Strategi Pengembangan Usaha Restoran Gurih 7 di Kota Bogor dengan Pendekatan Blue Ocean Strategy

(1)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara dengan pertumbuhan penduduk yang terus meningkat setiap tahunnya. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Indonesia tahun 2007 mencapai 218.868.791 jiwa dan meningkat menjadi 237.641.326 jiwa pada tahun 2011. Besarnya jumlah penduduk Indonesia menjadikan negara ini sebagai pasar yang potensial dalam mengembangkan berbagai jenis bisnis. Salah satu bisnis yang terus berkembang adalah bisnis di sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi sektor perdagangan, hotel, dan restoran terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2009 meningkat sebesar 1,14 persen. Informasi ini mengindikasikan bahwa usaha restoran semakin menjanjikan dan berpotensi menjadi tren bisnis saat ini.

Tabel 1. Produk Domestik Bruto Berdasarkan Harga Konstan menurut Lapangan Usaha Tahun 2009

Lapangan Usaha Tahun (Miliar Rupiah)

2006 2007 2008 2009 Pertanian, Perikanan,

Peternakan, dan Kehutanan

262.402,80 271.509,30 284.620,70 296.369,30

Pertambangan 168.031,70 171.278,40 172.442,70 179.974,90 Industri Pengolahan 514.100,30 538.084,60 557.764,40 569.550,80

Listrik, Gas, dan Air Bersih 12.251,00 13.517,00 14.993,60 17.059,80

Konstruksi 112.233,60 121.808,90 130.951,60 140.184,20 Perdagangan, Hotel, dan

Restoran

312.518,70 340.437,10 363.813,50 367.958,80

Pengangkutan dan Komunikasi

124.808,90 142.326,70 165.905,50 191.674,00

Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan

170.074,30 183.659,30 198.799,60 208.832,20

Jasa-jasa 170.705,40 181.706,00 193.024,30 205.371,50 Produk Domestik Bruto 1.847.126,70 1.964.327,30 2.082.315,90 2.176.975,50

Sumber: Badan Pusat Statistik (2010), diolah

Besarnya kontribusi sektor perdagangan, hotel, dan restoran ini didukung oleh perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia terutama yang berada di daerah perkotaan. Masyarakat di perkotaan menganggap restoran tidak hanya sebagai tempat untuk makan, tetapi juga sebagai tempat berkumpul dengan keluarga dan


(2)

teman ataupun tempat untuk mengadakan meeting dengan rekan kerja. Selain itu, meningkatnya mobilitas masyarakat mengakibatkan aktivitas yang dilakukan di luar rumah lebih banyak, termasuk kegiatan makan. Peningkatan mobilitas juga menyebabkan semakin besarnya penghargaan terhadap waktu dan keinginan serba praktis. Pola konsumsi yang praktis dan nyaman tersebut dapat diperoleh melalui restoran.

Kota Bogor merupakan salah satu tempat pariwisata bagi para wisatawan, baik wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara. Kota Bogor juga dijadikan sebagai alternatif tujuan rekreasi dan liburan bagi keluarga karena memiliki banyak tempat wisata, seperti wisata alam, wisata belanja, dan wisata kuliner. Selain itu, Kota Bogor yang dikenal sebagai kota hujan juga memiliki karakteristik yang khas, yaitu udara yang sejuk, banyak pepohonan besar, dan keanekaragaman produk makanannya. Banyaknya tempat wisata yang tersebar di Kota Bogor, seperti Kebun Raya Bogor dan Taman Bermain The Jungle juga meningkatkan daya tarik bagi wisatawan untuk berkunjung ke kota ini. Adapun perkembangan kunjungan wisatawan ke Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Data Perkembangan Kunjungan Wisatawan ke Kota Bogor Tahun 2007-

2010

Jenis Usaha

Jenis Wisatawan

Perkembangan Per Tahun

2007 2008 2009 2010

Obyek Wisata Domestik Mancanegara Jumlah 1.370.119,00 18.174,00 1.388.293,00 1.163.110,00 41.377,00 1.204.487,00 1.524.044,00 42.812,00 1.566.856,00 1.630.715,00 43.863,00 1.674.578,00 Akomod asi Domestik Mancanegara Jumlah 716.807,00 31.443,00 748.250,00 1.086.374,00 102.737,00 1.189.111,00 1.205.628,00 104.076,00 1.309.704,00 1.190.793,00 102.055,00 1.292.848,00 Jumlah Domestik Mancanegara 2.086.926,00 49.617,00 2.249.484,00 144.114,00 2.729.672,00 146.888,00 2.821.508,00 145.918,00 Sumber: Dinas Kepariwisataan dan Kebudayaan Kota Bogor (2010)

Pada tahun 2007 sebanyak 2.136.543 orang wisatawan berkunjung ke kota Bogor dan meningkat sebesar 38,89 persen pada tahun 2011. Peningkatan kunjungan wisatawan, baik wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara, menunjukkan bahwa potensi sektor pariwisata Kota Bogor sangat tinggi dan memiliki prospek yang baik. Dengan semakin tingginya potensi sektor pariwisata Kota Bogor, maka akan berdampak pada pertumbuhan yang positif terhadap sektor perdagangan, hotel, dan restoran di daerah tersebut. Pertumbuhan sektor


(3)

perdagangan, hotel, dan restoran di Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Produk Domestik Regional Kota Bogor menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2006-2009

Lapangan Usaha Tahun (Miliar Rupiah)

2006 2007 2008 2009 Pertanian, Perikanan,

Peternakan, dan Kehutanan

12.323,95 12.717,26 13.121,58 13.539,61

Pertambangan 116,24 118,31 120,53 121,98

Industri Pengolahan 1.049.336,89 1.126.541,95 1.197.768,02 1.273.762,00 Listrik, Gas, dan Air

Bersih

119.970,03 128.090,57 136.829,56 146.236,51

Konstruksi 276.736,82 288.023,99 299.804,17 312.096,14

Perdagangan, Hotel, dan Restoran

1.140.159,58 1.205.111,94 1.267.518,19 1.331.874,52 Pengangkutan dan

Komunikasi

368.420,39 394.451,07 422.723,25 453.533,15 Keuangan, Real

Estate, dan Jasa Perusahaan

522.979,72 560.780,48 602.517,87 648.625,82

Jasa-jasa 282.230,09 296.907,60 312.418,61 328.811,32

Produk Domestik Bruto

3.782.273,71 4.012.743,17 4.252.821,78 4.508.601,05

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bogor (2010)

Salah satu tujuan pariwisata di Kota Bogor adalah keanekaragaman produk makanannya atau biasa disebut dengan wisata kuliner. Wisata kuliner di Bogor sangat beragam, baik dari segi skala rumah makannya maupun tipe dan tema yang digunakan pemilik rumah makan untuk menarik konsumen. Keanekaragaman produk makanan yang ditawarkan tersebut terjadi karena adanya tuntutan selera masyarakat akan bentuk-bentuk industri kuliner baru. Tuntutan keanekaragaman produk makanan tersebut menjadi salah satu peluang pasar yang potensial bagi berkembangnya usaha-usaha yang bergerak di industri kuliner.

Peningkatan jumlah penduduk Kota Bogor yang bekerja menyebabkan pergeseran gaya hidup di kota ini, termasuk aktivitas makan. Dinas Tenaga Kerja dan Imigrasi menyebutkan terjadi peningkatan jumlah penduduk Kota Bogor yang bekerja pada tahun 2003 sebesar 1.705 jiwa dan pada tahun 2011 menjadi 3.123 jiwa. Kesibukan yang dimiliki oleh sebagian besar masyarakat Kota Bogor menjadikan mereka mencari pola konsumsi yang lebih praktis, cepat, dan nyaman.


(4)

Restoran merupakan salah satu solusi dalam menyajikan pola konsumsi yang diinginkan oleh masyarakat Bogor. Adapun perkembangan restoran dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Perkembangan Jumlah Restoran di Kota Bogor Tahun 2005-2009

Tahun Jumlah Pertumbuhan (%)

2005 222 -

2006 248 11,71

2007 268 8,06

2008 211 -21,27

2009 225 6,22

Sumber: Buku Pariwisata Kota Bogor, Dinas Kepariwisataan dan Kebudayaan Kota Bogor (2010)

Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa jumlah restoran di Kota Bogor setiap tahunnya mengalami peningkatan, namun pada tahun 2008 jumlah restoran menurun. Penurunan ini pada umumnya diakibatkan karena ketidakmampuan restoran dalam mempertahankan jumlah pengunjungnya1. Sedangkan, pada tahun selanjutnya jumlah restoran mulai meningkat kembali. Peningkatan jumlah restoran tersebut mengindikasikan bahwa peluang bisnis di industri kuliner memiliki prospek yang baik dan cukup potensial untuk dikembangkan di Kota Bogor. Salah satu jenis restoran yang memiliki potensi untuk berkembang adalah restoran tradisional.

Tabel 5. Perkembangan Restoran dan Rumah Makan di Kota Bogor Berdasarkan Jenis Hidangan yang Disajikan pada Tahun 2005-2009

Jenis Hidangan

Jumlah (Unit)

2005 2006 2007 2008 2009

Indonesia 45 48 51 54 55

Daerah 215 216 218 220 220

Internasional 107 108 110 111 111

Oriental 35 36 40 47 47

Kontinental 40 43 45 50 47

Jumlah 442 451 464 482 480

Sumber: Dinas Kepariwisataan dan Kebudayaan Kota Bogor (2010)

      

1

Bina UKM. 2010. Perkembangan Bisnis Rumah Makan dan Restoran: Peluang Usaha Rumah Makan/ Restoran. http://www.binaukm.com/ 2010/05/perkembangan-bisnis-rumah-makan-dan-restoran-peluang-usaha-rumah-makan-restoran/ [12 Juni 2012]


(5)

Restoran Gurih 7 merupakan salah satu restoran tradisional Sunda yang berada di Kota Bogor. Restoran ini menyajikan menu masakan khas Sunda yang enak dan bergizi serta ditunjang dengan suasana yang khas etnik Sunda, pelayanan yang ramah, dan harga yang sesuai bagi konsumen. Restoran Gurih 7 terus berkembang dengan pesat di tengah persaingan yang ketat di antara restoran tradisional Sunda yang berada di Kota Bogor. Daftar restoran tradisional Sunda di Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Daftar Restoran Tradisional Sunda di Kota Bogor pada Tahun 2010 No. Nama Restoran Alamat

1. Bale Kabayan Jl. Bina Marga 1 No.2

2. *) Pondok Bambu Tirza 1 Jl. K.H. Soleh Iskandar, Tn. Sareal-Bogor 3. Saung Mirah Jl. Pangrango 32

4. Saung Kuring Jl. K.H. Soleh Iskandar, Tn. Sareal-Bogor 5. *) Larisa Fatmawati Jl. Padjajaran No. 47

6. Pondok Tirza 3 Jl. Raya Kedung Halang 7. Gurih 7 Jl. Padjajaran No. 102 8. Restoran Nasi Timbel Jl. Sukasari 1/ 5A 9. Sariwangi Jl. Padjajaran Kav. 9 10. Bumbu Desa Jl. Padjajaran Raya No.18 11. Raos Kabita Jl. Padjajaran

12. Kedai Sunda 3 Jl. K.H. Soleh Iskandar, Tn. Sareal-Bogor 13. Taman Palem Jl. K.H. Soleh Iskandar, Tn. Sareal-Bogor 14. *) Pondok Bambu Kuring Jl. K.H. Soleh Iskandar, Tn. Sareal-Bogor 15. Sari Sunda Jl. Pengadilan No.1

16. Saung Merak Jl. Merak No.15, Tn. Sareal-Bogor 17. Saung Hejo Jl. Pakuan Raya No.17, Bogor

Keterangan : *) : Restoran yang sudah tutup atau tidak aktif Sumber: Dinas Kepariwisataan dan Kebudayaan (2010)

Pada Tabel 6 dapat dilihat beberapa restoran tradisional Sunda yang sudah mulai tutup dan tidak aktif sepanjang tahun 2010 hingga pertengahan tahun 2012. Namun, ketidakaktifan restoran-restoran tersebut tidak mengakibatkan rasa pesimis bagi para investor yang memiliki keinginan untuk membuka usaha di


(6)

bidang restoran tradisional Sunda, salah satunya adalah Restoran Warung Nasi Ampera yang berlokasi di Jalan K.H. Soleh Iskandar, Tanah Sareal, Bogor. Restoran ini didirikan pada awal tahun 2011 dan menggunakan konsep prasmanan dalam menyajikan produk makanannya. Saat ini, Restoran Ampera merupakan salah satu restoran tradisional Sunda terbesar di Kota Bogor dengan jumlah pengunjung yang terus bertambah yang selanjutnya akan berdampak terhadap omset yang diperolehnya.

