Teori Strukturasi KONSEP TEORITIK

masyarakat bukan orang-orang dungu. Kita mengetahui apa yang terjadi di sekitar kita dan buka pula robot yang bertindak berdasarkan naskah peran yang sudah ditentukan. Kedua, yang juga merupakan kunci dari kritik ini bahwa fungsionalisme merupakan cara berfikir yang mengklaim sistem sosial punya kebutuhan yang harus dipenuhi. Tetapi menurut Giddens, sistem sosial tidak punya kebutuhan apapun melainkan kita sebagai pelaku yang punya kebutuhan. Sebagai contoh bahwa tidak mungkin ada kediktatoran tanpa ada tindakan otoriter dari seseorang. Ketiga, fungsionalisme membuang dimensi ruang dan waktu dalam menjelaskan gejala sosial. Kedua, kritik terhadap strukturalisme yang merupakan gagasan dalam filsafat bahasa Ferdianand de Saussure. 28 Dalam ilmu-ilmu sosial, strukturalisme merupakan penerapan analisis bahasa ke dalam gejala sosial. Pokok strukturalisme yang dikembangkan dalam ilmu-ilmu sosial adalah perbedaaan antara bahasa lengue dan ujaranpercakapan parole. Sebagai con toh kata „presiden‟ merupakan kata umum dalam tataran lengue. Pada tataran itu kata tersebut bisa merujuk pada Barack Obama di Amerika ataupun Joko Widodo di Indonesia. Adapun „presiden yang memerintah Indonesia selama 32 tahun‟ merupakan ujaran spesifik pada taraf parole. Yang tidak mungkin menunjuk selain kepada Soeharto dari tahun 1966 sampai 1998. Ketika diterapkan dalam ilmu sosial seperti yang dilakukan oleh Claude Levi-Strauss, hanya menjelaskan secara analogis. Analisis sosial 28 B. Herry Priyono, Anthony Giddens: suatu pengantar, h. 13. yang menjadi pokok uta manya adalah menemukan „kode tersembunyi‟ yang ada di balik gejala kasat mata, sebagaimana langue menjadi kunci otonom untuk memahami arti parole. Kode tersembunyi itulah yang disebut struktur. Dari contoh di atas, istilah „presiden‟ dipakai bukan karena orang yang menjadi kepala negara dalam pemerintahan presidensial, melainkan karena kaitan dan perbedaanya dengan kata-kata „gubernur‟, „camat‟, „raja‟ dan lain sebagainya. Begitu juga halnya dengan kata „kursi‟ yang tidak ada kaitannya dengan benda yang kita duduki. Itu disebut kursi karena ada hubungannya dengan kata lain seperti „meja‟, „lemari‟, „pintu‟ dan sebagainya. Dengan kata lain, pada tataran logue, semua bisa dipahami secara lepas atau otonom, dan tidak terikat dengan objek yang ditunjuk. Giddens mengakui bahwa dia mengartikan struktur dalam pengertian yang lebih dekat dengan yang dipakai mazhab strukturalisme ketimbang dengan apa yang dipakai dalam fungsionalisme. Akan tetapi, Giddens tetap tidak menerima bahwa subjek tersingkirkan di dalam strukturalisme tersebut. 29

