Tujuan Waktu danTempat Alat dan bahan Pendugaan Umur Simpan

faktor, sehingga perlu penetapan metode atau model yang tepat untuk dapat menentukan umur simpan selai lembaran secara cermat.

1.2. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk : a. Menentukan formula penambahan asam sitrat, gula dan agar-agar tepung terbaik pada proses pembuatan selai jambu biji lembaran. b. Pendugaan umur simpan selai jambu biji lembaran dengan metode Arrhenius. 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Agar-agar

Agar-agar merupakan komoditi yang sudah lama dikenal di Indonesia. Kata agar yang di Asia dikenal dengan nama agar-agar merupakan bahasa Melayu yang artinya rumput laut, khususnya rumput laut merah. Agar-agar diproduksi dari rumput laut yang tergolong dalam kelas Rhodophyceae, namun sebaliknya tidak semua ganggang merah dapat digunakan untuk memproduksi produk berupa agar- agar. Berdasarkan kemampuannya memproduksi agar-agar maka Tseng 1944 dalam Imeson 2010 menggolongkan ganggang merah menjadi, dua kelompok, yaitu Agarophyte dan Agaroidophyte. Agarophyte adalah kelompok rumput laut yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan agar-agar. Sedangkan Agaroidophyte merupakan kelompok ganggang merah yang mempunyai sifat seperti agar-agar, tetapi dengan gaya gelasi dan viskositas yang berbeda Winarno 2008. Agar-agar adalah senyawa poligalaktosa yang diperoleh dari pengolahan rumput laut kelas Agarophyte . Sedangkan Badan Standardisasi Nasional 1995 mendefinisikan aga- agar tepung sebagai produk berupa tepung yang diperoleh dari ekstraksi rumput laut agarophyte, dengan atau tanpa bahan tambahan yang diizinkan, bersifat koloid bila dilarutkan dalam air panas. Molekul agar-agar terdiri dari rantai linier galaktan yang merupakan polimer dari galaktosa. Jenis rumput laut yang banyak digunakan sebagai bahan baku untuk pengolahan agar-agar tepung adalah Gelidium sp., Gracillaria sp., Hypnea sp., Plerodadia sp., Acanthopelus sp., dan Ceramium sp. Kelompok Agarophyte yang terkenal adalah spesies dari genus Gelidium, Gracillaria, dan Pterocladia sp. Agar-agar adalah produk kering tak berbentuk amorphous, mempunyai sifat seperti gelatin dan merupakan hasil ekstraksi nonnitrogen dari ganggang Gelidium dan kelompok Agarophyte lainnya Winarno 1996. Molekul agar-agar terdiri dari rantai linear galaktan yang merupakan polimer dari galaktosa Imeson 2010. Struktur kedua jenis galaktan penyusun agar-agar dapat dilihat pada Gambar 1. Keterangan : a Agar-agarosa netral ; 1,3 D-galaktosa dan 1,4 Anhidro L-galaktosa b Agar-agarosa metil ; 1,3 6-0 metil-D-galaktosa dan 1,4 anhidro L-galaktosa c Piruvat agarosa, 1,3 4,6 0-1 karboksimetil D-galaktosa dan 1,4 anhidro L-galaktosa d Sulfat galaktan, 1,3 D-Galaktan dan 1,4 L galaktosa-6-sulfat Gambar 1 Struktur agar-agar Luxtor 1977 dalam Winarno 2008. Susunan senyawa agar-agar dapat berupa rantai linear galaktan yang netral ataupun sudah terekstraksi dengan metil atau asam sulfat. Galaktan yang sebagian monomer galaktosanya membentuk ester dengan metil disebut agarosa, sedangkan galaktan yang teresterkan dengan asam sulfat dikenal dengan agaropektin Imeson 2010. Berdasarkan kandungan esternya, agar-agar dapat dibedakan dengan karagenan. Agar-agar memiliki kandungan ester sulfat lebih rendah 2-5 sedangkan karagenan mempunyai kandungan ester sulfat 20-50 Venugopal 2009.

2.1.1 Struktur dan sifat fisiko kimia agar-agar

Karakteristik fisik agar-agar dalam bentuk kering adalah berwarna putih hingga kuning pucat, berbau khas agar-agar. Karakteristik kimia dari agar-agar meliputi kandungan gizi, sifat kelarutan dan daya cerna. Agar-agar larut di dalam air panas tetapi tidak larut dalam air dingin. Agar-agar berbentuk padat pada suhu 32 ºC-39 ºC dan tidak dapat mencair pada suhu lebih rendah dari 85 ºC. Agar-agar kaya akan karbohidrat dan kalsium, namun sedikit mengandung lemak dan protein Takano et al. 1995. Walaupun begitu, karbohidrat dalam agar-agar tersusun dari beberapa polisakarida dan turunannya yang sukar dicerna. Struktur agar-agar terdiri atas dua komponen utama, yaitu agarosa dan agaropektin. Agarosa merupakan suatu polimer netral dan agaropektin merupakan suatu polimer sulfat. Agarosa adalah suatu polisakarida netral yang terdiri dari rangkaian D-galaktosa dengan ikatan β-1,3 dan L-galaktosa dengan ikatan α-1,4. Agaropektin bersifat lebih kompleks dan mengandung polimer sulfat. Rasio kedua polimer sangat bervariasi dan persentase agarosa dalam ekstrak agar-agar berkisar antara 50 sampai 80 FAO 2003. Secara umum struktur agarosa dan agaropektin dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2 Struktur agarosa 1,4 -3,6 anhidro L-galaktosa dan 1,3 D-galaktosa dan agaropektin http:www.proagar-agar.clespanolAgar-agar_English.html. Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat gel yaitu suhu, konsentrasi agar- agar, pH, gula dan ester sulfat. Gel agar-agar bersifat reversible terhadap suhu, peningkatan konsentrasi agar-agar akan meningkatkan kekuatan dan kekerasan gel. Kandungan gula juga besar pengaruhnya terhadap pembentukan gel dari agar-agar. Peningkatan kandungan gula menghasilkan gel yang lebih keras tetapi teksturnya kurang kohesif. Pengaruh pH pada kekuatan gel yaitu semakin turun pH hingga pH 2,5 akan menghasilkan kekuatan gel yang semakin lemah. Agaropektin Agarosa Pengaruh ester sulfat terhadap kekuatan gel bahwa semakin tinggi kandungan ester sulfat akan dapat menurunkan kekuatan gel agar-agar. Faktor yang mempengaruhi kualitas agar-agar, antara lain teknik ekstraksi, jenis rumput laut, kondisi musim, letak atau wilayah asal rumput laut dan parameter lingkungan lainnya. Namun beberapa tahun terakhir mulai banyak penelitian untuk melihat aspek penyimpanan atau penanganan rumput laut paska panen, karena terbukti turut mempengaruhi kualitas dan kuantitas ekstrak agar- agar yang dihasilkan Romero et al. 2008. Jenis dan asal rumput laut menentukan kandungan agarosa dan agaropektin ganggang yang digunakan. Kekuatan gel agar-agar sangat tergantung pada perbandingan kandungan agarosa terhadap agaropektin deMan 1997. Perbandingan agarosa dan agaropektin pada genus Gracilaria sekitar 20:1, jauh lebih besar daripada genus Gelidium yang mempunyai perbandingan 1:5. Oleh karena itu umumnya gel agar-agar dari Gracilaria lebih kuat dan kokoh Winarno 1996. Disamping daya gelasi dan viskositas, beberapa sifat agar-agar lainnya seperti setting point dan melting point, juga ditentukan oleh jenis ganggang dan karakteristik perairan serta habitat rumput laut itu tumbuh. Beberapa spesies dari Gracilaria beserta komposisi kimia dan parameter gel dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Karakterisitk fisikokimia dari Gracilaria sp. Spesies Kekuatan gel gcm 2 Suhu pembentukan gel C Suhu melting C Histeresis C 3,6 anhidro- L-galaktosa Sulfat G. asiatica 64 89 187 29,3 35,5 35,3 80,8 81,8 84,5 51,5 46,3 49,2 25,7 27,0 32,5 8,3 5,4 4,5 G. tenuistipitata 36 180 29,3 39,0 76,5 86,8 47,2 47,8 23,9 32,0 10,1 3,6 G. blodgettii 16 258 29,8 42,0 75,7 94,5 45,7 52,5 22,0 28,2 9,0 4,2 G. hainanensis 58 113 40,8 39,8 91,8 90,0 51,0 50,2 26,9 30,4 6,1 6,0 G. sjeostedtii 59 153 28,5 29,5 84,8 88,8 56,3 59,3 28,8 31,7 7,3 5,3 G. corda 15 29,4 76,2 46,8 21,9 7,1 G. eucheumoides 12 34,5 57,0 22,5 20,7 8,8 Sumber : Imeson 2010 Agar-agar dengan kemurnian tinggi pada suhu 25 o C tidak larut dalam air dingin tetapi larut dalam air panas, etanol amida dan formida. Pada suhu 32-39 o C agar-agar berbentuk padatan yang tidak mencair lagi pada suhu lebih rendah dari 80 o C. Agar-agar yang dilarutkan pada suhu 35-50 o C sudah cukup untuk membuat gel yang kuat dengan titik cair 80-100 o C. Larutan 1 dan 1,5 agar-agar pada suhu 45 o C, serta keadaan kering bersifat sangat stabil Imeson 2010. Hal yang terpenting dari agar-agar adalah sifat gelling agentnya dan aplikasinya dalam range suhu yang cukup luas. Agarosa memiliki kekuatan gel lebih tinggi dibandingkan agaropektin. Agarose memiliki struktur double helix, struktur tersebut beragregasi membentuk rangka tiga dimensi, yang berikatan dengan molekul air sehingga menghasilkan gel yang thermoreversible Venugopal 2009.

2.1.2 Rheologi

Rheologi adalah ilmu yang mempelajari perubahan atau deformasi dan aliran suatu bahan. Informasi sifat rheologi dari hidrokoloid menjadi hal penting dalam efisiensi serta optimasi proses panas dan formulasi dari bahan pangan. Pengukuran rheologi akan sangat membantu dalam memahami proses gelasi dari agar Labropoulus et al. 2002. Proses pembentukan gel agar-agar dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3 Pembentukan gel agar-agar Imeson 2010. Labropoulus et al. 2002 menduga rangkaian kejadian pembentukan struktur heliks terjadi dalam tiga tahap, yaitu : a. Dalam larutan atau fase sol, pada suhu di atas titik cair gel, rantai polimer berada dalam formasi coil random. Dengan pendinginan, larutan akan dikonversi menjadi gel apabila struktur heliks yang cukup telah dibentuk sehingga agar-agar bisa saling bertautan cross link untuk membentuk jaringan yang kontinyu. b. Pada pendinginan selanjutnya, gel menjadi bertautan lebih erat dan pada saat itulah menjadi rigid akibat bertambahnya struktur heliks yang kemudian membentuk gabungan super junction. c. Bila dibiarkan dalam waktu yang agak lama gel akan membentuk gabungan yang kontinyu, dan jaringan gel mengecil dengan diikuti terbebasnya sejumlah air dari dalam jaringan. Mikrostruktural, mekanikal dan sifat rheologi dari gel agar-agar dapat dideskripsikan sebagai crosslinked network, dalam bentuk ini agar-agar cair yang homogen berubah menjadi elastis dan berwarna keruh saat pendinginan. Perubahannya bersifat reversibel namun bergantung dari beberapa faktor antara lain adalah sifat histeresis dari agar Labropoulus et al. 2002. Peningkatan kekuatan gel agar-agar dapat dihubungkan dengan peningkatan kadar agarose atau penurunan kadar sulfat serta peningkatan kadar 3,6 anhidro galaktosa. Karakteristik pembentukan gel agar-agar disebabkan oleh tiga buah atom H pada residu 3,6 anhidro L-galaktosa yang kemudian memaksa molekul-molekul untuk membentuk struktur heliks. Interaksi antara struktur heliks menyebabkan terbentuknya gel. Pergantian senyawa 3,6 anhidro-L- galaktosa dengan senyawa L-galaktosa sulfat menyebabkan kekacauan dalam struktur heliks dan dalam keadaan seperti ini gel yang terbentuk memiliki kekuatan gel yang rendah Glicksman 1983. Agar-agar tidak larut di dalam air dingin serta membentuk ikatan silang dan acak selama pemasakan, gelasinya bergantung dari formasi atom hidrogen, dimana ikatan acak berasosiasi dengan helix tunggal dan double helix. Terdapat tiga sisi helix yang stabil dengan adanya molekul air sehingga membentuk ikatan yang berlubang Labropoulus et al. 2002, dan grup hidroksil terluar mengalami agregasi gel menjadi bentuk kecil heliks yang sperikal Boral et al. 2008. Rheologi dari selai buah dipengaruhi oleh suhu pemasakan, proses pengolahan buah, komposisi dari selai buah dan jenis hidrokoloid yang digunakan, pH dan juga waktu pemasakan Endan dan Javanmard 2010. Sifat gel agar-agar dipengaruhi oleh konsentrasi, suhu, pH dan kandungan gula. Larutan agar-agar dengan konsentrasi 1,5 dapat membentuk gel pada suhu 32-39 o C, dan tidak meleleh dibawah suhu 85 o C. Nilai pH mempengaruhi kekuatan gel agar- agar. Penurunan pH menyebabkan kekuatan gel melemah. Kandungan gula yang semakin tinggi menyebabkan gel menjadi keras dengan kohesivitas tekstur yang rendah. Namun agar-agar masih dapat berinteraksi atau bersinergi dengan gula hingga 60 Imeson 2010. Kandungan sulfat agar-agar yang rendah cukup kontras dengan karagenan yang memiliki kandungan sulfat sangat tinggi, biasanya agar-agar kurang dari 4,5 dan pada umumnya 1,5-2,5 Phillips 2009.

2.1.3 Aplikasi Agar-agar

Secara umum agar-agar diaplikasikan pada berbagai bidang yaitu 91 untuk kebutuhan pangan dan 9 untuk kebutuhan bacteriological dan biotechnology. Agar-agar telah dinyatakan aman oleh FDA atau dikenal dengan istilah Generaly Recognized As Safe GRAS, dan Acceptable Daily Intake ADI yaitu agar-agar dinyatakan not limited tidak dibatasi WHOFAO 1974, Imeson 2010. Oleh karenanya aplikasi penggunaan agar-agar dalam bidang pangan menjadi sangat luas. Agar-agar merupakan koloid hidrofilik dimana di dunia perdagangan agar- agar komersil harus memiliki syarat mutu. Standar mutu agar-agar telah ditetapkan oleh Food Chemical Codex FCC Tabel 2. Indonesia juga telah menetapkan standar mutu agar-agar yang dicantumkan dalam Standar Nasional Indonesia SNI Tabel 3. Tabel 2 Standar mutu agar-agar menurut Food Chemical Codex Sumber : Glicksman 1983 ; Venugopal 2009 Tabel 3 Standar mutu agar-agar tepung menurut SNI 01-2802 1995 No Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 7.1 7.2 8. 8.1 8.2 8.3 8.4 8.5 9. Organoleptik kenampakan bau dan konsisten Air Kelarutan lolos ayakan 80 mesh Abu tidak larut asam Uji pati kualitatif Absorpsi air Bahan Tambahan makanan : Pewarna tambahan Bahan Tambahan lain Cemaran logam : Timbal Pb Tembaga Cu Seng Zn Timah Sn Raksa Hg Cemaran Arsen As bb bb bb - - Sesuai SNI 01- 0222-1987 mgkg mgkg mgkg mgkg mgkg mgkg normal atau dengan score minimal 7. Maks. 17 Maks. 80 Maks. 0,5 Negatif Minimal 5 kali berat agar-agar 2,0 30,0 40,0 40,0 0,03 1,0 Sumber : BSN 1995 atau revisinya Agar-agar digunakan secara luas dalam berbagai industri, antara lain industri makanan, obat-obatan, tekstil, kertas, susu, mikrobiologi, dan kosmetika. Dalam bidang mikrobiologi, agar-agar digunakan sebagai media pertumbuhan bakteri, jamur, dan mikroorganisme lain yang berukuran mikroskopis, termasuk sel-sel tanaman dan hewan. Dalam industri makanan, agar-agar digunakan sebagai Spesifikasi Persyaratan FCC Kandungan arsen maks. 3 ppm 0,003 Kandungan abu total maks. 6,5 berat kering Kandungan abu tak larut asam maks. 0,5 berat kering Kandungan Gelatin Tidak ada Kandungan Protein maks. 3 Bahan tidak larut 1-4 bahan pengental, misalnya pada pembuatan permen. Selain itu, agar-agar juga berfungsi sebagai bahan penstabil dalam pembuatan makanan, serta sebagai bahan penjernih dalam pembuatan bir Winarno 1996. Adapun syarat mutu agar-agar tepung ekspor Jepang dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Persyaratan mutu agar-agar ekspor Jepang Japan Agar Control co. Spesifikasi Mutu I Mutu II Mutu III Kandungan air maks 20 20 20 Kadar protein maks 1,5 2 3 Bahan tidak larut maks 2 2 4 Sumber : Winarno 1996 ; Angka dan Suhartono 2000 Sifat gel dari agar-agar menjadikannya sesuai dengan kebutuhan media bakteri, karena sifat melting dan membekunya yang baik, resisten terhadap enzim dan mikroba, serta masih mampu membentuk larutan pada suhu 40 o C, yang dapat menjadikan distribusi mikroorganisme seragam selama pengkulturan Venugopal 2009. Agar-agar masih tetap kuat pada suhu 37 o C suhu pada inkubator. Agar- agar bersifat lebih baik daripada gelatin bila digunakan sebagai bahan media mikroba, karena bakteri tidak dapat mencairkan gel agar-agar. Persyaratan mutu internasional standar untuk agar-agar yang digunakan sebagai media pertumbuhan mikroba yaitu kadar abu maksimum 5, kadar organik asing maksimal 1 , dan kadar abu tak larut asam maksimum 1 Winarno 1996. Agar-agar digunakan juga sebagai gel elektroforesis, kromatografi, immunologi, dan immobilisasi enzim. Selain itu digunakan sebagai thickener, gelling agent, stabilizier, lubricant, emulsifier, dan absorbant Venugopal 2009. Agar-agar kaya akan karbohidrat, tetapi sedikit mengandung lemak dan protein, kandungan kalsium agar-agar paling tinggi dibanding mineral lainnya. Kandungan gizi dari agar-agar dapat dilihat pada Tabel 5. Dalam industri kulit, agar-agar digunakan pada proses akhir untuk memantapkan permukaan yang halus dan kekuatan kulit. Dalam industri polywood agar-agar diperlukan dalam pembuatan perekat tingkat tinggi. Sementara dalam industri obat-obatan dan farmasi, agar-agar telah lama digunakan dalam pembedahan atau operasi Winarno 1996. Tabel 5 Kandungan agar-agar tepung Parameter Satuan Agar-agar Kalori Kkal 55,0 Protein Gram 0,2 Lemak Gram 0,1 Total Karbohidrat Gram 15,0 Serat Gram 0,1 Abu Gram 0,4 Kalsium miligram 11,9 Pospor miligram 5 Besi miligram 2,9 Natrium miligram 10 Kalium miligram 20 Thiamin miligram 0,01 Riboflavin miligram 0,04 Niacin miligram 0,1 Sumber : Anonim 1972 dalam Yunizal 2000 Selama ini bahan pengental yang banyak digunakan adalah gum arab, gelatin, pektin komersil, agar-agar dan karagenan. Semua bahan pengental ini berperan sebagai hidrokoloid yang masing-masing memiliki keunggulan dan juga kelemahan. Gum arab, memiliki kemampuan pembentukan gel yang optimum pada konsentrasi tinggi yaitu 40-50 sehingga kurang efisien untuk diaplikasikan Fardiaz 1989. Gelatin dalam pembentukan gel sangat baik tetapi kekuatan gelnya menurun secara nyata pada pH kurang dari 4, dan sedikit menurun pada pH diatas 8 sedangkan pH selai pada umumnya adalah dibawah 4 sehingga jika gelatin digunakan akan kurang optimal. Pektin komersil walaupun kemampuan gelnya optimum pada konsentrasi 0,75-1,5 tetapi kurang stabil terhadap suhu tinggi dan bersifat labil setelah suhu diturunkan. Derajat keasaman untuk pektin adalah 2-4 dan menurun drastis diluar pH optimumnya tersebut Suryani et al. 2004. Karagenan merupakan gum yang membentuk gel secara reversible Venugopal 2009. Pada konsentrasi rendah 0,01-0,05 karagenan sudah mampu membentuk gel yang sangat baik FAO 2003. Karagenan merupakan salah satu gum yang sangat optimum dalam proses pembentukan gel, dengan Acceptable daily intake ADI sebesar 0-75 mgkg bw SCF 2003, WHO 2008. Namun karagenan memiliki kandungan ester sulfat yang cukup tinggi yaitu 20-50 Winarno 1996 yang akan mempengaruhi tingkat viskositasnya, serta bersifat sineresis dan mudah terdegradasi pada pH asam. Secara umum selai memiliki pH yang asam. Selain itu karegenan membentuk gel yang optimum jika terdapat ion monovalen yaitu K + , NH4 + , Rb - , dan Cs - .

