28 Tabel 11. Keadaan gulma sebelum perlakuan pada areal dominan alang-alang
C. Pengaruh Pengendalian Tunggal Secara Kimia
Pengendalian gulma tunggal secara kimia yang dalam penelitian ini dinotasikan dengan huruf „H‟ menggunakan dua jenis herbisida berbahan aktif glyphosate dan paraquat. Berdasarkan hasil
analisis vegetasi gulma sebelum perlakuan diketahui bahwa alang-alang Imperata cylindrica dan rumput pait Paspalum conjugatum merupakan dua jenis gulma yang lebih dominan bila
dibandingkan dengan jenis-jenis gulma lain, oleh karena itu untuk mengendalikannya digunakan dua jenis bahan aktif herbisida yang berbeda.
Sebelum perlakuan, penutupan gulma rata-rata sebesar 93.75 dengan tinggi gulma rata-rata 36.99 cm. Nilai SDR tertinggi untuk kedua plot ini adalah alang-alang yaitu sebesar 59.55.
Tingginya nilai SDR ini menunjukkan bahwa alang-alang menempati lebih dari setengah luasan plot- No plot
Penutupan gulma rata-rata Tinggi gulma rata-rata cm
III.7 66.5
7.65 II.6
97 47.12
II.5 78
5.4 III.6
89 38.47
III.3a 92.5
16.45 III.1b
97 46.81
III.5 86
34.75 II.10
97 27.42
II.8 91.5
15.32 III.1a
84.5 57.22
II.2a 94.5
14.21 II.7
93 12.45
II.1 93
41.86 III.3b
94.5 32.11
III.4 90
27.03 III.2b
91.5 44.27
II.3a 94.5
61.13 II.3b
95 32.82
II.11 85.5
32.93 II.2b
91.5 21.02
II.4 93
46.05 III.2a
89 30.78
Rata-rata 90.18
31.51
29 plot baris antar tebu tersebut. Selain alang-alang, di dalam dua plot tersebut juga terdapat Asystasia
gangetica SDR 9.37, Ageratum conyzoides SDR 20.20, Phyllanthus niruri SDR 4.55 dan gulma-gulma lain SDR 2.14.
Perlakuan untuk herbisida paraquat pada awalnya memiliki penutupan gulma rata-rata 96.75 dengan tinggi gulma rata-rata 7.43 cm yang sebagian besar didominasi oleh rumput pait dengan SDR
34.11. SDR tertinggi kedua adalah jenis gulma Euphorbia hirta dengan 29.21 dan sisanya memiliki SDR dibawah 10 yaitu jenis Asystasia gangetica, Ageratum conyzoides, Cyperus kyllingia,
Eclipta prostrata, Phyllanthus niruri, Axonopus compressus dan gulma-gulma lainnya. Respon gulma terhadap metode pengendalian dapat dilihat dari besarnya penutupan gulma
setelah perlakuan. Persentase penutupan gulma diperoleh dari penutupan gulma hasil pertumbuhan potensi gulma yang ada dalam tanah. Hasil dari perubahan penutupan gulma akibat perlakuan secara
kimia dengan dua jenis bahan aktif herbisida disajikan pada gambar 13 dan 14. Aplikasi dari perlakuan kimia yang diberikan menunjukkan bahwa perlakuan pengendalian memberikan pengaruh
terhadap turun-naiknya penutupan gulma. Perlakuan kimia dengan bahan aktif glyphosate dapat menekan penutupan gulma terutama alang-alang pada 6 minggu setelah aplikasi MSA, karena pada
saat tersebut alang-alang matikering secara keseluruhan. Keadaan ini tidak berubah hingga 12 MSA, kalaupun ada alang-alang yang masih hidup kondisi batangnya sudah tidak kokoh lagitampak layu.