b. Pelaku dan Perilaku Tindakan agen dan agency

Dalam teori strukturasi, yang dimaksud pelaku atau agen adalah orang- orang yang secara konkret dalam arus kontinu tindakan dan peristiwa. 30 Orang-orang yang melakukan tindakan dengan terus menerus dan terpola melintasi ruang dan waktu. Setiap individu dalam pengalaman kesehariannya bertindak dengan rangkaian hasil dari apa yang dilihatnya. 29 B. Herry Priyono, Anthony Giddens: suatu pengantar, h. 17. 30 B. Herry Priyono, Anthony Giddens: suatu pengantar, h. 18. Mereka melihat kondisi-kondisi di mana dan kapan tindakan itu dilakukan. Maka tidak mungkin ada suatu tindakan tanpa adanya pelaku. Giddens membedakan tiga dimensi internal pelaku yang didasari dari gagasan Freud, yaitu motivasi tak sadar, kesadaran diskursif dan kesadaran praktis. 31 Motivasi tidak sadar menunjuk pada keinginan pelaku yang berpotensi mengarahkan tindakan, tetapi bukanlah tindakan itu sendiri. Berbeda dengan motivasi tak sadar, kesadaran diskursif mengacu pada kapasitas pelaku merefleksikan dan memberikan penjelasan secara rinci atas tindakan yang dilakukan. Sedangkan kesadaran praktis adalah kawasan diri pelaku yang berisi pengetahuan praktis yang tidak bisa selalu diuraikan secara eksplisit. Kesadaran praktis merupakan kunci memahami proses bagaimana berbagai tindakan dan praktik sosial yang dilakukan para pelaku yang lambat laun akan menjadi struktur dan bagaimana struktur tersebut mengekang serta memampukan tindakan atau praktek sosial. Reproduksi sosial berlangsung lewat keterulangan praktek sosial yang jarang dipertanyakan kembali. Namun tidak berarti bahwa yang terjadi hanyalah reproduksi tanpa adanya perubahan. Dalam refeksi Giddens, perubahan selalu terlibat dalam proses strukturasi, betapapun kecilnya perubahan itu. 32 Batas antara kesadaran praktis dan kesadaran diskursif sangat cair dan fleksibel serta tidak ada dinding pemisah, tidak seperti kesadaran diskursif dengan motivasi tak sadar. Dengan mengadopsi gagasan Ervin Goffman, 31 Anthony Giddens, Teori Strukturasi: dasar-dasar pembentukan struktur sosial masyarakat. Penerjemah Maufur dan Daryanto, h. 10-12. 32 B. Herry Priyono, Anthony Giddens: suatu pengantar, h. 30. Giddens mengajukan argumen bahwa setiap pelaku mempunyai kemampuan untuk introspeksi atau mawas diri. 33 Gagasan tersebut terlihat sebagaimana gambar berikut: Gambar 2.1 Kemampuan Introspeksi Pelaku Pada level monitoring tindakan reflektif, aktifitas merupakan ciri dari terus menerusnya tindakan sehari-hari dan melibatkan perilaku yang tidak hanya individu namun juga perilaku orang-orang lain. Pada intinya, para pelaku tidak hanya senantiasa memonitoring arus aktivitasnya sendiri, tetapi mengharapkan orang lain melakukan seperti yang dilakukan. Pada level rasionalitas tindakan, monitoring tindakan reflektif dihadapkan kepada latar belakang rasionalitas tindakan, yakni kemampuan pelaku menjelaskan mengapa mereka bertindak berdasarkan alasan yang mereka lakukan. Pada level inilah tindakan dapat ditemukan motif dan alasan tindakan aktor. Sementara itu, pada level atau komponen motivasi tindakan yakni bagian atau aspek kesadaran dan ketidaksadaran pengetahuan serta emosi 33 Anthony Giddens, Teori Strukturasi: dasar-dasar pembentukan struktur sosial masyarakat. Penerjemah Maufur dan Daryanto, h. 6-7. aktor. Giddens mengatakan bahwa konsepsi ketidak sadaran adalah sesuatu yang sangat penting dalam teori sosial. 34

c. Struktur structure

Teori strukturasi memang berpijak pada pandangan tentang struktur. Namun konsep tentang struktur Giddens berbeda dengan pandangan strukturalisme ataupun post-strukturalisme, meskipun hingga pada batas tertentu konsep Giddens mengenai struktur tidak mudah dipahami dan mengundang kritik. 35 Dalam teori ini struktur dapat diartikan sebagai sebuah aturan rules dan sumber daya resourse yang terbentuk dari dan membentuk perulangan praktek sosial. Aturan yang dimaksud bisa bersifat konstitutif dan regulatif, guna memberikan kerangka pemaknaan dan norma. Adapun sember daya menunjuk pada sumber alokatif ekonomi dan sumber otoritatif politik. Berbeda dengan pandangan strukturalisme yang memandang struktur berada di luar eksternal yang menentang dan mengekang pelaku, teori strukturasi Giddens memandang struktur tidak bersifat eksternal melainkan melekat pada tindakan dan praktek sosial yang kita lakukan. Struktur bukanlah benda melainkan skema yang hanya dapat terlihat dalam pengorganisasian berbagai praktek-praktek sosial. 36 Dari berbagai prinsip struktural, Giddens melihat ada tiga gugus besar dalam struktur. Pertama, struktur penanda atua signifikasi signification yang menyangkut skema simbolik, pemaknaan, penyebutan dan wacana. 34 Zainuddin Maliki, Rekonstruksi Teori Sosial Modern, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2002, h. 305-308. 35 Ida Bagus Wirawan, Teori-Teori Sosial dalam Tiga Paradigma: fakta sosial, definisi sosial dan perilaku sosial, h. 316. 36 B. Herry Priyono, Anthony Giddens: suatu pengantar, h. 23. Kedua, struktur penguasaan atau dominasi domination yang mencakup skema penguasaan atas orang politik dan baranghal ekonomi. Ketiga, struktur pembenaran atau legitimasi legitimation yang menyangkut skema peraturan normative, yang terungkap dalam tata hukum. 37 Dari ketiga gugus tersebut, Giddens memberikan analisisnya terkait dengan kekuasaan. Dualitas struktur yang terbingkai dalam gugus di atas dapat berfungsi sebagai alat analisis kehidupan sosial yang penting terutama mengenai hubungan antara tindakan manusia dengan struktur. Ketiga gugus tersebut dalam prosesnya saling berkaitan satu dengan lainnya. Struktur signifikasi pada gilirannya mencakup struktur dominasi dan legitimasi. Begitu pula dengan struktur dominasi, dengan adanya struktur signifikasi memiliki kekuasaan dengan membuat struktur legitimasi.

