sektor kehutanan. Penelitian CIFOR tahun 2005 menunjukan bahwa pada sektor kehutanan, dalam pelaksanan Izin Pemungutan dan Pemanfaatan Kayu IPPK,
masyarakat sekitar hutan mempunyai peluang lebih besar untuk memperoleh manfaat hasil hutan. Akan tetapi masyarakat tidak memiliki koneksi dan
pengalaman dalam pengelolaan. Masyarakat menyerahkan peromohonan izin tersebut terhadap para investor. Umumnya masyarakat memperoleh bagian
keuntungan dari hasil kayu tebangan IPPK. Bentuknya adalah berupa uang tunai atau lebih dikenal dengan uang fee, bantuan sosial pembangunan desa, bantuan
kesejahteraan dan bantuan fisik. Pola distribusi fee dibagikan secara merata berdasarkan perorangan, sehingga bayi sudah dianggap mendapat jatah
pembangian sendiri. Keberadaan perusahaan dan adanya distribusi IPPK dari pemerintah berdasarkan peraturan daerah kepada masyarakat dapat meningkatkan
pendapatan masyarakat khususnya di sekitar hutan. Masuknya sebuah industri dalam suatu wilayah dapat berpengaruh
terhadap pergerakan penduduk, seperti halnya dapat memicu terjadi migrasi penduduk. Dijelaskan oleh Rusli 1995 migrasi adalah suatu bentuk gerak
penduduk geografis, spasial atau teritorial antara unit-unit geografis yang melibatkan perubahan tempat tinggal yaitu dari tempat asal ke tempat tujuan.
Seseorang melakukan migrasi apabila ia melakukan pindah tempat tinggal secara permanen atau relatif permanen dengan menenmpuh jarak minimal tertentu atau
pindah dari satu geografis ke geografis lainya. Secara umum terdapat dua jenis migrasi yatu migrasi internal dan migrasi internasional. Banyak faktor melatar
belakangi seseorang melakukan migrasi seperti halnya adalah dalam memperoleh pekerjaan.
Migrasi penduduk bukan hanya terjadi pada industri pertambangan batubara, akan tetapi juga dapat terjadi pada saat masuknya industri-industri lain
yang dapat memicu terjadinya migrasi penduduk, seperti halnya pada perkebunan kelapa sawit. Penelitian Yulianto 2010 mengungkapkan semenjak masuknya
industri perkebunan kelapa sawit penduduk Desa Semuntai cenderug terus bertambah. Peningkatan jumlah penduduk yang sangat signifikan ini menurut
warga disebabkan banyaknya para warga pendatang yang mengadu nasib menjadi karyawan atau mencoba menjadi petani perkebunan sawit di Desa Semuntai. Laju
pertumbuhan itu juga diikuti juga oleh bertambahnya beragam etnis dengan latar
belakang kepercayaan dan budaya yang heterogen dan kini menempati Desa Semuntai. Terlihat dari jumlah penduduk berkisar 500 jiwa dengan latar belakang
etnis yang homogen, saat industri perkebunan kelapa sawit berdiri jumlah penduduk sekitar 1500 jiwa dan setelah industri perkebunan sawit berkembang
sampai saat ini berjumlah 3.891 penduduk Desa Semuntai. Keberadaan perusahaan tersebut merupakan faktor pemicu terjadinya migrasi.
2.1.3 Dampak Pada Aspek Ekologi
Ekologi didefinisikan sebagai ilmu tentang hubungan timbal-balik antara mahluk hidup dengan lingkunganya. Dalam menghindari timbulnya dampak
lingkungan yang negatif maka perlu disiapkan rencana pengedalian dampak negatif yang akan terjadi. Merencanakan pengendalian dampak negatif, tentu
harus diketahui dampak negatif apa yang akan terjadi. Langkah ini disebut dengan pendugaan dampak lingkungan atau Enviromental Impact Assessment dan
pendugaan ini merupakan salah satu proses Amdal Kristanto, 2004. Kegiatan eksploitasian dan pemanfaatan berbagai bahan tambang secara
besar-besaran untuk memenuhi kebutuhan manusia tanpa mekanisme keseimbangan dalam pengeksploitasianya akan
menyebabkan perubahan-
perubahan ekosistem dan gangguan terhadap sumberdaya alam. Kondisi ini menimbulkan masalah lingkungan yaitu menurunya kualitas lingkungan hidup,
produktivitas dan keanekaragaan sumberdaya alam. Setiap kegiatan eksploitasi sumberdaya alam yang tidak memperhatikan aspek lingkungan dapat
menimbulkan dampak negatif baik terhadap lingkungan itu sendiri maupun hajat hidup orang banyak Retna, 2003.
Kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan langsung danatau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, danatau hayati lingkungan hidup yang
melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup UU Nomor 32 tahun 2009. Kerusakan lingkungan akibat penambangan batubara paling parah diakibatkan
oleh teknik penambangan open pit mining yaitu dengan menghilangkan vegetasi penutup tanah, mengupas lapisan atas tanah yang relatif subur.
