Jenis-jenis Majelis Taklim Majelis Taklim

memiliki pemahaman dan pengetahuan agamanya setaraf atau terdiri dari para ulama. Namun peserta awam biasanya diberi kesempatan untuk mengikutinya sebagai pendengar. d. Majelis taklim yang diselenggarakan dengan metode campuran. Yakni suatu majelis taklim yang menyelenggarakan kegiatan pengajian tidak dengan satu macam metode saja, melainkan dengan berbagai metode dengan cara bergantian atau berseling- seling. Sedangkan berdasarkan organisasi jamaah, makan majelis taklim mempunyai beberapa klasifikasi, di antaranya: pertama majelis taklim yang dibuka, dipimpin dan bertempat khusus yang dibuat oleh pengurus atau guru yang menjadi pengajar. Kedua majelis taklim yang didirikan, dikelola dan ditempati bersama. Mereka memiliki pengurus dapat berganti sesuai periode kepengurusan di pemukiman dan di kantor. Ketiga majelis taklim yang mempunyai organisasi induk. 23 Majelis taklim ditinjau dari lingkungan jamaahnya sepintas dapat dilihat beberapa perbedaan baik dari lingkungan sosial maupun fungsi sosial dari masing-masing majelis taklim tersebut. pembentukan suasana belajar dan pergaulan akan berbeda ketika ditinjau dari tempat penyelenggaraannya. Materi-materi yang diajarkan akan berbeda pula. Pengklasifikasian organisasi majelis taklim mungkin akan menunjukkan mutu materi dan kegiatan tambahan dari majelis taklim. 23 Tutty Alawiyah, Strategi Dakwah di Lingkungan Majelis Taklim, h. 77-78.

D. Unsur-unsur Majelis Taklim

Majelis taklim terdiri dari beberapa unsur yang dibagi menjadi dua bagian yaitu organik guru, jamaah dan anorganik materi, media. 24 Berikut penjelasan dari unsur-unsur tersebut: 1 GuruUstadzKiai Peran guru dalam meningkatkan kemakmuran majelis taklim sangan besar. Dari para guru, diharapkan meningkatkan tanggung jawab jamaah terhadap kemakmuran majelis taklim. Oleh sebab itu, memiliki sumber daya guru yang berkualitas bagi majelis taklim merupakan sesuatu yang amat penting. Sangat disayangkan justru ketika ada majelis-majelis taklim mengalami krisis guru, artinya majelis taklim tidak memiliki guru dalam jumlah yang memadai atau cukup jumlah gurunya akan tetapi kurang memiliki kualitas yang memadai. Bahkan ada pula majelis taklim tidak memiliki guru dan cadangannya, sehingga ketika pengurus dan jamaah majelis taklim kebingungan saat guru yang diundang atau dijadwalkan belum datang. 2 Jamaah Jamaah merupakan bagian yang tidak kalah penting dari unsur- unsur majelis taklim lain. Sebab, sukses tidaknya majelis taklim bisa terlihat dari jumlah jamaah yang ada. Keterlibatan jamaah dalam majelis taklim memang dirasakan masih amat rendah bila dibandingkan dengan jumlah penduduk muslim disekitar majelis taklim, hal demikian dapat dirasakan oleh banyak pengurus majelis 24 Nurul Huda, Pedoman Majelis Taklim, Jakarta: KODI DKI Jakarta, 1990, h. 5. taklim. Walaupun juga biasanya banyak jamaah yang datang dengan jumlah yang tidak sedikit, itupun hanya pada peringatan tertentu seperti Maulid Nabi, Isra‟ Mi‟raj dan peringatan lain yang lain. Sementara untuk kegiatan rutin diikuti oleh jamaah dalam jumlah yang sedikit. 3 Materi Secara garis besar, terdapat dua kelompok materi dalam majelis taklim. Diantaranya: Kelompok pengetahuan agama. Ajaran-ajaran dalam kelompok ini merujuk pada ilmu agama Islam yakni tauhid, fiqih, hadits, akhlak dan b. Arab. Kelompok pengetahuan umum. Karena banyaknya pengetahuan umum, maka tema-tema yang disampaikan hendaknya hal-hal yang langsung ada kaitannya dengan kehidupan masyarakat. Kesemuanya itu dikaitkan dengan agama, artinya dalam menyampaikan uraian-uraian tersebut dibahas dalam kajian Islam yang merujuk pada dalil Al Qur‟an dan Hadits. 4 Media Banyak media-media yang digunakan oleh majelis taklim, diantaranya media elektronik televisi, radio, media cetak koran, majalah, buletin dan media cyber internet dan aplikasi.