Kondisi persaingan di antara restoran-restoran tradisional Sunda dapat mempengaruhi perumusan dan penerapan strategi oleh para manajer di tiap restoran agar restoran mereka dapat menarik konsumen lebih banyak dibandingkan restoran lainnya. Para manajer melakukan berbagai macam strategi untuk bersaing dan bertahan dalam kondisi persaingan yang ada. Pada umumnya, strategi yang digunakan dalam menghadapi kondisi persaingan ini adalah strategi bersaing atau disebut dengan strategi samudera merah (red ocean strategy).

Strategi samudera merah merupakan strategi yang didasarkan pada situasi kompetisi atau persaingan. Strategi ini bertujuan untuk memenangkan kompetisi dengan membangun posisi kokoh dalam pangsa pasar dan tatanan industri yang ada. Penerapan strategi ini akan semakin memperketat persaingan yang ada di antara para pelaku usaha untuk mengalahkan satu sama lain sehingga tercipta lautan berdarah “red ocean” bagi para pelaku usaha tersebut.

Dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat, para pelaku usaha harus lebih bekerja keras dalam memformulasikan strategi yang layak bagi usaha mereka tanpa harus membuat mereka berada di “red ocean”. Salah satu strategi yang dapat dilakukan dalam menyikapi persaingan tersebut adalah strategi samudera biru atau “blue ocean strategy”. Strategi ini digunakan bukan untuk menghadapi persaingan, tetapi menjadikan persaingan tersebut tidak lagi relevan. Strategi ini berfokus untuk menumbuhkan permintaan, yaitu dengan menciptakan ruang pasar sendiri. Oleh karena itu, blue ocean strategy dapat diterapkan menjadi strategi bisnis yang tepat bagi Restoran Gurih 7 sebagai restoran tradisional Sunda yang tidak ingin terjebak dalam situasi persaingan yang ketat.


(7)

1.2. Perumusan Masalah

Rumah makan tradisional merupakan rumah makan yang menyajikan menu masakan tradisional yang mencirikan suatu daerah tertentu, misalnya rumah makan Sunda, rumah makan Padang, dan lain sebagainya. Setiap rumah makan tradisional menyediakan makanan-makanan yang menjadi ciri khas daerahnya. Selain makanan yang disajikan, desain rumah makan tradisional juga disesuaikan dengan ciri khas dan kebudayaan daerah tertentu (Siallagan 2011). Salah satunya adalah Restoran Gurih 7 yang terletak di Jalan Padjajaran No. 102 Bogor yang menampilkan suasana yang begitu asri dengan konsep tata ruang berupa saung atau bale-bale alami. Restoran tradisional ini memiliki konsep yang unik, berupa desain interior dan eksterior yang bernuansa khas Sunda serta pedesaan sehingga tercipta suasana nyaman untuk datang ke Restoran Gurih 7. Selain itu, kecepatan pelayanan dan area parkir yang luas juga menunjang keunggulan restoran ini.

Kelangsungan usaha sebuah restoran sangat ditentukan oleh pertumbuhan jumlah pelanggannya dan jenis hidangan yang disajikan oleh restoran dan rumah makan. Banyaknya restoran tradisional sejenis di Kota Bogor akan meningkatkan persaingan atau kompetisi untuk menarik pelanggan sehingga dapat mempengaruhi kelangsungan usaha restoran. Dalam meningkatkan jumlah pelanggan dan mengatasi persaingan yang ketat di antara restoran-restoran tradisional Sunda, pihak pengelola Restoran Gurih 7 perlu menerapkan berbagai macam strategi bisnis. Penerapan strategi bisnis ini bertujuan untuk mengembangkan Restoran Gurih 7 menjadi lebih besar lagi dan mengatasi permasalahan akibat adanya situasi persaingan atau kompetisi usaha restoran sejenis.

Pada umumnya, pelaku-pelaku dalam berbagai jenis usaha menggunakan red ocean strategy untuk menghadapi persaingan dalam industrinya. Red ocean strategy merupakan strategi yang berdasarkan pada situasi kompetisi dan bertujuan untuk memenangkan suatu persaingan yang ada, meraih pangsa pasar yang tinggi, dan juga berusaha untuk mengokohkan posisi strategis dalam tatanan industri yang ada (Wadud 2010). Pelaku usaha yang menggunakan red ocean strategy tidak dapat meningkatkan keuntungannya jangka panjangnya. Hal ini


(8)

dikarenakan pertumbuhan teknologi yang semakin cepat menjadikan para pesaing dapat meniru bahkan menciptakan keunggulan yang lebih baik.

Dalam menghadapi kondisi tersebut, pengelola Restoran Gurih 7 perlu merumuskan strategi yang tepat dalam pengembangan usahanya sehingga tidak terbawa arus persaingan dengan para pesaing lainnya. Selain itu, Restoran Gurih 7 memiliki beberapa potensi yang dapat dikembangkan dan dijadikan sebagai daya tarik, antara lain penyajian produk pelengkap pastry, pemandangan dengan suasana pedesaan, dan kontur topografi yang unik. Walaupun demikian, terdapat suatu indikasi dimana jumlah pengunjung Restoran Gurih 7 masih lebih rendah dibandingkan restoran-restoran sejenis yang berada di sekitar Restoran Gurih 7 sehingga berpengaruh terhadap omset yang diperoleh Restoran Gurih 7. Strategi yang sebaiknya diterapkan oleh Restoran Gurih 7 adalah strategi samudera biru (blue ocean strategy). Strategi ini bertujuan untuk menciptakan ruang pasar baru dan menjadikan persaingan tidak lagi relevan. Dalam merumuskan strategi samudera biru, Restoran Gurih 7 perlu mengetahui faktor-faktor kompetisi yang dijadikan kompetisi dalam industri kuliner di Bogor, khususnya restoran tradisional Sunda, dan situasi persaingan dalam industri kuliner.

Berdasarkan latar belakang dan uraian tersebut, terdapat beberapa permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini, antara lain sebagai berikut. 1) Faktor-faktor apa sajakah yang dijadikan kompetisi dalam industri kuliner di

Kota Bogor, khususnya restoran tradisional Sunda?

2) Bagaimana situasi industri kuliner di Kota Bogor saat ini, khususnya restoran tradisional Sunda?

3) Bagaimana merumuskan blue ocean strategy yang dapat menjadi alternatif untuk pengembangan usaha Restoran Gurih 7?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan tersebut, maka tujuan dilaksanakannya penelitian ini, antara lain:

1) Mengidentifikasi faktor-faktor yang dijadikan kompetisi dalam industri kuliner di Kota Bogor, khususnya restoran tradisional Sunda.

2) Mendeskripsikan situasi industri kuliner di Kota Bogor saat ini, khususnya restoran tradisional Sunda.


(9)

3) Merumuskan blue ocean strategy yang dapat menjadi alternatif untuk pengembangan usaha Restoran Gurih 7.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi banyak pihak, diantaranya sebagai berikut:

1) Bagi pihak terkait, Restoran Gurih 7, rekomendasi yang dihasilkan dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pelaku usaha dan digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam usaha bisnis perkembangan Restoran Gurih 7.

2) Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengaplikasian pengetahuan yang telah diperoleh selama masa kuliah serta melatih kemampuan tentang perumusan strategi bisnis, sehingga dapat diterapkan dalam usaha bisnis yang nyata.

3) Bagi pembaca, tulisan ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan tambahan informasi dan pengetahuan dalam memperluas wawasan, sekaligus sebagai bahan informasi dan literatur untuk penelitian selanjutnya.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini secara keseluruhan adalah merumuskan blue ocean strategy dan tidak mengkaji pada eksekusi strategi yang dirumuskan. Penelitian yang dilakukan ini hanya melakukan analisis berdasarkan empat prinsip perumusan strategi samudera biru dan tidak melakukan analisis enam prinsip strategi samudera biru yang terdiri dari empat prinsip formulasi dan dua prinsip eksekusi strategi. Penelitian ini masih sederhana dengan melakukan pengamatan dari luar industri dan melakukan wawancara dengan para responden yang mengerti situasi industri kuliner restoran tradisional di Kota Bogor. Hal ini dikarenakan pendekatan blue ocean strategy sebagai kerangka sekaligus alat analisis masih relatif baru dan belum dilakukan secara meluas.

Penelitian ini hanya menyangkut pada restoran tradisional yang menyediakan makanan khas Sunda di Kota Bogor. Dalam pengujian terhadap strategi yang didapatkan dari proses penelitian ini, sebagian besar dilakukan secara kualitatif dengan mendiskusikan kepada para responden dan juga para ahli industri kuliner restoran tradisional.


(10)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deskripsi Restoran

Restoran adalah suatu tempat atau bangunan yang diorganisasi secara komersial yang menyediakan jasa pelayanan makanan dan minuman untuk masyarakat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Soekresno (2001) diacu dalam Miftah (2010) menyebutkan bahwa restoran adalah suatu usaha komersil yang menyediakan jasa pelayanan makanan dan minuman bagi masyarakat umum dan dikelola secara profesional. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1990 Pasal 1.b tentang Usaha dan Penggolongan Restoran dan Surat Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi KM 95/ HK 103/ MPPT-87 menyebutkan bahwa: “Restoran adalah salah satu jenis usaha jasa pangan yang bertempat di sebagian atau seluruh bangunan yang dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan, penyajian, dan penjualan makanan dan minuman bagi umum di tempat usahanya dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam keputusan ini”. Sehingga karakteristik restoran berdasarkan UU tersebut, antara lain:

1) Usaha restoran dapat berbentuk Badan Usaha atau Badan Perorangan (Pasal 2 Ayat 1).

2) Usaha restoran terbuka bagi modal asing (Pasal 2 Ayat 2).

3) Pengusaha restoran meliputi penyediaan jasa pelayanan makan dan minum kepada tamu restoran sebagai usaha pokok serta jasa hiburan di dalam bangunan restoran sebagai penunjang yang tidak terpisah dari usaha pokoknya (Pasal 3).

Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa restoran memiliki posisi sebagai penyedia makanan dan pelayan kepentingan publik. Bartono (2005) juga menegaskan bahwa bisnis restoran tidak hanya menjual makanan, tetapi juga menjual suasana, menjual lingkungan dan layanan, menjual kepentingan, serta menciptakan kemitraan. Hal ini menunjukkan bahwa restoran memiliki beberapa peran yang diperlukan oleh berbagai pihak, antara lain:

1) Sebagai barometer kesejahteraan dan keamanan wilayah. Semakin banyaknya restoran dan maraknya pembeli merupakan indikator bahwa tingkat ekonomi di wilayah tertentu cukup memadai, sehingga meningkatkan jumlah orang


(11)

yang makan bersama dengan keluarga atau teman di restoran. Dengan adanya restoran yang buka sampai jauh malam, suatu pertanda keamanan yang baik, sehingga orang pun berani keluar malam atau pulang larut.

2) Sebagai penampung tenaga kerja setempat, sehingga ikut memberi andil dalam mengurangi angka pengangguran.

3) Sebagai petunjuk akan tingkat selera dan wawasan masyarakat tentang makanan asing dan daerah, yang terwakili dalam susunan menu-menu restoran.

4) Sebagai penunjang pariwisata yang sangat penting, sebagai restoran biasa atau restoran transit.

5) Restoran dapat berperan sebagai promosi bagi wilayah tersebut ke luar negeri, bila banyak turis yang banyak makan di tempat tersebut, sehingga membawa juga misi promosi bagi para calon turis di luar negeri yang merencanakan akan berkunjung.

6) Restoran juga berperan sebagai tempat rapat-rapat penting para pejabat birokrasi pemerintah, partai politik, dan lembaga organisasi massa yang memerlukan suasana ramah.

