1
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Kegiatan belajar agama secara bersama atau berkelompok sudah dikenal sejak awal perkembangan Islam. Kegiatan tersebut menjadi wadah yang
efektif dan efisien untuk menyampaikan pesan-pesan agama kepada orang- orang yang mengambil bagian di dalamnya. Hanya saja wujud dan perhatian
terhadap kegiatan belajar bersama, tidak selalu sama pada setiap komunitas muslim lainnya.
Kelompok belajar yang di dalamnya membahas tentang ajaran agama Islam secara bersama sering disebut kelompok pengajian. Kelompok tersebut
biasanya menyelenggarakan kegiatan belajar rutin di bawah bimbingan orang yang dipandang mengetahui tentang ajaran agama. Pembimbing tersebut biasa
disapa dengan sebutan Ustadz Ustadzah untuk perempuan, Kiai, Habib, Tuan Guru atau sapaan penghormatan lainnya. Sebutan lain yang muncul
untuk kelompok belajar tersebut di Indonesia ialah majelis taklim. Majelis taklim sebagai lembaga pendidikan Islam non-formal memiliki
kedudukan yang penting di tengah masyarakat muslim Indonesia, yakni sebagai wadah pembinaan dan pengembangan kehidupan beragama, serta
wadah silaturahmi yang hidup dan terus berkembang. Majelis taklim juga menjadi media penyampaian gagasan yang bermanfaat bagi pembangunan
umat dan bangsa.
1
1
Depag RI, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT Ichtiar Hoeve, 1999, Jilid III, h. 120.
Dewasa ini di Indonesia tumbuh suburnya majelis taklim menjadi satu fenomena yang mengembirakan dalam perkembangan dakwah dan pendidikan
Islam. Lahirnya banyak majelis taklim terutama di kota-kota besar, baik yang diprakarsai oleh umat yang membutuhkannya, maupun yang terbentuk atas
prakarsa tokoh agama, lembaga keagamaan maupun tokoh politik, menunjukkan betapa pentingnya dakwah dan pendidikan keagamaan bagi
masyarakat. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan majelis taklim, tidak hanya untuk menambah pengetahuan masyarakat tentang Islam, tetapi juga berperan
di dalam meningkatkan wawasan keberagamaan masyarakat. Selain dari itu, majelis taklim menjadi wadah yang dapat membina keakraban di antara
sesama jamaah. Majelis taklim tampaknya memperlihatkan perkembangan yang beragam.
Hal tersebut dapat dilihat dari segi kuantitas jamaahnya. Di daerah tertentu kegiatan majelis taklim dapat menghadirkan jamaah dalam jumlah ratusan
atau ribuan bahkan lebih dari itu mencapai puluhan ribu orang secara rutin. Sementara ada juga sejumlah daerah yang geliat kehidupan beragama
semacam itu hampir tidak terlihat. Masyarakatnya tidak terbiasa dengan kegiatan belajar agama secara massal. Mereka lebih memilih kegiatan belajar
agama yang hanya beberapa orang dan bersifat kursus. Menjamurnya kelompok-kelompok belajar agama seperti majelis taklim,
menjawab kerancuan terhadap paradoks yang terjadi di masyarakat. Tak jarang kelompok berpotensi negatif bagi individu maupun kelompok itu
sendiri. Umumnya individu-individu tersebut adalah mereka yang mengikuti kegiatan kelompok dan kurang lebih menerima pendapat orang lain secara
pasif, bertindak sebagai seorang pendengar dalam diskusi dan keputusan kelompok.
2
Seperti yang dewasa ini menjadi buah bibir di tengah masyarakat yakni kelompok teroris dengan mengatas namakan jihad dalam prosesnya,
karena bertentangan dengan norma sosial maupun agama. Selain itu, ada pula gerakan dakwah komunitas radikalisme Islam yang berwujud paham tokoh
Muhammad ibn Abdul Wahab, yang dinamakan paham Wahabiyah.
