2.3. Penelitian Terdahulu
Connell 2004 meneliti mengenai karakteristik dan motivasi pengunjung taman. Penelitian ini dilakukan pada 546 pengunjung dari 13 taman di Inggris
Raya. Penelitian ini menyatakan bahwa keberadaan taman yang dapat dikunjungi oleh umum menjadi sangat penting bagi masyarakat dan memainkan peranan
penting sebagai lokasi berlibur dan bersenang-senang. Pengembangan taman perlu menyediakan lokasi untuk pengunjung rombongan bersosialisasi, atau suasana
untuk menikmati kedamaian dan keindahan alam. Hal ini merupakan kesenangan yang mendasar bagi pengunjung taman. Pengembangan taman sebagai objek
wisata merefleksikan evolusi dari komersialisasi taman, pasar wisata yang tersegmentasi, dan kebutuhan mendesak akan objek wisata taman yang dikelola
secara profesional. Penampilan atraksi-atraksi yang menarik akan mempengaruhi jumlah pengunjung dan peningkatkan paket liburan yang menarik akan
menghadirkan pengunjung dalam jumlah yang sangat besar bagi taman tersebut. Ballantyne et al. 2008 meneliti mengenai kesadaran lingkungan, minat,
motivasi pengunjung kebun raya dan implikasinya untuk praktik interpretasi. Penelitian ini dilakukan terhadap 150 pengunjung Kebun Raya Mt. Coot-tha,
Brisbane, Australia. Ada tiga hasil dalam penelitian ini. Pertama, pengunjung kebun raya memiliki minat dan aksi perbuatan konservasi pada level relatif
rendah. Kedua, motivasi orang mengunjungi kebun raya adalah untuk menyenangkan diri sendiri, menikmati pemandangan, berbagi waktu bersama
keluarga dan teman, dan senang berada di alam. Ketiga, pengunjung kebun raya mirip dengan pengunjung Taman Nasional. Motivasi berkunjung responden lebih
ke arah upaya perbaikan lingkungan daripada ke arah pembelajaran mengenai lingkungan. Pengunjung yang berulang kali datang, lebih termotivasi pada hal-hal
yang bersifat restorasi. Ward et al. 2010 meneliti mengenai penggunaan dan apresiasi kebun
raya sebagai urban green spaces. Penelitian ini dilakukan kepada pengunjung dan pengelola enam kebun raya di Afrika Selatan. Alasan utama responden
mengunjungi kebun raya adalah untuk menikmati pemandangan, berolahraga, dan menikmati udara segar dari kebun raya. Alasan orang enggan mengunjungi kebun
raya adalah tidak adanya event dan minimnya fasilitas yang tersedia bagi
pengunjung. Hampir semua pengunjung 99 berpikir bahwa urban green spaces penting dan 67 diantaranya setuju bahwa kebun raya efektif
mempromosikan konservasi. Alasan pentingnya kebun raya adalah sebagai paru- paru kota; ruang terbuka; tempat untuk berekreasi, bersantai, dan berolahraga;
konservasi; meningkatkan kualitas kehidupan; tempat untuk meninggalkan kesibukan sehari-hari; sebagai warisan untuk generasi berikutnya; tempat untuk
pendidikan, kesadaran lingkungan dan penelitian; penyegar udara; berfungsi untuk moral dan spiritual; dan menyediakan area hijau yang aman. Namun, 55
pengunjung merasa bahwa urban green spaces masih kurang walaupun terdapat kebun raya disekitar mereka.
Pentingnya kebun raya untuk penelitian berulang kali ditekankan oleh pengelola kebun raya. Melalui kegiatan seperti pendidikan lingkungan ke sekolah-
sekolah dan masyarakat urban sekitar, kebun raya menjadi bagian dari kebanggaan masyarakat dan kepedulian masyarakat terhadap lingkungannya.
Event, konser, dan kegiatan lainnya mulai terpikir untuk dilakukan sebagai upaya mendatangkan pengunjung dan menyajikan pendidikan lingkungan kepada
mereka. Kesenjangan antara harapan pengguna urban green spaces seperti kebun raya dengan keadaan sebenarnya tidak boleh dihiraukan karena hal ini
mempengaruhi persepsi masyarakat mengenai urban green spaces terutama kebun raya, dan cara mereka menghargai sumber daya alam.
Karsudi, Suekmadi, dan Kartodiharjo 2010 menulis mengenai strategi pengembangan ekowisata di Kabupaten Kepulauan Yapen Provinsi Papua. Dalam
penelitian ini, dianalisis penawaran dan permintaan ekowisata terlebih dahulu, kemudian strategi pengembangan didesain berdasarkan hasil analisis tingkat
prospektif faktor-faktor penentu. Hasil dari penelitian ini adalah sebagian besar objek wisata di Kabupaten Kepulauan Yapen layak dikembangkan sebagai objek
daya tarik ekowisata namun masih ada memiliki hambatan untuk dikembangkan. Strategi pengembangan yang dapat diterapkan yaitu strategi pesimistis melalui
upaya penataaan ruang wisata, pengembangan manajemen atraksi, pengembangan promosi dan pemasaran, pengembangan regulasi dan organisasi pengelola
ekowisata, dan menciptakan situasi keamanan yang kondusif baik di dalam maupun di luar kawasan wisata.
Dewo, Soemarno, dan Sugiarto 2008 meneliti mengenai strategi pengembangan ekowisata Pulau Sempu Kabupaten Malang Provinsi Jawa Tmur.
Pulau Sempu merupakan Kawasan Cagar Alam di Kapupaten Malang. Menurut wisatawan yang menjadi responden dalam penelitian ini, faktor-faktor yang harus
menjadidijadikan prioritas utama dalam pengembangan wisata adalah pelayanan ekowisata, keamanan, kebersihan, air bersih, dan pelestarian alam. Menurut para
ahli, Kontribusi terhadap Konservasi harus diperhatikan dalam upaya pengembangan. Berdasarkan analisis SWOT IFAS EFAS, strategi pengembangan
ekowisata Pulau Sempu adalah Aggressive Maintenance Strategy dengan arahan pengembangan atraksi wisata, arahan rute wisata, dan arahan alternatif program.
Unga, Benyamin, dan Barkey 2011 melakukan penelitian dengan judul Strategi Pengembangan Kawasan Wisata Kepulauan Banda, Kabupaten Maluku
Tengah, Provinsi Maluku. Berdasarkan metode SWOT, strategi prioritas adalah pengembangan wisata diving dan snorkeling, membangun jaringan dengan wisata
lain, bekerjasama dengan agen perjalanan, dan membuat website khusus.
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Formulasi Strategi