Dalam pemenuhan kebutuhan dan selera konsumen yang berbeda-beda, saat ini beragam tipe restoran dari sistem penyajian hingga jenis hidangan yang disajikan telah berkembang dengan pesat. Berdasarkan dari pengelolaan dan sistem penyajian, Soekresno (2006) diacu dalam Miftah (2010) mengklasifikasikan restoran menjadi tiga, yaitu restoran formal yang dikelola secara komersial dan profesional dengan pelayanan yang eksklusif; restoran informal dikelola secara komersil dan profesional dengan lebih mengutamakan kecepatan pelayanan, kepraktisan, dan harga yang ditawarkan lebih murah; dan restoran spesial dikelola secara komersil dan profesional dengan menyediakan makanan khas dan diikuti dengan sistem penyajian yang khas dari suatu negara tertentu. Sedangkan, Dinas Informasi Kepariwisataan dan Kebudayaan Kota Bogor (2006) membagi jenis restoran berdasarkan jenis hidangannya menjadi lima macam, yaitu:

1) Restoran Indonesia yaitu restoran yang menyajikan berbagai jenis makanan yang biasa menjadi menu orang Indonesia.


(12)

2) Restoran tradisional adalah restoran yang menjadikan berbagai makanan yang berasal dari daerah tertentu yang ada di Indonesia, seperti restoran Sunda dari Jawa Barat atau restoran Padang dari Sumatera Barat.

3) Restoran internasional yaitu restoran yang menyajikan makanan yang secara umum dikonsumsi oleh masyarakat dunia.

4) Restoran oriental yaitu restoran yang menyajikan makanan khas Asia Timur seperti restoran Jepang dan Cina.

5) Restoran kontinental yaitu restoran yang menyajikan berbagai makanan ala Eropa.

Restoran termasuk dalam kategori jasa, walaupun prosesnya terkait dengan produk fisik, pada dasarnya kinerja restoran tidak berwujud (intangible) dan biasanya tidak menghasilkan kepemilikan atas faktor-faktor produksi. Sedangkan Kotler (2002) beranggapan restoran terkait dengan orang, bukti fisik, dan proses, karena sebagian besar jasa diberikan oleh orang, seleksi pelatihan, dan motivasi pegawai dapat membuat perbedaan yang besar dalam kepuasan pelanggan. Atas dasar inilah yang menjadikan bisnis bidang pangan restoran ini unik, karena bisnis restoran adalah usaha yang menggabungkan antara penjualan produk berupa barang (makanan dan minuman) dengan jasa (usaha memberikan pelayanan) kepada konsumennya.

Restoran yang baik harus memiliki proporsi yang seimbang dalam makanan dan minuman, suasana, pelayanan, restoran, dan harga. Mukhtar (2004) menambahkan bahwa keberhasilan operasional restoran dapat dilihat dari lima hal yang disebut G-factor, yaitu:

1) Good Food (G-1)

Makanan yang disajikan kepada tamu dalam keadaan segar dan sistem pengelolaan yang baik, penyimpanan bahan baik, peralatan dan perlengkapan berkualitas tinggi dan higienis, cita rasa makanan baik dan sesuai dengan selera konsumen.

2) Good Location and Parking Facilities (G-2)

Lokasi restoran yang harus strategis, dimana lokasi merupakan pedoman dalam mendirikan restoran. Luas tempat parkir juga menentukan kenyamanan konsumen. Oleh karena itu, restoran harus mudah dilihat dan terlihat, mudah


(13)

dijumpai,memiliki daya tarik dengan pemilihan warna dan ornamen khusus serta letaknya tidak jauh dari pusat keramaian.

3) Good Atmosphere (G-3)

Suasana nyaman dan menyenangkan perlu diciptakan melalui penampilan interior dan eksterior yang seimbang, dekorasi yang digunakan, pemilihan warna dan fasilitas yang lengkap, seperti meja yang berkualitas baik dan table set up yang lengkap.

4) Good Reputation (G-4)

Restoran harus memiliki reputasi yang baik, meliputi pelayanan, pengelolaan, dan prestasi yang mempengaruhi pendapat masyarakat.

5) Good Pleasant and Courteous Service (G-5)

Tata saji yang dilakukan dengan begitu mengesankan, menyenangkan, dan memuaskan. Pramusaji harus mampu memberikan masukan bagi tamu mereka yang kurang memahami keinginannya dan menyajikan makanan dengan tata saji yang berkualitas, sopan, dan ramah.

2.2. Makanan Tradisional Sunda

Makanan tradisional adalah makanan dan minuman, termasuk makanan jajanan serta bahan campuran yang digunakan secara tradisional dan telah lama berkembang secara spesifik di daerah atau masyarakat Indonesia. Makanan tradisional diolah dari resep yang sudah dikenal masyarakat setempat dengan bahan-bahan yang diperoleh dari sumber lokal yang memiliki citarasa yang relatif sesuai dengan selera masyarakat setempat. Dewi (2004) menyebutkan bahwa makanan tradisional adalah beragam jenis makanan yang biasa dikonsumsi masyarakat menurut golongan suku bangsa dan wilayah spesifik. Wilayah spesifik berdasarkan pada kriteria berikut:

1) Diolah menurut resep-resep makanan/ masakan yang telah dikenal dan diterapkan secara turun-temurun dalam sistem sosial keluarga atau masyarakat yang bersangkutan.

2) Diolah dari bahan-bahan makanan yang tersedia setempat, baik bahan dari usaha tani sendiri maupun yang tersedia dalam sistem pangan setempat. 3) Rasa dan tekstur makanan tersebut memenuhi selera anggota keluarga dan

masyarakat yang bersangkutan.


(14)

Salah satu makanan tradisional yang sudah diakui nilainya sebagai makanan yang enak, gurih, dan memiliki rasa yang memikat, serta banyak diperdagangkan adalah makanan tradisional Sunda. Makanan tradisional Sunda merupakan makanan yang umumnya dikonsumsi oleh masyarakat Sunda, diolah dengan menggunakan bahan yang ada dan diproduksi dari pertanian sekitarnya, serta memiliki rasa khas yang gurih untuk selera masyarakat Sunda (Dewi 2004). Adapun jenis makanan tradisional Sunda berdasarkan bahan baku yang digunakan dapat dilihat pada tabel di 7.

Tabel 7. Jenis Makanan Tradisional Sunda Berdasarkan Bahan Baku yang Digunakan

Bahan Baku Utama Jenis Makanan

Daging, ikan, dan telur Ayam dan ikan goreng/ pepes/ bakar, cobek, sambal goreng, semur opor, laksa ayam, oseng ikan asin, ungkep jerohan (babat, iso, paru), peda, pindang telur dan ecot, semur tahu.

Sayuran dan buah-buahan

Lotek, karedok, tumis kangkung, tumis genjer, sayur asem, sayur bening, ulukutek leunca, lodeh, toge goreng, urap sayuran, angeun poloy, lalapan, asinan, rujak, manisan kering, dan dodol sirsak. Padi-padian dan

kacang-kacangan

Leupeut, kupat, lupis, dadar gulung, carabikang, kue ali, apem, bugis, talam, cendol, candil, onde-onde, gemblong, opak, dodol, ulen, rangginang, kerupuk jengkol, kembang goyang, koya, noga, tahu sumedang, oncom, dan tempe

Ubi-ubian dan pisang Ketimus, combro, misro, galendo, peucang, colenak, talam ubi, carang ubi, keremes, kolak pisang/ ubi, keripik pisang, dan sale.

Lainnya (kelapa) Serundeng dan galendo.

Sumber: Tjahyadi (2000) diacu dalam Dewi (2004)

Pada tabel 7 dapat dilihat bahwa makanan Sunda sangat bervariasi dibuat dari berbagai macam bahan baku. Pada umumnya, bahan baku yang digunakan dalam pembuatan makanan Sunda selalu termasuk dalam program “4 Sehat 5 Sempurna”. Makanan Sunda memiliki kandungan gizi (untuk kesehatan) dan nutrisi (untuk kebugaran) yang tinggi terdiri dari sumber karbohidrat (berasal dari tanaman, terutama biji-bijian dan umbi-umbian), lemak dan protein (berasal dari ikan, hewan ternak, dan biji-bijian), serta mineral dan vitamin (berasal dari tanaman, terutama sayuran dan lalab). Selain itu, makanan Sunda seringkali ditambahkan bumbu/ penyedap alami asal tanaman yang memiliki fungsi sebagai


(15)

peningkat nilai organoleptik (rasa dan aroma) makanan, peningkat warna dan penampilan makanan, serta pengawet agar makanan dapat disimpan lama tanpa kerusakan dan penurunan kualitas2. Oleh karena itu, makanan tradisional Sunda sebenarnya jauh lebih sehat dan hingga saat ini masih banyak digemari oleh masyarakat.2

2.3. Perkembangan Blue Ocean Strategy

Pasar suatu industri tidak pernah tetap dan selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Salah satu penyebab adanya perubahan pasar ini adalah teknologi. Perkembangan teknologi yang semakin pesat turut menyebabkan batasan-batasan pasar suatu industri mengalami penyesuaian-penyesuaian untuk menggunakan dan memanfaatkan teknologi tersebut (Kartajaya 2003, Suparyadi 2006, Becker 2008). Penggunaan teknologi oleh para pelaku dalam suatu industri bertujuan untuk menghasilkan suatu bisnis yang lebih efektif dan efisien. Teknologi ini pada umumnya akan berdampak pada jumlah hasil produksi, karakteristik produk, dan cara pemasaran produk tersebut (Becker 2008, Kim dan Mauborgne 2005, Suparyadi 2006).

Para pelaku usaha dalam suatu industri melakukan berbagai cara untuk mengatasi perubahan pasar tersebut. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan membuat batasan-batasan pasar secara sengaja untuk menghambat dan meminimalisir pelaku-pelaku usaha baru. Hal ini dilakukan untuk melindungi pangsa pasar yang telah diraih oleh pelaku-pelaku yang sudah ada di dalam industri tersebut (Becker 2008, Kim dan Mauborgne 2005). Namun, dengan adanya tindakan ini, industri tersebut menunjukkan adanya situasi persaingan yang ketat antar para pelaku yang sudah ada dengan para pelaku baru atau sesamanya. Situasi industri dengan persaingan yang ketat diistilahkan sebagai samudera berdarah-darah atau samudera merah (red ocean).

Samudera merah (red ocean) merupakan istilah bagi ruang pasar yang sudah penuh atau jenuh. Ruang pasar yang penuh ini diakibatkan karena batasan-batasan pasar sudah dibuat dan didefinisikan kemudian para pelaku usaha saling berkompetisi untuk mendapatkan pangsa permintaan yang lebih besar. Namun,

      

2

Suriawiria U. 2009. Makanan Sunda. http://artshangkala.wordpress.com/ 2009/09/09/makanan-sunda/ [14 Februari]


(16)

pada saat ruang pasar sudah penuh, prospek terhadap laba dan pertumbuhan akan semakin berkurang.

Untuk mengatasi persaingan tersebut, para pelaku usaha akan melakukan berbagai strategi untuk memperbesar pangsa pasarnya. Strategi ini digunakan untuk mempertahankan konsumen yang sudah ada, menarik konsumen baru, dan menciptakan efisiensi dan efektifitas yang nantinya berpengaruh terhadap kesuksesan perusahaan (Becker 2008, Hong, Chai, Ismail 2011). Salah satu strategi yang sebagian besar menjadi dasar dari perumusan strategi oleh para manajer perusahaan adalah strategi yang dikemukakan oleh Porter (1991), yaitu model strategi bersaing. Model ini berfokus kepada kompetisi dimana perusahaan harus memiliki keunggulan kompetitif. Keunggulan kompetitif berfungsi untuk mempertahankan bisnis dengan cara memenangkan persaingan (Porter 1991, Thompson dan Strickland 2003 diacu dalam Anshori 2005).

