Gambaran Kegiatan Penambangan Batubara di Kelurahan Sempaja Utara
Pembukaan lahan pertambangan batubara tersebut tidak jarang memiliki jarak tempuh yang tidak terlalu jauh dengan pemukiman masyarakat. Kegiatan
pengambilan bijih batubara tersebut sangatlah meresahkan masyarakat sekitar. Rusaknya infrastruktur jalan, banjir dan polusi udara menyebabkan masyarakat
merasa tidak nyaman dengan keadaan lingkungan yang ada. Terlebih lagi hilangnya hutan-hutan yang dapat dijadikan sebagai produsen oksigen yang
diperlukan manusia untuk bernafas dan gunung sebagai wadah resapan air. Perusahaan pertambangan batubara pada Kelurahan Sempaja Utara terdapat
12 Izin Usaha Pertambangan IUP, yang mana terdiri dari 5 perusahaan pertambangan skala besar seperti PT. Mahakam Sumber Jaya, PT. Dunia Usaha
Maju, PT. Insani BP Bayur, PT. Graha Benua Etam, PT. Mahakam Bara Utama. Terdapat 7 Perusahaan pertambangan skala kecil seperti, CV. Era Bara Energi,
CV. Dua Tiga Empat, CV. Mada Perkasa, CV. Fira Pramata Karya, CV. Prima Coal Mining, CV. Piawai Bumi Alam Perkasa dan CV. Panca Bara Sejahtera
lampiran. Perusahaan pertambangan batubara yang beroperasi pada Kelurahan Sempaja Utara ini memiliki jarak yang tidak begitu jauh antara satu dengan yang
lainya
BAB VI DAMPAK KEBERADAAN PERUSAHAAN PERTAMBANGAN
PADA ASPEK SOSIAL-EKONOMI 6.1 Dampak Secara Makro
Kota Samarinda merupakan daerah yang memiliki potensi sumberdaya alam yang sangat besar. Kekayaan alam tersebut secara riil telah berhasil memberikan
sumbangan yang sangat besar bagi kesinambungan pembangunan. Kota Samarinda memiliki potensi kekayaan alam berupa flora dan fauna yang tersebar
luas di berbagai pelosok daerah Kota Samarinda, dimana salah satunya adalah pertambangan batubara yang berlokasi di Kelurahan Sempaja Utara. Sumberdaya
alam merupakan modal penting dalam menggerakkan roda pembangunan di suatu daerah, baik dalam konteks negara, propinsi ataupun kabupaten. Oleh karenanya,
aspek pemanfaatan sumberdaya alam merupakan suatu aset yang sangat strategis untuk menentukan jumlah penerimaan atau tingkat konstribusinya dalam
pembentukan modal pembangunan. Pengelolaan sumberdaya alam dalam perspektif
otonomi daerah
pada dasarnya
mengacu pada
power sharing kewenangan pengelolaan sumberdaya alam, yakni antara pemerintah
pusat dengan propinsi dan kabupatenkota. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 merupakan era baru dalam
melaksanakan penyelanggaran pemerintahan, dimana hal ini menjadi peluang dan sekaligus tantangan bagi pemerintah daerah untuk mengupayakan kemandirian
daerah dalam pembangunan. Salah satu upaya mewujudkan kemadirian Kota Samarinda dalam kegiatan pembangunan adalah dengan menggali sumber-sumber
dana dari sumberdaya yang terdapat di Kota Samarinda, seperti halnya pada sumberdaya alam yang menjadi potensi daerah secara optimal. Hal tersebut juga
diperkuat dengan pernyataan kepala Dinas Pendapatan Daerah Dispenda. “Upaya pemerintah daerah Kota Samarinda untuk
mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan daerah yang dimiliki dalam otonomi daerah terus menurus dilakukan, salah
satu optimalisasi sumber pendapatan daerah melalui upaya peningkatan fiskal dan menutup defisit fiskal yang banyak
dialami oleh pemerintah daerah. Mengoptimalkan sumberdaya
alam yang terdapat di Kota Samarinda dapat menjadi sumber pendapatan yang membantu pemerintah Kota Samarinda dalam
menjalankan sistem pemerintahan sekarang ini”
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dalam mendukung
penyelenggaran otonomi daerah perlu dukungan melalui penyediaan sumber- sumber pembiayaan. Dana perimbangan bersumber dari penerimaan APBN yang
dilaksanakan pemerintah daerah untuk membiaya kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Salah satu sumber pendapatan daerah yaitu dana bagi
hasil bukan pajak, yang meliputi dari sumberdaya alam daerah penghasil. Terdapat perubahan jenis-jenis sumber pendapatan daerah serta besaran bagi hasil
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, sebelum dan setelah otonomi daerah. Perbedaan persentase dalam kelompok dana perimbangan setelah otonomi
daerah yang paling mendasar adalah diterapkanya persentase bagi hasil untuk setiap rincian pendapatan, terutama dalam subkelompok pendapatan bagi hasil
bukan pajak dari sumberdaya alam. Persentase bagi hasil bukan pajak dari sumberdaya alam pertambangan
batubara setelah otonomi daerah terbagi dalam dua bagian, yaitu persentase pemerintah pusat sebesar 20, dan sebanyak 80 untuk pemerintah daerah.
Persentase bagi hasil antara pemerintah pusat dan daerah sejalan dengan diterapkanya Undang-Undang Otonomi Daerah, yang berlangsung semenjak
tahun 2001, yakni masa waktu diberlakukanya otonomi daerah oleh Kota Samarinda. Diberikannya kewenangan kepada pemerintah daerah dalam
pengelolaan sumberdaya alam ini, membuat pemerintah daerah Kota Samarinda menggali potensi-potensi lokal sebagai sumber pendapatan daerah. Pemanfaatan
potensi pertambangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan Kota Samarinda, berdasarkan kemampuan daerah dengan tetap
memperhatikan ketersediaan sumberdaya mineral dan energi yang terdapat di wilayah Kota Samarinda. Pada saat pelaksanaan otonomi daerah, kenaikan
pendapatan daerah dalam pembagian dana perimbangan dinilai cukup drastis, dimana hal ini juga diikut oleh subsidi atau dana perimbangan dari sumberdaya
alam pertambangan batubara.
Tabel. 7 Pertumbuhan Penerimaan Pertambangan Umum Kota Samarinda Tahun 2005-2009
Tahun Realisasi Rp
Pertumbuhan Rupiah
2005 32,949,129,718.00
12,517,224,697.50 61.29
2006 55,683,762,761.00
22,734,633,043.00 69.00
2007 68,935,730,1105.00
13,251,967,344.00 23.80
2008 102,654,488,738.00
46,970,725,977.00 84.35
2009 138,660,162,640.00
69,742,432,535.00 101.14
Sumber Dinas Pendapatan Kota Samarinda Peningkatan penerimaan pendapatan dari dana perimbangan melalui
pengelolaan sumberdaya alam pertambangan batubara setiap tahunnya mengalami peningkatan. Pada Tabel 7 di atas, terlihat bahwa setiap tahunnya, pendapatan dari
pengelolaan pertambangan batubara mengalami peningkatan yang signifikan, yang mana pendapatan daerah Kota Samarinda ditopang dari dana perimbangan
pengelolaan sumberdaya alam pertambangan batubara. Hal inilah yang melatarbelakangi adanya icon bahwa sumberdaya alam batubara menjadi salah
satu primadona Kota Samarinda dan merupakan bagian tak terpisahkan dari pembangunan Kota Samarinda.