Ketika 12 MSA di sepanjang plot pada kedua ulangan ditemukan alang-alang sebanyak tiga batang dengan ketinggian rata-rata 38.4 cm. Seperti yang ditunjukkan pada gambar 13 bahwa herbisida
berbahan aktif glyphosate belum terlalu berpengaruh terhadap penekanan pertumbuhan gulma pada 2 MSA dan pada saat 4 MSA sudah sangat berpengaruh. Pada 2 MSA pengaruh herbisida terhadap
alang-alang secara visual hanya menyebabkan daun alang-alang berubah warna dari hijau menjadi kuning, adapun daun yang mengering hanya pada bagian ujung dan samping daun sedangkan bagian
tengah daun rata-rata masih berwarna hijau. Herbisida berbahan aktif glyphosate merupakan jenis herbisida sistemik, herbisida yang bersifat sistemik akan mematikan gulma setelah diserap oleh
jaringan daun kemudian ditranslokasikan ke seluruh bagian tumbuhan gulma tersebut Sukman, 2002. Kemungkinan besar karena itulah, glyphosate membutuhkan waktu beberapa minggu untuk
mematikan gulma secara menyeluruh. Peningkatan penutupan gulma dari 6 hingga 12 MSA itu karena adanya pertumbuhan oleh gulma berdaun lebar seperti Asystasia gangetica, Ageratum
conyzoides dan Eclipta prostrate, sedangkan pertumbuhan alang-alang re-growth berhenti. Dengan demikian setelah perlakuan terjadi pergesaran dominasi komposisi gulma dari alang-alang ke
Asystasia gangetica dengan SDR 49.69 Lampiran 18.
Gambar 13. Pengaruh perlakuan tunggal kimia glyphosate terhadap penutupan gulma
30 Gambar 14 menunjukkan pengaruh perlakuan K glyphosate terhadap gulma dan tebu. Pada 2
MSA alang-alang masih tampak hijau dan pada saat 4 MSA sudah mulai mati secara keseluruhan, sedangkan gulma lainnya masih membutuhkan waktu yang lebih lama lagi 8 MSA untuk mati secara
keseluruhan gambar 14c dan gambar 14d. Pada kurun waktu pengamatan dari 0 MSA hingga 12 MSA untuk perlakuan dengan glyphosate ini tidak menunjukkan adanya gejala keracunan pada
tanaman tebu.
a plot pada 0 MSA b plot pada 12 MSA
c alang-alang pada 2 MSA d alang-alang pada 4 MSA
Gambar 14. Kondisi plot dan alang-alang pada perlakuan K glyphosate Perlakuan kimia dengan paraquat untuk mengendalikan rerumputan areal I mampu menekan
gulma dengan baik, respon gulma terhadap herbisida ini dapat dilihat 3 hari setelah aplikasi. Tiga hari setelah aplikasi kimia, gulma terutama rerumputan sudah mengering dan pada 2 MSA pertumbuhan
gulmasudah tertekan gambar 15. Respon ini lebih cepat daripada respon yang terjadi pada aplikasi
Gambar 15. Pengaruh perlakuan K paraquat terhadap penutupan gulma 94.5
8.5 5.5
6.5 8.5
5 3.5
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
2 4
6 8
10 12
P en
ut upa
n gul
m a
Minggu Setelah Aplikasi
31 kimia dengan glyphosate. Lebih cepatnya respon gulma terhadap paraquat karena herbisida paraquat
bersifat kontak dan nonselektif. Bersifat kontak karena herbisida ini akan mematikan pada bagian gulma yang terkena herbisida. Bersifat non selektif karena herbisida ini mempengaruhi semua jenis
tumbuhan yang terkena herbisida ini. Dengan demikian herbisida ini dapat mengendalikan semua jenis gulma apabila penggunaannya benar. Herbisida ini sering digunakan untuk tujuan pengendalian
gulma saat pra tanam dan juga untuk tujuan pemeliharaan tanaman perkebunan dengan teknis-teknis tertentu. Sebagai sarana pemeliharaan tanaman sering digunakan untuk mengendalikan pada saat
tanaman tumbuh dan berkembang. Herbisida ini digunakan untuk mengendalikan gulma yang dapat memberikan pengaruh kompetisi dan menghalangi serta mempersulit operasi pemeliharaan tanaman di
antara barisan Utomo dan Roesmanto, 2005 .
Berdasarkan analisis vegetasi gulma mengenai jenis- jenis gulma yang dominan dalam plot dari dua kali ulangan, herbisida paraquat dapat mengendalikan
atau mematikan Paspalum conjugatum dan Euphorbia hirta. Hal ini ditunjukkan dengan menurunnya SDR kedua gulma tersebut pada 12 MSA, namun herbisida paraquat tidak dapat menekan jenis gulma
lainnya seperti Asystasia gangetica dan Cyperus kylingia, pada 12 MSA SDR kedua gulma ini lebih besar dari 0 MSA dan selisihnya cukup besar. Pengaruh paraquat terhadap nilai SDR jenis-jenis
gulma pada areal percobaan I terhadap aplikasi kimia dengan paraquat ditunjukkan pada gambar 16. Sebelum perlakuan gulma yang mendominasi di areal dominan rerumputan ini adalah paspalum
conjugatum atau rumput pait dengan SDR 49.83. Setelah perlakuan kimia spesies gulma ini mempunyai SDR 22.62 dan gulma yang mendominasi berubah menjadi Ageratum conyzoides
dengan SDR 47.62.