Analisis lingkungan persaingan dalam model strategi bersaing menghendaki bahwa masing-masing unsur yang membentuk kekuatan persaingan harus dikaji secara mendalam. Perubahan setiap unsur akan membawa pengaruh terhadap dimensi persaingan yang tertentu di pasar. Semakin tinggi intensitas persaingan yang dihadapi, maka semakin rendah tingkat profitabilitas yang diharapkan dari satu jenis industri tertentu. Selain itu, model strategi yang berbasiskan kompetisi hanya memiliki dampak yang signifikan dan bertahan pada jangka pendek (Burke, Stel, Thurik 2008, Hong, Chai, Ismail 2011, Kim dan Mauborgne 2005, Mohamed 2010).

Setiap pelaku usaha menginginkan bisnis yang dijalankannya dapat bertahan dan memiliki keuntungan jangka panjang. Untuk mencapai hal ini, pelaku usaha perlu mendobrak pemikiran lamanya untuk tidak terlibat dalam kompetisi secara langsung demi mengejar pertumbuhan yang berkelanjutan. Kim dan Mauborgne (2005) memperkenalkan strategi samudera biru (blue ocean strategy) sebagai suatu strategi yang menekankan pada penciptaan permintaan baru dan ruang pasar yang belum ada pesaingnya. Strategi ini mendorong pelaku usaha untuk memperluas batasan-batasan pasar yang telah ada, sehingga pelaku usaha perlu mencermati hal-hal di luar batasan yang masih dapat untuk diraih (Kim dan Mauborgne 2005, Utomo 2010).


(17)

Pada dasarnya, pelaku usaha yang terlibat dalam kompetisi secara langsung akan berfokus untuk memenangkan persaingan dengan membangun posisi yang kuat di dalam tatanan industri yang sudah ada. Namun, para pelaku usaha yang menggunakan blue ocean strategy dimana mereka membuat persaingan menjadi tidak lagi relevan akan mengejar inovasi nilai. Inovasi nilai tercipta apabila perusahaan dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar dan sesuai dengan konsumen sekaligus dapat menekan biaya (Burke, Stel, Thurik 2008, Hong, Chai, Ismail 2011, Kim dan Mauborgne 2005). Hal ini tentunya sangat berbeda dengan strategi yang berbasiskan kompetisi dimana pelaku usaha harus memilih salah satu di antara penekanan biaya atau penambahan nilai untuk konsumen. Adapun perbedaan antara strategi samudera merah dengan strategi samudera biru dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Strategi Samudera Merah versus Strategi Samudera Biru Strategi Samudera Merah Strategi Samudera Biru Bersaing dalam ruang pasar yang

sudah ada

Menciptakan ruang pasar yang belum terdapat pesaing

Memenangi kompetisi Menjadikan kompetisi tidak relevan Mengeksploitasi permintaan yang ada Menciptakan dan menangkap

permintaan baru Memilih antara nilai-biaya (Value-

cost-trade-off)

Mendobrak pertukaran nilai-biaya

Memadukan keseluruhan sistem kegiatan perusahaan dengan pilihan strategis antara diferensiasi atau biaya rendah

Memadukan keseluruhan sistem kegiatan perusahaan dalam mengejar diferensiasi dan biaya rendah

Sumber: Kim dan Mauborgne (2005)

Inovasi nilai menuntut pelaku usaha untuk tidak berfokus pada kompetisi, melainkan berfokus untuk menciptakan lompatan nilai bagi pembeli dan pelaku usaha itu sendiri. Inovasi nilai merupakan dasar fundamental dalam penciptaan samudera biru (Hong, Chai, Ismail 2011, Kim dan Mauborgne 2005). Dalam inovasi nilai, perusahaan dapat melakukan diferensiasi dan biaya rendah secara bersamaan. Diferensiasi atau peningkatan nilai pembeli dapat dilakukan dengan menambahkan dan menciptakan faktor-faktor baru dan belum pernah ditawarkan oleh industri. Sedangkan, biaya rendah dapat dilakukan dengan mengurangi


(18)

bahkan menghilangkan faktor-faktor yang menjadi titik persaingan namun tidak terlalu bermanfaat untuk menunjang keunggulan dan keuntungan perusahaan. Inovasi nilai dapat dilihat pada Gambar 1.

Biaya

Nilai Pembeli

Inovasi Nilai

Gambar 1. Inovasi Nilai

Sumber: Kim dan Mauborgne (2005)

Inovasi nilai yang dilakukan oleh pelaku usaha tidak hanya diperuntukkan untuk mempertahankan konsumen yang sudah ada, tetapi juga untuk menarik orang-orang yang belum menjadi konsumen mereka. Non-konsumen adalah suatu contoh yang baik karena cenderung menawarkan wawasan yang lebih dalam mengenai cara untuk menciptakan samudera biru dibandingkan dengan konsumen yang telah terpuaskan. Namun, sebagian besar pelaku usaha hanya memfokuskan untuk memperluas konsumen yang sudah ada sehingga dapat memperbesar pangsa pasar yang akan diperoleh. Hal ini akan mengarahkan pelaku usaha kepada segmentasi lebih tajam sehingga berisiko menciptakan pasar sasaran yang sempit. Oleh karena itu, blue ocean strategy menuntut perusahaan untuk berkonsentrasi pada konsumen dan non-konsumen.

Non-konsumen memiliki tiga tingkatan berdasarkan jarak relatif mereka terhadap pasar (Kim dan Mauborgne 2005). Non-konsumen tingkat pertama merupakan pembeli yang melakukan pembelian atas produk sebuah industri karena kebutuhan, namun ketika industri lain menawarkan produk yang lebih sesuai maka mereka akan meninggalkan industri tersebut. Non-konsumen tingkat kedua adalah orang-orang yang menolak melakukan pembelian terhadap penawaran dari suatu industri karena produk tersebut tidak efektif dan berada di luar jangkauan mereka. Sedangkan, non-konsumen ketiga adalah orang-orang


(19)

yang tidak pernah berpikir bahwa penawaran dari industri adalah suatu pilihan. Apabila pelaku usaha mencermati kesamaan utama di antara non-konsumen dan konsumen, pelaku usaha dapat menumbuhkan permintaan baru dengan menarik mereka sebagai konsumen.

2.3.1. Perkembangan Penelitian Perilaku Konsumen Restoran Gurih 7

Suatu bisnis yang bergerak dalam bidang penyediaan pelayanan dan makanan, khususnya restoran, sangat ditentukan oleh jumlah konsumen agar dapat dikatakan sebagai bisnis yang sukses. Selain itu, kesuksesan ini juga dipengaruhi dengan kemampuan pelaku usaha dalam suatu bisnis untuk meningkatkan pertumbuhan pelanggannya3. Namun, untuk mempertahankan dan meningkatkan jumlah konsumen, para pelaku usaha harus melakukan berbagai alternatif cara yang selanjutnya disebut strategi. Strategi yang dilakukan haruslah efektif dan didasarkan pada tujuan yang ditetapkan, yaitu memenuhi kepuasan konsumen sekaligus meningkatkan keuntungan dari bisnis yang sedang dijalankan. Oleh karena itu, pelaku usaha perlu mencermati sikap dan perilaku konsumen dalam memenuhi kepuasannya.

Kepuasan konsumen merupakan keseluruhan sikap yang ditunjukkan konsumen atas barang atau jasa setelah mereka memperoleh dan menggunakannya (Mowen dan Minor 2002). Mempertahankan dan meningkatkan kepuasan konsumen adalah hal yang sangat penting bila ditinjau dari aspek manajerial. Pelanggan yang memiliki kepuasan yang tinggi terhadap produk yang ditawarkan akan mempengaruhi arus kas masa depan perusahaan secara positif. Oleh karena itu, pelaku usaha harus mencermati beberapa faktor yang mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian dan selanjutnya dapat meningkatkan kepuasan konsumen sebagai investasi (Sumarwan 2004, Mowen dan Minor 2002).

Saat ini, sudah banyak sekali penelitian yang menggunakan topik perilaku konsumen untuk mengkaji efektivitas penjualan yang telah dilakukan oleh suatu bisnis dan loyalitas serta kepuasan pelanggan terhadap bisnis tersebut. Salah satu bisnis restoran dan rumah makan yang seringkali menjadi tempat penelitian untuk

      

3

Bina UKM. 2010. Perkembangan Bisnis Rumah Makan dan Restoran: Peluang Usaha Rumah Makan/ Restoran. http://www.binaukm.com/ 2010/05/perkembangan-bisnis-rumah-makan-dan-restoran-peluang-usaha-rumah-makan-restoran/ [12 Juni 2012]


(20)

mengkaji topik tersebut adalah Restoran Gurih 7 yang juga menjadi tempat penelitian ini. Restoran Gurih 7 merupakan pemain dalam industri restoran tradisional Sunda di Kota Bogor dan sedang mengalami persaingan dengan bisnis-bisnis sejenis.

Penelitian terdahulu yang menggunakan topik perilaku konsumen menghasilkan beberapa atribut yang merupakan prioritas penting dan utama bagi konsumen dalam melakukan pembelian terhadap Restoran Gurih 7. Selain itu, terdapat beberapa penelitian yang memiliki tujuan untuk menganalisis hubungan satu atribut dengan atribut lainnya. Atribut-atribut yang digunakan pada penelitian terdahulu nantinya digunakan dalam penelitian ini sebagai faktor-faktor yang dijadikan sebagai ajang kompetisi dalam industri restoran tradisional Sunda. Selain itu, atribut ini nantinya dapat dicermati oleh pihak yang bersangkutan, yaitu Restoran Gurih 7, untuk melakukan investasi dalam mempertahankan dan meningkatkan jumlah konsumen.

Atribut yang dihasilkan dalam penelitian-penelitian terdahulu hampir sama. Namun, metode yang digunakan dalam penelitian terdahulu berbeda-beda sesuai dengan tujuan dan kebutuhan penelitian. Rusli (2006) menggunakan beberapa metode dan alat analisis dalam penelitiannya yang mengkaji atribut yang dinilai penting oleh konsumen dan tingkat kepuasan serta loyalitas terhadap kinerja atribut tersebut. Metode dan alat analisis yang digunakan adalah metode product moment pearson untuk menguji validitas responden dan metode α -cronbach untuk menguji reabilitas responden. Data yang diperoleh dari metode tersebut kemudian diolah dengan analisis deskriptif kualitatif-kuantitatif, metode Importance Performance Analysis (IPA), dan klasifikasi loyalitas menurut Griffin. Miftah (2010) menggunakan metode yang sama dengan Rusli (2006) untuk menguji validitas dan reabilitas responden dimana tujuan penelitiannya adalah untuk mengidentifikasi karakteristik konsumen serta menganalisis proses pengambilan keputusan dan faktor-faktor yang mempengaruhi analisis konsumen. Namun, data yang didapatkan Miftah (2010) diolah dengan menggunakan Analisis Deskriptif dan Analisis Faktor.

Penelitian terdahulu yang bertujuan untuk menganalisis hubungan satu atribut dengan atribut lainnya adalah Astriani (2008) dan Setyawati (2010).


(21)

Astriani (2008) dan Setyawati (2010) menggunakan metode yang berbeda dalam penelitiannya. Hal ini juga didasarkan dengan tujuan dan kebutuhan dari penelitian yang dilakukan. Astriani (2008) melakukan penelitian dengan tujuan untuk menganalisis kepuasan pelanggan dan hubungannya dengan fasilitas live music yang disediakan oleh Restoran Gurih 7. Metode pengolahan data yang digunakan Astriani (2008) adalah metode Importance Performance Analysis (IPA), Customer Satisfication Index (CSI), Uji Khi- Kuadrat (Chi- Square), dan Two Independents Simples Test. Sedangkan, Setyawati (2010) dalam penelitiannya memiliki tujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang terbentuk berdasarkan variabel experiential marketing dan hubungannya terhadap loyalitas pelanggan. Setyawati (2010) menggunakan beberapa metode dan alat analisis dalam mendukung penelitiannya, antara lain analisis faktor, regresi linear berganda, uji F, dan uji T.