2.2 Jambu Biji Psidium guajava L.

Jambu biji Psidium guajava L. termasuk dalam Famili Myrtaceae merupakan buah yang cukup dikenal masyarakat Indonesia, padahal sebenarnya tanaman ini berasal dari daerah Amerika Tengah terutama Meksiko dan Peru. Tanaman ini sekarang sudah menyebar ke seluruh dunia, terutama di daerah tropis. Tanaman jambu biji sangat toleran terhadap kondisi lingkungan yang buruk misalnya kekeringan, lahan batu dan pH rendah Fachruddin 2008. Di Indonesia, tanaman ini memiliki nama-nama daerah seperti gawaya Ternate, jambu klutuk Jawa Tengah dan Jawa Timur, jambu batu Jawa Barat, gliwa breuh Aceh, dan sotong Bali Rismunandar 1986. Jambu biji merupakan salah satu produk hortikultura yang termasuk komoditas internasional. Lebih dari 150 negara telah membudidayakan jambu biji, di antaranya Jepang, India, Taiwan, Brazil, Australia, Filipina, Malaysia, dan Indonesia. Buah jambu biji unggulan Indonesia adalah jambu biji merah FEDC 2007. Jambu biji merah banyak mengandung kandungan gizi penting seperti vitamin C, A dan riboflavin. Protein, serat serta mineral juga banyak terkandung dalam buah tersebut. Jambu biji dapat dikonsumsi segar ataupun diolah menjadi jus, pulps, selai, jelly, atau manisan buah kering Cabral et al. 2007. Daging buah jambu biji merah berwarna merah hingga merah muda dengan rasa yang lebih manis dan segar dibandingkan buah jambu biji putih. Kandungan vitamin C buah jambu biji merah dua kali lebih banyak daripada jeruk manis. Vitamin C sangat baik sebagai zat antioksidan. Kandungan vitamin C pada jambu biji yaitu 87,00 mg100 g, Vitamin A sebesar 400 mg100g, selain itu jambu biji juga merupakan buah yang memiliki kandungan serat yang tinggi, yaitu 5,60 mg100 g Wirakusumah 1998. Selain itu, jambu biji juga kaya serat, khususnya pektin serat larut air yang dapat digunakan untuk pembuatan gel atau jeli. Manfaat pektin lainnya adalah dapat menurunkan kadar kolesterol dengan cara mengikat kolesterol dan asam empedu dalam tubuh serta membantu pengeluarannya. Penelitian yang dilakukan Singh Medical Hospital Research Centre Morabadv India menunjukkan bahwa jambu biji dapat menurunkan kadar kolesterol total dan trigliserida darah serta tekanan darah penderita hipertensi. Dalam buah jambu biji merah juga ditemukan likopen, zat karotenoid yang terdapat dalam darah serta memiliki aktivitas antioksidan yang berkhasiat mencegah berbagai penyakit kanker. Karena kandungan likopen yang tinggi ini, di Indonesia jus buah jambu biji merah sering kali dipergunakan untuk meningkatkan kadar trombosit penderita penyakit demam berdarah FEDC 2007. Penampakan buah jambu biji dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4 Jambu biji Psidium guajava L.. Tanaman jambu biji dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tingi lebih dari 1000 m dpl dengan curah hujan antara 1000-2000 mm pertahun, suhu optimum 23 o -28 o C dan pH tanah 4,5-7,5 sehingga orang Belanda menyebutnya ongkruid vergaat niet yang berarti gulma tidak akan luluh Sunarjono 1987. Jambu biji memiliki batang yang cukup kokoh dengan ketinggian mencapai 5-10 meter. Batang pokok jambu biji ini tidak ada yang lurus, warnanya coklat muda sampai putih abu-abu dan mudah terkupas berganti kulit baru seirama dengan gejolak membesarnya batang. Permukaan batang cukup licin dan bersih dengan sifat kayu yang halus, liat, dan tidak mudah patah Rismunandar 1986.

2.2.1 Klasifikasi dan morfologi jambu biji Psidium guajava L.

Bentuk buah jambu biji dapat dibedakan menjadi dua, yaitu bulat dan lonjong. Diantara kedua bentuk itu ada pula yang bentuknya agak bulat dan bagian dekat tangkai buahnya agak meruncing. Ukuran buah ditentukan oleh banyak faktor, diantaranya sifat aslinya, umur pohon, keadaan kesuburan, dan kandungan air tanah pada waktu jambu biji berbuah Rismunandar 1986. Sistematika tatanama taksonomi tanaman jambu biji Rukmana 1996 sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Myrtales Famili : Myrtaceae Genus : Psidium Spesies : Psidium guajava L. Pada waktu masih muda, buah jambu biji sangat keras, tetapi setelah matang buah tersebut menjadi lunak dan menimbulkan aroma yang spesifik dengan rasa yang manis Sunarjono 1987. Menurut Tohir 1981, jambu biji dibagi menjadi tiga jenis, yaitu jambu biji biasa dengan buah berwarna merah, berbiji banyak dan rasanya enak, jambu sukun dengan buah yang besar, rasanya hambar dan tidak berbiji, dan jambu susu yang bercirikan buah tidak berbiji banyak, tetapi rasa buahnya tidak seenak rasa jambu biji biasa.

2.2.2 Potensi dan manfaat jambu biji

Jambu biji dapat tumbuh di seluruh wilayah pelosok tanah air dan cukup dikenal masyarakat. Rukmana 1996 mengatakan bahwa jambu biji termasuk dalam tanaman obat penyembuh ajaib. Kandungan energi dan gizi dari jambu biji dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Kandungan energi, zat gizi dan serat dari jambu biji dalam 100 g Jenis Zat Gizi Jumlah Energi kal 49,00 Protein gram 0,90 Lemak gram 0,30 Karbohidrat gram 12,20 Vitamin A Re 4,00 Vitamin B1 mg Vitamin B2 mg 0,05 0,04 Vitamin C mg 87,00 Kalsium mg 14,00 Fosfor mg 28,00 Besi mg Serat gram Niacin gram 1,10 5,60 1,10 Sumber : Wirakusumah 1998 Tanin termasuk salah satu senyawa nongizi yang dikandung dalam jambu biji. Senyawa ini menimbulkan rasa sepat dalam buah, tetapi mempunyai fungsi memperlancar sistem pencernaan. Sirkulasinya dalam darah berguna untuk menyerang virus Wirakusumah 1998.

2.3 Selai Buah

Selai buah merupakan salah satu produk pangan semi basah yang cukup dikenal dan disukai oleh masyarakat. Food and Drug Administration FDA mendefinisikan selai sebagai produk olahan buah-buahan, baik berupa segar, buah beku, buah kaleng maupun campuran ketiganya dalam proporsi tertentu terhadap gula sukrosa dengan atau tanpa penambahan air. Proporsinya adalah 45 bagian berat buah dan 55 bagian berat gula. Namun, proporsi tersebut dapat disesuaikan dengan selera dan cita rasa yang diinginkan. Campuran yang dihasilkan kemudian dipekatkan sehingga hasil akhirnya mengandung total padatan terlarut minimum 65 Fachruddin 2008. Selai memiliki konsistensi gel atau semigel yang diperoleh dari interaksi senyawa pektin yang berasal dari buah atau pektin yang ditambah dari luar, gula, sukrosa, dan asam. Dalam pembuatan selai ada beberapa faktor yang harus diperhatikan antara lain pengaruh panas dan gula selama pemasakan, serta keseimbangan proporsi gula, pektin dan asam. Penambahan asam dalam pembuatan selai berguna untuk menurunkan pH bubur buah karena struktur gel dalam pembuatan selai hanya terbentuk pada pH rendah. Asam-asam yang dapat digunakan adalah asam sitrat, asam asetat, dan cairan asam dari perasan jeruk nipis. Penambahan asam yang berlebihan akan menyebabkan pH menjadi rendah, sehingga air keluar dari gel sineresis, sebaliknya jika pH tinggi, akan menyebabkan gel pecah Buckle et al. 1987. Water activity a w juga nantinya akan mempengaruhi karakteristik selai yang dihasilkan. Secara umum selai konvensional memiliki nilai a w 0,75-0,80 Labuza et al. 2007 .

2.3.1 Proses pembuatan selai

Proses pembuatan selai meliputi tiga tahap utama yaitu persiapan bahan, pemasakan dan pengisian serta pasteurisasi Suryani et al. 2004. Sortasi bahan baku akan menentukan hasil akhir karena sortasi yang baik akan memperoleh bahan baku selai dengan kualitas yang diinginkan. Sortasi dilakukan berdasarkan penampakan fisik buah, ukuran buah, dan tingkat kematangan. Pengaruh panas dan penambahan bahan tambahan selama proses pemasakan akan mempengaruhi kualitas selai yang dihasilkan. Pemasakan diperlukan untuk mencampur rata hancuran buah dan bahan tambahan serta menguapkan sebagian air sehingga diperoleh struktur gel. Suhu pemasakan pada proses pembuatan selai biasanya 103-105 o C. Pemasakan yang terlalu lama akan menghasilkan selai yang keras dan kental, sedangkan pemasakan yang kurang lama akan menghasilkan selai yang encer. Proses pengisian produk ke dalam kemasan merupakan faktor penting untuk menunjang keawetan produk. Pengisian hendaknya dilakukan dalam kondisi higienis. Hal ini dilakukan ntuk menghindari terjadinya kontaminasi produk yang dapat menyebabkan produk jadi mudah berjamur. Proses penutupan wadah yang benar juga bertujuan untuk menghindari kontaminasi produk Suryani et al. 2004. Jumlah mikroorganisme dari selai dan produk serupa dipengaruhi oleh sejumlah faktor Buckel et al. 1987 yaitu kandungan gula yang tinggi biasanya 65-73, keasaman yang tinggi pH 3,1-3,5, nilai a w sekitar 0,75-0,83, suhu tinggi saat pemanasan 105-106 o C dan tekanan gas oksigen yang rendah selama penyimpanan. Menurut Suryani et al. 2004 selai yang bermutu baik mempunyai tanda spesifik yaitu konsistensi, warna cemerlang, distribusi buah merata, tekstur lembut, flavor buah alami dan tidak mengalami sineresis serta kristalisasi selama penyimpanan. Buah yang akan dijadikan selai dipilih yang bermutu baik. Buah yang terlalu muda akan terasa masam, sedangkan buah yang terlalu matang, maka warna, aroma, pektin dan rasa asam pada buah berkurang. Agar diperoleh selai dengan aroma yang harum dan konsistensi kekentalan sesuai standard sebaiknya digunakan campuran buah setengah matang dan buah yang matang penuh. Buah setengah matang akan memberi pektin dan asam yang cukup, sedangkan buah yang matang penuh akan memberikan aroma yang baik Fachruddin 2008. Selai buah adalah produk makanan semi basah yang dapat dioleskan yang dibuat dari pengolahan buah-buahan, gula dengan atau tanpa panambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan BSN 2008. Syarat mutu selai buah menurut SNI 3746 : 2008 dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Syarat mutu selai buah menurut SNI 3746 : 2008 No Kriteria uji Satuan Persyaratan 1 Keadaan : - Aroma - Rasa - Warna - - - Normal Normal Normal 2 Serat buah - Positif 3 Padatan terlarut fraksi massa Min. 65 4 Cemaran logam : Timah Sn mgkg Maks. 250,0 5 Cemaran Arsen As mgkg Maks 1,0 6 Cemaran mikroba - ALT - Bakteri coliform - Staphyloccoccus aureus - Clostridium sp. - Kapangkhamir. kolonig APMg kolonig kolonig kolonig Maks 1,0 x 10 3 3 Maks 2,0x10 1 10 Maks. 5,0x10 1 dikemas dalam kaleng Sumber : BSN 2008 Menurut Buckle et al. 1987 kerusakan utama yang sering terjadi pada selai adalah : 1 Terbentuknya kristal-kristal karena banyaknya bahan terlarut, gula tidak cukup melarut hingga terbentuk kristal. 2 Gel besar dan kaku, disebabkan oleh kadar gula yang rendah. 3 Gel yang kurang padat dan menyerupai sirup karena kadar gula yang tinggi dan tidak seimbang dengan kandungan padatan 4 Pengeluaran air dari gel sineresis karena terlalu banyak asam Keadaan buah yang digunakan sangat menentukan dalam pembuatan selai. Proses pembuatan selai secara umum dapat dilihat pada Gambar 5. Cara II Cara I Gambar 5 Skema pembuatan selai secara umum Fachruddin 2008. Buah Dikupas Pemisahan Biji Daging buah Pengirisan Penambahan air Penghancuran Pemasakan Penambahan gula, asam dan gum Botol Cuci dengan sabun Rebus, 100 O C, 30 menit ditiriskan sterilisasi Mendidih Terbentuk Gel Pengisian Selai dalam Botol Kukus, 82 o C, 30 menit pasteurisasi Bahan Pengawet Selain faktor kematangan buah, hal lain yang perlu diperhatikan adalah jenis gula serta jumlah penambahan gula pada selai, karena turut mempengaruhi sifat gel dari produk. Selama ini gula yang digunakan dalam pembuatan selai adalah sukrosa. Gula merupakan senyawa kimia yang termasuk karbohidrat dengan rasa manis dan sering digunakan sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan biasanya digunakan untuk menyatakan sukrosa yang diperoleh dari bit atau gula tebu. Gula dipakai dalam pengawetan bahan pangan karena dengan daya larut yang tinggi akan mampu mengurangi keseimbangan kelembaban relatif dan berfungsi untuk mengikat air Buckle et al. 1987. Penambahan gula juga berpengaruh pada kekentalan gel yang terbentuk. Gula akan menurunkan kekentalan. Hal ini disebabkan gula akan memerangkap air. Kadar gula yang tinggi minimum 40 bila ditambahkan ke dalam bahan pangan menyebabkan air dalam bahan pangan akan terperangkap sehingga yang tersedia untuk dipergunakan oleh mikroba atau a w menjadi rendah Shin et al. 2002. Gula terdapat dalam berbagai bentuk, yakni sukrosa, glukosa, fruktosa, dan dekstrosa. Dalam pembuatan selai, gula yang digunakan adalah sukrosa yang sehari-hari dikenal sebagai gula pasir. Tujuan penambahan gula dalam pembuatan selai adalah untuk memperoleh tekstur, penampakan, dan flavor yang ideal. Selain itu, gula dapat pula berfungsi sebagai pengawet. Pada konsistensi tinggi minimal 40 padatan terlarut, larutan gula dapat mencegah pertumbuhan bakteri, ragi, dan kapang. Mekanismenya, gula menyebabkan dehidrasi sel mikroba sehingga sel mengalami plasmolisis dan terhambat siklus perkembangbiakannya. Dalam pembuatan selai, proses pengawetan yang terjadi merupakan kombinasi antara tingkat keasaman yang rendah, pasteurisasi, dan penambahan bahan kimia seperti asam benzoat Fachruddin 2008. Gula pasir atau sukrosa terdapat dalam jumlah besar di dalam banyak tumbuhan dan secara niaga diperoleh dari tebu Saccarum officinarum atau bit gula Beta vulgaris. Sukrosa sangat mudah larut pada rentang suhu yang lebar, sifat ini menjadikan sukrosa bahan yang sangat baik untuk sirup dan makanan lain yang mengandung gula deMan 1997.

2.3.2 Bahan tambahan selai

Pada pembuatan selai diperlukan beberapa bahan tambahan. Bahan tambahan tersebut merupakan bahan-bahan yang digunakan untuk menyempurnakan proses dan meningkatkan daya awet. Komposisi bahan baku dan bahan tambahan dalam pengolahan selai harus tepat sehingga diperoleh produk akhir yang baik. Bahan tambahan yang digunakan untuk pengolahan selai adalah gum pektin, air, asam sitrat, dan bahan pengawet Suryani et al. 2004. a Gum Gum diperlukan untuk membentuk gel kekentalan pada produk selai. Jumlah gum yang ideal untuk pembentukan gel berkisar antara 0,75-1,5 Imeson 2010. Kadar gula tidak lebih dari 65 dan konsentrasi gum tidak lebih dari 1 sudah dapat menghasilkan gel dengan kekerasan yang cukup baik. Beberapa jenis buah secara alami memiliki kandungan pektin yang cukup tinggi. Buah-buahan yang akan matang ripe mengandung pektin cukup banyak. Makin matang buah, kandungan pektin akan menurun karena adanya enzim yang memecah pektin menjadi asam pektat dan alkohol. Oleh karena itu, untuk memperoleh pektin yang cukup sebaiknya buah yang digunakan dikombinasikan antara yang setengah matang dan yang matang penuh Fachruddin 2008. Untuk beberapa buah yang memiliki kandungan pektin rendah, tambahan gum atau hidrokoloid lain sangat diperlukan untuk membantu terbentuknya tekstur atau kekentalan selai yang diinginkan. b Asam sitrat Asam sitrat adalah asam organik yang mempunyai rumus kimia C 6 H 8 O 7 dan merupakan asam trikarboksilat yang mempunyai rasa asam yang menyenangkan dan ditemukan dalam berbagai makanan yang berfungsi sebagai pemberi asam, mencegah kristalisasi gula, serta penjernih gel yang dihasilkan Belitz et al. 2009. Penambahan asam bertujuan mengatur pH dan menghindari pengkristalan gula, pH optimum yang dikehendaki dalam pembuatan selai berkisar 3,10-3,46. Asam yang biasa digunakan dalam pembuatan selai adalah asam sitrat, asam tartat, dan asam malat. Penggunaan asam tidak mutlak, tetapi penambahannya dilakukan untuk menambah cita rasa dari makanan. Apabila terlalu asam akan terjadi sineresis yakni keluarnya air dari gel sehingga kekentalan selai akan berkurang bahkan dapat sama sekali tidak terbentuk gel Fachrudin 2008. Asam sitrat sering ditambahkan pada produk olahan dari buah dan sayur- sayuran guna menurunkan pH sampai di bawah 4,5 sehingga merupakan asidulan zat pengasam yang sering digunakan dalam makanan. Rasa asam timbul karena adanya ion H + atau ion hidrogenium H3O + Belitz et al. 2009. Asam sitrat dalam industri pangan digunakan sebagai asidulan dan sebagai sekuestran zat pengikat logam Winarno 1996. Asidulan tidak hanya berfungsi sebagai pemberi rasa asam tetapi juga penegas rasa dan warna, menyelubungi after taste yang tidak disukai, mencegah ketengikan, dan proses pencoklatan. Sekuestran dapat mengikat logam dalam bentuk ikatan kompleks, sehingga dapat mengalahkan sifat dan pengaruh jelek logam tersebut dalam bahan. Dengan demikian senyawa ini dapat membantu menstabilkan warna, citarasa dan tekstur. Logam-logam yang diikat antara lain : Mg, Fe, Co, Cu, Zn, dan Mn. Selain sebagai bahan pengawet asam juga digunakan untuk menambah rasa, mengurangi rasa manis, memperbaiki sifat koloidal dari makanan yang mengandung pektin, memperbaiki tesktur jelly dan selai, mengatur ekstraksi pektin dan pigmen dari buah-buahan dan sayur-sayuran, meningkatkan efektivitas benzoate sebagai pengawet dalam makanan Fardiaz et al. 1980. c Air Air digunakan sebagai bahan tambahan untuk mempermudah proses penghancuran buah. Semua bahan makanan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda baik pada bahan pangan nabati maupun hewani. Di dalam tubuh air berperan sebagai pembawa makanan dan sisa-sisa metabolisme, sebagai media reaksi yang menstabilkan pembentukan polimer-polimer dalam tubuh. Kandungan air dalam makanan ikut menentukan penerimaan, kesegaran, dan daya tahan bahan itu. Selain merupakan bagian dari suatu makanan, air merupakan pencuci yang digunakan dalam pengolahan Winarno 2008. Air yang biasa digunakan untuk mengencerkan setiap 1 liter buah jambu biji adalah 0,25:1 untuk selai oles, hingga 2:l atau 4:1 untuk sari buah Satuhu 2004. e Pengawet Bahan pengawet yang banyak digunakan pada selai adalah asam sorbat ADI 0-5 mgkg BB, natrium benzoat ADI 0-5 mgkg BB dan kalium bisulfit ADI 0-0.7 mgkg BB. Asam sorbat tidak berbau dan tidak berasa sehingga menjadi pengawet yang penting untuk produk makanan dan minuman. Batas maksimum penggunaan kalium sorbat untuk jam selai adalah 1gkg makanan ADI 0-5 mgkg BB. Namun konsentrasi kalium sorbat 0,05-0,3 sudah cukup efektif untuk menghambat pertumbuhan mikroba, khususnya khamir dan kapang Satuhu 2004. Pendugaan umur simpan kelompok produk selai, jam atau jelly dapat ditentukan dengan beberapa parameter antara lain ; parameter mikrobiologi total kapang, kemudian parameter rasa, bau, warna, konsistensi yang diuji secara sensori serta parameter ketengikan yang diuji berdasarkan metode Arhhenius Rahayu dan Arpah 2003.

2.4 Pendugaan Umur Simpan

The Institute of Food Technologist mendefinisikan umur simpan produk pangan sebagai selang waktu antara saat produksi hingga saat konsumsi dimana produk berada dalam kondisi yang memuaskan pada sifat-sifat penampakan, rasa, aroma, tekstur, dan nilai gizi. National Food Processor Association mendefinisikan umur simpan sebagai berikut : suatu produk dianggap berada pada kisaran umur simpannya bilamana kualitas produk secara umum dapat diterima untuk tujuan seperti yang diinginkan konsumen dan selama bahan pengemas masih memiliki integritas serta memproteksi isi kemasan Arpah 2001 Menurut Syarief et al. 1989, faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan makanan yang dikemas adalah sebagai berikut : 1 Keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen, dan kemungkinan terjadinya perubahan kimia internal dan fisik 2 Ukuran kemasan dalam hubungannya dengan volume. 3 Kondisi atmosfer terutama suhu dan kelembaban dimana kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum digunakan. 4 Ketahananan keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya air, gas dan bau, termasuk perekatan, penutupan, dan bagian-bagian yang terlipat. Penentuan umur simpan produk pangan dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode Extended Storage Studies ESS dan Accelerated Storage Studies ASS. ESS atau yang biasa disebut metode konvensional adalah penentuan tanggal kadaluwarsa dengan jalan menyimpan suatu produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya hingga mencapai tingkat mutu kadaluwarsa. Metode ini akurat dan tepat, namun memerlukan waktu yang lama dan analisis parameter yang relatif banyak. Meotde ASS menggunakan suatu kondisi lingkungan yang dapat mempercepat reaksi penurunan mutu yang relatif singkat, namun tetap memiliki ketetapan dan akurasi yang tinggi. Metode akselerasi pada dasarnya adalah metode kinetik yang disesuaikan untuk produk-produk pangan tertentu. Model-model yang diterapkan pada penelitian akselerasi menggunakan dua cara pendekatan Rahayu dan Arpah 2003 yaitu : 1 Pendekatan kadar air kritis dengan bantuan teori difusi, suatu cara pendekatan yang diterapkan untuk produk kering dengan menggunakan kadar air atau aktifitas air sebagai kriteria kadaluwarsa. 2 Pendekatan semi empiris dengan bantuan persamaan Arhenius, yaitu suatu cara pendekatan yang menggunakan teori kinetika yang pada umumnya mempunyai ordo reaksi nol atau satu untuk produk pangan. Konsumen harus memperoleh informasi tentang umur simpan dari produk yang dikonsumsinya. Informasi tersebut dapat berupa tanggal pada saat produk diproduksi pack date, tanggal pada saat produk diletakkan di display date, tanggal terakhir yang dianjurkan untuk konsumen membeli produk tersebut, sehingga masih mempunyai jangka waktu untuk mengkonsumsinya tanpa produk tersebut mulai mengalami kerusakan pull date sell by date, waktu maksimum dimana produk masih memiliki kualitas tinggi best if used by date, atau tanggal pada saat produk sudah tidak dapat diterima lagi oleh konsumen use by date atau expired date Labuza 1982. Regulasi pencantuman waktu kadaluarsa di Indonesia tercantum dalam Surat Keputusan Dirjen POM No. 02240BSKVII91, tanggal 2 Juli 1991. Peraturan yang lebih luas mulai dilakukan dengan berlakunya UU Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan khususnya pasal 21e tentang pangan tercemar. Pelabelan waktu kadaluarsa pangan diatur dalam PP Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Di dalam pasal 27 disebutkan: 1 tanggal, bulan dan tahun kadaluarsa wajib dicantumkan secara jelas pada label; 2 pencantuman tanggal, bulan dan tahun kadaluarsa dilakukan setelah pencantuman tulisan “baik digunakan sebelum” sesuai dengan jenis dan daya tahan pangan yang bersangkutan; 3 dalam hal produk pangan yang kadaluarsanya lebih dari 3 bulan, diperbolehkan hanya untuk mencantumkan bulan dan tahun kadaluarsanya. Beberapa asumsi dasar yang sering digunakan dalam perhitungan masa simpan produk adalah sebagai berikut Ghanasekharan dan John 1993: 1 Mekanisme kerusakan yang terjadi sangat tergantung pada faktor lingkungan tekanan parsial oksigen, kelembaban relatif dan suhu dan faktor komposisi pH, konsentrasi, aktivitas air dan sebagainya. 2 Laju penurunan mutu dapat ditentukan dengan menghubungkan beberapa hasil penilaian organoleptik dan toksikologi 3 Kemasan diasumsikan bebas dari kebocoran sehingga karateristik penyerapan hanya tergantung pada bahan kemasan.