Gambar 16. Pengaruh perlakuan K paraquat terhadap SDR jenis gulma Herbisida paraquat dapat memberikan pengaruh negatif terhadap tanaman tebu. Secara visual
adanya perubahan warna pada tanaman tebu yaitu dibagian daun dan batang. Perubahan warna dibagian daun tebu karena adanya kontak langsung dengan herbisida pada saat aplikasi penyemprotan,
Namun tidak semua daun tebu mengalami perubahan warna, hanya daun-daun yang terletak di antara plot saja yang rata-rata mengalami perubahan warna gambar 17a. Perubahan warna dibagian batang
tebu terjadi pada beberapa batang yang berada di dua sisi plot tempat aplikasi paraquat dilakukan gambar 17b. Gejala ini terjadi pada 2 MSA, beberapa batang tebu tebu yang awalnya berwarna
hijau berubah menjadi merah-kecokelatan. Pada saat 12 MSA batang-batang tebu tersebut berubah
32 warna menjadi hitam, namun hal ini tidak menimbulkan gejala lebih lanjut karena meskipun lebih dari
12 MSA tanaman tebu tersebut tidak mati.
a b
Gambar 17. Perubahan warna pada tebu setelah aplikasi K paraquat Berubahnya penutupan gulma setiap minggu menunjukkan adanya pengaruh teknik
pengendalian gulma terhadap gulma sasaran. Respon gulma terhadap teknik pengendalian dapat berupa terhentinya pertumbuhan, tumbuh kembali ataupun muncul gulma baru. Respon-respon
tersebut terjadi dalam kurun waktu yang berbeda-beda. Oleh karena itu, dapat dievaluasi hasilnya dan dari hasil evaluasi ini dapat diketahui efisiensi teknik pengendaliannya. Evaluasi ini dilakukan setiap
dua minggu untuk aplikasi yang seragam dari beberapa perlakuan. Efisiensi perlakuan K glyphosate untuk dua minggu pertama rata-rata 24.72, yaitu efisiensi yang diperoleh dari perlakuan K, KM dan
KMM. Sedangkan efisiensi tunggal perlakuan K glyphosate untuk dua minggu pertama hingga dua minggu keempat 8 MSA masing-masing adalah 20.63, 90.97, 96.50 dan 91.18. Hal ini
menunjukkan bahwa perlakuan K dapat mengendalikan gulma pada 6 MSA karena pada saat itu nilai efisiensinya paling besar. Pada dua minggu selanjutnya nilai efisiensi menurun yang menandakan
bahwa sudah ada gulma yang tumbuh kembali. Efisiensi perlakuan K paraquat untuk dua minggu pertama rata-rata sebesar 46.39. Sedangkan efisiensi tunggal perlakuan K paraquat untuk dua
minggu pertama hingga dua minggu keempat 8 MSA masing-masing adalah 50.87, 56.22, 52.91 dan 47.56. Efisiensi paling besar untuk perlakuan K paraquat adalah pada saat 4 MSA,
sedangkan dua minggu berikutnya nilai efisiensi semakin menurun. Kondisi ini menunjukkan bahwa paraquat mampu mengendalikan gulma secara optimal sampai 4 minggu saja, karena dari 6 minggu
dan seterusnya gulma sudah tumbuh kembali yang ditandai dengan kecilnya nilai efisiensi atau semakin besarnya penutupan gulma.
Kapasitas penyemprotan dalam waktu dihitung dari waktu dibutuhkan untuk menyemprotkan herbisida pada luasan areal. Pada perlakuan K glyphosate waktu yang dibutuhkan rata-rata 147.25
detik per 13.17 m
2
dan waktu yang dibutuhkan rata-rata untuk menyemprotkan paraquat adalah 152.67 detik per 11.13 m
2
, sehingga rata-ratanya 149.96 detik per 12.15 m
2
Lampiran 20. Dengan asumsi efisiensi kerja sebesar 80 maka diperkirakan kapasitas kerja efektifnya adalah 27.43 jamha.
Bila jam kerja efektif sehari-hari sebesar 7 jam berarti dibutuhkan waktu selama 4 hari untuk menyelesaikan penyemprotan seluas 1 ha. Mengingat intensitas hujan di Bogor tinggi, maka aplikasi
penyemprotan harus dimulai sepagi mungkin.
33
D. Pengaruh Pengendalian Secara Mekanis