d. Dualitas Struktur

Hubungan pelaku dan struktur merupakan poros dari pemikiran Giddens dalam teori strukturasi. Mengatakan bahwa pelaku berbeda dengan struktur sama dengan mengatakan sesuatu yang sudah jelas. Begitu pula jika mengatakan bahwa struktur terkait dengan pelaku dan sebaliknya. Masalah yang mendasar ialah perbedaan antara pelaku dan struktur berupa dualisme pertentangan ataukah dualitas timbal balik? Disini Giddens melihat bahwa ilmu-ilmu sosial dijajah oleh gagasan dualisme pelaku vesus struktur. Ia memproklamirkan hubungan keduanya 37 B. Herry Priyono, Anthony Giddens: suatu pengantar, h.26. dengan relasi dualitas, yakni tindakan dan struktur saling mengandaikan seperti dua mata koin. Dualitas struktur dan pelaku terletak dalam proses dimana struktur sosial merupakan sarana medium dan sekaligus hasil outcome dari praktek sosial. 38 Terdapat proses dinamis yang terjadi secara berkelanjutan dan terpola dari dan dalam suatu struktur. Reproduksi hubungan dan praktek sosial juga sekaligus suatu proses produksi, sebab tidak dilakukan oleh subjek yang pasif. Oleh karena itu, suatu struktur sosial dapat dipandang sebagai sistem aturan dan sumber daya yang diperoleh dari tindakan manusia, dimana proses dan hasil produksi tersebut hanya mungkin terjadi bila ada struktur yang menjadi saranannya. Bagi Giddens struktur merujuk pada aturan-aturan dan sarana-sarana atau sumber daya yang memiliki perlengkapan-perlengkapan struktural yang memungkinkan pengikatan ruang dan waktu yang mereproduksi praktik-praktik sosial dalam sistem-sistem sosial kehidupan masyarakat. Giddens memformulasikan konsep struktur, sistem, dan strukturasi sebagai berikut: 39 Strktur Sistem Strukturasi Aturan dan sumber daya, atau seperangkat relasi transformasi terorganisasi sebagai kelengkapan- kelengkapan dari Relasi-relasi yang direproduksi di antara para aktor atau kolektivitas, terorganisasi sebagai praktek-praktek sosial regular. Kondisi-kondisi yang mengatur keterulangan atau transformasi struktur- struktur, dan karenanya reproduksi sistem-sistem sosial 38 Zainuddin Maliki, Rekonstruksi Teori Sosial Modern, h. 300. 39 Anthony Giddens, Teori Strukturasi: dasar-dasar pembentukan struktur sosial masyarakat. Penerjemah Maufur dan Daryanto, h. 40. sistem-sistem sosial. itu sendiri. Tabel 2.2 Konsep Struktur, Sistem dan Strukturasi Dalam hal ini, struktur, sistem dan strukturasi dapat dikatakan memiliki wujudnya masing-masing. Struktur digambarkan sebagai sebuah aturan dan sumber daya atau rangkaian jaringan perubahan dalam bentuk properti praktek sosial. Struktur mengikat ruang dan waktu, dan ditandai dengan tanpa kehadiran subjek. Sementara sistem sosial memuat tentang situasi aktivitas manusia sebagai pelaku melakukan proses produksi dan reproduksi sepanjang ruang dan waktu. Sedangkan strukturasi merupakan mode dimana sistem sosial didasarkan pada aktivitas aktor yang diketahui yang juga menggambarkan aturan dan sumber daya dalam berbagai konteks tindakan. 40