2.4.1 Model kadar air kritis

Pendugaan umur simpan dengan pendekatan model kadar air kritis umumnya digunakan untuk produk pangan yang relatif mudah rusak akibat penyerapan kadar air dari lingkungan. Dalam metode kadar air kritis, kerusakan produk didasarkan semata-mata akibat menyerap air dari luar hingga mencapai batas yang tidak dapat diterima secara organoleptik. Kadar air pada kondisi dimana produk tidak dapat diterima secara organoleptik disebut kadar air kritis. Waktu yang diperlukan oleh produk untuk mencapai kadar air kritis menyatakan umur simpan produk. Produk pangan yang umur simpannya dapat ditentukan dengan metode kadar air kritis antara lain biskuit, wafer, produk konfeksioneri permen, makanan ringan snack dan chips, dan produk instan powder Labuza 1982. Penentuan umur simpan dengan model kadar air kritis terdiri dari dua pendekatan yaitu: A. Pendekatan kurva sorpsi isothermis Bahan makanan bersifat higroskopis, yaitu dapat menyerap uap air dari udara di sekelilingnya adsorpsi dan juga melepas uap air yang dikandungnya ke udara desorpsi. Karakteristik hidratasi bahan pangan dapat diartikan sebagai karateristik fisik yang meliputi interaksi antara bahan pangan dengan molekul air yang terkandung di dalamnya dan molekul udara di sekitarnya. Secara umum sifat-sifat hidratasi ini dapat digambarkan dalam sebuah kurva sorpsi isotermis, yaitu kurva yang menunjukkan hubungan antara kadar air bahan pangan dengan kelembaban relatif seimbang ruang tempat penyimpanan RHs atau aktivitas air a w pada suhu tertentu Syarief dan Halid 1993. Secara umum dapat dikatakan bahwa kurva sorpsi isotermis khas untuk setiap bahan pangan. Menurut Chirife dan Iglesias 1978, beberapa kendala yang dihadapi dalam menyusun suatu persamaan yang dapat menjelaskan kurva sorpsi isothermis pada keseluruhan selang a w yang ada dan dapat diaplikasikan untuk berbagai jenis bahan pangan adalah sebagai berikut: 1 Perubahan a w pada bahan pangan dipengaruhi oleh kombinasi berbagai macam faktor yang masing-masing mendominasi dalam selang a w yang berbeda 2 Sorpsi isothermis suatu bahan pangan menggambarkan kemampuan higroskopis yang kompleks dan dipengaruhi oleh interaksi baik fisik maupun kimia antara komponen-komponen bahan pangan tersebut yang diinduksi oleh pemanasan atau perlakuan awal lainnya. 3 Pada saat bahan pangan menyerap air dari lingkungannya, bahan pangan tersebut umumnya akan mengalami perubahan baik perubahan fisik, kimia dan lainnya. Berikut contoh slope kurva dihitung dari garis lurus pada bagian lurus dari kurva isotherm yang diperoleh. Gambar 6 Slope pada kurva sorpsi isothermis Rahayu dan Arpah 2003. Kurva sorpsi isothermis yang dapat diasumsikan linear, kemudian dapat digunakan untuk mendapatkan persamaan kurva sorpsi isothermis. Selanjutnya Labuza et al 1985 memformulasikan persamaan penentuan umur simpan dengan model kadar air kritis sebagai berikut: ln Keterangan: t : Umur simpan produk hari M e : Kadar air kesetimbangan produk gH 2 Og padatan M i : Kadar air awal produk gH 2 Og padatan M c : Kadar air kritis produk gH 2 Og padatan kx : Konstanta permeabilitas uap air kemasan gm 2 . Hari. mmHg A : luas permukaan kemasan m 2 W s : Berat padatan dalam kemasan P o : Tekanan uap air pada suhu tertentu jenuh mmHg B : kemiringan kurva sorpsi isothermis diasumsikan linear antara M i dan M c . B. Pendekatan kadar air kritis Pendekatan kadar air kritis yang dimodifikasi digunakan untuk produk pangan yang memiliki kelarutan yang tinggi, seperti produk permen, yang memiliki kandungan sukrosa yang tinggi Labuza et al. 1985. Pada kondisi akselerasi, kadar air kesetimbangan sulit tercapai. Hal ini dapat dilihat dengan semakin naiknya kadar air tanpa batas pada RH tertentu. Pada kondisi tersebut kurva sorpsi tidak dapat diasumsikan linear. Oleh karena itu, Labuza et al. 1985 memodifikasi persamaan Labuza menjadi sebagai berikut: t = ∆ Keterangan: t = umur simpan produk hari Mc = kadar air kritis produk gH 2 Og padatan M i = kadar air awal produk gH 2 Og padatan = permeabilitas kemasan gH 2 Ohari. m 2 mmHg A = luas permukaan kemasan m 2 W s = berat kering produk dalam kemasan g ∆P = selisih antara tekanan di dalam dan di luar produk

2.4.2 Model Arrhenius

Suhu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perubahan makanan. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju reaksi berbagai senyawa kimia akan semakin meningkat, karena itu dalam menduga kecepatan penurunan mutu bahan pangan selama penyimpanan, faktor suhu harus selalu diperhatikan Syarief dan Halid 1993. Pengaruh suhu dalam suatu reaksi dapat dideskripsikan dengan menggunakan persamaan Arrhenius seperti berikut Chen 2007: k = k exp Keterangan: K = konstanta kecepatan reaksi k = konstanta pre-eksponensial E a = Energi aktivasi kjmol T = suhu R = Konstanta gas ideal 0,082 Dengan mengubah persamaan di atas menjadi : ln k = ln k - x Persamaan yang digunakan dalam model Arrhenius ada dua jenis yaitu persamaan ordo nol dan persamaan ordo satu. Untuk memutuskan persamaan ordo mana yang lebih baik digunakan maka terlebih dahulu data hasil pengamatan diplot Rahayu dan Arpah 2003. 1. Persamaan ordo nol Tipe kerusakan bahan pangan yang mengikuti kinetika reaksi ordo nol meliputi reaksi kerusakan enzimatis, pencoklatan enzimatis dan oksidasi Labuza 1982. Penurunan mutu ordo reaksi nol adalah penurunan mutu yang konstan. Kecepatan penurunan mutu tersebut berlangsung tetap pada suhu konstan dan dapat digambarkan dengan persamaan di bawah ini : Teori singkat ordo nol: A t - A = -k t A t = A - k t Waktu kadaluarsa dapat dihitung dengan persamaan : Reaksi yang termasuk pada ordo nol, laju reaksinya tidak tergantung pada konsentrasi pereaksinya, dengan kata lain reaksi berlangsung dengan laju yang tetap. Grafik hubungan waktu penyimpanan dengan perubahan mutu pada ordo nol adalah berupa garis lurus, dengan slope kemiringan k yang nilainya konstan. Bentuk umum grafik tersebut dapat dilihat pada Gambar 7. A k = Slope, nilainya konstant [A] At t Waktu reaksi Gambar 7 Hubungan waktu dengan perubahan mutu ordo nol. 2. Persamaan ordo satu Tipe kerusakan bahan pangan yang mengikuti kinetika reaksi ordo satu meliputi : ketengikan, pertumbuhan mikroba, produksi off-flavour penyimpangan flavor oleh mikroba pada daging, ikan, unggas, kerusakan vitamin, penurunan mutu protein dan sebagainya Labuza 1982. Persamaan reaksi ordo satu adalah : Teori singkat ordo satu: [A] = -k ln A t - A = -k t Persamaan waktu kadaluarsa ordo satu adalah: ln A t = ln A – k t Keterangan: A = Konsentrasi mula-mula dari kriteria kadaluarsa At = Konsentrasi akhir dari kriteria kadaluarsa K = Kecepatan perubahan kriteria tersebut selama penyimpanan t = Umur simpan dari produk t = A – A Grafik ordo satu berupa kurva bukan garis lurus, namun akan membentuk garis lurus dalam persamaan logaritmanya, dengan slope kemiringan k yang nilainya tidak konstant dapat dilihat pada Gambar 8. [A] Slope = ln [A] Slope = k Waktu Waktu Gambar 8 Hubungan waktu dengan perubahan mutu ordo satu a dan hubungan waktu dengan logaritma perubahan mutu ordo satu b. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi kimia ada tujuh antara lain jenis zat yang bereaksi, konsentrasi zat yang bereaksi, suhu, katalis dan otokatalis, tekanan, luas permukaan, sinar dan cahaya. Jenis zat yang bereaksi merupakan faktor terpenting dalam suatu reaksi. Selain itu laju reaksi akan semakin naik jika konsentrasi pereaksi semakin tinggi. Makin tinggi suhu campuran zat yang bereaksi, makin cepat reaksi berlangsung. Hal ini berdasarkan pada teori kinetik molekul, yang menyatakan bahwa semakin tinggi suhu suatu zat, semakin kuat gerakan-gerakan molekulnya Irawadi 2005. Selain faktor suhu, umur simpan juga ditentukan oleh jenis kemasan yang digunakan. Kemasan berfungsi sebagai : 1 wadah untuk menempatkan produk dan memberi bentuk sehingga memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan dan distribusi; 2 memberi perlindungan terhadap mutu produk dari kontaminasi luar dan kerusakan; 3 menambah daya tarik produk. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pengemasan bahan pangan adalah sifat bahan pangan tersebut, keadaan lingkungan dan sifat bahan kemasan. Gangguan yang paling umum terjadi pada bahan pangan adalah kehilangan atau perubahan kadar air, pengaruh gas dan cahaya. Sebagai akibat perubahan kadar air pada produk akan timbul a b jamur dan bakteri, pengerasan pada produk bubuk, dan pelunakan pada produk kering Syarief et al. 1989. Bahan pangan mempunyai sifat yang berbeda-beda dalam kepekaannya terhadap penyerapan atau pengeluaran gas udara dan uap air. Bahan kering harus dilindungi dari penyerapan air dan oksigen dengan cara menggunakan bahan pengemas yang mempunyai daya tembus rendah terhadap gas tersebut Buckle et al. 1987. Tiap-tiap bahan pengemas memiliki sifat-sifat yang unik. Nilai ketahanan dan permeabilitas beberapa jenis bahan pengemas dapat dilihat pada Tabel 8 dan Tabel 9. Tabel 8 Ketahanan beberapa bahan pengemas terhadap air, gas dan bau Bahan pengemas Ketahanan terhadap Air Gas Bau Polietilen 7 3 3 PVC 2 5 5 Kopolimer PVdC 9 8 8 - Polyester 4 6 8 PET selulosa 6 6 Selulosa asetat 1 2 2 Kertas kraft Sulfite paper Galssine 0 3 3 Kertas dengan lapisan PE 7 3 3 Kertas dengan lapisan PVdC 8 8 8 Aluminium foil 10 10 10 Tabel 9 Permeabilitas beberapa bahan pengemas dan heat stability Bahan pengemas Permeabilitas Suhu o F Hot Fill O 2 CO 2 H 2 O HDPE 130 580 0,3 190 PP 150 650 0,5 200 LDPE 430 1200 1,0 150 PVC 10 25 3,0 140 Acrylonitrile 1 2 5,0 150 OPP 130 320 0,3 200 Lamicron PP 0,2 0,8 0,5 200 Polysulfonate - - - 430 Polyarylsulfone - - - 410 Polysulfone - - - 320 Sumber: Setyowati et al. 2000 3 METODOLOGI

3.1 Waktu danTempat

Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret 2010 hingga November 2010. Proses formulasi dan produksi selai jambu biji lembaran dilakukan di Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan, penggujian aspek biokimia dan mikrobiologi dilakukan di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, serta pengujian sensori dilakukan di Laboratorium Organoleptik Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Analisis fisik dan mikrobiologi dalam hal pendungaan umur simpan dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Biologi Radiasi Pusat Antar Universitas PAU Pangan dan Gizi, Laboratorium Mikrobiologi Pangan, dan Laboratorium Pengolahan Pangan Depertemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jambu biji Psidium gujaza L yang berasal dari perkebunan jambu biji budi agung jalan baru Bogor Jawa Barat, gula pasir, air, agar-agar tepung CV Agar Sari Jaya Malang dan asam sitrat Lampiran 42. Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi wadah perendaman, blender, timbangan, pengaduk, sendok, kompor, panci, kantong plastik, penggiling, oven, pisau, blender, saringan, cetakan selai 8,5 x 8,5 cm, wadah porselin, hotplate, tanur, cawan, labu ukur. Alat untuk analisis antara lain texture analyzer, viscometer, a w meter, thermometer, pH meter dan alat-alat kaca lainnya.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri dari penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Pada penelitian pendahuluan dilakukan karakterisasi fisikokimia agar-agar tepung. Setelah itu dilakukan formulasi bahan-bahan pembentuk selai antara lain gula 70 , 80 , 90 dan 100 dan asam sitrat 0,02, 0,04, 0,06 dari total berat buah, dengan komposisi faktorial yang dapat dilihat pada Tabel 10. Pengujian yang dilakukan terhadap produk selai jambu biji lembaran yaitu uji hedonik, kadar gula, pH. Hasil pengujian kemudian diranking secara indeks kinerja berdasarkan metode Bayes. Perlakuan atau formulasi terbaik pada penelitian pendahuluan ini digunakan sebagai dasar untuk formulasi lanjutan pada tahap penelitian utama. Pada penelitian utama, pembuatan selai jambu biji lembaran diberikan perlakuan konsentrasi tepung agar-agar yang berbeda-beda 0,8, 0,9, 1,0, 1,1, 1,2. Analisis yang dilakukan yaitu pengujian hedonik, proksimat, kadar serat pangan, gel strenght, dan aktifitas air. Hasil penilaian diranking dengan indeks kinerja menggunakan metode Bayes. Produk yang dihasilkan dari formula terbaik kemudian dilakukan pendugaan umur simpannya dengan metode Arrhenius. Pendugaan umur simpan selai jambu biji lembaran ditentukan menggunakan metode Accelerated Shelf Life Testing ASLT melalui model Arrhenius dimana produk disimpan pada suhu 20 C, 25 C, 30 C. Pengujian hedonik dilakukan tiap selang waktu yang ditentukan suhu 20 C dengan selang pengambilan sampel pada hari ke 7, 14, 21 dan 28 ; suhu 25 C dengan selang pengambilan sampel pada hari ke 5, 10, 15 dan 20 ; suhu 30 C dengan selang pengambilan sampel pada hari ke 3, 6, 9 dan 12. Bersamaan dengan itu dilakukan pengujian total kapang pada selai jambu biji lembaran sesuai dengan selang waktu sesuai uji hedonik. Persamaan yang diperoleh dari model Arrhenius dapat digunakan untuk menentukan umur simpan selai dalam taraf hari, bulan dan tahun. Perhitungan Angka Kecukupan Gizi AKG setiap selai jambu biji lembaran juga dilakukan sebagai informasi tambahan yang bermanfaat dari produk yang dihasilkan.

3.3.1 Penelitian Pendahuluan

Agar-agar tepung yang akan digunakan terlebih dahulu dikarakterisasi sifat fisikokimianya untuk mengetahui apakah agar-agar tersebut sesuai dengan standar mutu agar-agar tepung komersial. Perlakuan pada penelitian pendahuluan ini adalah penambahan gula dan asam. Komposisi asam dan gula yang digunakan dalam penelitian pendahuluan ini diacu berdasarkan teori umum mengenai kisaran pemakaian gula dan asam pada selai konvensional selai oles, serta berdasarkan hasil trial and error serta optimasi formula yang dilakukan sebelum penelitian pendahuluan. Kemudian produk selai lembaran ini diuji hedonik tekstur, aroma, rasa, warna dan penampakan, derajat keasaman dan kadar gula total selai jambu biji lembaran. Penentuan hasil terbaik akan diperoleh berdasarkan uji indeks kinerja metode bayes. Komposisi bahan yang digunakan pada penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Tabel 10 : Tabel 10 Komposisi gula dan asam sitrat pada penelitian pendahuluan Kode Perlakuan Bahan Presentase dari kg buah Gula Asam sitrat A1 A2 A3 70 0,02 0,04 0,06 B1 B2 B3 80 0,02 0,04 0,06 C1 C2 C3 90 0,02 0,04 0,06 D1 D2 D3 100 0,02 0,04 0,06 Proses pembuatan selai pada penelitian pendahuluan didahului dengan pemilihan buah jambu biji yang sudah sangat matang dicampur dengan buah jambu biji yang hampir matang kemudian diblender, dengan penambahan air sebanyak 2 liter per 1 liter buah. Bubur jambu yang masih bercampur dengan biji disaring untuk memisahkan biji dari bubur buah, sehingga diperoleh bubur buah tanpa biji. Bubur buah tersebut kemudian ditambah asam sitrat dengan konsentrasi 0,02 dan 0,04 Fachruddin 2008. Setelah itu dipanaskan dan dibiarkan hingga 95 C selama 5 menit. Campuran bubur buah dan asam sitrat ditambahkan agar- agar tepung 1 yang sudah dilarutkan dalam air. Selanjutnya campuran tersebut ditambahkan gula dengan konsentrasi 70, 80, 90, dan 100 dari berat buah Fachuruddin 2008, kemudian dipanaskan selama 40 menit. Waktu pemasakan terhitung pada saat larutan selai mulai mendidih. Setelah 40 menit, selai langsung dimasukkan ke dalam wadah selai dalam kondisi panas, kemudian setelah 15 menit selai dipres, dicetak dan dipotong dengan ukuran 8,5cm x 8,5cm. Proses pembuatan selai jambu biji lembaran pada penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9 Skema pembuatan selai jambu biji lembaran pada penelitian pendahuluan Modifikasi Fachruddin 2008.

3.3.2 PenelitianUtama

Formula terbaik dari penelitian pendahuluan selanjutnya dijadikan formula tetap pada penelitian utama. Penelitian utama bertujuan untuk menentukan Buah Jambu Biji Pengupasan Pemisahan Biji Daging buah Pemasakan pada suhu 90-95 C 5 menit Pemasakan 40 menit Pencetakan pengepresan dalam pan Pemblenderan Asam sitrat 0,02, 0,04 , 0,06 Penambahan Gula 70, 80, 90 dan 100 Pemotongan 8,5 x 8,5 cm Selai jambu biji lembaran Agar-agar 1 konsentrasi agar-agar tepung yang paling baik sebagai texturizer pada pembuatan selai jambu biji lembaran. Formula yang digunakan adalah hasil formulasi terbaik yang telah diperoleh pada penelitian pendahuluan. Konsentrasi agar-agar tepung yang digunakan adalah 0,8, 0,9, 1,0, 1,1, dan 1,2, sedangkan konsentrasi gula, asam dan buah merupakan hasil terbaik dari penelitian pendahuluan. Penentuan perlakuan konsentrasi agar-agar tepung terbaik ini berdasarkan uji sensori tekstur, rasa, aroma, warna, dan penampakan dengan menggunakan skala hedonik. Penentuan konsentrasi terbaik dilakukan dengan menggunakan uji indeks kinerja. Penentuan kadar serat pangan dan a w dari selai jambu biji lembaran turut menjadi indeks penilaian pada uji Bayes. Setelah diperoleh formula terbaik, maka dilanjutkan dengan pendugaan umur simpan dari selai dengan menggunakan metode Arrhenius. Penentuan Umur Simpan Rahayu dan Arpah 2003 Penelitian lanjutan bertujuan untuk menentukan umur simpan selai jambu biji lembaran dengan menggunakan metode Arrhenius. Penyimpanan dilakukan pada suhu 20 C, 25 C, dan 30 C. Pengujian total kapang dan uji sensori dilakukan setiap selang waktu 3 hari untuk suhu 30 C, 5 hari untuk suhu 25 C dan 10 hari untuk suhu 20 C. Sampel disimpan dengan menggunakan kemasan berupa plastik polipropilen PP. Pemilihan suhu 20 C, 25 C, dan 30 C merupakan contoh penyimpanan yang akan menjadi model linear sederhana dari metode Arrhenius. Pada prinsipnya dilakukan akselerasi terhadap suhu, sehingga berdasarkan hukum kinetika maka reaksi yang ada juga akan meningkat. Peningkatan suhu sebesar 10 C akan meningkatkan dua kali reaksi pada produk. Pengamatan dilakukan setiap selag waktu yang telah ditentukan. Skema penelitian utama selai jambu biji lembaran dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10 Skema pembuatan selai jambu biji lembaran pada penelitian utama Modifikasi Fachruddin 2008. Berbeda halnya dengan metoda sensori yang umumnya diterapkan pada kondisi penyimpanan Extended Storage Studies ESS, metoda yang digunakan merupakan akselerasi dari parameter yang diamati atau Accelerated Shelf Life Jambu Biji Pemisahan Biji Daging buah Pemasakan pada suhu 90-95 C 5 menit Pemasakanselama 40 menit Pencetakan pengepresan dalam pan Pemblenderan 0,04 asam sitrat Penambahan gula 90 Pemotongan 8,5 x 8,5 cm Pendinginan Selai jambu biji lembaran Penyimpanan 20 C,25 C,30 C Total kapangumur simpan Agar-agar tepung 0.8, 0.9, 1.0, 1.1, 1.2 Testing ASLT. Data yang digunakan merupakan data hasil pengukuran objektif. Persamaan yang digunakan ada 2 jenis yaitu persamaan ordo nol dan persamaan ordo satu. Untuk memutuskan persamaan ordo mana yang lebih baik digunakan maka terlebih dahulu data hasil pengamatan diplot. Persamaan ordo satu dapat dilihat pada persamaan berikut Keterangan Ao : konsentrasi mula-mula nilai awal dari kriteria kadaluwarsa A atau Ac : konsentrasi pada titik batas kadaluwarsa k : kecepatan perubahan kriteria tersebut selama penyimpanan Grafik hubungan waktu penyimpanan dengan perubahan mutu pada ordo nol adalah berupa garis lurus, dengan slope kemiringan k yang nilainya konstan. Bentuk umum grafik tersebut dapat dilihat pada Gambar 11 : Gambar 11 Grafik ordo nol garis lurus. Persamaan ordo satu dapat dapat dilihat pada rumus berikut Keterangan Ao : konsentrasi mula-mula nilai awal dari kriteria kadaluwarsa A atau Ac : konsentrasi pada titik batas kadaluwarsa k : kecepatan perubahan kriteria tersebut selama penyimpanan Grafik ordo satu berupa kurva bukan garis lurus, namun akan membentuk garis lurus dalam bentuk persamaan logaritmanya, dengan slope kemiringan k yang nilainya tidak konstan sebagai berikut Gambar 12: Gambar 12 Plot ordo satu. Penggunaan plot ordo satu atau ordo nol bergantung dari nilai R 2 yang dihasilkan dari masing-masing ordo. Ordo yang dipakai adalah ordo yang memiliki nilai R2 yang paling mendekati satu. Jika nilai R 2 yang paling mendekati satu maka akan memberikan hasil perhitungan waktu kadaluwarsa yang lebih tepat. 3.4 Analisa Produk 3.4.1 Uji organoleptik SNI 2346-2011 Metode yang digunakan untuk uji organoleptik ini berdasarkan hedonic test uji hedonik. Metode ini menggunakan angka yang berkisar antara 1 sampai 9, dimana : 1 amat sangat tidak suka; 2 sangat tidak suka; 3 tidak suka; 4 agak tidak suka; 5 netral; 6 agak suka; 7 suka; 8 sangat suka; 9 amat sangat suka Lampiran 1. Pengukuran organoleptik merupakan cara penilaian mutu selai jambu biji lembaran yang bersifat subyektif dengan menggunakan indera manusia. Jumlah panelis yang menilai selai jambu biji lembaran adalah sebanyak 30 orang dengan kategori panelis semi terlatih. Data yang diperoleh diuji statistik non parametrik Kruskal Wallis, sedangkan untuk uji lanjutan digunakan Multiple Comparison Tukey.