Pada penelitian terdahulu, dapat dilihat bahwa metode dan alat analisis yang digunakan untuk meneliti perilaku konsumen di Restoran Gurih 7 sangat beragam. Namun, hasil penelitian yang didapatkan dari penelitian terdahulu memiliki hasil yang sama, terutama dalam penentuan atribut yang penting bagi konsumen Restoran Gurih 7. Astriani (2008), Miftah (2010), Setyawati (2010), dan Rusli (2006) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa atribut yang dinilai paling penting dan berpengaruh dalam mempengaruhi kepuasan dan loyalitas konsumen adalah atribut pada produk dan atribut pada pramusaji. Atribut pada produk yang dinilai penting adalah citarasa makanan dan minuman yang disajikan (Rusli 2006, Setyawati 2010). Setyawati juga menegaskan bahwa variabel yang paling dominan mempengaruhi loyalitas pelanggan advocate adalah indera pengecap. Sedangkan, atribut pada pramusaji yang dinilai penting bagi konsumen adalah keterampilan pramusaji dalam memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap, serta kecepatan pramusaji dalam menanggapi keluhan konsumen (Rusli 2006, Astriani 2008, Miftah 2010). Miftah (2010) juga menambahkan satu atribut pada pramusaji yang dinilai penting, yaitu keramahan dan kesopanan pramusaji dalam melayani konsumen.

Pada penelitian terdahulu yang bertujuan untuk menganalisis hubungan satu atribut dengan atribut lainnya memiliki beberapa hasil penelitian. Astriani


(22)

(2008) dalam penelitiannya memperlihatkan bahwa atribut suasana restoran menunjukkan penurunan kepuasan pelanggan pada suasana dengan adanya live music. Hal ini dikarenakan live music kurang cocok dengan nuansa kedaerahan yang khas Sunda pada Restoran Gurih 7. Sedangkan, Setyawati (2010) menghasilkan lima faktor yang dinamakan faktor experience (perasaan santai, perasaan nyaman, aksi, dan hubungan), faktor komunikasi (indera pengecap, komunikasi, identitas, produk, dan orang), faktor situasional (co-branding dan website), faktor persepsi (lingkungan dan pikiran), serta faktor pendengaran (indera pendengaran).

Penelitian ini memiliki beberapa perbedaan dan persamaan dengan penelitian terdahulu. Adapun perbedaannya terletak pada tujuan penelitian, yaitu untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dijadikan kompetisi dalam industri restoran tradisional Sunda di Kota Bogor, mendeskripsikan situasi industri tersebut, serta merumuskan blue ocean strategy yang dapat diterapkan untuk pengembangan usaha Restoran Gurih 7. Penelitian terdahulu lebih memfokuskan pada penilaian pelanggan dan konsumen (perilaku konsumen) terhadap Restoran Gurih 7, yaitu dari sisi kepuasan, loyalitas, hingga proses pengambilan keputusan. Penelitian tersebut belum sampai kepada perumusan strategi apa yang harus digunakan oleh pihak restoran. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan strategi yang akan digunakan oleh pihak restoran dalam pengembangan usahanya sehingga dapat mempertahankan dan meningkatkan pertumbuhan jumlah konsumen. Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah blue ocean strategy dimana strategi ini dilakukan untuk menciptakan ruang pasar yang belum ada pesaingnya dan menjadikan kompetisi sebagai hal yang tidak relevan.

2.3.2. Perumusan Strategi Samudera Merah (Red Ocean Strategy)

Penelitian mengenai strategi pengembangan usaha dalam bentuk organisasi bisnis/perusahaan telah cukup banyak dilakukan. Analisis menunjukan bahwa penelitian yang dilakukan memiliki kecenderungan hasil yang sama dalam menentukan strategi pengembangan usaha yang dilakukan. Pada umumnya, tujuan peneliti-peneliti yang mengkaji penelitian mengenai strategi pengembangan usaha tersebut adalah untuk: (1) mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal


(23)

suatu perusahaan, serta (2) merumuskan alternatif strategi pengembangan usaha bagi perusahaan yang diteliti. Tujuan tersebut pada umumnya digunakan untuk menjawab permasalahan bagi perusahaan-perusahaan yang sedang mengalami persaingan dan berupaya untuk memenangkan persaingan tersebut. Selain itu, dalam merumuskan strategi pengembangan usaha bagi perusahaan biasanya melibatkan peran stakeholders sebagai pihak internal dan dinas terkait sebagai pihak eksternal.

Penelitian terdahulu mengenai strategi pengembangan usaha menunjukkan bahwa metode analisis yang digunakan pada umumnya adalah analisis lingkungan usaha melalui analisis tahapan formulasi strategi yang dikemukakan oleh David (2002) yaitu terdiri dari tiga tahapan analisis meliputi tahap input, tahap pencocokan, dan tahap pengambilan keputusan. Beberapa alat analisis yang dapat digunakan dalam tahap input, antara lain matriks Internal Factor Evaluation (IFE), External Factor Evaluation (EFE), dan Competitive Profile Matrix (CPM). Namun, pada umumnya penelitian terdahulu yang dilakukan untuk merumuskan strategi pengembangan usaha menggunakan matriks IFE dan EFE. Hal ini dikarenakan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki serta peluang dan ancaman yang dihadapi perusahaan dapat diperlihatkan secara jelas.

Pada tahap pencocokan, alat analisis yang dapat digunakan adalah matriks Strenght-Weakness-Opportunity-Threat (SWOT), Strategic Position and Action Evaluation (SPACE), Boston Consulting Group (BCG), Internal-External (I-E), dan Grand Strategy. Penelitian-penelitian terdahulu biasanya menggunakan matriks I-E dan matriks SWOT dalam tahap pencocokan. Hal ini dikarenakan pemetaan kondisi organisasi baik dalam aspek internal maupun dalam aspek eksternal lebih detail pada matriks I-E karena terdapat sembilan sel yang berbeda. Namun, strategi yang dirumuskan dalam matriks I-E belum sempurna karena strategi belum disesuaikan dengan kondisi spesifik perusahaan, antara lain kekuatan, kelemahan, peluang, serta ancamannya. Sedangkan, strategi yang dirumuskan dalam matriks SWOT merupakan kombinasi faktor strategis perusahaan sehingga bersifat aplikatif.

Tahap pengambilan keputusan juga didukung oleh beberapa alat analisis, antara lain matriks Quantitative Strategic Planning (QSP) dan Analitical


(24)

Hierarchy Process (AHP). Kedua matriks ini digunakan untuk menentukan prioritas strategi. Namun, penelitian-penelitian terdahulu menggunakan matriks QSP karena dapat menentukan kemenarikan relatif dari tiap alternatif. Selain itu, faktor kunci strategi dapat dipertimbangkan secara berurutan atau bersamaan dengan tidak adanya batasan strategi yang dievaluasi.

Ranita (2004) dan Lazuardi (2008) melakukan penelitian untuk memformulasikan strategi pengembangan usaha restoran dan rumah makan. Namun, perbedaan kedua penelitian tersebut terletak pada jenis restoran yang diteliti dan hasil dari formulasi strategi. Ranita (2004) meneliti Rumah Makan Sunda Saung Kiray, sedangkan Lazuardi (2008) melakukan penelitian di Restoran Macaroni Panggang sebagai restoran modern. Melalui analisis faktor internal dan eksternal yang digambarkan pada matriks I-E, terlihat bahwa posisi bisnis yang diteliti keduanya berada pada tahap Hold and Maintain dengan strategi alternatif berupa strategi penetrasi dan pengembangan. Namun, alternatif strategi yang dijadikan prioritas bagi masing-masing usaha tersebut melalui matriks QSP berbeda. Alternatif strategi yang menjadi prioritas bagi tempat penelitian Ranita (2004) melalui matriks QSP adalah meningkatkan kegiatan pemasaran dan promosi melalui pemasangan spanduk di lokasi strategis. Sedangkan, alternatif strategi tersebut pada penelitian Lazuardi (2008) merupakan alternatif strategi dengan urutan prioritas yang paling rendah. Melalui matriks QSP, Restoran Makaroni Panggang yang diteliti oleh Lazuardi (2008) memiliki alternatif strategi berupa memperluas pasar dengan membuka cabang baru di daerah Bogor sebagai prioritas strategi yang utama.

Penelitian terdahulu memiliki beberapa persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini. Adapun persamaannya adalah topik yang digunakan dalam penelitian, yaitu strategi pengembangan usaha. Pada penelitian ini, strategi pengembangan usaha dilakukan karena Restoran Gurih 7 sebagai objek penelitian merupakan usaha yang sudah cukup lama berdiri dan sedang mengembangkan bisnisnya di tengah persaingan yang ketat. Sedangkan, perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini terletak pada objek yang diteliti dan strategi yang digunakan, yaitu blue ocean strategy. Penelitian terdahulu menggunakan model strategi bersaing yang merupakan red ocean strategy sehingga strategi yang


(25)

dirumuskan pada umumnya untuk memenangkan persaingan dalam suatu industri. Blue ocean strategy yang akan digunakan pada penelitian ini dapat meningkatkan keuntungan usaha Restoran Gurih 7 dengan menjadikan kompetisi tidak relevan. 2.3.3. Perumusan Strategi Samudera Biru (Blue Ocean Strategy)

Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan blue ocean strategy sebagai strategi pengembangan usaha masih relatif sedikit. Hal ini dikarenakan pemikiran mengenai blue ocean strategy masih baru dan belum memiliki pendekatan secara sistematis. Namun, pada umumnya, peneliti-peneliti terdahulu memiliki tujuan yang sama dalam mengkaji strategi pengembangan usaha berdasarkan blue ocean strategy, yaitu untuk: (1) mengidentifikasi faktor-faktor yang dijadikan sebagai ajang kompetisi dalam suatu industri, (2) mendeskripsikan situasi industri, (3) dan merumuskan alternatif strategi yang dapat digunakan untuk pengembangan usaha. Selain itu, peneliti terdahulu menggunakan metode dan alat analisis yang sama dengan yang dipaparkan oleh Kim dan Mauborgne (2005). Adapun alat analisis yang digunakan pada penelitian mengenai blue ocean strategy, antara lain kanvas strategi, kurva nilai, kerangka kerja enam jalan, kerangka kerja empat langkah, skema hapuskan-kurangi-tingkatkan-ciptakan, dan rangkaian strategi samudera biru. Keenam alat analisis tersebut merupakan alat analisis yang bersifat kualitatif dan digunakan untuk menjawab dua tujuan terakhir peneliti. Sedangkan, tujuan pertama dapat diidentifikasi dengan menggunakan alat analisis yang bersifat kuantitatif, yaitu Uji Cochran dan Uji Penilaian Kinerja.

Walaupun metode dan alat analisis yang digunakan dalam perumusan strategi pada penelitian-penelitian terdahulu sama, tetapi tahapan perumusan strateginya berbeda. Wadud (2010) menggunakan tahapan perumusan strategi dengan menggunakan empat prinsip formulasi blue ocean strategy secara berurutan, antara lain merekonstruksi batasan-batasan pasar, berfokus pada gambaran besar, melampaui permintaan yang ada, dan menjalankan rangkaian strategis dengan benar. Alat analisis yang digunakan pada penelitian Wadud (2010) juga disesuaikan dengan tahapan perumusan. Sedangkan, Utomo (2010) tidak menggunakan tahapan perumusan tersebut secara berurutan. Tahapan perumusan yang digunakan Utomo (2010) diawali dengan merekonstruksi batasan pasar dengan menggunakan kerangka kerja enam jalan kemudian dilanjutkan


(26)

dengan formulasi blue ocean strategy dengan alat analisis berupa kerangka kerja empat langkah dan skema hapuskan-kurangi-tingkatkan-ciptakan. Ide blue ocean strategy yang telah dihasilkan melalui formulasi blue ocean strategy terlebih dahulu dilakukan pengujian sebelum dapat dikatakan layak. Pengujian ide ini menggunakan alat analisis rangkaian blue ocean strategy dan tiga kriteria strategi yang baik.

