Kondisi Tempat Tinggal TARAF HIDUP RUMAHTANGGA PETANI SEBELUM DAN

dengan ukuran yang lebih besar. Wilayah Perumahan yang dibangun oleh PT X terus mengalami perluasan dan membutuhkan banyak lahan. Bapak K memanfaatkan kesempatan ini untuk memperoleh keuntungan. Bapak K terus menjual lahanya dan membelikan lagi uang hasil penjualan ke dalam bentuk lahan. Bapak K yang tadinya hanya memiliki lahan yang luasnya 2.450 meter, sekarang memiliki lahan yang luasnya 1 hektar, rumah yang bagus, dan sudah naik haji.

5.2 Kondisi Tempat Tinggal

Kondisi tempat tinggal dalam hal ini dilihat melalui fisik bangunan yang meliputi dinding rumah, lantai, dan ada atau tidaknya kamar mandi. Berdasarkan hal tersebut, kemudian tempat tinggal dikategorikan menjadi sederhana dan bagus. Sebagian besar warga yang tinggal di wilayah ini memiliki kondisi rumah yang sudah cukup baik. Walaupun ada sebagian kecil warga yang rumahnya masih terbuat dari bilik-bilik bambu, tetapi sebagian besar warga di wilayah ini sudah memiliki rumah yang permanen. Fasilitas kamar mandi hampir dimiliki oleh sebagian besar warga. Fasilitas MCK pun tersedia bagi warga yang tidak memiliki kamar mandi. Tabel 5. Persentase Perbandingan Kondisi Tempat Tinggal Rumahtangga Petani Berdasarkan Pelapisan Sosial Sebelum Terjadinya Konversi Lahan B dan Sesudah Terjadinya Konversi Lahan A di Kelurahan Mulyaharja Kondisi Tempat Tinggal Sederhana Bagus Total Pelapisan Sosial B A B A B A Atas 44,4 44,4 55,6 55,6 100 100 Menengah 100 80 20 100 100 Bawah 47,6 42,9 52,4 57,1 100 100 Rata-rata 54,3 48,6 45,7 51,4 100 100 Tabel 5 menunjukkan bahwa sebelum konversi lahan, mayoritas rumahtangga petani rata-rata memiliki kondisi tempat tinggal yang masih sederhana, dengan persentase sebesar 54,3 persen. Rumahtangga petani lapisan atas, mayoritas memiliki kondisi tempat tinggal yang bagus dengan persentase sebesar 55,6 persen. Rumahtangga petani lapisan menengah mayoritas memiliki kondisi tempat tinggal yang masih sederhana dengan persentase sebesar 100 persen. Sedangkan rumahtangga petani lapisan bawah, mayoritas memiliki kondisi tempat tinggal yang sudah bagus dengan persentase sebesar 52,4 persen. Rumahtangga petani lapisan atas dan lapisan bawah sama-sama memiliki kondisi tempat tinggal yang mayoritas sudah bagus. Walaupun demikian, persentase paling tinggi tetap dimiliki oleh rumahtangga petani lapisan atas. Setelah konversi lahan, persentase rumahtangga petani lapisan atas yang memiliki kondisi tempat tinggal yang bagus tidak mengalami perubahan, yaitu tetap sebesar 55,6 persen. Persentase rumahtangga petani lapisan atas yang memiliki kondisi tempat tinggal yang masih sederhana juga tidak mengalami perubahan, yaitu tetap sebesar 44,4 persen., Setelah konversi lahan, rumahtangga petani lapisan menengah yang memiliki kondisi tempat tinggal yang bagus, persentasenya mengalami peningkatan dari 0 persen menjadi 20 persen. Persentase rumahtangga petani lapisan menengah yang memiliki kondisi tempat tinggal yang sederhana, setelah konversi lahan mengalami penurunan sebesar 20 persen, yaitu dari 100 persen menjadi 80 persen. Rumahtangga petani lapisan bawah yang memiliki kondisi tempat tinggal yang bagus, setelah konversi lahan persentasenya mengalami peningkatan sebesar 4,7 persen, yaitu dari 52,4 persen menjadi 57,1 persen. Persentase rumahtangga petani lapisan bawah yang memiliki kondisi tempat tinggal yang sederhana , setelah konversi lahan mengalami penurunan sebesar 4,7 persen, yaitu dari 47,6 persen menjadi 42,9 persen. Dengan kata lain, yang paling banyak diuntungkan setelah adanya konversi adalah rumahtangga petani lapisan bawah, dan menengah. Sedangkan rumahtangga petani lapisan atas berada pada posisi yang tetap.. Setelah menjual lahannya, banyak rumahtangga petani yang menggunakan uang hasil penjualan lahannya untuk merenovasi rumah khusunya pada rumahtangga petani lapisan bawah dan menengah. Hal ini mengakibatkan setelah terjadinya konversi lahan persentase rumah bagus meningkat.

5.3 Tingkat Pendidikan