e. Ruang dan Waktu

Berkaitan dengan ruang dan waktu, dalam teori strukturasi Giddens memberikan kritiknya terhadap beberapa teori-teori sosial yang cenderung memperlakukan waktu dan ruang sebagai lingkungan environment tempat suatu tindakan sosial dilakukan atau sebagai faktor yang tidak tetap. Padahal menurut Giddens, ruang dan waktu turut serta membentuk tindakan atau kegiatan sosial. Tanpa ruang dan waktu tidak akan ada suatu yang dimaknakan sebagai tindakan. Misalnya ketika mahasiswa mendengarkan dosen di kelas ruang pada jam 8 sampai jam 10 waktu, tindakan tersebut dimaknakan sebagai berkuliah. 40 Zainuddin Maliki, Rekonstruksi Teori Sosial Modern, h. 300-301. Dalam berbicara tentang ruang, Gidens mengartikan ruang sebagai lokal locale daripada tempat. Dalam konteks ini Giddens menawarkan konsep regionalitas regionalization dimana konsep tersebut menujuk pada pola lokalisasi atau penzonaan tindakan sosial sehari-hari manusia dalam ruang dan waktu. Saat di kampus misalnya, terdapat ruang kelas, ruang dosen dan kamar mandi. Berbagai ruang tersebut tidaklah sama waktu penggunaan, siapa yang menggunakan, aktivitas apa yang dilakukan, maupun cara menggunakannya. Contoh tersebut sebagai ilustrasi sederhana yang memberikan gambaran adanya regionalisasi atau penzonaan tindakan sosial sehari-hari dalam konteks ruang dan waktu. Guna mengkaji lebih dalam tentang ruang dan waktu dalam strukturasi, Giddens memberikan konsep perentangan waktu-ruang time- space distanciation. Yang sebenarnya berisi pencabutan waktu dari ruang. Perentangan waktu-ruang merupakan merentangkan sistem-sistem sosial melintasi ruang-waktu, atas dasar mekanisme sistem sosial dan integrasi sistem. Dalam konteks ini, integrasi sosial adalah timbal balik antara pelaku individual atau kelompok dalam rentang waktu yang lebih luas di luar kehadirannya satu sama lain co presence. 41 Dari konsep ini, Giddens membedakan masyarakat moderen dengan masyarakat tradisional melihat pada bentuk pengkoordinasian ruang dan waktu dalam praktek- praktek sosial yang dilakukan. Pada masyarakat tradisional, koordinasi sosial beserta praktek-prakteknya dilakukan melalui pertemuan atau kehadiran pelaku co presence. Transaksi jual beli harus dengan 41 Ida Bagus Wirawan, Teori-Teori Sosial dalam Tiga Paradigma: fakta sosial, definisi sosial dan perilaku sosial, h.303. pertemuan antara pembeli dan penjual. Memakan waktu yang cukup lama jika melihat jarak antara pembeli dan penjual berada di daerah yang berbeda. Sedangkan dalam konteks masyarakat moderen, transaksi tesebut bisa dilakukan dalam sekejap lewat telepon. Pada konteks ini, transaksi jual beli moderen tersebut merupakan tindakan pencabutan disembedding waktu dari ruang. 37

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

1. Paradigma Penelitian

Menurut Patton, para peneliti konstruktivis mempelajari beragam realita yang terkonstruksi oleh individu dan implikasi dari konstruksi tersebut bagi kehidupan mereka dengan yang lain dalam konstruktivis, setiap individu memiliki pengalaman unik. Dengan demikian, penelitian dengan strategi seperti ini menyarankan bahwa setiap cara yang diambil individu dalam memandang dunia adalah valid, dan perlu adanya rasa menghargai atas pandangan tersebut. 1 Creswell menyatakan hal yang serupa dengan Patton dalam hal menafsirkan kerangka konstruktivisme. Individu-individu berusaha memahami dunia tempat mereka hidup dan bekerja. Mereka mengembangkan makna-makna subjektif yang mengarah pada objek tertentu dalam menafsirkan pengalaman mereka. Para peneliti konstruktivis sering kali berfokus pada proses interaksi di antara individu. Mereka juga memfokuskan penelitiannya pada konteks spesifik di mana masyarakat hidup dan bekerja dalam rangka untuk memahami latar belakang sejarah kebudayaan para partisipan. 2 Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis. Paradigma konstruktivis bersifat subjektif. Data adalah sesuatu yang menjadi perasaan dan keinginan pihak yang diteliti untuk menyatakannya dengan penafsiran 1 Michael Quinn Patton, Qualitative Research and Evaluation Methods, 3rd ed. California: Sage Publications, Inc, 2002, h. 96-97. 2 John W. Creswell, Penelitian Kualitatif Desain Riset: Memilih Di Antara Lima Pendekatan, penerjemah Ahmad Lintang, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2014, h. 32-33. atau konstruksi makna. 3 Kajian paradigma konstruktivisme ini menempatkan posisi peneliti setara dan sebisa mungkin masuk dengan subjeknya, dan berusaha memahami dan mengkonstruksikan sesuatu yang menjadi pemahaman subjek yang akan diteliti.

2. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara atau strategi menyeluruh untuk menemukan atau memperoleh data yang diperlukan. 4 Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif adalah mencari keadaan, variabel, dan fenomena-fenomena yang terjadi. Metode deskriptif menitikberatkan pada observasi dan suasana alamiah naturalistic setting. Metode deskriptif ini tidak menguji sebuah hipotesis atau membuat prediksi. 5 Metode deskriptif merupakan penggambaran, pemahaman, penamaan, interpretasi, penafsiran, pengembangan dan eksplorasi terhadap suatu masalah penelitian. Metode ini mengharuskan peneliti untuk terjun ke lapangan serta tidak berusaha memanipulasi variabel. Penggambaran yang dilakukan berkenaan dengan transformasi yang ada pada sistem Majelis Rasulullah SAW dalam praktek-praktek dakwahnya. Teori strukturasi juga memerlukan penafsiran dan penggambaran secara deskriptif dalam melihat hubungan para pelaku dan struktur yang terpapar dalam praktek-praktek dakwah di Majelis Rasulullah SAW. 3 Creswell, Penelitian Kualitatif Desain Riset: Memilih Di Antara Lima Pendekatan, h. 32. 4 Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011, h. 9. 5 Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi dilengkapi Contoh Analisis Statistik Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001, h. 24-25.

3. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data yang mendalam. 6 Dengan mengamati kasus dari berbagai sumber data yang digunakan untuk meneliti, menguraikan dan menjelaskan secara komprehensif, berbagai aspek individu, kelompok suatu program, organisasi atau peristiwa secara sistematis. Penelaah berbagai sumber data ini membutuhkan berbagai macam instrumen pengumuman data. Karena itu, periset menggunakan wawancara, observasi partisipan, dokumentasi-dokumentasi, rekaman bukti-bukti fisik. 7

4. Subjek dan Objek Penelitian

Dalam riset ilmu sosial, hal yang penting adalah menentukan sesuatu yang berkaitan dengan apa dan siapa yang ditelaah. 8 Yang menjadi subjek penelitian dalam penelitian ini adalah pelaku yang ada dalam sistem Majelis Rasulullah SAW diantaranya Habib Munzir, Dewan Syuro, Tim Inti, Staf, Crew, Aktivis dan Jamaah. Adapun yang menjadi objek penelitiannya adalah praktek sosial yang ada di Majelis Rasulullah SAW.

5. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sekretariat Majelis Rasulullah SAW dan pada Majelis Rasulullah SAW rutin malam Senin di Masjid Al Munawar Pancoran, Jakarta Selatan. Adapun waktu penelitian ini sejak April 2016 – Agustus 2016. 6 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010, h. 56. 7 Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi Dilengkapi Contoh Analisis Statistik, h. 25. 8 Burhan Bungin, Metode Penelitian Kualitatif Jakarta: Rajawali Pers, 2001, h. 66.

6. Sumber dan Jenis Data

Untuk memperoleh data-data yang lengkap dan akurat, peneliti menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari narasumber melalui observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti di lapangan. Dalam menetapkan informan untuk pengambilan sampel dengan bantuan key-informan, dari key-informan inilah akan berkembang sesuai petunjuknya. 9 Dalam hal ini peneliti hanya mengungkapkan kriteria sebagai persyaratan untuk dijadikan sampel. Data sekunder adalah data yang peneliti peroleh dari sumber-sumber tertulis seperti yang terdapat dalam buku, jurnal, dokumentasi atau arsip-arsip dan literatur lainnya yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. 10 Data sekunder tidak hanya berupa tulisan tetapi juga berupa data yang diperoleh dari informan yang mengetahui informasi tentang apa yang sedang diteliti serta mendukung penelitian tersebut.

7. Teknis Pengumpulan Data

1. Observasi Partisipatif

Secara luas, observasi atau pengamatan berarti kegiatan untuk melakukan pengukuran. 11 Proses pengumpulan data primer dengan cara pengamatan langsung dan melakukan pencatatan terhadap objek- objek terkait. Yang termasuk dalam teknik observasi adalah interaksi perilaku yang terjadi di antara subjek yang diriset. 12 Menurut 9 P. Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek Jakarta: Rineka Cipta, 2006, h. 31. 10 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan RD Bandung: Alfabeta, 2009, h. 137. 11 Soehartono, Metode Penelitian Sosial, h. 69. 12 Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, h. 110.