Wadud (2010) meneliti yoghurt dengan merek produk DaFa sebagai objek penelitiannya, sedangkan Utomo (2010) menggunakan objek penelitian berupa produk teh dengan merek Your Tea. Hasil formulasi blue ocean strategy dari kedua penelitian ini berbeda dikarenakan faktor-faktor kompetisi dalam masing-masing industri tidak sama. Faktor-faktor yang menjadi kompetisi dalam industri yoghurt di Bogor, antara lain variasi rasa, higienitas, informasi produk, khasiat/ manfaat bagi kesehatan, kemudahan memperoleh produk, harga produk dari produsen/ agen, volume isi, kemudahan memperoleh bahan baku, fasilitas yang diberikan produsen, sistem kontrak penjualan, dan sistem distribusi. Sedangkan, faktor-faktor yang diteliti oleh Utomo (2010) dalam industri teh siap saji adalah track record perusahaan, harga paket penawaran, jenis teh yang digunakan, merek teh yang digunakan, fasilitas yang diberikan, sistem pendukung, desain dan bahan outlet, harga bahan baku, distribusi bahan baku, rasa, keramahan penjual, lokasi outlet, dan kecepatan penyajian. Faktor-faktor dari kedua industri tersebut mencakup persepsi produsen dan konsumen. Seluruh faktor ini kemudian dipetakan dalam kanvas strategi dan dibaca kurva nilainya dengan membandingkan pesaing-pesaing potensial. Berdasarkan kanvas strategi dari kedua penelitian tersebut, posisi perusahaan yang diteliti berada di dalam situasi persaingan yang ketat.

Setelah diketahui situasi persaingan yang dihadapi perusahaan, selanjutnya dilakukan formulasi blue ocean strategy dengan menggunakan kerangka kerja empat langkah dan skema hapuskan-kurangi-tingkatkan-ciptakan. Wadud (2010) dalam penelitiannya menghasilkan formulasi ide, yaitu (1) menghapuskan faktor jenis teh yang digunakan, merek teh, desain dan bahan outlet, (2) mengurangi faktor harga paket penawaran dan harga bahan baku, (3) meningkatkan faktor track record perusahaan, fasilitas yang diberikan, sistem pendukung, keramahan


(27)

penjual, dan kecepatan penyajian, dan (4) menciptakan faktor kerja sama, rekruitmen, program promo, gathering, dan paket penawaran eksklusif. Sedangkan, Utomo (2010) memformulasikan ide blue ocean strategy untuk Your Tea sebagai berikut (1) menghapuskan faktor jenis teh yang digunakan, merek teh, desain dan bahan outlet, (2) mengurangi faktor harga paket penawaran dan harga bahan baku, (3) meningkatkan faktor track record perusahaan, fasilitas yang diberikan, sistem pendukung, keramahan penjual, dan kecepatan penyajian, dan (4) menciptakan faktor kerja sama, rekruitmen, program promo, gathering, dan paket penawaran eksklusif. Setelah dihasilkan ide blue ocean strategy, ide ini diujikan terlebih dahulu dengan menggunakan rangkaian blue ocean strategy. Namun, Utomo (2010) juga melakukan pengujian terhadap ide tersebut dengan menggunakan tiga kriteria strategi yang baik. Hasil pengujian terhadap ide strategi dari kedua penelitian tersebut menunjukkan ide strategi layak dan dapat direkomendasikan untuk perusahaan yang diteliti.

Penelitian ini menggunakan tahapan perumusan blue ocean yang dilakukan oleh Utomo (2010). Hal ini dikarenakan perumusan yang digunakan lebih terarah dan pengujian terhadap ide blue ocean strategy dilakukan dua kali. Namun, terdapat beberapa perbedaan dan persamaan antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yang terkait langsung dengan topik strategi pengembangan, yakni terletak pada objek kajian, tempat penelitian, dan hasil dalam penelitian. Objek yang akan dikaji pada penelitian ini adalah industri kuliner, khususnya restoran tradisional sunda yang berada di Kota Bogor. Sehingga lokasi penelitian yang akan digunakan adalah Restoran Gurih 7 yang menggunakan konsep dan tema tradisional sunda. Selain itu, pengamatan yang dilakukan dalam penelitian ini terfokus pada persepsi konsumen. Akan tetapi, dalam penelitian ini juga menggunakan persepsi produsen dalam memformulasikan ide blue ocean, namun tidak secara keseluruhan. Sedangkan, persamaannya terletak pada alat analisis yang digunakan dan tujuan penelitian, yaitu mengidentifikasi situasi persaingan dan faktor-faktor yang dijadikan ajang kompetisi industri serta merumuskan strategi blue ocean untuk pengembangan usaha.


(28)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1. Analisis Deskriptif

Metode analisis deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Nazir (2005) mengemukakan bahwa tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

3.1.2. Analisis Situasi Industri

Analisis situasi industri merupakan tahap pertama dalam blue ocean strategy. Analisis ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai situasi suatu industri terkini melalui kanvas strategi dan kurva nilai. Selain itu, analisis situasi industri berfungsi untuk menunjukkan apakah suatu industri berada di dalam suatu persaingan yang ketat atau tidak. Apabila situasi tersebut menunjukkan adanya kompetisi di antara para pelaku di dalam industri tersebut atau pasar industri tersebut sudah mulai jenuh, maka perusahaan bisa mengambil langkah untuk merumuskan strategi samudera biru.

Kanvas strategi dalam analisis situasi industri berfungsi untuk memetakan faktor-faktor kompetisi yang digunakan sebagai sarana persaingan bagi perusahaan dalam industri restoran tradisional Sunda melalui kurva nilai yang terbentuk. Faktor-faktor kompetisi ini tidak hanya digunakan untuk memetakan persaingan pada masa sekarang, tetapi juga digunakan untuk memperkirakan situasi persaingan di dalam suatu industri di masa yang akan datang. Penentuan faktor-faktor kompetisi dalam suatu industri dilakukan dengan melakukan pengamatan dari dalam dan luar industri, seperti konsumen, produsen, dan pihak- pihak yang terkait dengan bisnis restoran tradisional Sunda.

3.1.2.1.Kanvas Strategi

Kanvas strategi merupakan suatu kerangka kerja analitis yang digunakan untuk menggambarkan situasi terkini suatu industri dalam ruang pasar yang sudah ada. Kim dan Mauborgne (2005) menyatakan bahwa kanvas strategi adalah


(29)

kerangka aksi sekaligus diagnosa untuk membangun strategi samudera biru. Kanvas strategi yang berfungsi sebagai diagnosa akan menunjukkan apakah persaingan terjadi di dalam industri tersebut pada faktor-faktor persaingan yang terbentuk. Oleh karena itu, kanvas strategi ini akan menggambarkan beberapa hal, antara lain profil strategis suatu industri yang tergambarkan melalui faktor-faktor yang mempengaruhi persaingan di antara sesama pemain industri serta profil strategis pesaing-pesaing potensial dan profil strategis perusahaan yang menggambarkan bagaimana perusahaan berinvestasi pada faktor-faktor kompetisi tersebut. Kim dan Mauborgne (2005) menambahkan bahwa penggambaran kanvas strategi juga menghasilkan pengetahuan mengenai profil strategis perusahaan dimana perusahaan akan melakukan investasi pada faktor-faktor tersebut di masa mendatang.

Kim dan Mauborgne (2005) membuat proses terstruktur mengenai cara menggambar dan membahas kanvas strategi yang mendorong strategi suatu perusahaan ke arah samudera biru melalui empat langkah visualisasi strategi. Empat langkah visualisasi strategi ini akan mengembalikan strategi kepada perencanaan strategis dan meningkatkan peluang untuk menciptakan samudera biru. Langkah-langkah tersebut dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Empat Langkah dalam Memvisualisasikan Strategi

1. Kebangkitan Visual 2. Eksplorasi Visual 3. Pameran Strategi Visual 4. Komunikasi Visual • Membandingkan bisnis dengan bisnis pesaing kita dengan menggambar kanvas strategi kita “yang ada”.

• Melihat perubahan apa yang perlu dilakukan pada strategi kita.

•Pergi ke lapangan untuk menjelajahi enam jalan penciptaan samudera biru. •Mengamati keunggulan khas dari produk dan jasa alternatif.

•Melihat faktor apa

yang harus dihapuskan, diciptakan, atau diubah. • Menggambar kanvas strategi “masa depan” kita didasarkan pada wawasan yang didapat dari pengamatan lapangan. • Mendapatkan umpan-balik mengenai kanvas strategi alternatif dari konsumen, konsumen pesaing, dan non-konsumen. • Menggunakan umpan-balik itu untuk membangun strategi “masa depan” terbaik

• Tunjukkan profil strategis kita yang lalu dan akan datang di satu halaman untuk mudah

dibandingkan. • Dukung hanya

proyek-proyek dan langkah-langkah operasional yang memungkinkan perusahaan untuk menutup celah demi mewujudkan strategi baru.

Sumber: Kim dan Mauborgne (2005)


(30)

3.1.2.2. Mendefinisikan Kurva Nilai

Hasil penggambaran pada kanvas strategi dapat dipahami dengan mendefinisikan terlebih dahulu kurva nilai yang terbentuk pada kanvas. Kurva nilai suatu industri akan menggambarkan beberapa pengetahuan strategis mengenai suatu bisnis, antara lain profil strategis dan posisi perusahaan di dalam suatu industri. Adapun penjelasan mengenai gambaran berbagai posisi strategis perusahaan di dalam suatu industri melalui kurva nilai, antara lain sebagai berikut. 1) Strategi samudera biru

Perusahaan telah menerapkan strategi samudera biru. Perusahaan ini melakukan strategi yang memenuhi tiga kriteria blue ocean strategy, yaitu fokus, divergensi, dan moto utama.

2) Perusahaan yang terperangkap dalam samudera merah

Merupakan perusahaan dengan kurva nilai yang hampir sama atau identik dengan kurva nilai perusahaan-perusahaan pesaingnya dalam suatu industri. Strategi yang dilakukan cenderung berupaya mendapatkan keunggulan kompetitif dan memperebutkan ruang pasar yang sudah ada. Pada umumnya, perusahaan akan memilih salah satu strategi di antara strategi diferensiasi dan strategi kepemimpinan biaya.

3) Penawaran berlebihan tanpa hasil yang memadai

Perusahaan cenderung memberikan penawaran yang berlebihan kepada konsumen dengan melakukan investasi secara besar-besaran terhadap faktor-faktor yang dijadikan sebagai ajang kompetisi. Hal ini terjadi apabila kurva nilai perusahaan menunjukkan nilai yang tinggi dalam semua faktor, sedangkan pangsa pasar atau profitabilitas yang didapatkan tidak sesuai dengan investasi yang dikeluarkan.

4) Strategi yang tidak koheren

Strategi ini didasarkan pada berbagai substrategi yang terpisah dan berjalan sendiri-sendiri. Namun, substrategi tersebut tidak dapat membangun visi strategis yang jelas bagi perusahaan. Hal ini digambarkan dengan kurva nilai perusahaan yang terlihat tidak beraturan, seperti gerak zig zag tanpa pola.


(31)

5) Kontradiksi strategis

Strategi perusahaan dapat menggambarkan suatu kontradiksi. Hal ini dapat dilihat jika perusahaan memberikan penawaran tingkat tinggi pada satu faktor kompetisi, namun perusahaan tidak memperhatikan faktor-faktor lain yang mendukung faktor tersebut.

6) Perusahaan yang didorong secara internal

Hal ini dapat dilihat dari jenis bahasa yang digunakan dalam faktor kompetisi pada kanvas strategi. Jenis bahasa ini memberikan pengetahuan mengenai pembangunan visi strategis berdasarkan perspektif dari sisi permintaan, atau sebaliknya.

3.1.3. Blue Ocean Strategy (BOS)

Samudera biru atau blue ocean merupakan suatu ruang pasar baru yang tidak ketat dengan unsur persaingan. Samudera biru ditandai oleh ruang pasar yang belum terjelajahi, adanya penciptaan permintaan, dan peluang pertumbuhan yang sangat menguntungkan. Samudera biru tidak menggunakan kompetisi sebagai patokan dalam menciptakan suatu strategi, melainkan menjadikan kompetisi tersebut tidak relevan dengan menciptakan suatu lompatan nilai bagi pembeli dan perusahaan.

Selama ini, perusahaan dan industri dijadikan sebagai alat analisis oleh para perumus strategi dalam mempelajari akar pertumbuhan suatu bisnis yang menguntungkan. Namun, tindakan perusahaan merupakan hal yang paling mempengaruhi dalam kesuksesan perusahaan untuk meningkatkan keuntungannya. Hal ini didukung dengan pernyataan Widodo (2008) mengungkapkan bahwa suatu tindakan strategi yang telah disusun dengan baik dan menyeluruh akan mempengaruhi kualitas strategi, termasuk dalam pengembangan dan peningkatan keuntungan perusahaan. Selain itu, Kim dan Mauborgne (2005) yang mengemukakan bahwa langkah atau tindakan strategis perusahaan merupakan alat analisis yang tepat untuk menjelaskan penciptaan samudera biru dan kinerja tinggi yang lestari. Langkah strategis yang dimaksud adalah seperangkat tindakan dan keputusan manajerial yang turut membuat penawaran (produk atau jasa) bisnis unggulan dan bersifat menciptakan pasar.