3.4.2 Ana

Ca 30 menit. menit, kem sampel se digital. Ke selama ku desikator konstan. P Keteranga

3.4.3 Ana

Pri dengan m sekitar 55 105 °C se yang telah diarangkan sampai pe desikator sebagai be Keteranga alisis kadar awan porse Cawan ters mudian didi elai jambu emudian ca urang lebih dan dibiark Perhitungan an: A = Ber B = Ber C = Ber alisis kadar insip penet menimbang 50-600 °C. lama 30 me h diketahui n, selanjutn engabuan s kemudian erikut: an: A = Ber B = Ber C = Ber air SNI 0 lin dikering sebut dileta inginkan da biji lemba awan terseb h 6 jam. C kan sampai kadar air d rat cawan ko rat cawan de rat cawan de abu SNI 2 tapan kadar sisa miner Cawan po enit. Sebany i beratnya. nya diabuka empurna a ditimbang. rat cawan ko rat cawan de rat cawan ab 1-2354.2-20 gkan dalam akkan ke da an ditimbang aran seberat ut dimasuk Cawan terse dingin lalu dapat dihitun osong g engan samp engan samp 2354.1:201 r abu yaitu ral hasil pe orselin dike yak 1-2 g sa Contoh ke an dalam ta abu berwar Untuk men osong g engan samp bu porselin 006 m oven pad alam desika g hingga be t 1-2 g dit kkan ke dala ebut kemud u ditimbang ng dengan r pel g pel setelah d abu dalam embakaran eringkan da ampel ditim emudian dik anur pada s rna putih. nghitung k pel g dengan sam da suhu 10 ator selama eratnya kon timbang de am oven pa dian dimasu g sampai did rumus: dikeringkan m bahan pa bahan org alam oven mbang dalam keringkan d uhu 600°C Contoh did kadar abu d mpel setelah 2-105°C se lebih kuran nstan. Cawan ngan timba ada suhu 10 ukkan ke d dapat berat g angan diteta ganik pada pada suhu m cawan por dalam oven selama 6-8 dinginkan d digunakan r h diabukan 42 elama ng 30 n dan angan 05 °C dalam yang apkan suhu 102- rselin n dan 8 jam dalam rumus g

3.4.4. Ana

Sa ditambahk dengan pe cairan me akuades, s Hasil dest tetes indik diperoleh warna dar kemudian berdasarka Kadar pro

3.4.5. Ana

Sa homogena berturut-tu selongson dengan be campuran Labu alas 2 jam unt lemak did bulat yang dilakukan Keteranga alisis kadar ampel ditim kan 1,9 ± 0 enambahan enjadi jern sampel dide tilasi ditamp kator merah kemudian d ri hijau me dinyatakan an rumus pe otein = alisis kadar ampel ditimb at contoh B urut dimas ng lemak ke enar. Ekstra lemak dan bulat yang tuk menghi dinginkan di g berisi lem minimal du an: A = B C = B r protein mbang 2 0,1 g K 2 O 4, n batu didih nih. Setelah estilasi deng pung dalam h metil dan dititrasi den enjadi abu-a n dalam fak erhitungan: N x fakto r lemak SN bang labu a B g yang d sukkan 150 e dalam ex aksi dilakuk chloroform berisi lema ilangkan si i dalam des mak C g d uplo dua ka Berat labu al Berat labu al SNI 01-235 gram baha 40 ± 10 m h, larutan h larutan gan penamb erlenmeyer n alkohol de ngan larutan abu. Hasil ktor konver or konversi NI 01-2354 alas bulat k dimasukkan 0 ml Chlo xtractor sox kan pada su m dalam labu ak dimasukk sa chlorofo sikator selam ditimbang b ali. Perhitu las kosong las bulat dan 54.4-2006 an dalam mg HgO, 2,0 dididihkan didinginkan bahan 8-10 m r yang telah engan perba n HCl 0,1 N yang diper rsi 6,25. K 6,25 .3-2006 kosong A g n dalam sel oroform ke xhlet , dan d uhu 60 °C u alas bulat kan dalam orm dan ua ma 30 men beratnya hin ungan lemak g ; B n lemak has labu Kjel 0 ± ml H 2 S selama 1- n dan dien ml larutan N h berisi 5 m andingan 2 N hingga te roleh adala Kadar protei g. Kemudia longsong le e dalam la dipasang ra selama 8 j t dievaporas oven suhu ap air. Kem nit. Timbang ngga konsta k pada samp = Berat con sil ekstraksi ldahl kemu SO 4 . Selanju 1,5 jam sa ncerkan de NaOH–Na 2 ml H 3 BO 3 da :1. Destilat erjadi perub ah total N, in yang dih an ditimban emak. Kemu abu alas b angkaian so jam. Selanju si sampai ke 105 °C sela mudian labu g berat labu an. Pengujia pel adalah: ntohg ; i g udian utnya ampai engan S 2 O 3 . an 2-4 yang bahan yang hitung ng 2 g udian bulat, oxhlet utnya ering. ama ± u dan u alas an ini

3.4.6 Analisis kadar abu tidak larut asam menurut SNI 2354.1-2010

Abu hasil penetapan kadar abu total dilarutkan dalam 25 ml HCL 10 dan dididihkan selama 5 menit. Larutan tersebut kemudian disaring dengan kertas saring Whatman bebas abu dan dicuci dengan air suling sampai bebas klorida dengan peraksi AgNO 3 . Kertas saring Whatman kemudian dikeringkan dalam oven. Abu yang telah kering kemudian diabukan kembali dalam tanur dengan menggunakan wadah cawan porselen. Cawan porselen tersebut kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga beratnya tetap. Kadar abu tidak larut asam ditentukan dengan rumus: Kadar abu tidak larut asam Berat abu g Berat sampel awal g

3.4.7 Kadar Sulfat FMC Corp. 1977

Agar-agar tepung sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer, kemudian ditambahkan 50 ml HCl 0,2 N dan direfluks sampai mendidih selama 1 jam. Ke dalamnya ditambahkan 25 ml larutan H 2 O 2 1:10 dan direfluks selama 6 jam sampai larutan menjadi jernih. Larutan ini dipindahkan ke dalam gelas piala dan dipanaskan sampai mendidih. Selanjuttnya ditambahkan 10 ml larutan BaCl 2 tetes demi tetes sambil diaduk di atas penangas air selama 2 jam. Endapan yang terbentuk disaring dengan kertas saring tak berabu dan dicuci dengan aquades mendidih hingga bebas klorida. Kertas saring dikeringkan ke dalam oven pengering, kemudian diabukan pada suhu 1000 o C sampai didapat abu berwarna putih. Abu didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Perhitungam kadar sulfat adalah sebagai berikut : P x 0,4116 Kadar Sulfat = x 100 Berat Sampel Keterangan : P = Berat Endapan BaSO 4 gram

3.4.8 Viskositas FMC Corp. 1977

Larutan agar-agar tepung dengan konsentrasi 1,5 -1,6 dipanaskan dalam bak air mendidih sambil diaduk secara teratur sampai suhu mencapai 76-77 o C. Viskometer diukur dengan Spindel Viskometer Brookfield yang berputar pada kecepatan 60 rpm dengan jarum spindel No. 2. Spindel terlebih dahulu dipanaskan pada suhu 75 o C kemudian dipasangkan ke alat ukur viskometer brookfield . Posisi spindel dalam larutan panas diatur sampai tepat, viskometer diputar dan suhu larutan diukur. Ketika suhu larutan mencapai 75 o C termometer dikeluarkan dan nilai viskositas diketahui dengan pembacaan viskometer pada skala nilai 1 sampai 100. Pembacaan dilakukan setelah satu menit putaran penuh. Hasil bacaan digandakan 5 kali untuk spindel No. 2 bila dijadikan centi poise.

3.4.9 Kekuatan gel FMC Corp. 1977

Pengukuran kekuatan gel kekerasan lembaran dilakukan secara obyektif dengan menggunakan texture analyzer TA-XT21. Tingkat kekerasan selai jambu biji lembaran dinyatakan dalam gram force tiap cm 2 g f cm 2 yang berarti besarnya gaya tekan untuk memecah deformasi produk. Sampel diletakkan di bawah probe berbentuk silinder pada tempat penekanan, dengan sisi lebar ke atas, kemudian dilakukan penekanan terhadap sampel dengan probe silinder tersebut. Kecepatan alat ketika menekan sampel adalah 1,5 mms. Tekanan dilakukan sebanyak satu kali. Hasil pengukuran akan tercetak pada kertas grafik dan dapat dilihat tinggi saat sampel benar-benar pecah. Nilai kekerasan dihitung dengan cara mengalikan tinggi grafik pada penekanan pertama dengan konversinya.

3.4.10 Analisis kadar gula metode Luff Schrool SNI 01-2892-1992

Contoh ditimbang 5 gram dan diencerkan dengan air destilasi menjadi 100ml. Kemudian diambil 50 ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur 250ml, ditambahkan 10 ml Pb-asetat setengah basa lalu dikocok. Untuk menguji cukup tidaknya penambahan Pb-asetat setengah basa, ditambahkan beberapa tetes Na 2 PO 4 1 . Jika terdapat endapan putih berarti Pb-asetat setengah basa yang ditambahkan sudah cukup, selanjutnya ditambahkan Na 3 PO 4 1 sampai tidak terbentuk endapan putih lagi. Larutan ditera sampai 250 ml dengan menambahkan air destilata. Kemudian disaring dengan kertas Whatman no.42, setelah didiamkan terlebih dahulu selama setengah jam. Filtrat 10 ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100ml, lalu ditambahkan 5 ml HCl 25 dan dipanaskan dalam water batch dengan suhu 70 C, selama 10 menit. Setelah dingin dinetralkan dengan NaOH 30 dan ditambahkan indikator phenolphthalein sampai berwarna merah jambu. Kemudian larutan ditera dengan air hingga volumenya 100 ml. Cairan ini diambil 10 ml, ditambahkan 15ml air destilata dan 25ml larutan Luff serta diberi batu didih, lalu dipanaskan dengan pendingin tegak sampai mendidih selama 10 menit dan didinginkan dengan es, kemudian ditambah 10 ml KI 30 dan 25 ml H 2 SO 4 , lalu dititrasi dengan Na 2 S 2 O 3 0,1 N, dengan menggunakan indikator kanji. Titrasi dilakukan sampai warna biru tidak terbentuk lagi. Larutan blanko dibuat dengan menggunakan 25 ml air destilata ditambah 25 ml larutan Luff dan batu didih, lalu dipanaskan sampai mendidih selama 10 menit dan didinginkan dengan es. Kemudian ditambahkan 10 ml KI 30 dan 25 ml H 2 SO 4 25, lalu dititrasi dengan Na 2 S 2 O 3 0,1 N, dengan indikator kanji. Titrasi dilakukan sampai warna biru tidak terbentuk lagi. Kadar gula total dihitung dengan rumus : X = , Nilai X menentukan jumlah gula total dalam contoh dengan mencocokan nilai tersebut dengan Tabel 11. Kadar = Keterangan : X = nilai yang terbaca pada Tabel Y = faktor pengenceran a = berat contoh mg Tabel 11 Penetapan gula menurut Luff-Schrool Na 2 S 2 O 3 Gula, Fruktosa, Gula Inversi mg Na 2 S 2 O 3 Gula, Fruktosa, Gula Inversi mg 1 2,4 13 33,0 2 4,8 14 35,7 3 7,2 15 38,5 4 9,7 16 41,3 5 12,2 17 44,2 6 14,7 18 47,1 7 17,2 19 50,0 8 19,8 20 53,0 9 22,4 21 56,0 10 25,0 22 59,1 11 27,6 23 62,2 12 30,3

3.4.11 Uji serat pangan Sulaeman et al. 1993

Sampel basah dihomogenisasi. Semua sampel digiling menggunakan gilingan laboratorium dengan saringan 0,3 mm. Sementara itu ekstraksi lemak dilakukan dengan menggunakan petroleum eter pada pada suhu kamar selama 15 menit dan ditambahkan 40 ml petroleum eter per gram sampel. Sebanyak 1 gram sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan 25 ml 0,1 M buffer fosfat pH 6 lalu diaduk. Enzim termamyl sebanyak 0,1 ml ditambahkan ke dalam erlenmeyer kemudian ditutup dengan alumunium foil dan diinkubasikan dalam penangas air pada suhu 100 C selama 15 menit. Setelah itu dibiarkan dingin, kemudian ditambahkan akuades 20 ml dan pH diatur menjadi 1,5 menggunakan HCl. Sebanyak 100 mg pepsin ditambahkan ke dalam erlenmeyer lalu ditutup dan diinkubasikan dalam penangas air bergoyang pada suhu 40 C selama 60 menit. Kemudian ditambahkan 20 ml akuades dan pH diatur lagi menjadi 6,8 menggunakan NaOH. Sebanyak 100 gram pankreatin ditambahkan, kemudian erlenmeyer ditutup dan diinkubasikan dalam penangas air bergoyang pada suhu 40 C selama 60 menit, pH diatur menjadi 4,5 menggunakan HCl. Larutan disaring menggunakan Crucibe porosity 2 yang telah diketahui beratnya dan mengandung 0,5 celite kering, kemudian dicuci dengan akuades. a. Residu serat yang tidak larut Endapan yang tertinggal pada kertas saring dicuci dengan etanol 95 sebanyak 2x10 ml dan 2 x 10 ml aseton. Kemudian kertas saring dikeringkan pada suhu 105 C sampai mencapai berat konstan semalam. Setelah itu didinginkan dalam desikator D1. Endapan pada kertas saring diabukan pada suhu 550 C selama 5 jam, kemudian didinginkan dan ditimbang I1. b. Filtrat serat yang larut Volume filtrat sebanyak 100 ml kemudian ditambahkan 400 ml etanol 95 hangat 60 C dan dibiarkan mengendap selama satu jam. Setelah itu larutan disaring menggunakan Crucible porosity 2 yang telah diketahui beratnya dan mengandung 0,5 gram celite. Sisa larutan dicuci dengan 2x10 ml etanol 78, 2x10 ml etanol 95 dan 2x10 ml aseton. Endapan dikeringkan pada suhu 105 C selama semalam, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang D2. Endapan pada kertas saring diabukan pada suhu 550 C selama 5 jam, kemudian didinginkan dan ditimbang I2. c. Blanko Blanko untuk serat yang tidak larut dan serat yang larut diperoleh dengan cara seperti prosedur untuk sampel tetapi tanpa sampel. Nilai blanko sewaktu- sewaktu harus dicek bila menggunakan enzim dari batch yang berbeda. Serat pangan total diperoleh dengan menjumlahkan serat pangan tidak larut SPTL dan serat pangan larut SPL. Blanko yang digunakan diperoleh dengan metode yang sama, tetapi tidak ditambahkan contoh atau sampel. Nilai blanko yang digunakan perlu diperiksa ulang, terutama bila menggunakan enzim dari kemasan yang baru. 4 Rumus perhitungan nilai SPTL dan SPL Nilai SPTL = D1 – I1 – B1 x 100 W Nilai SPL= D2 – I2 – B2 x 100 W Nilai TSP = Nilai SPTL + Nilai SPL Keterangan: W = Berat contoh g B = Berat blanko bebas serat g D = Berat setelah analisis dikeringkan g I = Berat setelah analisis diabukan g

3.4.12 Pengukuran pH SNI 01-2891-1992

Pengukuran pH contoh dilakukan dengan menggunakan pH meter Orion model 210 A yang sebelumnya telah dikalibrasi menggunakan larutan buffer 4,01 dan pH 6,86. Pengukuran dilakukan secara langsung dengan mencelupkan pH meter kedalam contoh uji yang sudah diencerkan, lalu ditunggu sampai angka yang terlihat pada layar stabil.

3.4.13 Analisis aktivitas air a

w AOAC 2007 Prinsip dari analisis a w yaitu mengetahui air bebas yang terdapat di dalam bahan atau sampel. Penentuan nilai a w dari produk diukur dengan menggunakan alat pengukur a w meter Shibaura WA 360. Pengukuran nilai a w dilakukan dengan cara memasukkan sampel yang akan diukur ke dalam wadah yang tersedia pada a w meter tersebut. Kemudian sampel didiamkan kurang lebih selama 15 menit, setelah itu dilihat nilai a w yang tertera pada a w meter tersebut.

3.4.14 Uji Total Kapang SNI 2332.7 : 2009

Prinsip kerja dari uji mikrobiologis ini adalah penghitungan jumlah koloni bakteri yang ada dalam sampel selai jambu biji lembaran dengan pengenceran sesuai keperluan dan dilakukan secara duplo. Pembuatan larutan contoh dilakukan dengan mencampurkan 25 gram sampel dan larutan garam fisiologis sebanyak 225 ml atau 1 gram sampel ke dalam 9 ml larutan garam fisiologis sampai homogen, sehingga didapat seri pengenceran 10 -1 . Pengenceran dilakukan dengan cara mengambil 1 ml larutan contoh dengan menggunakan pipet steril dimasukkan ke dalam 9 ml larutan garam fisiologis dan dikocok sampai homogen minimal 25 kali sehingga terbentuk seri pengenceran 10 -2 . Pengenceran yang dilakukan disesuaikan dengan keperluan, biasanya sampai 10 -6 . Pemipetan dilakukan pada tiap tabung pengenceran sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril secara duplo dengan menggunakan pipet steril. Media PDA dimasukkan ke dalam cawan petri dan digoyangkan supaya merata metode cawan tuang, kemudian didiamkan sampai media agar dingin dan padat. Cawan petri yang berisi agar kemudian dimasukkan ke dalam inkubator dengan posisi terbalik pada suhu 22-25 C dan diinkubasi selama 5 hari. Kemudian jumlah koloni bakteri yang ada dalam cawan petri dihitung. Jumlah koloni yang dapat dihitung adalah cawan petri yang mempunyai koloni kapang antara 10-150. 3.4 Analisis Data 3.4.1. Pemilihan selai jambu biji lembaran terbaik dengan uji indeks kinerja Marimin 2004. Penentuan formulasi selai jambu biji lembaran terbaik dilakukan dengan menggunakan uji indeks kinerja metode bayes. Metode Bayes merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan untuk melakukan analisis dalam pengambilan keputusan terbaik dari sejumlah alternatif dengan tujuan menghasilkan perolehan yang optimal. Pengambilan keputusan yang optimal akan tercapai bila mempertimbangkan berbagai kriteria. Persamaan Bayes yang digunakan untuk menghitung nilai alternatif sering disederhanakan menjadi : Total nilai i = ∑ Keterangan : Total nilai i = total nilai akhir dari alternatif ke –i Nilai ij = Nilai dari alternatif ke-i pada kriteria ke-j Krit j = tingkat kepentingan bobot kriteria ke-j i = 1,2,3,....n ; n jumlah alternatif j = 1,2,3,....n ; n jumlah kriteria Adanya perlakuan merupakan kriteria yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan selai jambu biji lembaran terbaik. Pemilihan selai jambu biji lembaran terbaik dengan uji indeks kinerja didasarkan pada total nilai yang paling tinggi dari setiap perlakuan. Parameter yang diberi bobot meliputi karakteristik sensori tekstur, penampakan, aroma, warna, dan rasa. Nilai kepentingan masing-masing parameter sensori yang digunakan terdiri dari 5 nilai numerik, dimana 1 mewakili tidak penting, 2 mewakili kurang penting, 3 mewakili biasa, 4 mewakili penting dan 5 mewakili sangat penting. Nilai kepentingan bisa diperoleh dari hasil kuisioner panelis atau dari ahli. Nilai numerik yang digunakan adalah 1 mewakili tidak penting, 2 biasa, 3 penting dan 4 sangat penting. Bobot dari masing-masing parameter didapat dari hasil manipulasi matriks perbandingan nilai kepentingan antar parameter, kemudian matriks tersebut dikuadratkan. Hasil penjumlahan setiap baris matriks dibagi dengan total penjumlahan baris matriks tersebut hingga diperoleh nilai eigen. Nilai eigen dari proses manipulasi matriks merupakan nilai bobot dalam metode Bayes. ij i ij Y ε σ μ + + =

3.4.2 Rancangan Percobaan Steel dan Torrie 1989

Rancangan yang digunakan pada penelitian pendahuluan adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor. Faktor perlakuannya adalah penambahan asam sitrat dan gula dalam berbagai konsentrasi. Perlakuan yang diberikan meliputi selai jambu biji lembaran dengan penambahan gula 70, 80, 90 dan 100 dari berat buah serta penambahan asam sitrat 0,02, 0,04, 0,06. Model rancangan yang digunakan adalah : Keterangan : Y ij : Respon pada perlakuan k dengan kombinaasi perlakuan taraf ke-i pada A, dan taraf ke-j pada B. μ : Rataan umum : Pengaruh perlakuan ke-i pada A : Pengaruh perlakuan ke-j pada B : Pengaruh perlakuan taraf ke -i dari faktor A, dan taraf ke-j dari faktor B ε ij : Galat percobaan perlakuan k dengan kombinasi rafa ke-i dan ke-j Rancangan yang digunakan pada penelitian utama adalah rancangan acak lengkap RAL dengan satu faktor. Faktor perlakuan yang diberika adalah penambahan agar-agar tepung dalam berbagai konsentrasi. Perlakuan yang diberikan meliputi selai jambu biji lembaran dengan penambahan agar-agar tepung sebanyak 0.8, 0.9, 1.0, 1.1, dan 1.2. Model umum rancangan yang digunakan adalah : Keterangan : Y ij : Respon pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j μ : Rataan umum σ i : Pengaruh perlakuan ke-i ε ij : Galat percobaan perlakuan ke-i ulangan ke-j Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah : H : Penambahan agar-agar dengan berbagai konsentrasi tidak memberikan pengaruh terhadap mutu selai jambu biji lembaran H 1 : Penambahana agar-agar dengan berbagai konsentrasi memberikan pegaruh terhadap mutu selai jambi biji lembaran Selang kepercayaan yang digunakan adalah 95 untuk menyatakan perbedaan nyata. Selanjutnya data dianalisis dengan analisis ragam. Jika dari hasil analisis ragam berbeda nyata maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Tukey, sedangkan uji organoleptik, data dianalisis dengan metode Kruskal Wallis. Jika hasil uji Kruskal Wallis berbeda nyata maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Tukey Steel dan Torrie 1993. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penelitian Pendahuluan

Selai jambu biji lembaran dibuat dengan komposisi gula dan asam sitrat yang berbeda-beda pada penelitian pendahuluan. Formula selai jambu biji lembaran terbaik diperoleh dari perangkingan parameter hedonik dan pengujian kadar gula serta pH pada selai jambu biji lembaran. Sebelumnya dilakukan karakterisasi untuk mengetahui standar mutu agar-agar yang digunakan.

