Tuhan tidak akan merubah keadaan mereka selama mereka tidak merubah sebab-sebab kemunduran mereka.
17
Jadi, Islam pun memiliki nilai yang secara universal mengajarkan umatnya untuk senantiasa berubah kearah yang lebih
baik transformatif. Sebagaimana diketahui bahwa pada awal periode kepemimpinan Habib Munzir, MR masih bersifat majelis tradisional di mana
di dalamnya hanya berfokus pada praktek keagamaan yaitu pengajian rutin yang diadakan setiap malam selasa. Penggunaan perkembangan teknologi
seperti website dan media sosial belum dimaksimalkan sebagaimana yang dilakukan pada peride sekarang yaitu periode Dewan Syuro.
Peneliti mencatat beberapa tranformasi yang dilakukan sistem MR dari periode kepemimpinan Habib Munzir hingga periode Dewan Syuro. Di
antaranya: 1 tranformasi dalam aspek internal organisasi; 2 transformasi dalam bidang dakwah; 3 transformasi dalam bidang sosial; dan 4
transformasi dalam bidang kewirausahaan.
a. Transformasi dalam Aspek Internal Organisasi
Sosok pendiri dalam sebuah organisasi memiliki kedudukan yang kuat di dalam sebuah struktur organisasi. Di awal berdirnya organisasi MR
pada tahun 2000, Habib Munzir membuat struktur kepengurusan yang terdiri dari pemimpin sekaligus pengajar, tim inti, staf, kru dan aktivis.
Habib Munzir sendiri berposisi sebagai pimpinan sekaligus pengajar tetap di MR. Sebagai seorang pemimpin, Habib Munzir menjadi motor
penggerak roda dakwah yang dijalankan di MR. Di bawah pimpinan, Habib Munzir membentuk tim inti yaitu adalah orang-orang yang dipilih
17
Al- Qur‟an wa Tarjamatu Maanihi ilal Lughotil Indonesia, Saudi Arabia: Mujamma‟
al- Malik Fahd li Thia‟at al-Mushaf asy-Syarif, 1415 H, h. 370.
langsung oleh Habib Munzir karena kedekatan pribadi dengan Sang Habib dan turut serta mendampinginya dalam terbentuknya organisasi
MR. Mereka di antaranya, Saiful Zahri, H. Hamidi, Ust. Syukron Makmun, Muhammad Ainiy, Syafi‟i, Muhammad Qolby, KH. Ahmad
Baihaqi. Dalam teori strukturasi, otoritas bukanlah gejala yang terkait dengan
struktur ataupun sistem, melainkan kapasitas yang melekat pada pelaku.
18
Saat merumuskan ide dan teknis setiap program atau kegiatan dakwahnya, Sang Habib selalu berdiskusi dengan Tim Inti dalam sebuah rapat internal.
Dalam diskusi tersebut, Habib Munzir sebagai pemimpin memiliki otoritas penuh dalam memutuskan hasil rapat. Tak jarang rapat tersebut hanya
membahas teknis pelaksanaannya saja, sebab ide program atau kegiatan dakwah dari Sang Habib bersifat mutlak. Seperti yang diungkapkan
Giddens bahwa struktur mirip pedoman ini menjadi sarana medium, dalam hal ini sebuah rapat internal yang memunculkan praktek-praktek
sosial yakni program atau kegiatan dakwah yang dilakukan di MR. Pada sosok Habib Munzir sebagai pelaku sentral di MR, segala
kebijakan yang dikeluarkannya merupakan aturan yang dalam perspektif Giddens merupakan sebuah struktur pada bingkai legitimasi. Segala yang
diucapkannya menjadi aturan dalam MR. Habib Munzir sebagai pemangku kebijakan berpengaruh terhadap apapun yang terjadi pada
sistem MR. Dalam proses perekrutan, Habib Munzir memiliki pertimbangan sendiri dalam memilih orang-orang yang akan diberikan
18
B. Herry Priyono, Anthony Giddens: suatu pengantar, Jakarta: KPG, 2016, h. 33