(32)

3.1.4. Formulasi Blue Ocean Strategy (BOS)

Blue Ocean Strategy merupakan suatu strategi yang menekankan pada penciptaan ruang pasar yang baru dimana belum terdapat pesaing. Penciptaan ruang pasar baru dapat dilakukan dengan berfokus kepada penumbuhan permintaan dan gerak menjauh atau divergensi dari kompetisi yang terjadi di dalam suatu industri. Mereka tidak lagi berfokus pada kompetisi, melainkan berfokus kepada inovasi nilai, yaitu penciptaan nilai inovatif dan penerapan penjauhan diri dari kompetisi dengan biaya rendah. Dengan adanya fokus ini, perusahaan dapat mengkaji secara sistematis batasan-batasan mapan dari kompetisi dan menata ulang elemen-elemen yang ada dalam pasar-pasar yang berbeda untuk merekonstruksi elemen-elemen tersebut menjadi ruang pasar baru, yaitu tingkat permintaan yang baru diciptakan.

3.1.4.1. Merekonstruksi Batasan-Batasan Pasar

Salah satu prinsip dalam blue ocean strategy adalah perekonstruksian batasan pasar industri. Prinsip ini merupakan prinsip pertama karena digunakan terlebih dahulu untuk memposisikan perusahaan agar dapat menjauh dari persaingan (samudera merah) dan menciptakan ruang pasar yang baru (samudera biru) sehingga dapat memperkecil risiko pencarian. Pada umumnya, perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam persaingan di suatu industri memiliki pandangan untuk menerima batasan-batasan pasar yang sudah didefinisikan dan bersedia untuk berkompetisi dalam batasan-batasan tersebut. Untuk menciptakan samudera biru, perusahaan harus bersedia untuk melepaskan pandangan tersebut dan membentuk ulang batasan-batasan pasar sehingga dapat membebaskan diri dari persaingan dan menumbuhkan permintaan yang baru. Pembentukan ulang atau perekonstruksian batasan pasar dapat dilakukan dengan menggunakan enam pendekatan dasar. Pendekatan dasar ini akan membantu perusahaan untuk menemukan berbagai alternatif yang dapat diterapkan untuk menciptakan samudera biru. Enam pendekatan dasar ini disebut sebagai kerangka kerja enam jalan.

Kerangka kerja enam jalan berlaku umum untuk semua sektor industri dan membantu perusahaan dalam pembuatan ide-ide samudera biru yang tahan lama


(33)

secara komersil. Keenam jalan tersebut didasarkan pada upaya untuk melihat data-data yang sudah diketahui melalui perspektif baru. Kerangka kerja enam jalan tersebut dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Kerangka Kerja Enam Jalan Blue Ocean

Kompetisi red ocean Penciptaan blue ocean

Industri Berfokus pada pesaing dalam Industri

Mencermati industri Alternatif

Kelompok Strategis

Berfokus pada posisi kompetitif dalam kelompok strategis

Mencermati kelompok strategis dalam industri Kelompok pembeli Berfokus pada melayani kelompok

pembeli secara lebih Baik

Meredefinisikan kelompok pembeli industri

Cakupan produk atau

penawaran jasa

Berfokus pada memaksimalkan nilai produk dan penawaran jasa

dalam batasan-batasan industri

Mencermati produk dan penawaran jasa pelengkap

Orientasi fungsional-emosional

Berfokus pada memperbaiki kinerja harga dalam orientasi fungsional-emosional

Industrinya

Memikirkan ulang orientasi fungsional-emosional

industrinya.

Waktu Berfokus pada adaptasi terhadap tren-tren eksternal yang terjadi

Berpartisipasi dalam membentuk tren-tren

eksternal sepanjang waktu Sumber: Kim dan Mauborgne (2005)

Berdasarkan Tabel 10, terdapat enam jalan alternatif yang perlu dicermati oleh perusahaan untuk menciptakan samudera biru. Berikut penjelasan dari keenam jalan alternatif tersebut, antara lain sebagai berikut.

1) Mencermati industri alternatif

Suatu perusahaan pada umumnya telah mendefinisikan batasan industri mereka dan berfokus pada persaingan di dalam industri mereka. Sedangkan, produk atau jasa dari industri tersebut ditawarkan kepada konsumen dimana konsumen memiliki berbagai macam pilihan untuk menggunakan produk yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Adapun produk yang dapat dipilih oleh konsumen dapat berupa produk atau jasa alternatif. Produk atau jasa alternatif merupakan produk atau jasa yang memiliki bentuk berbeda, tetapi menawarkan fungsi atau utilitas/ manfaat inti yang sama. Selain itu, produk atau jasa alternatif mencakup produk atau jasa yang memiliki fungsi dan bentuk berbeda, tetapi memiliki tujuan yang sama. Oleh karena itu, perusahaan perlu memikirkan cara konsumen untuk memilih di antara


(34)

berbagai alternatif sehingga perusahaan bisa mendapatkan peluang untuk menciptakan inovasi nilai.

2) Mencermati kelompok-kelompok strategis

Pada umumnya, setiap kelompok strategis kurang memberikan perhatian pada apa yang dilakukan kelompok strategis lainnya. Hal ini dikarenakan kelompok-kelompok strategis cenderung memiliki sudut pandang permintaan yang berbeda dimana masing-masing kelompok strategis tampak tidak bersaing satu sama lain. Oleh karena itu, perusahaan perlu memahami faktor-faktor yang dapat menentukan keputusan konsumen untuk berpindah dari satu kelompok ke kelompok strategis lainnya.

3) Mencermati rantai pembeli

Perusahaan perlu mengetahui rantai pembeli yang secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam keputusan pembelian. Dengan mencermati pembeli sasaran, perusahaan akan mengetahui cara mendasar dalam penciptaan kurva nilai samudera biru.

4) Mencermati penawaran jasa dan produk pelengkap

Suatu perusahaan tidak hanya dapat menyajikan produk atau jasa utama dari industrinya, tetapi juga dapat melakukan penawaran jasa dan produk pelengkap kepada konsumen. Penawaran jasa dan produk pelengkap dapat meningkatkan nilai yang akan diterima oleh konsumen dan selanjutnya menciptakan samudera biru. Peningkatan nilai ini akan memudahkan konsumen untuk mencari dan mendapatkan fungsi yang diperlukan secara total.

5) Mencermati daya tarik emosional-fungsional bagi pembeli

Perusahaan dalam suatu industri juga memiliki kecenderungan untuk berfokus pada salah satu dari dua daya tarik, yaitu rasional atau fungsional dan emosional. Jika industri berkompetisi pada harga dan kalkulasi utilitas/ manfaat, industri tersebut memiliki daya tarik fungsional. Sedangkan, industri yang berkompetisi pada perasaan memiliki daya tarik berupa emosional. Apabila perusahaan bersedia untuk menentang orientasi fungsional-emosional dari suatu industri, perusahaan dapat menemukan ruang pasar baru.


(35)

6) Mencermati waktu

Mencermati waktu merupakan cara untuk mendapatkan informasi mengenai nilai yang diberikan pasar saat ini ke nilai yang mungkin diberikan pasar di masa depan melalui tren-tren saat ini. Dengan mencermati waktu, perusahaan tidak hanya menyesuaikan strategis bisnis mereka dengan mengikuti perkembangan tren yang diamati, tetapi juga membentuk tren yang baru. 3.1.4.2. Kerangka Kerja Empat Langkah dan Skema Hapuskan Kurangi-

Tingkatkan-Ciptakan

Dalam perumusan blue ocean strategy, perusahaan perlu menggunakan alat analisis berupa kerangka kerja empat langkah dan skema hapuskan-kurangi-tingkatkan-ciptakan. Kim dan Mauborgne (2005) telah mengembangkan tahapan-tahapan sistematis untuk membangun ulang elemen-elemen nilai pembeli dalam membuat suatu kurva nilai yang baru yang disebut sebagai kerangka kerja empat langkah. Kerangka kerja empat langkah memiliki fungsi untuk mendobrak dilema atau pertukaran (trade off) antara diferensiasi dan kepemimpinan biaya sehingga dapat menciptakan kurva nilai yang baru. Adapun kerangka kerja empat langkah adalah sebagai berikut.

1) Eliminate atau menghilangkan faktor-faktor yang telah terdefinisi dan diterima begitu saja oleh industri. Hal ini bertujuan untuk melihat peluang usaha di luar batasan yang telah tercipta sebelumnya.

2) Reduce atau mengurangi faktor yang berlebihan pada produk untuk mengikuti irama kompetisi. Jika suatu produk cenderung mengikuti arus persaingan, perusahaan yang menghasilkan produk tersebut cenderung akan melakukan investasi secara berlebih tanpa memberikan peningkatan manfaat kepada konsumen.

3) Raise atau meningkatkan faktor-faktor sampai di atas standar industri. Hal ini dapat berarti menghilangkan kompromi yang dipaksakan industri kepada konsumen. Jika perusahaan berusaha meningkatkan apa yang dianggap menjadi suatu hal yang wajar pada suatu industri, maka akan terlihat adanya peluang untuk mengembangkan usaha.

4) Create atau menciptakan faktor-faktor yang belum pernah ditawarkan industri sebelumnya. Dengan menciptakan faktor baru, perusahaan dapat menemukan


(36)

sumber baru bagi pembeli dan menciptakan permintaan baru serta pemberian harga strategis industri.

Dalam menciptakan suatu samudera biru, terdapat alat analisis pelengkap bagi kerangka kerja empat langkah, yaitu Skema Hapuskan-Kurangi-Tingkatkan-Ciptakan. Skema ini mendorong perusahaan untuk bertindak berdasarkan langkah-langkah dalam kerangka kerja empat langkah-langkah sehingga dapat menciptakan suatu nilai yang baru bagi suatu industri. Adapun manfaat yang diterima oleh perusahaan yang menerapkan skema tersebut, antara lain:

1) Mendorong perusahaan untuk mengejar diferensiasi dan biaya murah secara bersamaan.

2) Mendorong perusahaan untuk segera mengubah fokus dalam memodifikasi produk dan jasa secara berlebihan.

3) Skema ini dengan mudah dipahami oleh manajer di semua level sehingga menciptakan tingkat keterlibatan yang tinggi dalam penerapannya.

4) Mendorong perusahaan untuk menganalisis setiap faktor industri yang menjadi ajang kompetisi sehingga perusahaan dapat menemukan berbagai asumsi implisit dalam berkompetisi.

Menghapuskan

Faktor-faktor yang telah diterima begitu saja oleh industri

Meningkatkan

Faktor-faktor yang yang harus ditingkatkan hingga di atas

standar industri Mengurangi

Faktor-faktor yang harus dikurangi hingga di bawah standar Industri

Menciptakan

Faktor-faktor yang belum pernah ditawarkan industri

Gambar 2. Skema Hapuskan-Kurangi-Tingkatkan-Ciptakan

Sumber: Kim dan Mauborgne (2005)

3.1.4.3. Pengujian Blue Ocean Strategy

Strategi samudera biru yang efektif harus memiliki tiga kualitas atau kriteria yang saling melengkapi, yaitu fokus, gerak menjauh (divergensi), dan moto utama. Empat langkah dalam menciptakan kurva nilai yang baru harus diarahkan dengan baik untuk menciptakan profil strategis perusahaan sesuai


(37)

dengan tiga kriteria tersebut. Ketiganya berfungsi sebagai alat tes terhadap daya tahan komersil dari ide-ide samudera biru.