3
Menurut pengamatan Noorhaidi Hasan, komunitas radikalisme tersebut menginjakkan
kakinya secara terbuka di dunia muslim Timur Tengah, termasuk Indonesia, sejak tahun 1980an.
4
Dari permasalahan tersebut, majelis taklim hadir dalam rangka meluruskan kekeliruan dan kekhawatiran yang terjadi di masyarakat.
Memberikan penjelasan tentang ajaran Islam yang sesuai dengan Al Qur‟an dan Sunnah. Maka dari itu, majelis taklim perlu mengembangkan nilai-nilai
Islam yang disampaikan serta mengorganisir sistem atau struktur dalam mencapai tujuannya. Menjadi sebuah organisasi yang bergerak di bidang
dakwah dengan metode-metode tertentu yang digunakan. DKI Jakarta sebagai Ibukota negara Indonesia terdapat sejumlah majelis
taklim yang masih bertahan menjadi wadah pendidikan agama Islam. Majelis taklim yang memiliki ratusan bahkan sampai ribuan jamaah satiap majelis
rutin yang mereka adakan. Majelis yang tidak hanya dihadiri orang tua saja bahkan remaja menjadi mayoritas di sana. Salah satu diantaranya ialah Majelis
Rasulullah SAW pimpinan Habib Munzir Al Musawa.
2
Alvin A. Goldberg dan Carl E. Larson, Komunikasi Kelompok : proses-proses diskusi dan penerapannya, Jakarta: UI Press, 2006, h. 122-123.
3
Acep Aripudin, Sisiologi Dakwah, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013, h. 67.
4
Noerhaidi Hasan, Laskar Jihad : Islam, Militansi dan Pencarian Identitas di Indonesia Pasca-Orde Baru, Jakarta: LP3ES, 2008, h. 31.
Majelis Rasulullah SAW atau yang biasa disebut MR, merupakan majelis taklim yang memiliki banyak jamaah. Tidak hanya jamaah dari Jakarta saja,
tetapi dari luar Jakarta bahkan Luar Pulau sampai ke Luar Negeri. MR yang pertama di prakarsai oleh Habib Munzir di awal terbentuknya banyak
mengalami rintangan dan hambatan. Selepas Sang Habib belajar menimba ilmu agama di Yaman pada tahun 1998 dan mulai mengamalkan apa yang
didapat di sana. Sang Habib berdakwah dari rumah kerumah yang awalnya jamaah hanya berjumlah tidak lebih dari sepuluh orang, kemudian jamaah
sudah semakin banyak dan perlu tempat yang cukup untuk menampung jamaah. Akhirnya pindah dari Mushola ke Mushola dan terus jamaah semakin
bertambah hingga Mushola pun tak bisa menampung jamaah. Hingga kemudian berpindah dari Masjid ke Masjid.
MR tidak hanya sebagai majelis taklim yang di dalamnya terdapat pembelajaran agama saja, tetapi juga sebagai Majelis Dzikir dan Majelis
Sholawat. Sebab metode yang diusung tidak hanya untuk memberikan ilmu agama Islam tapi juga sebagai wadah mengingat Sang Pencipta dan Rasul-
Nya. Mengenalkan kepada penduduk Jakarta khususnya dan kota-kota lain pada umumnya yang semakin disibukkan dengan urusan duniawi.
Membangkitkan semangat kaum Muslimin untuk mencintai Sunnah Rasulullah SAW serta menyerukan ajaran-ajaran yang dibawa Rasul dengan
dakwah kedamaian, lemah lembut dan kasih sayang terhadap sesama. Sejak berdirinya MR yang hingga kini sudah mencapai 18 tahun, sungguh
perjuangan yang tidak sebentar. MR berupaya beradaptasi dengan perubahan- perubahan untuk tetap terus eksis sebagai wadah pembinaan umat. Seperti