Teknik open pit mining ini biasanya digunakan ketika cadangan batubara relatif dekat dengan permukaan tanah dan biasa diterapkan oleh perusahaan yang
relatif bermodal kecil sehingga hanya mampu menggunakan teknologi rendah yang bersifat tidak ramah lingkungan. Teknik ini sangat memungkinkan merusak
alam antara lain perubahan sifat tanah, munculnya lapisan bahan induk berproduktivistas rendah, lahan menjadi masam dan garam yang meracuni
tanaman, dan terjadinya erosi dan sedimentasi.
5
Hal diatas tersebut diperkuat pada penelitian Retna 2003 yang menyatakan bahwa pertambangan batubara menyebabkan kualitas sifat fisik dan
kimia tanah akibat pengusapan tanah penutup overburden di lahan pasca tambang dan di lahan pertanianperkebunan yang terpengaruh
tailing. Penambangan batubara yang tidak memperhatikan aspek lingkungan dapat
menyebabkan berupa pembersihan lahan dan pengusapan lapisan atas tanah yang akan menyebabkan terancamnya daerah sekitarnya dari bahaya erosi dan tanah
longsor sebagai akibat dari hilangnya vegetasi penutup tanah. Pada lahan pasca tambang batubara hingga tahun ke-10 setelah
penambangan semua jenis tanaman sama sekali tidak bisa tumbuh, dan pada lahan pertanianperkebunan yang terpengaruh tailing pertumbuhan tanaman menjadi
terhambat. Hal ini menunjukan bahwa tailing lahan pasca tambang bukan media yang baik untuk pertumbuhan tanaman.
Setiawan 2010 menyatakan dampak lingkungan yang dihasilkan dari kegiatan penambangan batubara semakin banyak meresahkan masyarakat
Samarinda. Dampak lingkungan ini antara lain adalah erosi, banjir, pencemaran udara, air dan tanah. Indikator kerusakan lingkungan yang semakin parah tersebut
bisa dilihat dari DAS Sungai Karang Mumus yang semakin berkurang kawasan hutannya akibat pembukaan pertambangan yang berakibat dampak dari erosi
semakin tinggi mengakibatkan sungai karang mumus semakin dangkal sehingga daya tampung airnya pun semakin berkurang. Hampir kerap terjadi hujan dengan
intensitas kecil-sedang bisa mengakibatkan beberapa daerah tergenang oleh banjir. Bahkan data selama tiga bulan terakhir saja sejak November dan Desember 2008
serta Januari 2009 Kota Samarinda lima kali didera banjir cukup besar menyebabkan puluhan ribu warga menjadi korban akibat rumahnya terendam air
5
http:Institute for Essential services reform.html, [diunduh tanggal 31 Januari 2011]
antara 30 cm sampai satu meter, padahal awal tahun 9 –2000, tiap tahun hanya 1 - 2x banjir melanda Kota Samarinda.
Dampak perubahan iklim pun juga dirasakan pada saat ini, akibat konversi hutan menjadi pertambangan menjadikan suhu Kota Samarinda naik hampir 1,5
digit, Belum dampak turunan dari banjir dan perubahan iklim tersebut yaitu banyak penyakit-penyakit, seperti : Muntahber, ISPA, Kulit dan lain-lain yang
semakin sering diderita warga Samarinda dan dampak yang dirasakan langsung oleh warga Samarinda akibat pertambangan batubara ialah dampak polusi udara
dari kegiatan konstruksi dan operasi serta banyaknya truk-truk pengangkut batubara yang menggunakan jalan-jalan umum kota Samarinda, selain
mengakibatkan polusi juga menimbulkan kerusakan jalan. Pada Propinsi Kalimantan Selatan, pengelolaan sumberdaya alam
pertambangan yang masih cenderung eksploitatif juga berdampak pada kerusakan lingkungan. Hutan di Kalimantan Selatan misalnya, data WALHI Kalsel
menunjukkan pada tahun 2001-2002 setiap harinya terjadi pengurangan luas hutan sebesar 140 Hektar. Untuk skala nasional, deforestasi hutan 2000-2005 misalnya,
menurut FAO, mencapai 1,8 juta hatahun. Angka ini lebih rendah dari angka resmi Dephut yaitu 2,8 juta hatahun. Walaupun ada yang menilai kontroversial,
data Greenpeace pada 2007 menunjukkan tingkat penghancuran hutan Indonesia, termasuk Kalimantan, setara dengan 51 Km2 setiap harinya. Pada gilirannya,
berbagai akibat turunan dari semua inipun muncul seperti pencemaran sungai, terjadinya banjir dan gagal panen pada sektor pertanian
6
.
2.1.4 Pengertian Sikap
Sarwono 1999 sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap merupakan kecenderungan merespon
secara positif atau negatif orang, situasi atau objek tertentu. Menurut Notoatmodjo 2007 sikap adalah penilaian bisa berupa pendapat seseorang
terhadap stimulasi atau objek dalam hal ini dampak keberadaan perusahaan pertambangan. Sikap yang terdapat pada diri individu akan memberi warna atau
corak tingkahlaku ataupun perbuatan individu yang bersangkutan. Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu
6
http:PENGELOLAANSUMBERDAYAALAMKALIMANTANSudewiWeblog .html. [diunduh tanggal 8 November 2010]