d. Lebih mudah mengakses informasi KRB melalui Facebook dan Twitter.
e. Mengenal dan memahami tumbuhan dan alam melalui cara yang
menyenangkan.
6.4.2.2. Pengujian terhadap Harga
Harga tiket masuk HTM pada industri objek wisata di Kabupaten dan Kota Bogor berkisar antara Rp.9.500 hingga Rp.85.000. Harga tiket KRB
Rp.9.500 adalah yang paling rendah diantara objek wisata yang ramai dikunjungi seperti Taman Safari Indonesia Rp.85.000 dan The Jungle Waterpark
Rp.30.000. Harga tiket yang murah ini menjadi keunggulan KRB dalam meningkatkan pengunjung.
Semakin banyak pengunjung, semakin tinggi pula biaya untuk mengelola KRB. Jika HTM ditingkatkan, maka pengunjung akan berkurang. Untuk
mengakomodasi keinginan pengunjung akan HTM yang rendah dan kebutuhan PKT-KRB akan dana untuk mengelola KRB dapat dilakukan dengan mekanisme
perubahan HTM. Peningkatan HTM dapat dilakukan ketika ada event-event yang menarik pengunjung saja, atau pengunjung diharuskan membayar lagi untuk
menikmati beberapa fasilitas yang ada di KRB. Melalui event yang menarik, pengunjung dapat menikmati sesuatu yang
berbeda dari hal-hal menarik yang sebelumnya ditawarkan KRB. Melalui peningkatan HTM pada event-event tertentu, PKT-KRB mendapatkan dana lebih
untuk mengelola KRB. Tentunya mekanisme ini perlu dikaji dan mendapat persetujuan dari PKT-KRB dan pemerintah sebelum dilaksanakan. Ide mekanisme
perubahan HTM tersebut dikemukakan oleh Ir. Lukman M. Baga, MA.Ec, Koordinator MK Strategi dan Kebijakan Bisnis Departemen Agribisnis IPB.
6.4.2.3. Pengujian terhadap Biaya
Blue Ocean Strategy KRB melalui rekonstruksi batasan pasar dan penyusunan strategi akan menimbulkan biaya tambahan. Biaya tersebut meliputi
peningkatan faktor toilet, mushola, peta lokasi, aktivitas yang menyenangkan entertainment, aktivitas yang menambah pengetahuan educational, pelayanan
petugas, keamanan, dan kebersihan serta penambahan faktor baru yaitu kuliner, komunitas dan event.
Penambahan biaya pada faktor toilet, mushola, peta lokasi, dan event dapat ditutupi dengan cara bermitra. Terutama untuk faktor event, PKT-KRB dapat
bermitra dengan pelaku-pelaku dalam industri kesehatan, industri flora, dan industri yang bergerak dalam lingkup lingkungan hidup. Tidak menutup
kemungkinan, akan datang mitra yang berasal dari luar industri tersebut. Penambahan
biaya pada
faktor aktivitas
yang menyenangkan
entertainment, aktivitas yang menambah pengetahuan educational, pelayanan petugas, keamanan, dan kebersihan akan tertutupi dengan peningkatan harga tiket
masuk HTM dan pengalihan investasi dari faktor aktivitas untuk individu, pasangan, dan keluarga. Penambahan biaya pada faktor komunitas dapat ditutupi
dari kerjasama yang menguntungkan antara PKT-KRB dengan komunitas. Menurut Kabag TU PKT-KRB, Ace Subarna SIP, PKT-KRB tidak dapat
melakukan aktivitas yang bersifat komersil. PKT-KRB hanya dapat menghimpun dana untuk PNBP dari aktivitas yang memanfaatkan jasa KRB sesuai PP no.75
tahun 2007. Aktivitas komersil dapat dilakukan oleh pihak kedua atau ketiga. Sebagai contoh, usaha es krim yang ada di dalam KRB dilakukan oleh koperasi
pegawai, Café De Daunan dikelola oleh pihak swasta, barang yang dijual di Garden Shop merupakan barang konsinyansi.
Mackinnon et al. 1986 menyatakan bahwa cara yang menyediakan fasilitas, makanan, dan jasa akomodasi bagi pengunjung kawasan dilindungi
bervariasi tergantung kebijakan pemerintah. Pengoperasian dapat dilakukan oleh instansi kawasan dilindungi sendiri atau melalui suatu pengaturan kontrak dengan
badan swasta yang umumnya disebut pemegang konsesi. Bila pemegang konsesi terbukti tidak memuaskan, otoritas pengelola mempunyai pilihan untuk menolak
memperbaharui kontrak atau bahkan membatalkannya. Menurut Dr. Ir. Arzyana Sunkar, MSc, pengajar MK Manajemen Kawasan
Konservasi Departemen KSHE Fahutan IPB, perlu pemikiran yang outside the box dalam mengelola suatu kawasan konservasi. Dalam suatu perkualiahan, Dr. Ir.
Rinekso Soekmadi, MScF, Pengajar MK Manajemen Kawasan Konservasi, menjelaskan bahwa ada beberapa pemikiran yang mengarah pada pengubahan
manajemen kawasan konservasi sekarang menjadi serupa dengan manajemen
pada Badan Layanan Umum BLU seperti rumah sakit. Pada model BLU, organisasi mencari dan mengelola sendiri keuangannya.
6.4.2.4. Pengujian terhadap Pengadopsian