4.1.1 Karakteristik agar-agar tepung

Agar-agar tepung yang digunakan sebagai bahan baku, diperoleh dari CV Agar Sari Jaya Malang. Pengujian dimaksudkan untuk mengetahui kualitas agar-agar tersebut, kemudian dibandingkan dengan persyaratan standar mutu agar- agar tepung. Hasil analisis proksimat dan sifat fisikokimia dari agar-agar tepung dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Hasil proksimat dan fisikokimia agar-agar tepung produksi CV Agar Sari Jaya Malang Parameter Hasil uji Standar Penampakan Kadar Air Kekuning-kuningan 10,17 + 1,61 Yellowish powder maks 17 Kadar Abu 1,06 + 0,12 maks 6,5 Abu tidak larut asam 0 + 0,00 maks 0,5 Kadar Lemak 0,19 + 0,02 - Kadar Protein 1,09 + 0,09 maks 3 Karbohidrat pH 87,48 + 1,66 6,97 + 0,00 min 30 6,8-7,0 Sulfat 1,50 + 0,04 maks 4,5 Viskositas Gel strength 8 + 0,00 cps 1,5 ; 75 o C 187,13 +0,49 gcm 2 1,6 ; 20 o C 2-10 cps 1-1,5 ; 75 o C 10-300 gcm 2 1,5 ; 20 o C Keterangan : Standar Nasional Indonesia SNI 01-2802 1995 ; Food Chemical Codex FCC ; Venugopal 2009 ; Philips 2009 ; Winarno 1996 Data pada Tabel 12 mengindikasikan bahwa secara keseluruhan mutu agar-agar tepung produksi CV Agar Sari Jaya Malang sudah memenuhi standar mutu agar komersil yang berkualitas baik, terutama parameter kekuatan gel, kadar protein dan bahan tak larutnya. Agar-agar tepung dengan kualitas yang baik akan menghasilkan produk pangan yang baik pula. Gel strength merupakan salah satu sifat dari agar-agar yang banyak dimanfaatkan dalam bidang pangan dan non pangan. Agar-agar tepung yang digunakan merupakan hasil ekstrak gum rumput laut Gracilaria. Rumput laut jenis ini memiliki perbandingan agarosa terhadap agaropektin 20 : 1, jauh lebih besar dibandingkan genus Gelidium yang mempunyai perbandingan 1:5. Oleh karena itu umumnya gel agar-agar dari Gracilaria lebih kuat dan kokoh Winarno 2008. Berdasarkan standar mutu agar-agar ekspor Jepang, agar-agar yang dihasilkan CV Agar Sari Jaya Malang termasuk mutu agar-agar tepung kelas I, karena kandungan protein agar tersebut 1,09 , lebih rendah dari standar 1,5 . Kadar protein agar-agar harus kurang dari 3, karena bila lebih tinggi akan menyebabkan perubahan warna selama proses penanganan.

4.1.2 Karakteristik Sensori

Karakteristik sensori untuk menentukan formula terbaik dari selai jambu biji lembaran meliputi : penampakan, warna, aroma, tekstur dan rasa. Penilaian hedonik menjadi parameter utama dalam menentukan formula terbaik dari penelitian pendahuluan.

1. Penampakan

Penampakan produk memegang peranan penting dalam hal penerimaan konsumen, karena penilaian awal dari suatu produk adalah penampakannya sebelum faktor lain dipertimbangkan secara visual. Faktor penampakan akan menjadi nilai utama dan terkadang menjadi nilai penentu akan diterima atau tidaknya suatu produk. Berdasarkan Gambar 13, dapat dilihat bahwa nilai sensori penampakan selai jambu biji lembaran berkisar antara 5,40-8,53 netral sampai amat sangat suka. Nilai rataan penampakan tertinggi 8,53 terdapat pada selai jambu biji lembaran perlakuan penambahan gula 100 dan asam sitrat 0,04, dan nilai 5.77 a 5.67 a 5.40 a 6.87 c 7.03 c 5.93 ab 8.27 d 8.30 d 6.63 bc 8.40 d 8.53 d 6.93 c 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C2 C3 D1 D2 D3 Nila i Org a n o leptik Perlakuan penampakan terendah terdapat pada perlakuan penambahan gula 70 dan asam sitrat 0,06. Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript yang berbeda a,b,c,d menunjukkan berbeda nyata p0,05 Keterangan Kode : Persen berat dari buah A1 : Gula 70, Asam sitrat 0,02 C1 : Gula 90, Asam sitrat 0,02 A2 : Gula 70, Asam sitrat 0,04 C2 : Gula 90, Asam sitrat 0,04 A3 : Gula 70, Asam sitrat 0,06 C3 : Gula 90, Asam sitrat 0,06 B1 : Gula 80, Asam sitrat 0,02 D1 : Gula 100, Asam sitrat 0,02 B2 : Gula 80, Asam sitrat 0,04 D2 : Gula 100, Asam sitrat 0,04 B3 : Gula 80, Asam sitrat 0,06 D3 : Gula 100, Asam sitrat 0,06 Gambar 13 Nilai penampakan selai jambu biji lembaran. Hasil uji chi-square dengan menggunakan Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi gula dan asam sitrat memberikan pengaruh yang berbeda terhadap penampakan selai jambu biji lembaran yang dihasilkan. Hasil uji khi-kuadrat parameter organoleptik selai jambu biji lembaran dapat dilihat pada Lampiran 7. Penampakan selai jambu biji lembaran dengan penambahan gula 70 dan 80 berbeda nyata dengan perlakuan penambahan gula 90 dan 100, pada semua perlakuan asam sitrat 0,02, 0,04 dan 0,06. Hasil uji lanjut multiple comparisons parameter organoleptik selai jambu biji lembaran dapat dilihat pada Lampiran 12. Penambahan 0,06 asam sitrat menunjukkan nilai penampakan yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan selai lainnya pada penambahan konsentrasi gula yang sama. Hal ini dapat dilihat dari penampakan produk yang tidak rata dan lembek, sehingga panelis memberikan nilai yang rendah. Kondisi pH yang sangat asam akan memperlambat pembentukan gel dan menyebabkan terjadinya sineresis Manullang 1997. Penambahan gula 100 dan asam sitrat 0,04 dari bobot buah menghasilkan penampakan selai jambu biji lembaran yang paling disukai oleh panelis karena selai tersebut memiliki warna yang cerah dengan permukaan yang utuh dan rapih. Peningkatan penambahan konsentrasi gula cenderung meningkatkan kesukaan panelis terhadap produk, akan tetapi perlakuan asam sitrat tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap penampakan selai jambu biji lembaran. Semakin tinggi konsentrasi gula yang diberikan maka akan meningkatkan pembentukan pigmen sebagai hasil reaksi pencoklatan nonenzimatik tanpa senyawa nitrogen deMan 1997. Proses tersebut diduga menyebabkan warna selai jambu biji lembaran menjadi lebih gelap. Menurut Fachruddin 2008 penggunaan gula yang tepat pada pembuatan selai tergantung banyak faktor, antara lain tingkat keasaman buah, kandungan gula dalam buah, dan tingkat kematangan buah yang digunakan. Perbandingan gula dengan buah yang ideal adalah 1:1, karena penambahan gula akan mempengaruhi keseimbangan air dan agar-agar dalam produk. Kesukaan panelis meningkat seiring dengan konsentrasi gula yang ditambahkan. Selai jambu biji lembaran dengan perlakuan konsentrasi gula 90 dan 100 tidak memperlihatkan perbedaan penampakan yang nyata. Gula yang berfungsi sebagai humektan akan memerangkap air yang ada dalam campuran selai sehingga kadar air yang ada dalam selai berkurang dan menyebabkan permukaan selai menjadi kompak. Asam sitrat yang ditambahkan dengan konsentrasi optimum terbukti mampu menjaga sifat koloidal serta memperbaiki tekstur selai jambu biji lembaran.

2. Warna

Warna merupakan salah satu faktor visual yang menentukan penerimaan dari suatu produk. Makanan yang dinilai bergizi, enak dan teksturnya sangat baik terkadang tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak menarik 5.87 a 5.73 a 5.37 a 6.83 b 7.00 bc 5.90 a 7.33 bc 7.57 c 6.67 b 8.57 d 8.63 d 6.97 bc 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C2 C3 D1 D2 D3 Ni la i organol epti k Perlakuan dipandang atau memberikan kesan telah menyimpang dari warna seharusnya. Penerimaan warna suatu bahan pangan berbeda-beda tergantung dari faktor alam, geografis dan aspek sosial masyarakat penerima Winarno 2008. Nilai warna selai jambu biji lembaran dapat dilihat pada Gambar 14. Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript yang berbeda a,b,c,d menunjukkan berbeda nyata p0,05 Kode : Persen berat dari buah A1 : Gula 70, Asam sitrat 0,02 C1 : Gula 90, Asam sitrat 0,02 A2 : Gula 70, Asam sitrat 0,04 C2 : Gula 90, Asam sitrat 0,04 A3 : Gula 70, Asam sitrat 0,06 C3 : Gula 90, Asam sitrat 0,06 B1 : Gula 80, Asam sitrat 0,02 D1 : Gula 100, Asam sitrat 0,02 B2 : Gula 80, Asam sitrat 0,04 D2 : Gula 100, Asam sitrat 0,04 B3 : Gula 80, Asam sitrat 0,06 D3 : Gula 100, Asam sitrat 0,06 Gambar 14 Nilai warna selai jambu biji lembaran. Gambar 14 memperlihatkan bahwa nilai sensori warna selai jambu biji lembaran berkisar antara 5,37-8,63 netral sampai amat sangat suka. Nilai warna tertinggi terdapat pada selai jambu biji lembaran dengan penambahan g ula 100 dan asam sitrat 0,04, sedangkan nilai kesukaan warna terendah terdapat pada selai dengan penambahan gula 70 dan asam sitrat 0,04. Berdasarkan uji Chi-square pada selang kepercayaan 95 terhadap nilai warna menunjukkan bahwa penambahan gula dan asam sitrat yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap warna selai jambu biji lembaran. Hal ini juga dapat dilihat dari peningkatan nilai hedonik atau kesukaan panelis pada selai lembaran seiring dengan penambahan konsentrasi gula. Keadaan ini sama halnya dengan faktor penampakan karena sifat gula yang akan mengalami pencoklatan akibat pemanasan. Selai dengan penambahan konsentrasi gula terbanyak mempunyai nilai kesukaan yang paling tinggi. Hal ini karena pengaruh gula yang mengakibatkan perubahan warna selai menjadi merah tua cerah, sehingga lebih disukai panelis. Hasil uji lanjut multiple comparison menunjukkan bahwa penambahan gula 70, 80, 90 dan 100 dari berat buah menghasilkan selai jambu biji lembaran dengan nilai rataan warna yang berbeda nyata. Namun perlakuan penambahan asam sitrat yang tinggi 0,06 dengan penambahan gula 70-100 akan mengakibatkan nilai warna produk turun. Penambahan asam sitrat yang tinggi 0,06 menyebabkan warna selai menjadi sedikit pudar dan bentuknya tidak kompak. Proses perubahan warna selama proses pemasakan selai diduga disebabkan oleh tiga hal, yaitu kehilangan atau rusaknya pigmen dari buah tersebut, konfigurasi proses pencoklatan dan diskolorasi warna Endan dan Javanmard 2010. Zat yang berperan memberikan warna merah pada jambu biji adalah likopen. Likopen adalah karotenoid pigmen penting dalam tanaman yang terdapat dalam darah 0,5 mol per liter darah serta memiliki aktifitas antioksidan Parimin 2005. Kandungan likopen yang tinggi pada jambu biji yaitu 17 mg100 gram buah Kong Ismail 2011 serta penambahan gula merupakan faktor pemberi warna pada selai jambu biji lembaran. Pemecahan sukrosa menjadi glukosa dan 1,2 enol terjadi pada proses pemasakan, setelah itu terbentuk produk intermediate HMF 5-hidroksimetil 2 furaldehida yang merupakan awal perubahan warna pada proses karamelisasi BeMiller Whistler 1996. HMF diduga sebagai hasil dari reaksi awal karamelisasi yang terjadi pada proses pengolahan selai Mendoza et al. 2002 ; Teixidó et al. 2011. Warna merah muda akan berubah bertahap menjadi lebih gelap atau tua, memberikan batasan warna tertentu yang menarik pada produk selai jambu biji lembaran. Hal inilah yang diduga menyebabkan kesukaan panelis meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi gula yang diberikan.

3. Aroma

Aroma merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan kualitas bahan makanan. Dalam industri pangan, uji terhadap aroma dianggap penting karena dengan cepat dapat dianggap memberikan penilaian terhadap hasil produknya, apakah produk tersebut disukai atau tidak oleh konsumen. Aroma atau bau dapat dikenali bila berbentuk uap, umumnya bau yang diterima oleh hidung dan otak lebih banyak merupakan berbagai ramuan atau campuran empat bahan utama yaitu harum, asam, tengik, dan hangus Winarno 2008. Histogram uji sensori aroma selai jambu biji lembaran dapat dilihat pada Gambar 15. Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript yang berbeda a,b,c,d menunjukkan berbeda nyata p0,05 Kode : Persen berat dari buah A1 : Gula 70, Asam sitrat 0,02 C1 : Gula 90, Asam sitrat 0,02 A2 : Gula 70, Asam sitrat 0,04 C2 : Gula 90, Asam sitrat 0,04 A3 : Gula 70, Asam sitrat 0,06 C3 : Gula 90, Asam sitrat 0,06 B1 : Gula 80, Asam sitrat 0,02 D1 : Gula 100, Asam sitrat 0,02 B2 : Gula 80, Asam sitrat 0,04 D2 : Gula 100, Asam sitrat 0,04 B3 : Gula 80, Asam sitrat 0,06 D3 : Gula 100, Asam sitrat 0,06 Gambar 15 Nilai aroma selai jambu biji lembaran. Agar selai yang dihasilkan mempunyai aroma yang baik dan tekstur yang diinginkan, sebaiknya digunakan campuran buah setengah matang dan buah yang matang. Buah matang akan memberi aroma yang baik Muchtadi et al. 1979, 6.10 a 6.03 a 6.40 a 6.53 a 6.77 ab 6.83 abc 7.63 bcd 7.70 bcd 7.77 cd 7.93 d 8.03 d 7.80 d 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C2 C3 D1 D2 D3 Nila i Org a n o leptik Perlakuan sedangkan buah setengah matang akan banyak menyumbangkan pektin yang akan membantu proses pembentukan gel di selai. Gambar 15 yang menunjukkan bahwa selai dengan perlakuan penambahan gula 100 dan asam asam sitrat 0,04 merupakan perlakuan yang menghasilkan selai jambu biji lembaran paling disukai oleh panelis dengan rataan nilai penerimaan 8,03. Nilai aroma paling rendah ditunjukkan pada selai jambu biji lembaran dengan perlakuan penambahan gula 70 dan asam sitrat 0,06. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perbedaan komposisi bahan penyusun selai mempengaruhi tingkat kesukaan panelis terhadap aroma selai jambu biji lembaran. Hasil uji lanjut Multiple Comparison organoleptik aroma menunjukkan perlakuan penambahan asam sitrat 0,02, 0,04 dan 0,06 tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap aroma selai jambu biji lembaran. Aroma lebih banyak dipengaruhi oleh konsentrasi gula yang ditambahkan. Nilai rataan penerimaan panelis terhadap aroma meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi gula yang ditambahkan. Penambahan konsentrasi gula yang berbeda menyebabkan nilai aroma yang berbeda nyata. Aroma selai jambu biji lembaran pada penelitian pendahuluan diduga dipengaruhi oleh konsentrasi gula. Konsentrasi gula pada selai jambu biji lembaran akan meningkatkan penerimaan kesukaan panelis terhadap aroma produk. Gula yang dipanaskan terus menerus hingga suhunya melampaui titik leburnya akan membentuk karamel Winarno 2008. Karamel merupakan salah satu hasil dari reaksi karamelisasi yang terjadi selama proses pengolahan. Reaksi karamelisasi terjadi apabila beberapa kondisi terpenuhi meliputi kondisi suhu tinggi 100-160 O C, keberadaan katalis berupa kondisi derajat keasaman basa, asam, garam atau tingkat kemurnian, keberadaan karbohidrat lain sukrosa, glukosa, fruktosa, dan fructose carbocation Quintas et al. 2007.

4. Rasa

Parameter rasa berbeda dengan aroma dan lebih banyak melibatkan panca indra pengecap. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa lain Winarno 2008. Uji sensori terhadap rasa pada penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi gula dan asam sitrat yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap rasa selai jambu biji lembaran. Nilai parameter rasa dari selai jambu biji lembaran dapat dilihat pada Gambar 16 yang menunjukkan penerimaan panelis terhadap rasa selai jambu biji lembaran yaitu berkisar antara 5,07 - 8,07 netral sampai amat suka. Hal ini memperlihatkan bahwa selai jambu biji lembaran disukai oleh panelis. Berdasarkan hasil uji Chisquare dengan Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perbedaan komposisi bahan penyusun selai gula dan asam sitrat mempengaruhi kesukaan panelis terhadap rasa Lampiran 10. Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript yang berbeda a,b,c,d menunjukkan berbeda nyata p0,05 Kode : Persen berat dari buah A1 : Gula 70, Asam sitrat 0,02 C1 : Gula 90, Asam sitrat 0,02 A2 : Gula 70, Asam sitrat 0,04 C2 : Gula 90, Asam sitrat 0,04 A3 : Gula 70, Asam sitrat 0,06 C3 : Gula 90, Asam sitrat 0,06 B1 : Gula 80, Asam sitrat 0,02 D1 : Gula 100, Asam sitrat 0,02 B2 : Gula 80, Asam sitrat 0,04 D2 : Gula 100, Asam sitrat 0,04 B3 : Gula 80, Asam sitrat 0,06 D3 : Gula 100, Asam sitrat 0,06 Gambar 16 Nilai rasa selai jambu biji lembaran. Selai jambu biji lembaran dengan penambahan gula 90 dan asam sitrat 0,04 menunjukkan nilai organoleptik rasa tertinggi 8,07 sedangkan perlakuan penambahan gula 70 dan asam sitrat 0,06 menunjukkan nilai rasa terendah 6.40 b 6.23 b 5.07 a 7.47 cde 7.53 de 6.17 b 7.97 e 8.07 e 6.37 b 6.63 bc 6.87 bcd 6.57 b 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C2 C3 D1 D2 D3 Nila i Org a n o leptik Perlakuan yaitu 5,07. Hasil uji lanjut Multiple Comparison rasa menunjukkan perbedaan perlakuan penambahan konsentrasi gula memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap rasa produk, sedangkan perlakuan konsentrasi asam sitrat dengan konsentrasi 0,02 dan 0,04 tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap rasa selai jambu biji lembaran. Penambahan asam sitrat dengan konsentrasi 0,06 menunjukkan nilai kesukaan panelis yang rendah terhadap parameter rasa produk. Kesukaan panelis terhadap rasa selai jambu biji lembaran meningkat seiring dengan penambahan konsentrasi gula, namun pada perlakuan gula dengan konsentrasi 100 menunjukkan penurunan nilai kesukaan panelis. Hal ini diduga konsentrasi gula 100 menghasilkan selai jambu biji lembaran dengan rasa kurang disukai karena melebihi tingkat kenormalan. Perlakuan penambahan gula 90 dan asam 0,04 menunjukkan tingkat penerimaan panelis terhadap rasa produk yang paling tinggi. Pada konsentrasi ini diduga merupakan komposisi yang tepat antara gula, asam sitrat dan agar-agar tepung.

5. Tekstur

Tekstur adalah sekelompok sifat fisik yang ditimbulkan oleh elemen struktural bahan pangan yang dapat dirasa oleh indera peraba, terkait dengan deformasi, disintegrasi dan aliran dari bahan pangan dibawah tekanan yang diukur secara obyektif oleh fungsi masa, waktu dan jarak de Man 1997. Tekstur makanan dapat didefinisikan sebagai cara bagaimana berbagai unsur komponen dan unsur struktur ditata dan digabung menjadi mikro dan makrostruktur dan pernyataan struktur ini keluar dalam segi aliran dan deformasi deMan 1997. Histogram uji sensori tekstur selai dapat dilihat pada Gambar 17. Berdasarkan hasil uji organoleptik selai jambu biji lembaran memiliki nilai kesukaan antara 5,23-8,10 netral sampai amat suka. Selai jambu biji lembaran yang memiliki tingkat penerimaan paling tinggi adalah selai dengan penambahan gula 90 dan asam sitrat 0,04, sedangkan selai jambu biji lembaran dengan tingkat penerimaan paling rendah adalah selai dengan penambahan gula 70 dan asam sitrat 0,06. Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript yang berbeda a,b,c,d menunjukkan berbeda nyata p0,05 Gambar 17 Nilai tekstur selai jambu biji lembaran. Gula sebagai humektan bersifat hidrofilik akan banyak menyerap air Manullang 1997. Penambahan gula juga berpengaruh pada kekentalan atau osmolalitas dan kekuatan gel yang terbentuk BeMiller Whistler 1996. Proses pemasakan selai dengan konsentrasi gula yang tinggi akan meningkatkan viskositas gel Maceiras et al. 2007. Semakin tinggi konsentrasi gula akan meningkatkan kesukaan panelis terhadap tekstur selai jambu biji lembaran. Semakin banyak gula yang terkandung dalam selai maka kesukaan panelis terhadap tekstur menjadi semakin tinggi. Namun penggunaan konsentrasi gula yang paling tinggi 100 dari berat buah menyebabkan nilai hedonik selai tersebut lebih rendah dan teskturnya tidak berbeda nyata dengan perlakuan selai dengan konsentrasi gula 70 dan 80. Hal ini diduga disebabkan konsentrasi gula yang cukup tinggi akan menyebabkan gel yang terbentuk kurang padat dan menyerupai sirup dan tidak seimbang dengan kandungan padatan Buckle et al. 1987. Selain itu jumlah gula yang berlebih dapat mengganggu kestabilan padatan dan larutan dalam adonan, gugus-gugus hidroksil agar-agar akan membentuk ikatan hidrogen selama pemasakan, yang selanjutnya akan mengalami folding atau colling dan membentuk heliks Manullang 1997. Gula akan bersaing dengan agar-agar dalam membentuk ikatan dengan air sehingga diduga cenderung akan membongkar jaringan micelles atau 6.33 bc 6.37 bc 5.23 a 7.13 cd 7.37 de 5.63 ab 8.07 e 8.10 e 6.40 bc 6.70 cd 6.47 bc 6.53 cd 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C2 C3 D1 D2 D3 Nila i Org a n o leptik Perlakuan dari three dimentional network gel agar. Penambahan gula 90 merupakan perlakuan yang tepat, karena tekstur selai jambu biji lembaran yang dihasilkan tidak terlalu kaku dan tidak terlalu lembek. Nilai derajat keasaman pH juga menentukan tekstur dari selai jambu biji lembaran. Penambahan asam sitrat 0,06 menunjukkan kesukaan panelis terhadap tekstur selai jambu biji lembaran yang rendah. Tesktur merupakan segi penting dari mutu makanan, terkadang lebih penting dari rasa dan warna. Namun tingkat kekenyalan suatu bahan pangan tidak selalu menggambarkan tingkat kesukaan panelis. Selama ini selai dikenal sebagai makanan semi basah dengan penampakan cair atau selai oles, sehingga tekstur selai jambu biji lembaran masih mengikuti tingkat penerimaan atau kesukaan panelis, yang selama ini telah terbiasa mengkosumsi selai oles. Tekstur yang sangat kenyal akan menurunkan penerimaan kegoman suatu bahan pangan energi yang diperlukan untuk menghancurkan makanan semi padat sehingga kondisinya siap ditelan. Kegoman lebih berkaitan dengan kekhasan dan kekohesifan suatu produk de Man 1997. Selai jambu biji lembaran yang memiliki komposisi gula, asam, serta agar-agar yang tepat akan menghasilkan tekstur yang baik dan sesuai dengan kesukaan panelis jika dikonsumsi bersama dengan roti.

