Kondisi Umum Analisis Vegetasi Gulma

25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Umum

Kondisi tanaman tebu pada awal penelitian terlihat kurang baik, gulma dan tebu hampir sama tinggi bahkan terlihat dominan gulma dari pada tebu Gambar 11. Aplikasi herbisida dilakukan pada pagi hari yang diperkirakan tidak turun hujan dan maksimal tidak turun hujan 6 jam setelah aplikasi, sedangkan aplikasi secara mekanis dilakukan sepanjang hari selama tidak hujan dan tidak menghiraukan 6 jam setelah aplikasi hujan atau tidak. Selama penelitian ini berlangsung intensitas hujannya cukup tinggi sehingga mempengaruhi populasi gulma yang ada. Pengaruh tersebut berupa peningkatan pertumbuhan gulma re-growth dan pertumbuhan gulma baru new-growth serta mempercepat pertumbuhan biji gulma. Pengamatan dan pengukuran dilakukan selama 12 MSA dengan aplikasi maksimal 6 MSA, selanjutnya frekuensi turun hujan lebih sering di areal penelitian sehingga banyak gulma yang mengalami pertumbuhan dan akhirnya aplikasi tidak mampu menekan pertumbuhan gulma lebih efektif lagi. Pada saat turun hujan terkadang terjadi tiupan angin yang cukup besar, sehingga beberapa batang tebu ada yang roboh termasuk di areal penelitian. Berdasarkan Balai Pendayagunaan Sumber Daya Air wilayah sungai Ciliwing-Cisadane bahwa rata-rata curah hujan tahunan untuk Katulampa dan sekitarnya termasuk daerah Cimahpar adalah 4075 mm. Gambar 11. Kondisi lahan sebelum aplikasi

B. Analisis Vegetasi Gulma

Analisis vegetasi dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan untuk mengetahui jenis gulma dominan di areal percobaan. Spesies gulma dominan ditunjukkan oleh besarnya Summed Dominance Ratio SDR dalam pada areal percobaan. Summed Dominance Ratio SDR merupakan rata-rata jumlah penutupan nisbi dan nilai frekuensi nisbi yang diperoleh dari hasil analisis vegetasi terhadap areal percobaan. Hasil analisis vegetasi sebelum perlakuan disajikan pada tabel 9. Berdasarkan hasil analisis tersebut didapatkan lima spesies gulma dominan yang memiliki nilai SDR lebih dari 10, diantaranya adalah Imperata cylindrica Gambar 12a, Asystasia gangetica Gambar 12b, Ageratum conyzoides Gambar 12c, Paspalum conjugatum Gambar 12d dan Euphorbia hirta Gambar 12e. 26 Tabel 9. Hasil analisis vegetasi sebelum perlakuan pada masing-masing areal percobaan No Spesies Gulma SDR Areal I Areal II Areal III 1 Imperata cylindrica - 50 54.10 2 Asystasia gangetica 15.11 18.55 19.13 3 Ageratum conyzoides 1.08 26.53 19.24 4 Phyllanthus niruri 3.77 2.90 - 5 Paspalum conjugatum 40.39 - - 6 Euphorbia hirta 16.71 - - 7 Cyperus kyllingia 8.25 - - 8 Eclipta prostrata 1.90 - - 9 Axonopus compressus 9.52 - - 10 Gulma lainnya 3.27 2.03 7.52 a b c d e Gambar 12. Gulma dominan sebelum perlakuan Gulma yang lebih dominan pada areal percobaan II dan III adalah Imperata cylindrica atau alang-alang dengan nilai SDR masing-masing sebesar 50 dan 54.10. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian luasan areal tebu tersebut dipenuhi oleh alang-alang dan sebagian luasan lagi dipenuhi oleh beberapa jenis gulma yang lain dengan komposisi penutupan yang berbeda-beda lihat tabel 9. Berdasarkan pengaruh gulma terhadap tanaman perkebunan, Barus 2003 menggolongkan gulma menjadi lima kelas yaitu gulma kelas A, B, C, D dan E. Alang-alang termasuk gulma golongan kelas A, yakni jenis gulma yang sangat berbahaya bagi tanaman perkebunan sehingga harus diberantas secara tuntas. Sedangkan gulma yang lebih dominan pada satu areal percobaan I adalah gulma dengan spesies Paspalum conjugatum atau rumput pait dengan nilai SDR 40.39. Rumput pait termasuk gulma golongan kelas C, yakni gulma yang merugikan tanaman perkebunan dan memerlukan tindakan pengendalian, namun tindakan pengendalian tersebut tergantung pada keadaan seperti ketersediaan 27 biaya atau mempertimbangkan segi estetika kebersihan kebun. Besarnya nilai SDR untuk alang- alang dan rumput pait yang ditunjukkan dari hasil analisis vegetasi ini sesuai dengan pengamatan awal secara visual, bahwa alang-alang lebih dominan di areal percobaan II dan III serta rumput pait lebih dominan di areal percobaan I. Baik alang-alang maupun rumput pait ini menjadi target pengendalian dalam menerapkan beberapa aplikasi perlakuan termasuk keputusan menentukan jenis herbisida yang dipilih. Sebelum perlakuan juga dilakukan pengukuran penutupan dan tinggi gulma pada masing- masing plot percobaan. Dari hasil pengukuran beberapa plot percobaan pada areal I yang didominasi oleh rerumputan dapat diketahui bahwa penutupan gulma rata-rata mencapai 92.03 dengan tinggi gulma rata-rata hingga 8.65 cm lihat tabel 10. Penutupan gulma rata-rata dan tinggi gulma rata-rata pada areal dominan alang-alang masing-masing sebesar 90.18 dengan tinggi gulma rata-rata hingga 31.51 cm, seperti yang disajikan pada tabel 11. Besarnya tingkat penutupan dan tinggi gulma ini dipengaruhi oleh tidak adanya tindakan pengendalian setelah pengolahan tanah hingga penanaman tebu. Perbedaan tinggi gulma yang cukup besar ini karena pada areal percobaan II dan III didominasi oleh alang-alang yang pada dasarnya memiliki ketinggian yang lebih panjang daripada rumput pada areal percobaan I. Tabel 10. Keadaan gulma sebelum perlakuan pada areal dominan rerumputan No plot Penutupan gulma rata-rata Tinggi gulma rata-rata cm I.4a 95.5 9.83 I.9b 63.5 7.42 I.8a 89 3.9 I.8b 90 6.62 I.9a 94 7.85 I.2b 95 8.75 I.6a 95 8.22 I.4b 90 11.17 I.3a 85.5 9.15 I.5b 97 11.09 I.1b 93.5 13.23 I.5a 96.5 16.13 I.1a 94.5 8.27 I.7b 99 6.58 I.2a 98 9.93 I.3b 88.5 7.28 I.7a 99 8.19 I.6b 99.5 5.76 I.10a 93 7.49 I.10b 84.5 6.2 Rata-rata 92.03 8.65 28 Tabel 11. Keadaan gulma sebelum perlakuan pada areal dominan alang-alang

C. Pengaruh Pengendalian Tunggal Secara Kimia