69
harian tempo interaktif, indikator kemiskinan dapat dilihat dari tingkat konsumsi beras pertahun, tingkat akan kecukupan gizi dan tingkat kesejahteraan.
6.2.1. Penerimaan Usahatani Padi Metode SRI dan Konvensional
Usahatani padi metode SRI di Kabupaten Cianjur memiliki nilai rata-rata GKP yang lebih tinggi dari pada GKP konvensional. Terukur pula dari produksi
GKP yang dijual dan penerimaan usahatani metode SRI lebih tinggi dari pada metode konvensional. Penentuan produksi GKP diperlukan karena penjualan hasil
panen padi dalam bentuk GKP. Usahatani metode SRI mampu menghasilkan Gabah Kering Panen GKP sebesar 1.245,60 kg, bila luas lahan dikonversikan
dalam satuan hektar maka produktivitas padi organik metode SRI menghasilkan GKP sebesar 3.966,37 kgha. Namun, hasil yang diperoleh usahatani SRI organik
belum sesuai dengan teori bahwa dengan menggunakan metode SRI akan menghasilkan gabah diatas rata-rata nasional yaitu 5000,00 kgha. Kondisi ini
diduga karena rata-rata pengalaman bertani SRI masih rendah. Sistem organik membutuhkan waktu relatif lama untuk dapat meningkatkan produktivitas.
Sedangkan GKP yang diterima usahatani padi konvensional sebesar 1.022,83 kg dan bila dikonversikan kedalam luasan hektar maka diperoleh
produktivitas sebesar 2.687,85 kgha. Jumlah yang diterima usahatani padi konvensional ini lebih rendah dari hasil yang diperoleh usahatani padi SRI.
Kondisi ini diperkirakan petani konvensional belum dapat menerima metode SRI. Sebagian responden petani konvensional menyatakan bahwa hasil yang didapat
tidak memiliki perbedaan dan bahkan belum yakin hasil panen menggunakan metode SRI lebih besar produksinya daripada dengan metode yang biasa
digunakan petani. Harga GKP yang diterima petani SRI dan petani konvensional
70
tetap mengikuti harga pasar yang relatif sama. GKP petani SRI belum dihargai tinggi padahal memiliki rendemen yang tinggi dibandingkan GKP konvensional.
Tidak tersedianya lembaga pemasaran yang khusus menampung produksi petani SRI di Kabupaten Cianjur penyebab harga gabah SRI sama dengan gabah
konvensional. Kondisi inilah yang mengakibatkan petani konvensional tidak bersedia menerapkan SRI. Petani SRI sebenarnya dapat menjual harga gabah yang
lebih tinggi dari harga yang ditawarkan, dikarenakan gabah dari hasil usahatani SRI adalah produk yang dapat menghasilkan beras organik yang nilai jualnya
lebih besar dari pada beras biasa. Penerimaan yang diperoleh usahatani padi SRI terbukti lebih besar
daripada usahatani konvensional. Inilah yang merupakan salah satu alasan dari sebagian responden petani SRI menerapkan metode ini. Namun, hasil pengujian
nilai tengah kedua penerimaan dari metode SRI dan Konvensional secara statistik tidak signifikan. Dari perhitungan didapatkan P-value dari dua metode ini sebesar
0,572 berdasarkan uji nilai tengah jika P-value taraf nyata 5, maka terima
Ho, sehingga dapat dianggap penerimaan SRI tidak berbeda nyata dengan penerimaan konvensional. Produktivitas dan penerimaan usahatani padi metode
SRI dan konvensional di Kabupaten Cianjur pada musim tanam I periode 20102011 dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Produktivitas dan Penerimaan Usahatani Padi Metode SRI dan Konvensional perhektar di Kabupaten Cianjur pada Musim Tanam I
Periode Tahun 20102011 Uraian
Usahatani Padi Metode SRI
Usahatani Padi Konvensional
Produksi GKP yang dijual kg 1.245,60
1.022,83 Produktivitas GKP kgha
3.966,37 2.687,25
Penerimaan Rpha 4.553.888,69
3.739.458,21 Sumber: Data Primer, 2011
71
6.2.2. Biaya Usahatani Padi Metode SRI dan Konvensional