per sekali panen. Dengan demikian besar atau kecilnya pendapatan yang diterima petani penggarap sangat tergantung dari tingkat
keberhasilan panen tambak tersebut. Dalam beberapa kasus dijumpai ada petani penggarap yang berhasil dalam pengelolaan tambak hingga pada akhirnya sanggup
untuk membeli tambak sendiri, namun ada juga yang gagal, disebabkan gagal panen, penyakit dan sebagainya. Budidaya pertambakan merupakan usaha yang paling besar
resiko, walaupun demikian banyak petani tambak yang tetap bertambak disebabkan
Universitas Sumatera Utara
harga komoditi yang tinggi, sehingga bila berhasil panen petani tambak akan memperoleh keuntungan yang sangat besar.
Untuk kegiatan usaha tani tambak memerlukan modal yang besar, terutama untuk pembelian benih, pakan, dan juga untuk tenaga kerja, sedangkan masa panen
relatif lama. Petani tambak sebagai pemilik biasanya menggunakan tenaga kerja yang menjaga tambak, memberi umpan pada ikan yang dibudidayakan. Kondisi ini
menyebabkan pemilik tambak harus menyediakan tempat berupa gubuk dan menyediakan berbagai keperluan konsumsi bagi pekerja.
Adapun banyaknya jumlah petani tambak, luas tambak, dan produksi tambak di wilayah penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Jumlah Petani, Luas Tambak dan Produksi Tambak di Wilayah Penelitian Tahun 2006
Kecamatan Jumlah
Petani Tambak
orang Luas
Tambak Ha
Produksi Tambak
Ton
1. Muara Batu
2. Samudera
3. Tanah Pasir
4. Seunuddon
5. Dewantara
6. Kecamatan Lainnya
58 583
862 1.265
256 2.382
50,50 946,00
1.251,60 3.197,60
261,70 4.844,72
5,69 71,68
354,64 778,34
140,00
1.952,6
Total 5.406 10.552,70
3.302,95
Sumber: Aceh Utara Dalam Angka data diolah, 2007 Berdasarkan Tabel 4.2 di atas, di Kabupaten Aceh Utara terdapat 4.406
keluarga yang berprofesi sebagai petani tambak, jumlah ini termasuk petani yang bekerja penuh waktu, maupun petani yang bekerja paruh waktu. Dari jumlah tersebut
Universitas Sumatera Utara
55,94 berada dalam wilayah penelitian, yang terdiri dari; Kecamatan Muara Batu sebanyak 58 keluarga 1,07, Kecamatan Samudera sebanyak 583 keluarga
10,78, Kecamatan Tanah Pasir sebanyak 862 keluarga 15,95, Kecamatan Seunuddon sebanyak 1.265 keluarga 23,4, dan di Kecamatan Dewantara terdapat
256 keluarga petani tambak 4,74. Luas tambak di Kabupaten Aceh Utara sampai tahun 2006 mencapai
10.552,70 Hektar, lebih dari setengahnya 54,08 berada pada wilayah penelitian. Sebagaimana data jumlah petani, untuk luas tambak pada wilayah penelitian yang
paling luas adalah di Kecamatan Seunuddon yang mencapai 3.197,6 30,3 dari luas tambak keseluruhan yang ada di Kabupaten Aceh Utara.
Selanjutnya produksi tambak untuk tahun 2006 di Kabupaten Aceh Utara 3.302,95 ton, sedangkan produksi tambak di wilayah penelitian hanya 1.350,35 ton
40,88. Jenis komoditi hasil tambak sangat beranekaragam, namun yang paling sering dijumpai komoditi hasil tambak yang dibudidayakan berupa; ikan bandeng,
ikan kakap, ikan mujair, udang windu, udang putih, dan kepiting. Sampai tahun 2006 di Kabupaten Aceh Utara nilai produksi ikan bandeng
mencapai 19,33 milyar rupiah, nilai produksi kakap mencapai 3,72 milyar rupiah, ikan mujair senilai 3,59 milyar rupiah, udang windu bernilai 40,89 milyar rupiah,
udang putih dengan nilai produksi 4,97 milyar rupiah, dan nilai produksi kepiting sebanyak 9,14 milyar rupiah BPS Kabupaten Aceh Utara, 2007. Khusus untuk
udang windu mempunyai nilai produksi yang sangat tinggi karena sebagian besar di ekspor ke luar negeri terutama Jepang dan China. Hasil produksi ini selain untuk
Universitas Sumatera Utara
memenuhi kebutuhan pasar lokal, juga dikembangkan untuk ekspor ke luar daerah, maupun internasional.
4.15 Karakteristik Nelayan