4.1.3 Karakteristik kimia

1. Kadar gula Kandungan gula dipengaruhi oleh konsentrasi gula yang ditambahkan pada proses pembuatan selai jambu biji lembaran. Pada penelitian ini gula yang ditambahkan adalah sukrosa. Selama pemasakan, sukrosa dapat mengalami hidrolisis menjadi gula invert berupa glukosa dan fruktosa. Gula invert inilah yang terukur sebagai gula total de Man 1997. Hasil uji total kadar gula selai jambu biji lembaran disajikan pada Gambar 18. Penambahan gula juga berpengaruh pada kekentalan gel selai jambu biji lembaran. Pada kondisi jumlah padatan, air, gum serta asam yang seimbang, gula akan meningkatkan rigiditas dari selai. Gula bersifat higroskopis sehingga menyerap air bebas yang ada dalam selai. Keterangan menunjukka terhadap per Ko formula ak terlihat b 34,68 g10 jambu bij memiliki t 70. Kon terhadap menunjuk terhadap n P selai jamb selai deng 35,45 g10 total sela 32.0 32.5 33.0 33.5 34.0 34.5 35.0 35.5 36.0 T otal Gul a g 100 g : Huruf ‘a’a an tidak beda rlakuan penam Gam ondisi air y kan menyeb bahwa total 00 g hingga ji lembaran total gula le nsentrasi as kandungan kkan tidak a nilai total gu Penambahan bu biji lemb gan penamb 00g - 35,76 ai minimal 34.76 k 35 00 50 00 50 00 50 00 50 00 Gula 70 adalah hasil a nyata p0, mbahan gula y mbar 18 Tot yang cukup babkan nila l gula pad a 35,76 g1 n dengan p ebih tinggi d sam sitrat y total gula ada interak ula selai jam n jumlah gu baran. Sela bahan gula g100g ata adalah 5 5.05 l 35.45 m 35.77 n 0.02 Gula a uji lanjut Tu 05. Huruf yang menunjuk tal gula sela banyak da ai kekentala da selai ja 00 g. Hasil penambaha dari selai de yang berbe a dari sela ksi antara k mbu biji lem ula turut me ai terpilih d 90 dan au dengan ki 55 berat 34.68 k 35.04 l 3 0.0 Asam sit a 80 G a ukey terhadap k, l, m dan kkan beda nya ai jambu bij an konsentra an selai turu ambu biji l analisis gu an gula 10 engan penam da tidak m i jambu bi konsentrasi mbaran. eningkatkan dengan kons 100 deng isaran total basah Fa 35.45 m 35.76 n 04 trat Gula 90 p penambahan n adalah has ata p0,05. i lembaran. asi gula ya un. Berdasa lembaran ula total me 00 dari t mbahan gul memberikan iji lembara asam dan k n kandungan sentrasi gul gan rataan gula 35. achruddin 34.72 k 35.00 l 35.43 m 0.06 Gula 100 a n asam sitrat sil uji lanjut ang tinggi d arkan Gamb berkisar a enunjukkan total berat la 90, 80 pengaruh an. Hal ter konsentrasi n total gula la tertinggi nilai kadar Kandungan 2008. Ha 3 35.74 n t yang Tukey dalam bar 18 antara n selai buah dan nyata rsebut i gula pada yaitu r gula n gula al ini mengindikasikan bahwa selai jambu biji lembaran yang dihasilkan belum memenuhi syarat mutu selai. Namun kondisi inilah yang menjadikan selai dapat dibentuk menjadi lembaran, karena kandungan total gulanya yang rendah menyebabkan pembentukan tekstur selai lembaran yang kompak. 2. Derajat Keasaman pH Nilai pH adalah suatu nilai yang memberikan informasi tentang tingkat keasaman atau kebasaan suatu produk. Derajat atau tingkat keasaman larutan bergantung pada konsentrasi ion H + dalam larutan. Konsentrasi asam sitrat yang ditambahkan pada selai jambu biji lembaran adalah 0,02, 0,04 dan 0,06. Asam berfungsi untuk membantu sifat koloidal dari larutan selai, sehingga lembaran akan terbentuk lebih baik. Berdasarkan Gambar 19 dapat dilihat bahwa nilai pH semakin asam seiring dengan peningkatan konsentrasi asam sitrat yang ditambahkan. Nilai derajat keasaman selai jambu biji lembaran yang dihasilkan berkisar antara 3,63-3,90. Selai dengan perlakuan penambahan konsentrasi gula 70 dan asam sitrat 0,02 menunjukkan nilai pH yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan penambahan asam sitrat 0,04 dan 0,06 . Nilai rataan derajat keasaman pH pada selai jambu biji lembaran dapat dilihat pada Gambar 19. Selai dengan penambahan konsentrasi gula yang berbeda menghasilkan tingkat keasaman yang berbeda, walaupun perbedaannya tidak nyata. Semakin tinggi konsentrasi gula yang ditambahkan maka nilai keasaman cenderung menurun. Persentase gula yang semakin tinggi dan konsentrasi penggunaan asam sitrat yang rendah menyebabkan nilai pH selai jambu biji lembaran berbeda dari standar keasaman selai oles. Penggunaan konsentrasi asam sitrat 0,02 dan 0,04 sudah dapat berperan baik dalam menjaga pembentukan gel produk, sehingga lembaran selai menjadi tidak terlalu lembek. Derajat keasaman 3-4 mampu mengendalikan dan menjaga kestabilan pertumbuhan mikroorganisme produk. Kondisi selai dengan pH terlalu rendah atau terlalu asam dapat menyebabkan keluarnya air dari gel sineresis Manullang 1997. Keterangan menunjukka perlakuan pe N tidak lang memiliki tumbuh pa seperti kh 3,0-6,0 da T akan mem mikroorga pH norma kemampua menjadi op S jambu biji selai sebe sudah cuk lembaran maka aka 3.50 3.55 3.60 3.65 3.70 3.75 3.80 3.85 3.90 3.95 4.00 pH : Huruf a, b d an beda nyata enambahan gu Gam Nilai pH san gsung memp kisaran pH ada pH 6,0- hamir dan b an sering dis Tingkat kea mpengaruhi anisme bera al pertumb an mikroor ptimum unt Selai yang d i lembaran esar 3,1-3,5 kup untuk selai yang an menyeba 3.84 k 3.86 l 5 5 5 5 5 Gula a dan c adalah h a p0,05. H ula yang menu mbar 19 Ni ngat mempe pengaruhi d H optimum -8,0. Bebera bakteri asa sebut sebaga saman mem i fungsi en ada dalam li buhannya, k rganisme un tuk pertumb dihasilkan m tersebut le 5 Fachrudd memberika tidak terlal abkan tekstu 6 3.89 m 3.90 n 0,02 a 70 Gu a hasil uji lanjut Huruf k, l, m unjukkan beda lai pH selai engaruhi per daya awet b m untuk tu apa mikroo am laktat tu ai asidofil mpengaruhi nzim dan ngkungan y kemampuan ntuk berad buhannya J memiliki pH ebih tinggi din 2008. an rasa ya lu keras. Ji ur selai me 3.77 k 3.80 l 3 0,04 Asam sitr ula 80 b t Tukey terhad dan n adalah a nyata p0,0 i jambu biji rtumbuhan bahan pang umbuh. Ke rganisme d umbuh den Buckle et a pertumbuh transport n yang memil nnya untuk aptasi dan Jay 2000. H rendah yai dari kisaran Konsentras ang baik p ka konsentr enjadi sang 3.82 m 3.86 n 4 rat Gula 90 dap penambah h hasil uji lan 05. lembaran. mikroorgan gan. Setiap ebanyakan alam bahan ngan baik p al. 1987. han mikroor nutrisi ke iki pH di ba k tumbuh b mengubah itu 3,63-3,9 n pH optim si sitrat 0,0 ada selai d rasi asam d gat lembek 3.63 k 3.66 l 3.70 m 0,06 Gula 100 c han asam sitra njut Tukey ter nisme dan s mikroorgan mikroorgan n pangan ter pada kisara rganisme k dalam sel. awah atau d bergantung pH lingku 90. Nilai pH mum dari st 02 dan 0 dan memb ditingkatkan dan tidak 3.73 n at yang rhadap secara nisme nisme rtentu n pH karena Jika di atas pada ungan H selai andar 0,04 entuk n lagi dapat dibentuk menjadi lembaran. Hal tersebut disebabkan tidak seimbangnya antara jumlah buah, gula dan asam, sehingga terjadi sineresis yang menyebabkan lembaran selai tidak terbentuk.

4.1.4 Selai jambu biji lembaran terbaik berbasis indeks kinerja

Penambahan gula dan asam sitrat dengan konsentrasi yang berbeda merupakan perlakuan yang digunakan pada penelitian pendahuluan. Kriteria yang menjadi penilaian penting dalam pemilihan selai jambu biji lembaran adalah kriteria sensori, dan kimia, karena penambahan gula dan asam sitrat pada selai jambu biji lembaran berhubungan paling erat dengan kedua kriteria ini. Karakteristik dan nilai kepentingan parameter dari selai jambu biji lembaran dapat dilihat pada Tabel 13 Tabel 13 Karakteristik dan nilai kepentingan parameter selai jambu biji lembaran dengan pertimbangan parameter sensori dan kimia. No Parameter Dasar pertimbangan kepentingan Nilai 1 Rasa Penambahan gula dan asam merupakan faktor utama yang mempengaruhi rasa selai dan menjadi keputusan diterima atau tidaknya selai jambu biji lembaran 7 2 Tekstur Gula sebagai humektan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi tekstur, tekstur mempengaruhi tingkat kegoman selai jambu biji lembaran 6 3 Warna Gula dan asam akan mempengaruhi warna selai jambu biji lembaran, walaupun tingkat kesukaan akan menjadi sangat subjektif, bergantung dari tingkat kesukaan panelis 5 4 Penampakan Penampakan akan sedikit mempengaruhi penerimaan, hal ini berkaitan dengan warna, dan tekstur awal selai jambu biji lembaran 5 5 Aroma Penambahan gula dan asam sedikit mempengaruhi aroma selai jambu biji lembaran yang dihasilkan. 4 6 pH Peningkatan jumlah pemberian asam sitrat akan meningkatkan derajat keasaman, tapi belum tentu meningkatkan kesukaan 3 7 Total gula Konsentrasi pemberian gula akan meningkatkan kadar gula dari selai, tapi belum tentu meningkatkan kesukaan panelis 3 Pemberian nilai kepentingan pada parameter ditentukan oleh ahli. Nilai kepentingan dari masing-masing parameter juga ditentukan sesuai dengan tujuan penelitian. Selai jambu biji lembaran dengan nilai rasa tertinggi diberi score yang paling tinggi. Begitu pula dengan parameter sensori, serta kadar gula dan pH. Nilai bobot dikalikan dengan score akan menghasilkan nilai alternatif. Nilai alternatif tertinggi menunjukkan selai jambu biji lembaran yang terbaik. Hasil pembobotan parameter selai jambu biji lembaran dengan pertimbangan sensori dan kimia dapat dilihat pada Tabel 14. Penentuan nilai eigen dan penyusunan matriks bobot kepentingan dapat dilihat pada Lampiran 16. Tabel 14 menunjukkan bahwa penambahan gula 90 dan asam sitrat 0,04 menghasilkan total nilai pembobotan tertinggi 10,18 sehingga diberi peringkat pertama. Formula tersebut yang dipilih menjadi selai terpilih pada penelitian pendahuluan. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa jumlah gula yang diberikan pada selai akan bergantung dari jenis buah, tingkat keasaman dan tekstur yang dinginkan oleh panelis Fachruddin 2008. Tabel 14 Perangkingan dan pembobotan selai jambu biji lembaran Paremater A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C2 C3 D1 D2 D3 bobot Rasa 5 3 1 9 10 2 11 12 4 7 8 6 0.21 Tekstur 3 4 1 9 10 2 11 12 5 8 6 7 0.18 Warna 3 2 1 6 8 4 9 10 5 11 12 7 0.15 Penampakan 3 2 1 7 8 4 9 10 5 11 12 6 0.15 Aroma 2 1 3 4 5 6 7 8 9 11 12 10 0.12 pH 3 2 1 6 5 4 9 8 7 12 11 10 0.09 Gula 3 1 2 6 5 4 9 8 7 12 11 10 0.09 Total nilai 3.30 2.36 1.33 7.09 7.88 3.45 9.55 10.18 5.64 9.79 9.88 7.55 Rangking 10 11 12 7 5 8 4 1 9 3 2 6 70 Keterangan Kode : Persen berat dari buah A1 : Gula 70, Asam sitrat 0,02 C1 : Gula 90, Asam sitrat 0,02 A2 : Gula 70, Asam sitrat 0,04 C2 : Gula 90, Asam sitrat 0,04 A3 : Gula 70, Asam sitrat 0,06 C3 : Gula 90, Asam sitrat 0,06 B1 : Gula 80, Asam sitrat 0,02 D1 : Gula 100, Asam sitrat 0,02 B2 : Gula 80, Asam sitrat 0,04 D2 : Gula 100, Asam sitrat 0,04 B3 : Gula 80, Asam sitrat 0,06 D3 : Gula 100, Asam sitrat 0,06

4.2 Penelitian Utama

Produk selai jambu biji lembaran terpilih dari hasil penelitian pendahuluan merupakan formula dasar yang kemudian digunakan pada penelitian utama. Analisis dan penentuan formula terpilih pada penelitian utama ditentukan dengan beberapa pengujian meliputi uji hedonik, kekuatan gel, serat makanan dan nilai a w. Penambahan konsentrasi agar-agar tepung yang diberikan adalah 0.8, 0.9. 1.0, 1.1, 1.2,.

4.2.1 Karakteristik sensori

Uji hedonik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap selai jambu biji lembaran dengan perbedaan konsentrasi agar-agar tepung. Faktor utama yang diperhatikan adalah parameter sensori dari tekstur selai jambu biji lembaran, karena agar-agar sebagai gelling agent akan mempengaruhi pembentukan tekstur dari selai jambu biji lembaran. Namun parameter sensori lainnya seperti penampakan, rasa, aroma, dan warna tetap menjadi pertimbangan dalam penentuan formula terbaik dari selai jambu biji lembaran. a. Tekstur Uji tekstur adalah penginderaan yang dihubungkan dengan indera peraba atau sentuhan. Tekstur selai jambu biji lembaran memegang peranan penting dalam formulasi produk karena produk ini akan dikonsumsi beserta produk roti dan yang lainnya. Tingkat kesukaan dari tekstur selai harus disukai dan diterima oleh panelis, tidak terlalu lembek dan juga tidak terlalu keras. Nilai kesukaan tekstur selai lembaran dapat dilihat pada Gambar 20. Nilai sensori tekstur selai jambu biji lembaran berkisar antara 5,63-8,13. Nilai sensori tekstur selai jambu biji lembaran tertinggi terdapat pada selai dengan konsentrasi agar-agar tepung 0,9 sedangkan penambahan agar 1,2 menghasilkan nilai sensori tekstur yang paling rendah. Hasil uji chi-square dengan menggunakan Kruskal-Wallis, menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi agar memberikan pengaruh yang nyata terhadap tekstur selai jambu biji lembaran. Untuk mengetahui perlakuan yang memberikan pengaruh beda nyata, maka dilanjutkan dengan uji lanjut multiple comparisons. Gambar 20 Nilai tekstur selai jambu biji lembaran. Hasil uji lanjut multiple comparisons Lampiran 27 menunjukkan bahwa selai jambu biji lembaran dengan perlakuan konsentrasi agar-agar tepung 0,8, 0,9 dan 1 memiliki nilai tekstur yang berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi agar-agar 1,1 dan 1,2. Secara umum tekstur selai jambu biji lembaran dipengaruhi oleh konsentrasi agar-agar tepung yang digunakan. Agar- agar memiliki kemampuan membentuk jaringan triple heliks yang mampu merangkap air dan menurunkann aliran fluida dalam adonan yang menyebabkan peningkatan kekuatan gel dari selai. Semakin besar penambahan konsentrasi agar- agar tepung maka gel yang dihasilkan akan semakin kuat atau semakin kenyal Labropolus et al. 2002. Proses pencampuran agar-agar tepung dalam suatu larutan harus dilakukan dalam kondisi cepat karena proses ini memegang peranan penting dalam pembentukan sifat gel produk tersebut Ross 2005. Selain proses pencampuran, konsentrasi optimum juga memegang peranan penting dalam optimasi proses pembentukan gel. Penambahan agar-agar tepung pada konsentrasi yang paling tinggi 1,2 menyebabkan tekstur selai jambu biji lembaran yang dihasilkan cenderung keras sehingga kurang disukai panelis yang terbiasa dengan selai oles. Penambahan agar-agar tepung 0,9 menghasilkan tekstur selai jambu biji lembaran yang paling disukai oleh panelis. Tekstur selai jambu biji lembaran yang dihasilkan lebih elastis, tidak terlalu kenyal dan kompak. Sifat kegoman atau kunyah dari selai jambu biji lembaran menjadi penting disebabkan selai ini akan 7.80 c 8.13 c 6.40 b 5.67 a 5.63 a 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00

0.8 0.9

1 1.1 1.2 Nila i Org a n o leptik Konsentrasi Agar-agar Tepung 7.17 a 7.53 ab 7.87 bc 8.10 bc 8.20 c 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00

0.8 0.9

1 1.1 1.2 Nila i Org a n o leptik Konsentrasi Agar-agar Tepung dikonsumsi bersama roti sehingga tingkat kunyah dari selai tersebut paling tidak sama dengan selai oles yang cenderung bersifat basah dan mudah dikunyah. b. Penampakan Penampakan merupakan faktor utama yang diperhatikan oleh konsumen ketika ingin memperoleh atau mengkonsumsi suatu bahan pangan. Penampakan bersifat subjektif bergantung dari jenis produk, tingkat kesukaan konsumen, serta kewajaran kualitas suatu produk yang baik dalam pandangan konsumen. Nilai penampakan selai jambu biji lembaran dengan perlakuan konsentrasi agar-agar tepung yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 21. Gambar 21 Nilai penampakan selai jambu biji lembaran. Nilai sensori penampakan selai jambu biji lembaran berkisar antara 7.17 sampai 8.20 suka sampai sangat suka. Nilai rataan kesukaan panelis terhadap penampakan tertinggi terdapat pada perlakuan penambahan agar-agar tepung 1.2 dengan nilai 8.20, sedangkan nilai kesukaan penampakan terendah terdapat pada perlakuan penambahan agar 0,8. Hasil uji chi-square dengan menggunakan Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi agar-agar tepung memberikan pengaruh yang nyata terhadap penampakan selai jambu biji lembaran. Hasil uji khi-kuadrat parameter organoleptik selai jambu biji lembaran dapat dilihat pada Lampiran 22 . Untuk mengetahui perlakuan yang memberikan pengaruh beda nyata, maka dilanjutkan dengan uji lanjut multiple comparisons. Hasil uji lanjut multiple comparisons menunjukkan bahwa penambahan agar-agar tepung 0.8, 1, 1.2 memberikan 6.40 a 6.73 a 7.27 b 7.63 bc 7.87 c 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00