Ketika strategi samudera biru yang dibuat menghasilkan kurva nilai yang baru dan memiliki tiga kriteria blue ocean strategy yang efektif, kemudian perusahaan harus menciptakan dan menguatkan ide-ide samudera biru demi memastikan kesinambungan komersilnya. Perusahaan perlu membangun strategi samudera biru dalam empat rangkaian, yaitu utilitas pembeli, harga, biaya, dan pengadopsian. Kim dan Mauborgne (2005) berpendapat bahwa dengan memahami rangkaian strategis secara benar dan memahami cara menilai ide-ide samudera biru berlandaskan kriteria-kriteria kunci dalam rangkaian tersebut, maka perusahaan dapat mengurangi risiko strategi bisnis yang diterapkan.

Pendekatan ini dapat dilakukan dengan alat bantu berupa rangkaian diagram atau flowchart. Rangkaian ini dimulai dengan utilitas bagi pembeli yaitu dengan mempertanyakan kepada konsumen apakah konsumen bersedia mencoba produk yang ditawarkan. Kemudian perusahaan melangkah ke tahap selanjutnya, yaitu menentukan harga strategis. Harga strategis pada samudera biru tidak harus selalu harga yang rendah karena harga yang rendah tidak selalu dapat menarik konsumen untuk mencoba produk yang ditawarkan. Kedua langkah awal ini akan menentukan terjadinya lompatan nilai bagi pembeli dan pemasukan untuk perusahaan.

Langkah selanjutnya adalah biaya sebagai tanda untuk mengamankan laba, tetapi tidak digunakan sebagai faktor yang mempengaruhi harga. Ide blue ocean strategy harus menghasilkan biaya yang tidak tinggi sehingga perusahaan dapat memperoleh laba pada harga strategis dan tetap memberikan nilai bagi konsumen. Jika perusahaan dapat melalui tahap ini, kemudian dilanjutkan dengan langkah terakhir sebagai tindakan untuk menghadapi rintangan pengadopsian. Rintangan pengadopsian dapat bersumber baik dari eksternal maupun internal perusahaan. Jika rintangan pengadopsian dapat diatasi, strategi samudera biru dapat dieksekusi secara komersil.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Pergeseran pola kebiasaan masyarakat, terutama masyarakat perkotaan, yang pada saat ini cenderung mengkonsumsi makanan siap saji dan mengarah


(1)

Lampiran 4. Daftar Menu Produk Pastry Restoran Gurih 7

Tallas Roll Cream Cheese Rp39.000 Tallas Roll Chocolate Rp39.000 Tallas Roll Blueberry Rp36.000 Tallas Roll Peanut Better Rp36.000 Tallas Roll Strawberry Rp36.000

Cake Talas Cream Cheese Rp39.000 Cake Talas Blueberry Rp36.000 Cake Talas Chocolate Rp36.000 Cake Talas Original Rp30.000

Brownies Talas Kukus Rp35.000

Cake Banana Cream Cheese Rp39.000 Cake Banana Blueberry Rp36.000 Cake Banana Chocolate Rp36.000 Cake Banana Original Rp30.000

Pie Banana & Cheese Rp30.000 Pie Banana & Chocolate Rp30.000 Mollen Banana & Cheese Rp30.000 Mollen Banana & Chocolate Rp30.000

TALLAS ROLL

Cup Cake Blueberry Rp10.000 Cup Cake Cheese Rp10.000 Cup Cake Chocolate Rp10.000 Cup Cake Chocolate & Cheese Rp10.000 Muffin Banana Cheese Rp 8.000 Muffin Banana Chocolate Rp 8.000 Muffin Banana Choc &Cheese Rp 8.000

CUP CAKE & MUFFIN

ANEKA STRAW CAKE TALAS

BROWNIES TALAS

Cheese Straw Rp20.000

Chocolate Straw Rp20.000

Macaroni Panggang Rp 7.500 Chocolate Ball Rp 4.000 Donat Talas Rp 4.000

Keju Lilit Rp 4.000

E’ Clear Rp 4.500

Soes Rp 4.500

Risoles Rp 4.500

Tahu Goreng Rp 5.000 ANEKA KUE

ANEKA PUDDING CAKE BANANA

PIE/ MOLLEN BANANA

Pudding Blueberry Rp 5.000 Pudding Chocolate Rp 5.000 Pudding Strawberry Rp 5.000


(2)

Lampiran 5. Dokumentasi Kegiatan Penelitian di Restoran Gurih 7

Restoran Gurih 7 Tampak Depan Jalan Penghubung Antara Parkir dan

Parkir Bawah Restoran

Area Parkir Restoran Talas Roll

Air Terjun Restoran Kolam Ikan Pertama Restoran


(3)

Kolam Ikan Kedua Restoran Jalan Bebatuan Antara Kolam

Pertama dan Kedua

Play Ground Restoran


(4)

RINGKASAN

MEIDINA MEGAN ANDRIANI. Strategi Pengembangan Usaha Restoran gurih 7 di Kota Bogor dengan Pendekatan Blue Ocean Strategy. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan LUKMAN M. BAGA)

Indonesia merupakan salah satu negara dengan pertumbuhan penduduk yang terus meningkat setiap tahunnya. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Indonesia tahun 2007 mencapai 218.868.791 jiwa dan meningkat menjadi 237.641.326 jiwa pada tahun 2011. Besarnya jumlah penduduk Indonesia menjadikan negara ini sebagai pasar yang potensial dalam mengembangkan berbagai jenis bisnis, salah satunya di sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Hal ini juga didukung oleh perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia terutama yang berada di daerah perkotaan.

Kota Bogor merupakan salah satu tempat pariwisata bagi para wisatawan. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa potensi sektor pariwisata Kota Bogor sangat tinggi dan memiliki prospek yang baik, sehingga akan berdampak pada pertumbuhan yang positif terhadap sektor perdagangan, hotel, dan restoran di daerah tersebut. Hal ini dapat dilihat dengan adanya perkembangan jumlah restoran yang meningkat setiap tahunnya, salah satunya adalah restoran tradisional Sunda.

Restoran Gurih 7 merupakan salah satu restoran tradisional Sunda yang menyajikan menu masakan yang enak dan bergizi serta ditunjang dengan suasana yang khas etnik Sunda, pelayanan yang ramah, dan harga yang sesuai bagi konsumen. Namun, banyaknya restoran tradisional sejenis di Kota Bogor akan meningkatkan persaingan yang dapat mempengaruhi kelangsungan usaha Restoran Gurih 7. Akan tetapi, Restoran Gurih 7 memiliki beberapa potensi yang dapat dikembangkan, antara lain produk pastry, pemandangan dengan suasana pedesaan, dan kontur topografi yang unik. Walaupun demikian, terdapat indikasi dimana jumlah pengunjung Restoran Gurih 7 masih lebih rendah dibandingkan restoran sejenis yang berada di sekitar Restoran Gurih 7, sehingga berpengaruh terhadap omset yang akan diperolehnya. Oleh karena itu, Restoran Gurih 7 sebaiknya menerapkan blue ocean strategy untuk menciptakan ruang pasar baru dan menjadikan persaingan tidak lagi relevan.

Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang dijadikan kompetisi dalam industri restoran tradisional Sunda di Kota Bogor, mendeskripsikan situasi industri restoran tradisional Sunda di Kota Bogor saat, merumuskan blue ocean strategy yang dapat menjadi alternatif untuk pengembangan usaha Restoran Gurih 7. Kegiatan penelitian ini dilakukan di Restoran Gurih 7 dan dilakukan secara sengaja (purposive) dengan mempertimbangkan bahwa Restoran Gurih 7 merupakan salah satu restoran yang menyajikan menu masakan Sunda. Selain itu, Gurih 7 sedang berkembang di tengah persaingan restoran-restoran tradisional Sunda yang ada di Kota Bogor. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Januari hingga bulan Maret 2012.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan pengelola Restoran Gurih 7, pengamatan langsung di lapangan pada kegiatan-kegiatan di


(5)

Restoran Gurih 7 yang mendukung penelitian, dan pemberian kuesioner terhadap responden. Data sekunder diperoleh dari sumber informasi berupa laporan tertulis yang dimiliki pengelola Restoran Gurih 7 dan studi pustaka hasil riset, hasil penelitian, literatur buku-buku, dan artikel yang terkait dengan penelitian ini, serta data dan informasi yang diperoleh dari instansi-instansi terkait.

Metode pengolahan data yang dilakukan adalah deskriptif kualitatif dan kuantitatif dengan pendekatan konsep strategi samudera biru. Alat analisis yang digunakan dalam metode analisis kualitatif, antara lain kerangka kerja enam jalan, kanvas strategi dan kurva nilai, tiga tingkatan non-konsumen, kerangka kerja empat langkah, skema hapuskan-kurangi-tingkatkan-ciptakan, dan rangkaian strategi samudera biru. Sedangkan, alat dalam metode analisis kuantitatif adalah uji Cochran dan uji penilaian kinerja restoran terhadap faktor-faktor persaingan.

Restoran Gurih 7 memiliki konsep tradisional Sunda dengan nuansa pemandangan terbuka khas pedesaan. Konsep tersebut dipilih karena pemilik melihat bahwa konsumen sudah mulai jenuh dengan bangunan yang permanen dan bergaya modern. Selain menyajikan menu utama makanan Sunda dan suasana pedesaan, restoran juga menawarkan produk pastry yang sebagian besar diolah dari talas. Restoran juga memiliki kontur topografi yang unik sehingga dapat dimanfaatkan secara maksimal dan menjadi daya tarik tersendiri bagi konsumen yang ingin berkunjung ke restoran.

Pada penelitian ini, industri yang diteliti merupakan kumpulan restoran yang menghasilkan dan memasarkan produk berupa makanan dan minuman khas Sunda serta jasa pelayanan dari restoran tersebut. Setiap perusahaan dalam industri restoran tradisional Sunda memiliki strategi tersendiri dalam menghadapi persaingan yang dapat dilihat dari profil strategis masing-masing restoran. Restoran yang dianalisis profil strategisnya dalam industri restoran tradisional Sunda di Bogor, antara lain Restoran Gurih 7, Restoran Saung Kuring, dan Restoran Warung Nasi Ampera.

Penggunaan Uji Cochran menghasilkan enam faktor yang valid dari 23 faktor yang diujikan kepada responden melalui kuesioner. Enam faktor tersebut merupakan faktor kompetisi dari industri restoran tradisional Sunda, antara lain citarasa makanan dan minuman yang disajikan, harga yang ditawarkan, keramahan dan kesopanan pramusaji, dekorasi ruangan yang khas Sunda dan menarik, kenyamanan dan perasaan aman selama berada di restoran, serta kebersihan dan kerapihan restoran. Keenam faktor tersebut kemudian dipetakan ke dalam kanvas strategi untuk memperlihatkan profil strategis dari ketiga restoran yang dianalisis. Interpretasi dari kanvas strategi menunjukkan bahwa Restoran Gurih 7 terperangkap dalam samudera merah dan melakukan penawaran berlebihan tanpa hasil yang memadai.

Dalam perumusan blue ocean strategy, Restoran Gurih 7 perlu mencermati kerangka kerja enam untuk merekonstruksi batasan pasarnya, antara lain mencermati industri alternatif, kelompok strategis, penawaran produk dan jasa pelengkap, serta daya tarik emosional-fungsional bagi pembeli. Kemudian dilanjutkan dengan perumusan kerangka kerja empat langkah, yaitu meningkatkan keramahan dan kesopanan pramusaji, fasilitas, dan promosi; serta menciptakan paket hall atau auditorium untuk meeting dan wedding serta paket-paket menunya, konsep visualisasi cahaya, dan penyewaan stand untuk menyediakan appetizer.


(6)

Setelah dihasilkan ide blue ocean strategy, ide tersebut diujikan dengan menggunakan tiga kriteria strategi yang baik dan rangkaian strategi samudera biru. Ide blue ocean strategy sudah memiliki ketiga kriteria tersebut, antara lain fokus terhadap pelayanan dan peningkatan pemasaran produk, divergen dengan penciptaan faktor baru yang dapat membuat Restoran Gurih 7 menjauhi persaingan, serta moto terpisah antara Restoran Gurih 7 yaitu ”menikmati sajian makanan Sunda di atas kolam dengan ditemani suasana air terjun” dan pastry yaitu “Talas Roll, Rajanya Bolu Bogor”. Ide blue ocean strategy yang direkomendasikan kepada Restoran Gurih 7 dapat dikatakan telah layak.