Tujuan Penelitian Dampak Keberadaan Perusahaan Pertambangan Terhadap Ekologi, Sosial- Ekonomi Masyarakat di Era Otonomi Daerah (Kasus Kelurahan Sempaja Utara, Kecamatan Samarinda Utara, Kota Samarinda)

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Perkembangan Batubara di Era Otonomi Daerah Berdasarkan Undang-undang No. 32 Tahun 2004, tujuan utama dari kebijakan otonomi daerah adalah memberikan peluang dan ruang kepada pemerintah daerah agar dapat mengurus dan menangani secara mandiri permasalahan serta kebutuhan daerah mereka. Pemerintah pusat diharapkan lebih mampu memfokuskan dan berkonsentrasi pada perkembangan global dan makro. Dalam rangka menghadapi perkembangan keadaan ini, baik di dalam maupun di luar negeri, serta tantangan persaingan global, pemerintah memandang adanya urgensi untuk menyelenggarakan otonomi daerah, yakni dengan memberikan kewenangan kepada daerah secara luas, nyata, dan bertanggung jawab. Penyelenggaran otonomi daerah ini diarahkan untuk memberikan kewenangan kepada daerah terkait dengan penyelenggaran rumah tangganya sendiri secara proposional, yang diwujudkan melalui pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumberdaya nasional, serta pertimbangan keuangan pusat dan daerah sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masayarakat, pemerataan dan keadilan serta potensi dan keanekaragaman daerah yang dilaksanakan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Rasyid 2007 menyatakan bahwa otonomi daerah memberikan kewenangan itu didesentralisasikan ke daerah. Artinya, pemerintah dan masyarakat di daerah dipersilahkan mengurus rumah tangganya sendiri secara bertanggung jawab berdasarakan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pemerintah pusat dalam konteks desentralisasi ini berperan sebagai supervisor yang memantau, mengawasi dan mengevaluasi jalanya pelaksanaan otonomi daerah. Peran ini dinilai tidak ringan, tetapi juga tidak membebani daerah secara berlebihan. Oleh karena itu, dalam rangka otonomi daerah diperlukanya kombinasi yang efektif antara visi yang jelas serta kepemimpinan yang kuat dari pemerintah pusat, dengan keleluasaan berakarsa dan berkreasi dari pemerintah daerah. Dalam kaitan dengan penyelanggaran otonomi daerah, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah juga memberikan kewenangan kepada Pemda untuk mengelola sumberdaya alam yang berada di wilayahanya seperti tertuang pada pasal 172. Susanto 2002 berpandangan bahwa pengaruh otonomi daerah dalam pengelolaan sumberdaya alam memiliki peranan yang sangat penting, dimana adanya kebijakan desentralisasi ini memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk dapat mengatur jalanya sistem pemerintahan daerah dengan bersandarkan kepada peraturan-peraturan yang berlaku dan tentunya kewenagan tersebut masih dalam koridor Negara Kesatuan Republik Indonesia. Diberikannya kewenangan tersebut, pemerintah daerah dapat menumbuhkan rasa kreatifitas dalam berbagai hal yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan daerah yang tepat guna dalam mencapai kepentingan bersama. Peran Pemerintah Daerah Pemda dalam era Otonomi daerah menjadi domian, dimana adanya pemberian kewenangan kepada Pemda untuk mengatur dan mengelola sendiri urusan rumah tangganya. Digulirkanya otonomi daerah ini memberikan ruang yang seluas-luasnya kepada Pemda dalam mengelola dan mengatur sumberdaya alam yang dimiliki, seperti halnya sumberdaya alam pertambangan batubara. Peran pemerintah daerah dalam pengelolaan sumberdaya alam pertambangan batubara di era otonomi daerah ini yaitu memberikan kesempatan kepada pihak-pihak yang ingin mengelola sumberdaya alam pertambangan batubara. Pemerintah daerah memberikan Izin Usaha Pertambangan IUP kepada pihak-pihak yang terkait dalam hal ini adalah baik pihak swasta maupun BUMN. Peranan pemerintah daerah di era desentralisasi ini hanya sebatas pemberian Izin Usaha Pertambangan IUP, akan tetapi semua aturan-aturan dalam prosedural masih diatur oleh pemerintah pusat. Pertambangan batubara Indonesia umumnya berumur tersier yaitu batubara omblilin dan Mahakam dari tersier bawah, Bukit Asam dari tersier atas. Semua lapisan batubara itu telah terlipat, umumnya lemah dan membentuk sebuah silkin yang menunjam ke arah Tenggara. Pertambangan batubara yang pertama di Indonesia dimulai pada tahun 1849 di Pengaron, Kalimantan Timur. Oleh sebuah perusahaan swasta N.V. Oost Borneo Maatschapplj yang memulai kegiatanya pada tahun 1888 di Pelarang, menjelang perang dunia pertama, ada beberapa