0.8 0.9

1 1.1 1.2 Rata-ra ta Warna Konsentrasi Agar-agar Tepung pengaruh yang nyata terhadap penampakan selai jambu biji lembaran yang dihasilkan. Hasil uji lanjut multiple comparisons parameter organoleptik selai jambu biji lembaran dapat dilihat pada Lampiran 27. Selai jambu biji lembaran dengan penambahan agar-agar tepung 1.2 merupakan produk yang paling disukai oleh panelis karena produk tersebut memiliki warna yang cerah, bentuk yang utuh dan rapih. Selai jambu biji dengan konsentrasi 0.8 menghasilkan penampakan selai yang berbeda nyata dengan perlakuan 1 dan 1.2. Hal ini karena pada penambahan agar 0.8 menghasilkan selai jambu biji lembaran yang kurang kompak dan utuh, tetapi lunak, lengket dan sulit dicetak sehingga penampakannya kurang disukai oleh panelis. Selai dengan konsentrasi agar 1.2 lebih disukai karena teksturnya lebih kompak. Penambahan agar-agar dalam industri pangan terutama bertujuan untuk mengubah cairan menjadi padatan yang elastis atau mengubah bentuk sol menjadi gel Imeson 2010. Selain itu agar-agar juga bersifat menyerap air sehingga membentuk larutan yang kental. c. Warna Warna menjadi faktor yang menarik dalam penerimaan suatu produk oleh panelis. Selai merupakan salah satu makanan semi basah yang banyak dikonsumsi bersama roti. Warna pada selai jambu biji lembaran dipengaruhi oleh warna merah muda dari jambu biji. Adapun hasil penilaian kesukaan dari panelis terhadap warna selai jambu biji lembaran dapat dilihat pada Gambar 22. Gambar 22 Nilai warna selai jambu biji lembaran. Berdasarkan Gambar 22 diketahui bahwa rataan nilai kesukaan warna selai jambu biji lembaran berkisar antara 6.40 - 7.87 suka sampai sangat suka. Nilai kesukaan warna tertinggi terdapat pada selai jambu biji lembaran dengan perlakuan 1,2 agar-agar tepung sedangkan penambahan agar-agar tepung sebesar 0.8 memberikan nilai kesukaan warna sensori yang paling rendah walaupun range dari kelima perlakuan tersebut tidak terlalu berbeda dan masih disukai oleh panelis. Hasil uji chi -square menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi agar-agar tepung memberikan pengaruh yang nyata terhadap warna selai jambu biji lembaran. Hasil uji lanjut multiple comparisons juga membuktikan bahwa perlakuan 0.8 , 0.9 , 1.0 dan 1.2 memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap warna selai jambu biji lembaran. Agar-agar tepung sebagai hidrokoloid mampu menyerap air humektan sehingga menyebabkan kandungan air di dalam larutan berkurang karena telah terperangkap dalam pola jaringan tiga dimensi dalam pembentukan gel Manullang 1997. Jumlah air yang berkurang dengan suhu pemanasan yang tetap menyebabkan perubahan warna atau pencoklatan pada adonan. Warna selai dengan konsentraasi agar tertinggi cenderung lebih gelap dibandingkan selai lainnya. Hal tersebut karena perubahan warna menjadi merah tua atau lebih coklat merupakan warna yang disukai oleh panelis. d. Aroma Aroma merupakan parameter tersendiri dalam suatu produk pangan yang memegang peranan penting. Aroma dihasilkan dari senyawa-senyawa volatil yang dikandung dari bahan-bahan yang menyusun suatu produk pangan. Parameter aroma menentukan penerimaan konsumen karena aroma atau rangsangan bau menjadi impuls yang akan menuju ke syaraf penciuman dan menggambarkan tentang karakteristik suatu produk. Aroma dari selai jambu biji lembaran dipengaruhi oleh karakteristik buah yang digunakan, gula dan asam. Adapun nilai penerimaan kesukaan aroma dari selai jambu biji lembaran dapat dilihat pada Gambar 23. Nilai sensori aroma selai jambu biji lembaran berkisar antara 7,03-7,30 suka. Nilai aroma tertinggi 7,30 terdapat pada selai jambu biji lembaran dengan perlakuan penambahan agar 1,2 sedangkan penambahan agar 0,8 menunjukkan kesukaan aroma yang lebih rendah 7,03 dibandingkan selai lainnya walaupun perbedaan kisaran nilai kesukaan panelis antar perlakuan tidak berbeda nyata. Gambar 24 Nilai aroma selai jambu biji lembaran. Hasil uji chi-square dengan menggunakan Kruskal-Wallis, menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi agar-agar tepung tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap aroma selai jambu biji lembaran yang dihasilkan taraf nyata 0,05. Agar-agar tepung tidak memiliki aroma yang khas atau beraroma netral Winarno 1996, sehingga penambahan agar-agar pada selai jambu biji lembaran tidak memberikan aroma yang menyimpang. Aroma dari selai banyak didominasi oleh aroma khas dari jambu, gula dan asam yang digunakan. Aroma selai masih memiliki aroma jambu, walaupun selama proses pemasakan banyak komponen volatile aroma yang hilang. Namun agar-agar sebagai gel agent juga berperan memerangkap flavour dan menghambat proses terlepasnya aroma dari sistem emulsi Piazza and Benedetti 2009. e. Rasa Rasa merupakan faktor utama diterima atau tidaknya suatu produk pangan, walaupun suatu produk pangan memiliki penampakan yang menarik, namun rasa akan menjadi faktor akhir yang menentukan diterimanya atau tidaknya suatu 7.17 a 7.23 a 7.27 a 7.10 a 7.20 a 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00

0.8 0.9

1 1.1 1.2 Nila i Org a n o leptik Konsentrasi Agar-agar Tepung produk oleh konsumen. Nilai penerimaan panelis terhadap parameter rasa dapat dilihat pada Gambar 24. Gambar 24 Nilai rasa selai jambu biji lembaran. [ Nilai rasa selai jambu biji lembaran berkisar antara 6,83-7,20. Nilai rasa tertinggi terdapat pada selai jambu biji lembaran dengan penambahan agar-agar tepung 0,9 sedangkan nilai selembaran dengan penambahan agar 1,2 menunjukkan nilai sensori rasa yang paling rendah. Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi agar-agar tepung tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap rasa selai jambu biji lembaran yang dihasilkan. Agar-agar tepung tidak memiliki rasa yang khas atau memiliki rasa netral, sehingga penambahan agar-agar tepung dalam formulasi selai jambu biji lembaran dengan kisaran 0,8 hingga 1,2 tidak memberikan pengaruh terhadap rasa produk. Agar-agar yang baik adalah agar-agar yang tidak memiliki rasa yang mencolok dan atau tidak berasa sama sekali Winarno 1996. Hal ini untuk menghindari terpengaruhnya rasa suatu produk oleh agar-agar tepung, yang biasanya hanya merupakan food additives dan diberikan dalam jumlah yang terbatas.

4.2.2 Kekuatan gel

Kekuatan gel merupakan daya tahan bahan untuk pecah akibat gaya tekan yang diberikan. Kekuatan gel selai jambu biji lembaran diukur dengan menggunakan tekstur analyser TA-XT21, dengan diameter slinder 1 inchi 2,54 cm dan kecepatan penekanan 1,5 mms. Hasil pengukuran kekuatan gel 7.20 a 7.30 a 7.13 a 7.10 a 6.83 a 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00

0.8 0.9

1 1.1 1.2 Nila i Org a n o leptik Konsentrasi Agar-agar Tepung pada selai jambu biji lembaran dapat dilihat pada Lampiran 28. Nilai kekuatan gel yang besar menunjukkan bahwa kondisi selai jambu biji lembaran tersebut cukup kenyal. Semakin lunak selai jambu biji lembaran maka semakin kecil kekuatan gelnya. Nilai kekuatan gel selai jambu biji lembaran berkisar antara 185,20-379,42 g f cm 2 . Nilai kekuatan gel tertinggi terdapat pada selai jambu biji lembaran dengan penambahan agar 1,2 yaitu 379,42g f cm 2 . Sedangkan penambahan agar 0,8 memberikan nilai kekuatan gel 185,20 g f cm 2 . Umumnya semakin tinggi penambahan konsentrasi agar-agar tepung, maka kekuatan gel semakin tinggi. Hal ini dapat dilihat dari kekuatan gel selai lembar pada penambahan agar 0,8 lebih kecil dibanding kekuatan gel selai jambu biji lembaran yang lainnya dari penambahan agar 0,9 . Nilai rataan kekuatan gel selai jambu biji lembaran pada setiap konsentrasi agar-agar tepung yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 25. Hasil uji F menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi agar-agar tepung memberikan pengaruh yang nyata terhadap kekuatan gel selai jambu biji lembaran. Hasil analisis ragam terhadap kekuatan gel dapat dilihat pada Lampiran 29. Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript yang berbeda a,b,c,d menunjukkan berbeda nyata p0,05 Gambar 25 Nilai kekuatan gel selai jambu biji lembaran. 185.20 a 225.92 b 276.78 c 350.60 d 379.42 e 0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 300.00 350.00 400.00

0.8 0.9

1 1.1 1.2 Kekuatan Gel gfcm2 Persentasi Agar-agar Tepung Hasil uji Tukey menunjukkan bahwa semua perlakuan memberikan pengaruh yang nyata terhadap kekuatan gel selai jambu biji lembaran. Umumnya semakin tinggi agar-agar tepung yang digunakan, maka akan semakin tinggi kekuatan gel. Penambahan agar-agar tepung dalam industri pangan bertujuan untuk pembentuk gel, pemantap emulsi, pengental, pengikat air dan pelapis. Agar juga berguna untuk mengubah cairan menjadi padatan yang elastis atau mengubah bentuk sol menjadi gel Imeson 2010. Kekuatan gel selai jambu biji lembaran dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu tingkat kemurnian dari agar-agar tepung yang digunakan, konsentrasi agar, konsentrasi gula, dan konsentrasi asam yang ditambahkan. Agar-agar tepung dengan tingkat gel atau kekuatan gel yang baik akan menghasilkan produk yang baik pula. Selain agar-agar tepung, gula dan asam juga mempengaruhi kekuatan gel dari selai jambu biji lembaran. Proses pencampuran agar dalam larutan dilakukan dengan kondisi yang cepat. Hal ini sebagaimana dilaporkan oleh Shin et al. 2002 bahwa proses mixture agar-agar bersama air haruslah dilakukan dengan cepat. Kecepatan pencampuran mixture memegang peranan penting dalam proses pembentukan gel. Tanpa proses pengadukan atau pengadukan secara lambat low mix menyebabkan porositas dari gel menjadi rapuh, sehingga menurunkan kekuatan gel agar-agar Ross et al. 2006 Sifat agar-agar yang bersifat higroskopis adalah menyerap kandungan air bebas yang ada pada selai dan menyebabkan konsistensi selai berubah dari bentuk cair menjadi lembaran yang kompak. Proses skema gelling agar-agar dapat dilihat pada Gambar 26. Selama proses pemasakan air akan membentuk ikatan hidrogen dengan gugus-gugus hidroksil agar-agar Gambar 26a. Lapisan molekul air yang menyelimuti agar-agar akan terarah dan termobilisasi membantu proses kelarutan dan dispersi hidrokolid tersebut. Kondisi yang asam akan membantu dalam memutus ikatan intermolekul sehingga molekul agar dapat terdispersi Gambar 26b. Selanjutnya apabila molekul agar-agar mengalami folding atau colling maka molekul tersebut bergabung membentuk heliks. Jika bereaksi dengan agar-agar lain maka akan terbentuk double heliks Gambar 26c. Gambar 26 Skema proses pembentukan gel agar-agar Manullang 1997. Proses merenggang dan merapatnya molekul helix menyebabkan struktur tersebut mengarah ke molekul lain membentuk micelles Gambar 27d, Gambar 26e. Bagian micelles ini akan menjadi hidrofobik, karena air yang terikat tergantikan dengan intermolekul hidrogen. Apabila cukup banyak agar-agar bertaut dalam micelles pada beberapa bagian maka akan terbentuklah three dimentional network . Dengan bertambahnya konsentrasi agar-agar yang diberikan maka kontribusi terbentuknya micelles akan semakin meningkat. Hal ini menyebabkan semakin banyak molekul H 2 O yang terperangkap didalamnya dan membuat gel lebih baik empuk. Oleh karena itu semakin tinggi konsentrasi agar- agar yang digunakan pada selai jambu biji lembaran maka kekuatan gel akan semakin tinggi.

4.2.3 Serat makanan

Serat pangan tersusun dari polisakarida non-pati seperti selulosa dan berbagai komponen yang berasal dari tumbuhan seperti dekstrin, inulin, lignin, kitin, pektin, betaglukan, dan oligosakarida Cho dan Dreher 2001. Jambu biji juga merupakan buah yang memiliki kandungan serat yang tinggi, yaitu sebesar 1.0105 a 1.0851 a 1.3542 b 1.5131 c 1.5918 c 0.0000 0.2000 0.4000 0.6000 0.8000 1.0000 1.2000 1.4000 1.6000 1.8000

0.8 0.9

1 1.1 1.2 Total Serat Pangan Konsentrasi Agar-agar Tepung 5,60 mg100 g Wirakusumah 1998. Berdasarkan hasil penelitian kadar serat makanan dari selai jambu biji lembara berkisar antara 1,01 sampai 1,59. Kadar serat makanan pada selai lembaran dari tiap perlakuan penambahan agar- agar tepung dapat dilihat pada Gambar 27. Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript yang berbeda a,b,c,d menunjukkan berbeda nyata p0,05 Gambar 27 Total serat makanan selai jambu biji lembaran. Gambar 27 memperlihatkan bahwa semakin tinggi agar-agar tepung yang digunakan maka akan semakin tinggi pula kadar serat makanan dari selai lembaran. Penambahan agar-agar 1,2 menunjukkan nilai tertinggi untuk kadar serat sebesar 1,59 . Sedangkan kadar serat pangan terendah diperoleh dari selai dengan penambahan agar-agar tepung 0,8. Berdasarkan hasil uji F menggunakan ANOVA, memperlihatkan bahwa perbedaan konsentrasi agar-agar memberikan pengaruh yang nyata terhadap kandungan total serat makanan Lampiran 31. Penambahan agar-agar tepung 0,8 dan 0,9 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap nilai serat makanan dari selai lembaran, begitupun dengan penambahan agar-agar tepung 1,1 dan 1,2 . Secara umum penambahan konsentrasi agar-agar tepung meningkatkan jumlah serat pangan yang terkandung dalam selai jambu biji lembaran.

4.2.4 Water activity a

w Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan mikroorganisme yang dinyatakan dalam water actifity a w atau aktifitas air., yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Berbagai mikroorganisme mempunyai a w minimal agar dapat tumbuh dengan baik. Water activity a w mempengaruhi aktifitas metabolisme mikroorganisme, resistensi dan daya tahan Skinner dan Huga 1976. Selain itu kandungan aktifitas air a w dalam makanan dideskripsikan sebagai “batasan” kandungan air dalam makanan yang dapat diukur, dimana keberadaannya sebagai cairan yang banyak berperan dalam terjadinya reaksi kimia dan biokimia yang ada dalam suatu bahan Barbosa-Cánovas et al. 2007. Hasil pengukuran nilai a w selai dapat dilihat pada Gambar 28. Selai jambu biji lembaran merupakan produk semi basah atau Intermediate mouisture food IMF karena nilai a w -nya berkisar antara 0,852 – 0,893. Hal ini sesuai kriteria Barbosa- Cánovas et al. 2007 yang menyatakan bahwa IMF merupakan pangan semi basah yang memiliki a w yang berkisar antara 0,6-0,9. Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript yang berbeda a,b,c,d menunjukkan berbeda nyata p0,05 Gambar 28 Nilai Water activity a w selai jambu biji lembaran. Berdasarkan hasil analisis uji F dengan ANOVA maka diketahui bahwa penambahan agar-agar tepung dengan konsentrasi yang berbeda mempengaruhi nilai a w selai jambu biji lembaran. Berdasarkan hasil uji lanjut Multiple Comparison terlihat bahwa selai jambu biji lembaran dengan penambahan agar- agar tepung 0,8 menunjukkan nilai a w yang berbeda nyata terhadap penambahan agar-agar tepung 1 dan 1,2 . Hal ini disebabkan perbedaan konsentrasi agar- 0.893 d 0.880 cd 0.872 bc 0.861 ab 0.852 a 0.800 0.810 0.820 0.830 0.840 0.850 0.860 0.870 0.880 0.890 0.900

0.8 0.9

1 1.1 1.2 Activity of Water aw Persentasi Tepung Agar agar tepung yang ditambahkan. Agar-agar yang terdapat dalam selai jambu biji lembaran berfungsi sebagai koloid hidrofilik gel mampu memerangkap air bebas, sehingga air bebas dalam bahan pangan yang dibutuhkan oleh mikroorganisme semakin rendah a w rendah dikarenakan terperangkap dalam micelles atau double helix network dari molekul agar-agar. Telah diketahui bahwa agar bersifat higroskopis sehingga bersama dengan gula akan menyerap air dari dalam bahan. Air akan membentuk ikatan hidrogen dengan gugus hidroksil dan akan terarah dan termobilisasi. Hal ini yang akan membantu peningkatan kelarutan dan dipersi agar dalam larutan Manullang 1997. Selai jambu biji lembaran dengan penambahan agar-agar tepung paling besar yaitu 1,2 memiliki nilai aktifitas air atau a w yang paling rendah dibandingkan dengan semua penambahan konsentrasi agar-agar. Selai jambu biji lembaran dengan penambahan agar-agar tepung paling rendah yaitu 0,8 memiliki nilai a w yang paling tinggi yaitu 0,893. Stabilitas mikroorganisme pada produk selai dipengaruhi oleh a w . Nilai a w optimum untuk selai adalah sekitar 0,75-0,83 Buckle et al. 1987. Perbedaan nilai a w rataan dari selai jambu biji lembaran menyebabkan jenis mikroorganisme yang tumbuh serta penentuan daya awet produknya pun berbeda. Karena setiap mikroorganisme memiliki kisaran a w optimum yang berbeda-beda untuk pertumbuhannya. Nilai a w rendah mampu menurunkan kecepatan pertumbuhan mikroorganisme karena fase lag pertumbuhan dapat diperpanjang serta dapat menurunkan sintesa sel Jay 2000 . Namun berdasarkan Barbosa-Cánovas et al. 2007, kisaran a w yang ada pada produk selai jambu biji lembaran ini masih dalam selang produk semi basah kapang dan khamir merupakan mikroorganisme yang optimum tumbuh pada kisaran nilai a w tersebut.

4.2.5 Selai jambu biji lembaran terbaik berbasis indeks kinerja

Salah satu teknik pengambilan keputusan berbasis indeks kinerja adalah teknik atau metode Bayes. Metode Bayes merupakan salah satu teknik yang dapat dipergunakan untuk melakukan analisis dalam pengambilan keputusan terbaik dari sejumlah alternatif dengan tujuan menghasilkan perolehan yang optimal Marimin 2004. Penambahan agar-agar tepung dengan konsentrasi yang berbeda-beda merupakan perlakuan yang digunakan pada penelitian utama. Kriteria yang menjadi penilaian penting dalam pemilihan selai jambu biji lembaran adalah kriteria sensori, fisik, dan kimia. Penentuan formula selai jambu biji lembaran terpilih dilakukan dengan pertimbangan, parameter sensori, fisik dan kimia. Pertimbangan ini menghasilkan formula selai jambu biji lembaran terpilih, yaitu penambahan agar-agar tepung dengan konsentrasi 0,9. Karakteristik dan nilai kepentingan parameter selai jambu biji lembaran dengan pertimbangan parameter sensori dan kimia dapat dilihat pada Tabel 15. Pemberian nilai kepentingan pada parameter tersebut diperoleh dari penentuan oleh ahli. Nilai kepentingan dari masing-masing parameter juga ditentukan sesuai dengan tujuan penelitian. Selai jambu biji lembaran dengan nilai rasa dan tekstur tertinggi diberi score yang paling tinggi. Begitu pula dengan parameter serat, kadar gula dan pH. Nilai bobot dikalikan dengan score akan menghasilkan nilai alternatif. Nilai alternatif tertinggi menunjukkan selai jambu biji lembaran yang terbaik. Hasil pembobotan selai jambu biji lembaran dengan pertimbangan parameter sensori dan kimia dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 15 Karakteristik dan nilai kepentingan parameter selai jambu biji lembaran dengan pertimbangan parameter sensori dan kimia No Parameter Dasar pertimbangan kepentingan Nilai kepentingan 1 Rasa Walaupun penambahan agar-agar tepung tidak mempengaruhi rasa secara umum, namun rasa tetap merupakan faktor utama yang mempengaruhi keputusan diterima atau tidaknya selai jambu biji lembaran 8 2 Tekstur Agar menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi tekstur, tekstur nantinya akan mempengaruhi tingkat kegoman dari selai jambu biji lembaran. 8 3 Warna Warna menjadi parameter penting dalam penilaian, walaupun tingkat kesukaan akan menjadi sangat subjektif, bergantung dari tingkat kesukaan panelis 7 4 Penampakan Penampakan akan sedikit mempengaruhi penerimaan, hal ini berkaitan dengan warna, dan tekstur awal selai jambu biji lembaran 6 5 Aroma Aroma merupakan salah satu faktor yang mampu menarik daya terima konsumen terhadap selai. 5 6 Serat Peningkatan jumlah pemberian agar-agar tepung akan meningatkan total serat pangan 4 7 Gel Peningkatan jumlah pemberian agar-agar tepung akan meningktakan kekuatan gel, tapi belum tentu meningkatkan kesukaan panelis 4 8 a w Nilai a w menjadi penting karena dipengaruhi konsentrasi agar, juga merupakan salah satu faktor penentu keawetan selai yang dihasilkan 4 Peringkat pertama merupakan perlakuan terpilih dalam penelitian ini yang menghasilkan selai jambu biji lembaran terbaik dan paling disukai oleh panelis. Hasil pembobotan selai jambu biji lembaran dengan pertimbangan parameter sensori, kimia dan fisik dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Pembobotan selai jambu biji lembaran metode Bayes Parameter Persentase Agar-agar tepung Nilai bobot

0.8 0.9

1 1.1 1.2 Rasa 4 5 3 2 1 0.1739 Tekstur 4 5 3 2 1 0.1739 Warna 1 2 3 4 5 0.1522 Penampakan 1 2 3 4 5 0.1304 Aroma 2 4 5 1 3 0.1087 Serat 1 2 3 4 5 0.0870 Gel 1 2 3 4 5 0.0870 a w 5 4 3 2 1 0.0870 Total nilai 2.50 3.43 3.21 2.80 3.04 Rangking 5 1 2 4 3 Tabel 16 menunjukkan bahwa penambahan agar-agar tepung 0,9 menghasilkan total nilai pembobotan tertinggi 3.43, sehingga merupakan peringkat terpilih. Hal ini sesuai dengan rataan tertinggi yang diperoleh pada uji hedonik pada selai jambu biji lembaran. Agar-agar tepung membantu dalam meningkatkan kekuatan gel selai sehingga dapat terbentuk menjadi lembaran, namun rasa dan tekstur selai jambu biji lembaran menjadi parameter utama dalam penentuan konsentrasi terbaik dalam formulasi.