4. Teori Strukturasi

a. Dasar Pemikiran Teori Strukturasi Anthony Giddens

Sebelum melihat lebih dalam tentang teori strukturasi yang digunakan dalam penelitian ini, penulis memaparkan terlebih dahulu hal-hal yang menjadi landasan pemikiran Anthony Giddens dalam teorinya. Sejarah pemikiran ilmu sosial terbentuk oleh perdebatan dua kubu mazhab teoritis besar. Pada kubu pertama memprioritaskan pemikiran bahwa gejala keseluruhan di atas pengalaman pelaku perorangan seperti fungsionalisme, strukturalisme dan post-strukturalisme. Pemikir kubu pertama di antaranya Karl Marx, Emile Durkheim, Talcott Parsons dan Louis Althusser. Kubu kedua memprioritaskan tindakan pelaku perorangan di atas gejala keseluruhan, diantaranya fenomenologi, etnometodologi dan psikoanalisis. Mereka antara lain Erving Goffman, Alfred Schuts, Harold Garfinkel dan dalam hal tertentu juga termasuk Max Weber. 25 Anthony Giddens memulai pemikiran teorinya dari dua kubu mazhab besar ilmu sosial tersebut. Giddens secara khusus memfokuskan perhatian pada masalah dualisme yang menjadi gejala dalam teori ilmu-ilmu sosial. Dualisme itu berupa tegangan antara subjektivisme dan objektivisme, voluntarisme dan determinisme. Subjektivisme dan voluntarisme merupakan kecenderungan cara pandang yang memprioritaskan tindakan atau pengalaman individu di atas gejala keseluruhan. Sedangkan objektivisme dan determinisme merupakan kecenderungan cara pandang yang memprioritaskan gejala keseluruhan di atas tindakan atau pengalaman individu. 26 Menurut Giddens, akar dualisme terletak pada kerancuan melihat objek kajian ilmu sosial. Objek utama ilmu sosial bukan “peran sosial” seperti dalam fungsionalisme Parson, bukan pula “kode tersembunyi” seperti dalam strkturalisme Levi-Strauss, bukan. Bukan keseluruhan, 25 Ida Bagus Wirawan, Teori-Teori Sosial dalam Tiga Paradigma: fakta sosial, definisi sosial dan perilaku sosial, Jakarta: Kencana, 2013, h. 291. 26 B. Herry Priyono, Anthony Giddens: suatu pengantar, Jakarta: KPG, 2016, h. 5. bukan bagian struktur dan bukan bagian pelaku perorangan, melainkan titik temu antara struktur dan pelaku. Itulah praktek sosial yang berulang dan terpola dalam lintas ruang dan waktu. 27 Praktek sosial itu bisa berupa korupsi, praktek lalu lintas di jalan atau kebiasaan sekolah mengadakan ujian nasional. Gagasan tersebut perlu dipahami lebih dalam ketika Giddens mulai membangun teorinya, yaitu ketika ilmu-ilmu sosial dikuasai oleh mazhab pemikiran fungsionalisme dan strukturalisme. Dalam refleksi Giddens, mahzab tersebut hanya memprioritaskan pada struktur dengan menisbikan pelaku. Ia melihat bahwa kaitan yang memadai antara keseluruhan dan bagian hanya bisa dimulai dari kekurangan yang ada yakni kurangnya teori tindakan. Untuk memahami refleksi kritis itu, baiknya bisa melihat dua contoh kritik Giddens terhadap fungisonalisme dan strukturalisme. Pertama, kritik terhadap fungsionalisme Talcott Parsons yang merupakan mazhab pemikiran yang cukup laris di Indonesia. Dalam tindakan apapun, kita sebagai anggota masyarakat merupakan pelaksana peran-peran sosial tertentu. Peran sosial inilah yang menjadi fokus utama kajian ilmu sosial dalam mahzab ini, entah peran itu disebut buruh, manajer, guru ataupun murid. Peran tidak diciptakan oleh individu, karena apa yang menjadi isi peran sosial adalah apa yang dituntut atau diharapkan oleh peran tersebut. Ada tiga hal yang membuat Giddens keberatan dengan pemikiran ini. Pertama, fungsionalisme meniadakan fakta bahwa kita sebagai anggota 27 Anthony Giddens, Teori Strukturasi: dasar-dasar pembentukan struktur sosial masyarakat. Penerjemah Maufur dan Daryanto, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2010, h. 3.