4.3 Pendugaan Umur Simpan

Produk terbaik dari formulasi selai jambu biji lembaran digunakan sebagai formula tetap dalam pendugaan umur simpan selai. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui umur simpan dari produk selai jambu biji lembaran terbaik dengan metode Akselerasi. Parameter yang diuji adalah nilai rataan sensori atau penerimaan hedonik dari panelis selama masa penyimpanan dan nilai total kapang. Parameter sensori juga akan menentukan diterima atau ditolaknya suatu produk. Pengujian mikrobiologis yang dilakukan adalah pengujian total kapang. Secara umum pertumbuhan kapang dan khamir merupakan penyimpangan utama yang pertama kali terlihat dan dapat dideteksi secara visual pada produk selai. Selai jambu biji lembaran memiliki nilai a w 0,852-0,893 sehingga berdasarkan Barbosa-Cánovas et al. 2007 pada selang a w 0,8-0,87 secara keseluruhan tidak ada bakteri pathogenic yang tumbuh. Kebanyakan kapang mulai tumbuh pada selang a w ini dan pada selang a w 0,87-0,90 merupakan a w optimum pertumbuhan khamir dan kapang, selain itu toxin yang dihasilkan kapang banyak dihasilkan pada selang a w tersebut. Oleh karena itu, parameter total kapang dapat menjadi salah satu aspek utama yang diperhatikan dalam penentuan pendugaan umur simpan selai jambu biji lembaran. Perhitungan atau pendugaan umur simpan produk selai menggunakan metode akselerasi model Arrhenius. Parameter yang diukur selama penyimpanan adalah nilai total kapang dan nilai hedonik sebagai pembanding. Titik kritis nilai total kapang pada produk selai berkisar antara suhu optimum pertumbuhannya pada suhu ruang dan maksimum pada suhu 30-37 C Jay 2000. Kapang merupakan kontaminan utama yang penting di olahan buah. Spora kapang akan inaktif selama proses pemasakan, namun akan kembali aktif dalam kondisi optimumnya Nieminen et al. 2008. Kapang merupakan jenis jamur multiseluler yang bersifat aktif karena merupakan organisme saprofit dan mampu memecah bahan-bahan organik kompleks menjadi bahan yang lebih sederhana, di bawah mikroskop dapat dilihat bahwa kapang terdiri dari benang yang disebut hifa, kumpulan hifa ini dikenal sebagai miselium. Kapang melakukan reproduksi dan penyebaran menggunakan spora. Spora kapang terdiri dari dua jenis, yaitu spora seksual dan spora aseksual. spora aseksual dihasilkan lebih cepat dan dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan spora seksual. Spora aseksual memiliki ukuran yang kecil diameter 1-10 μm dan ringan, sehingga penyebarannya umumnya secara pasif menggunakan aliran udara Kuhn et al. 2003. Pada selai jumlah kapang yang disyaratkan adalah maksimal 5x10 1 BSN 2008. Selain parameter mikrobiologis kemunduran mutu dari selai jambu biji lembaran juga dilihat dari nilai penerimaan sensori selama penyimpanan pada beberapa suhu yang berbeda. 1 Uji Sensori Penyimpanan Uji hedonik dilakukan untuk mengetahui sejauh mana selai jambu biji lembaran dengan perbedaan suhu penyimpanan dapat diterima oleh panelis. Faktor utama yang diperhatikan adalah parameter sensori penampakan, rasa, aroma, tekstur dan warna. a. Penampakan Penampakan merupakan faktor utama yang diperhatikan oleh konsumen ketika ingin memperoleh atau mengkonsumsi suatu bahan pangan. Penampakan selai jambu biji lembaran selama masa penyimpanan akan berbeda pada tiap selang suhu yang diberikan. Nilai rataan penampakan selai jambu biji lembaran untuk setiap perbedaan suhu penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 29. Gambar 29 Nilai penampakan selai jambu biji lembaran. Nilai sensori penampakan selai jambu biji lembaran pada uji organoleptik awal berkisar antara 7.97-7.33 suka sampai sangat suka. Nilai rataan penampakan tertinggi terdapat pada perlakuan suhu penyimpanan terendah yaitu 20 C dan diikuti dengan penampakan pada suhu 25 C dan 30 C. Penampakan selai jambu biji lembaran cenderung menurun tiap harinya. Semakin lama masa penyimpanan maka kemunduran mutu dari selai semakin tinggi, hal ini mempengaruhi penampakan selai jambu biji lembaran. Hasil uji chi-square dengan menggunakan Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa perbedaan suhu penyimpanan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap penampakan selai jambu biji lembaran yang dihasilkan taraf nyata 0,05. Hasil uji khi-kuadrat parameter organoleptik selai jambu biji lembaran dapat dilihat pada Lampiran 40. 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 20 25 30 Nila i Org a n o leptik Suhu Penyimpanan C Berdasarkan hasil organoleptik diketahui semakin lama masa penyimpanan dan semakin tinggi suhu penyimpanan selai, penampakan selai semakin tidak disukai oleh panelis walaupun selai jambu biji lembaran masih dianggap netral skor 5. Hal ini disebabkan umumnya bahan pangan semi basah yang disimpan pada suhu diatas suhu ruang penampakannya akan menjadi lebih gelap Mucthadi et al. 1979. Selain itu kerusakan atau kemunduran mutu dari bahan pangan disebabkan oleh meningkatnya reaksi biokimia dan mikrobiologi yang ada dalam produk dimana peningkatan 10 C suhu akan mempercepat reaksi sebesar dua kali. Kerusakan akan kapang dan khamir juga sangat terlihat dimana pada pengambilan selai pada hari ke-12, permukaan selai telah banyak ditumbuhi kapang. Selain itu pada penyimpanan suhu 30 C terlihat selai jambu biji lembaran telah banyak mengalami kerusakan fisik terutama kehilangan aroma dan kerusakan warna. b. Warna Warna merupakan faktor yang menarik dalam penerimaan suatu produk oleh panelis. Selai sebagai salah satu makanan semi basah yang bahan utamanya adalah buah dan gula, warna dari selai dipengaruhi dari warna buah yang digunakan. Warna merah pada selai jambu biji lembaran dipengaruhi oleh warna merah muda dari jambu biji. Adapun hasil rataan kesukaan dari panelis terhadap warna selai jambu biji lembaran selama masa penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 30. Berdasarkan Gambar 30 terlihat bahwa rataan kesukaan warna oleh panelis 8.07 - 7.73 suka – sangat suka. Nilai warna tertinggi terdapat pada penyimpanan di hari ke 3, 5 dan 7. Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa perbedaan suhu penyimpanan selai jambu biji lembaran memberikan pengaruh yang nyata terhadap warna selai jambu biji lembaran. Gambar 30 Nilai warna selai jambu biji lembaran. Secara umum semakin lama penyimpanan maka warna selai cenderung tidak disukai oleh panelis, begitupun dengan semakin tinggi suhu penyimpanan menyebabkan perubahan warna selai jambu biji lembaran semakin cepat. Pada umumnya bahan pangan yang disimpan pada suhu lebih dari suhu ruang dalam waktu yang lama cenderung akan mengalami perubahan warna menjadi lebih gelap. Perubahan tersebut bisa disebabkan oleh reaksi pencoklatan, baik enzimatik maupun nonenzimatik Muchtadi 2008. c. Aroma Aroma merupakan parameter penting dalam suatu produk pangan yang memegang peranan penting, aroma dihasilkan dari senyawa-senyawa volatil yang terkandung dari bahan yang menyusun suatu produk pangan. Nilai sensori aroma selai jambu biji lembaran berkisar antara 3,97-7,93 selama masa penyimpanan pada tiga suhu yang berbeda. Nilai aroma tertinggi terdapat pada selai jambu biji lembaran pada penyimpanan awal. Adapun nilai penerimaan parameter aroma selai jambu biji lembaran oleh panelis dapat dilihat pada Gambar 31. 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 20 25 30 Nila i Org a n o lepik Suhu Penyimpanan C Gambar 31 Nilai aroma selai jambu biji lembaran. Selama penyimpanan penerimaan terhadap aroma juga menurun. Hasil uji chi- square dengan menggunakan Kruskal-Wallis, menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi agar-agar tepung tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap aroma selai jambu biji lembaran yang dihasilkan taraf nyata 0,05. Selai jambu biji lembaran pada penyimpanan hari ke 9 hingga ke 15 mengalami kemunduran mutu, hal ini mengakibatkan aroma dari selai jambu biji lembaran juga ikut turun . Aroma khas selai cenderung menurun, hal ini diduga diakibatkan oleh aktifitas mikroba yang semakin meningkat di penyimpanan suhu ruang dalam waktu yang cukup lama. d. Rasa Rasa merupakan faktor utama diterima atau tidaknya suatu produk pangan, rasa memegang peranan utama dari suatu produk pangan. Kemundruan mutu akan langsung diterima dalam bentuk rasa yang tidak normal. Nilai rataan penerimaan panelis terhadap parameter rasa selama masa penyimpanan pada tiga suhu yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 32. 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 20 25 30 Nila i Org a n o leptik Suhu Penyimpanan C Gambar 32 Nilai rasa selai jambu biji lembaran. Nilai rasa selai jambu biji lembaran berkisar antara 4,17-7,90 selama masa penyimpanan. Nilai sensori rasa tertinggi terdapat pada awal penyimpanan selai jambu biji lembaran. Hasil uji chi-square menggunakan Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa perbedaan suhu penyimpanan memberikan pengaruh terhadap rasa selai jambu biji lembaran yang dihasilkan. Berdasarkan hasil uji organoleptik terlihat bahwa semakin tinggi suhu dan semakin lama masa penyimpanan nilai rataan rasa menurun. Rasa manis selai di awal penyimpanan akan mulai hilang di akhir penyimpanan pada suhu 30 C, hal ini diduga karena aktifitas mikroba yang ada dalam selai telah meningkat jumlahnya. Mikroba memanfaatkan kadar gula yang cukup tinggi sebagai nutrisi hidupnya, yang akhirnya akan secara tidak langsung mempengaruhi rasa dari selai jambu biji lembaran. Keberadaan mikroba, khususnya kapang dan khamir dapat mendegradasi makromolekul karbohidrat, protein dan lipida menjadi senyawa-senyawa organik. Molekul gula dan karbohidrat lainnya dapat berubah manjadi asam akibat adanya metabolisme karbohidrat menjadi asam dan alkohol deMan 1997. Hasil pemecahan suatu komponen kimia yang terdapat di dalam substrat berbeda-beda bergantung pada jenis substrat dan spesies mikrobanya. Pemecahan karbohidrat oleh mikroba dapat menghasilkan asam-asam organik asam laktat, asetat, butirat, atau propionat, produk-produk netral aseton, butil alkohol, atau etil alkohol, dan 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 20 25 30 Rata-ra ta Rasa Suhu Penyimpanan C bermacam-macam gas metana, hidrogen, atau karbondioksida. Hasil pemecahan komponen tersebut akan mempengaruhi pH Fardiaz 1989 dan nantinya secara tidak langsung akan mempengaruhi rasa selama masa penyimpanan. e. Tekstur Tekstur yang dimaksud adalah tingkat kekenyalan dari selai jambu biji lembaran yang dihasilkan atau seberapa baik selai tersebut untuk dikunyah dalam mulut. Tekstur selai jambu biji lembaran memegang peranan penting dalam formulasi produk karena produk ini akan dikonsumsi beserta produk roti dan yang lainnya. Rataan nilai kesukaan panelis terhadap parameter tekstur selama masa penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 33. Gambar 33 Nilai tekstur selai jambu biji lembaran. . Nilai sensori tekstur selai jambu biji lembaran berkisar antara 5,63-8,13 agak suka sampai suka. Nilai organoleptik menunjukkan nilai penerimaan tekstur oleh panelis semakin menurun selama masa penyimpanan, selai jambu biji lembaran yang disimpan pada suhu 20 C memiliki nilai tekstur yang lebih baik dibandingkan selai pada penyimpanan suhu 25 C dan 30 C. Kemunduran mutu ini diduga diakibatkan karena meningkatnya kadar air atau pun a w produk selama penyimpanan akibat perbedaan konsentrasi udara di lingkungan, sehingga tekstur 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 20 25 30 Rata-ra ta Tekstur Suhu Penyimpanan C selai jambu biji lembaran menjadi lembek karena nilai a w yang cenderung meningkat dan kekuatan gel cenderung menurun. 2 Pendugaan Umur Simpan dengan metode Arrhenius Menurut Rahayu dan Arpah 2003 model yang sesuai dengan pendugaan umur simpan dari selai adalah dengan parameter sensori berdasarkan kemunduran mutu rasa, aroma dan konsistensinya, dan atau metode Arrhenius dengan kriteria total kapang dan ketengikan produk. Secara kesuluruhan faktor diatas dipengaruhi oleh suhu penyimpanan. Suhu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perubahan makanan. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju reaksi berbagai senyawa kimia akan semakin meningkat, karena itu dalam menduga kecepatan penurunan mutu bahan pangan selama penyimpanan, faktor suhu harus selalu diperhatikan Syarief dan Halid 1993. Metode Arrhenius memiliki dua parameter ordo, pendugaan umur simpan produk selai jambu biji lembaran menggunakan model ordo nol atau ordo satu. Penentuan ordo yang akan dipakai dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi R 2 dari kedua ordo tersebut Rahayu dan Arpah 2003. Berdasarkan hasil perhitungan pendugaan umur simpan produk selai jambu biji lembaran, nilai koefisien R pada ordo satu di setiap produk di masing-masing suhu penyimpanan lebih besar dibandingkan dengan derajat determinasi R 2 pada ordo nol. Hal ini sesuai dengan pernyataan Labuza 1982 bahwa penurunan mutu yang diakibatkan kerusakan bahan pangan yang mengikuti kinetika reaksi ordo satu meliputi : ketengikan, pertumbuhan mikroba, produksi off-flavour penyimpangan flavor oleh mikroba pada daging, ikan unggas, kerusakan vitamin, penurunan mutu protein, dan sebagainya Labuza 1982. Peningkatan jumlah total kapang selama penyimpanan produk pada suhu 20 C, 25 C dan 30 C dengan selang pengambilan sampel pengujian yang berbeda, dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Perubahan total kapang selai jambu biji lembaran selama penyimpanan Suhu 20 C Suhu 25 C Suhu 30 C Hari kolonig Hari kolonig Hari kolonig 7 0.5 x 10 1 5 1 x 10 1 3 1 x 10 1 14 1 x 10 1 10 1.5 x 10 1 6 1.5 x 10 1 21 2 x 10 1 15 3 x 10 1 9 3 x 10 1 28 3 x 10 1 20 4.5 x 10 1 12 5 x 10 1 Berdasarkan Tabel 17 terlihat bahwa pada penyimpanan pada suhu 30 C nilai kapang sudah hampir melewati batas maksimal kapang pada selai. Jumlah kapang tersebut diambil dari selai jambu biji lembaran pada pengambilan sampel hari ke 12. Maka untuk pengujian suhu 20 C dan 25 C juga dihentikan pada pengambilan sampel ke 4, namun pengujian sensori tetap dilakukan hingga pengambilan sampel ke 5. Nilai koefisien korelasi pada perhitungan pendugaan umur simpan produk selai jambu biji lembaran dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Nilai koefisien korelasi R 2 pada perhitungan pendugaan umur simpan selai jambu biji lembaran Suhu Penyimpanan 1T 1K R 2 k Ln k C K Ordo Nol Ordo Satu Ordo Nol Ordo Satu Ordo Nol Ordo Satu 20 293 0.00341 0.9345 0.9867 0.976 0.087 -0.0241 -2.4453 25 298 0.00336 0.96 0.9879 2.400 0.1041 0.8755 -2.2624 30 303 0.00330 0.9406 0.991 4.500 0.184 1.5041 -1.6928 Keterangan : K = suhu penyimpanan dalam Kelvin 1T = 1suhu penyimpanan dalam Kelvin k = Laju reaksi R 2 = Koefisien korelasi antara 1T dan ln k pada setiap suhu peyimpanan Berdasarkan data perubahan nilai total kapang selama penyimpanan dapat dibuat grafik dan persamaan exponensial, karena model yang digunakan adalah ordo satu dimana berdasarkan Tabel 18 di atas terlihat nilai derajat determinasi yang paling baik adalah ordo satu. Grafik laju pertumbuhan kapang pada suhu penyimpanan 20 C, 25 C dan 30 C dapat dilihat pada Gambar 34. Gambar 34 Laju peningkatan nilai total kapang pada selai jambu biji lembaran. Berdasarkan Gambar 34, diketahui bahwa peningkatan jumlah kapang pada suhu 20 C lebih lambat dibandingkan pada suhu 25 C dan 30 C. Penurunan suhu secara umum akan menurunkan aktifitas mikrobiologi dalam bahan pangan. Hal ini dapat dilihat pada hari ke 9 selai jambu biji lembaran yang disimpan di suhu 30 C memiliki nilai total kapang yang lebih tinggi dibandingkan jumlah kapang selai jambu biji lembaran pada hari ke 10 yang disimpan pada suhu 25 C. Slope kemiringan masing-masing persamaan eksponensial merupakan nilai k pada persamaan Arrhenius. Plot Arrhenius diperoleh dengan menghubungkan nilai ln k dan 1T dari masing-masing nilai setiap suhu penyimpanan, sehingga diperoleh persamaan laju kinetik yang dapat dilihat pada Gambar 35. y = 2.886e 0.086x R² = 0.986 y = 5.773e 0.104x R² = 0.987 y = 5.477e 0.184x R² = 0.991 10 20 30 40 50 60 5 10 15 20 25 30 To ta l Ka pa ng ko lo n ig Hari Suhu 20 Suhu 25 Suhu 30 Gambar 35 Persamaan laju kinetik pendugaan umur simpan. Gambar 35 merupakan penggabungan linear dari tiga suhu yang digunakan pada penyimpanan selai jambu biji lembaran. Persamaan y = -6660,6x + 20.222 merupakan model utama yang akan ditransformasikan kedalam model Arrhenius menjadi ln k = 20.222 - 6660.6 1T. Nilai k umumnya tidak dapat diperoleh jika kriteria kadaluwarsa ditentukan yang digunakan berdasarkan perubahan sifat fisik seperti persamaan Labuza maupun berdasarkan perubahan mutu organoleptik, maka pada metode digunakan hubungan langsung antara umur simpan yang diperoleh dengan temperatur. Sedangkan nilai k yang diperoleh dalam pendugaan ini dihubungkan dengan temperatur menggunakan persamaan Arrhenius: k = ko e -EaRT atau dalam bentuk logaritmanya ln k = ln ko - Grafik dari Hubungan ln k sebagai ordinat y dengan 1T sebagai absis x, akan memberikan persamaan garis lurus seperti y = a + b x . Dimana slope atau b akan sama dengan EaRT dan intersept atau a akan sama dengan = ln ko. Berdasarkan Gambar 35, diperoleh garis lurus dan koefisien korelasi sebagai berikut : y = -6660.6x + 20.222 R² = 0.9137 ln k = 20.222 - 6660.6 1T y = -6660.x + 20.22 R² = 0.913 -3.0000 -2.5000 -2.0000 -1.5000 -1.0000 -0.5000 0.0000 0.00328 0.00330 0.00332 0.00334 0.00336 0.00338 0.00340 0.00342 ln K 1T Dengan nilai umur simpan pada 3 temperatur yang diperoleh serta dengan bantuan persamaan Arrhenius diatas, maka akan dapat dilakukan transformasi umur simpan tersebut menjadi tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa berdasarkan distribusi yang dikehendaki. Berdasarkan persamaan Arrhenius di atas, dapat ditentukan pula laju peningkatan kapang pada berbagai suhu penyimpanan seperti disajikan pada Tabel 19. Tabel 19 Laju peningkatan total kapang selai jambu biji lembaran pada suhu penyimpanan yang berbeda Suhu Persamaan k 7 C atau 280 K 10 C atau 283 K 20 C atau 293 K 25 C atau 298 K 27 C atau 300 K 35 C atau 308 K ln k = 20.222 - 6660.6 1280 ln k = 20.222 - 6660.6 1283 ln k = 20.222 - 6660.6 1293 ln k = 20.222 - 6660.6 1298 ln k = 20.222 - 6660.6 1300 ln k = 20.222 - 6660.6 1308 0,0282727 0,0363817 0,0812338 0,1189554 0,1380692 0,2457785 Setelah mendapatkan laju peningkatan nilai total kapang, maka umur simpan selai jambu biji lembaran pada suhu penyimpanan yang berbeda dapat dihitung dengan rumus ordo satu sebagai berikut : t = A A Umur simpan = Laju peningkatan kapang pada berbagai suhu penyimpanan yang digunakan pada produk selai di masyarakat juga dapat ditentukan. Contoh suhu penyimpanan dan penentuan umur simpannya dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20 Contoh suhu penyimpanan selai dan umur simpannya Suhu penyimpanan Model ordo satu Umur simpan hari 7 C atau 280 K 10 C atau 283 K 20 C atau 293 K 25 C atau 298 K 27 C atau 300 K 35 C atau 308 K ln 50 – ln 10 0,0282727 ln 50 – ln 10 0,0363817 ln 50 – ln 10 0,0812338 ln 50 – ln 10 0,1189554 ln 50 – ln 10 0,1380692 ln 50 – ln 10 0,2457785 56,92 44,23 19,81 13,52 11,65 6,54 Hasil perhitungan pendugaan umur simpan produk selai jambu biji lembaran pada beberapa contoh suhu penyimpanan Tabel 20. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka umur simpan selai semakin singkat. Masa simpan dari selai jambu biji lembaran masih tergolong singkat disebabkan nilai a w selai jambu biji lembaran masih tinggi karena air masih banyak terperangkap oleh agar-agar. Selain itu kandungan gula total selai lembaran masih lebih rendah dari selai oles yang ada di pasaran sehingga diperlukan bahan pengawet atau bahan tambahan pangan yang lainnya seperti kalsium benzoat atau asam benzoat. Penentuan produk secara komersil, nantinya ikut mempertimbangkan masa distribusi produk sesuai jenis produk dan rantai produk hingga ke konsumen akhir. 4.4 Informasi Nilai Gizi Nutrition fact Angka kecukupan gizi AKG berguna sebagai nilai rujukan reference values terutama dalam perencanaan dan penilaian konsumsi gizi dan pangan bagi orang sehat, agar terhindar dari kekurangan atau kelebihan gizi WNPG 2004. Dalam suatu produk makanan, informasi nilai gizi sangatlah penting untuk memberi informasi dan pengetahuan kepada konsumen tentang seberapa besar kebutuhan dan kecukupan gizi dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi suatu produk makanan. Kecukupan gizi adalah jumlah masing-masing zat gizi yang sebaiknya dipenuhi oleh seseorang agar dapat hidup sehat. Informasi nilai gizi dari selai jambu biji lembaran dengan perlakuan terbaik gula 90, asam sitrat 0,04 dan agar-agar tepung 0,9 disajikan pada Tabel 21. Tabel 21 Informasi gizi selai jambu biji lembaran Takaran saji Jumlah persajian perkemasan 35 gram Energi Total Lemak total Karbohidrat Protein Serat makanan 45 kkal 9 2 3 Berdasarkan informasi nilai gizi tersebut, pemenuhan kebutuhan gizi selama satu hari, tidak dapat terpenuhi hanya dengan mengkonsumsi selai jambu biji lembaran. Sebagaimana diacu dalam WNPG 2004 bahwa kebutuhan minimal energi adalah 2000 kkal, karbohidrat 300 g, protein 60 g, lemak 62 g, dan serat 25 g. Selai jambu biji lembaran menyumbangkan energi 45 kkal, karbohidrat 9, protein 2 dan serat pangan 3. Kecukupan serat makanan bagi seseorang berusia 1 tahun adalah 10-14 gkkal atau 19-30 gkaphari dengan rasio serat makanan tidak larut air dan serat makanan larut air adalah 3:1. Oleh karena itu disarankan untuk mengkonsumsi selai jambu biji lembaran bersama roti. Konsumsi selai dengan roti diharapkan cukup berkontribusi dalam pemenuhan gizi perhari khususnya di pagi hari, mengingat selai lebih banyak dikonsumsi sebagai sarapan dan sumber zat gizi lainnya dapat dipenuhi dari makanan lain pada menu makan siang atau makan malam. Sedangkan untuk pemenuhan kandungan gizi lemak dan protein karena selai jambu biji lembaran bukan sumber lemak dan protein yang baik. Hal itu terlihat dari AKG lemak yang hanya 0 dan protein 2 per lembaran selai.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan