4.3 Metode Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel dilakukan secara sengaja purposive sampling yaitu teknik pengambilan contoh berdasarkan pertimbangan perorangan
atau pertimbangan peneliti. Sampel diambil dengan cara ditentukan oleh peneliti dan pihak terkait Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Barat. Dari sembilan belas
kota kabupaten yang ada di Sumatera Barat diambil lima kota sebagai sampel. Lima kota tersebut adalah Padang, Payakumbuh, Bukittinggi, Solok, dan Tanah
Datar. Menurut Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Barat pemilihan kelima kota ini karena kota-kota tersebut cukup dapat mewakili perilaku harga ayam yang
terjadi di Sumatera Barat. Pencatatan data perkembangan harga komoditi peternakan sebenarnya telah dibuat untuk seluruh dinas yang menangani fungsi
peternakan di kabupaten kota di Sumatera Barat, namun yang telah berjalan dengan baik baru pada lima kabupaten kota tersebut.
4.4 Pengolahan dan Analisis Data
Data harga ayam broiler yang didapat dari Dinas Perternakan Sumatera Barat tersebut kemudian diolah dan dianalisis. Pengolahan dan analisis data
dilakukan dengan mengunakan perangkat lunak software komputer. Perangkat lunak yang digunakan adalah Microsoft Excel 2007 dan Minitab 14. Alasan
penggunaan perangkat lunak tersebutnkarena perangkat lunak tersebut lebih dikenal dan lebih mudah dioperasikan. Penggunakan perangkat lunak yang lebih
mudah, diharapkan metode peramalan kuantitatif yang akan digunakan akan lebih mudah diterapkan.
4.5 Identifikasi Pola Data
Data harga diplot menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan Minitab 14. Berdasarkan hasil plot data tersebut dapat diketahui secara visual
bagaimana bentuk pola data, apakah mengandung unsur trend atau stasioner. Kestasioneran data dapat dilihat apakah data memiliki kecenderungan semakin
meningkat, semakin menurun, atau terdapat fluktuasi musiman. Program Minitab 14 digunakan untuk mengidentifikasi plot autokorelasi
ACF dan plot autokorelasi parsial PACF. Dari hasil plot autokorelasi dapat dipelajari pola fluktuasi harga dari waktu ke waktu. Hal ini dilakukan juga untuk
melihat apakah data stasioner atau ada unsur tren serta unsur lainnya. Kestasioneran data dapat diuji dengan menghitung autocorrelation
function ACF. Melalui plot ACF dilihat secara inferensia, jika nilai ACF mendekati nilai nol tidak signifikan pada lag kedua atau ketiga, maka data
tersebut stasioner. Jika data yang diamati memiliki pola musiman, pada plot ACF akan terlihat nilai ACF yang signifikan pada kelipatan musimnya.
4.6 Metode Peramalan
Time Series
Metode peramalan kuantitatif yang akan digunakan adalah metode peramalan time series. Metode peramalan time series menganalisis pola hubungan
data variabel yang akan diramalkan dengan deret waktu. Metode time series yang digunakan terdiri dari Metode Tren, Metode Rata-rata Sederhana Moving
Average, Metode Rata-rata Bergerak Sederhana Center Moving Average, Metode Dekomposisi Aditif, Metode Dekomposisi Multiplikatif, Metode
Penghalusan Eksponensial Tunggal Single Eksponential Smoothing-SES, Metode Penghalusan Eksponensial Ganda Brown, Metode Winters Aditif,
Metode Winter Multiplikatif dan Metode Box-Jenkins.
4.6.1 Metode Regresi Sederhana Trend
Teknik trend yang akan digunakan adalah teknik trend linier yang sering disebut regresi sederhana. Persamaannya adalah Makridarkis et al, 1999 :
Y
t
= Ŷ
t
+
t
= +
1
��
1
= � − �
�
2
− �
2
= −
1
�
Dimana : Y
t
= nilai Aktual Y pada periode ke-t Ŷ
t
= nilai Ramalan Y pada periode ke-t
t
= error
t
yaitu perbedaan antara Nilai Aktual dan Ramalan Y periode ke-t
b = koefisien slope
a = intercept
4.6.2 Metode Rata-rata Sederhana Moving Average
Tehnik rata-rata sederhana menggunakan pendekatan dimana ramalan merupakan perhitungan kumulatif nilai rataan dari seluruh data masa lalu yang
dimiliki. Persamaannya adalah Hanke et al, 2003 :
�+1
=
� �=1
Dimana:
�+1
= nilai ramalan untuk satu periode ke depan setelah t
�
= nilai aktual pada waktu ke t n = jumlah periode data historis
4.6.3 Metode Rata-rata Bergerak Sederhana Center Moving Average
Langkah kerja dalam mengaplikasikan teknik rata-rata bergerak sederhana adalah sebagai berikut:
1. Menentukan ordo dan bobot rata-rata bergerak. Ordo dari rata-rata
bergerak jumlah data masa lalu yang dimasukkan kedalam rataan yang disimbolkan dengan n.
2. Menetapkan persamaan teknik peramalan.
�+1
=
� �
�=�− +1
Dimana:
�+1
= nilai ramalan untuk satu periode ke depan setelah t Y
t
= nilai aktual pada waktu ke-t N
= ordo t
= waktu
4.6.4 Metode Dekomposisi
Teknik dekomposisi berupaya memisahkan berbagai komponen yang mempengaruhi pola perilaku deret data. Pemisahan dekomposisi ini bertujuan
untuk membantu pemahaman atas deret data sehingga dapat dicapai keakuratan peramalan yang lebih baik. Komponen yang mempengaruhi deret data dapat
dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu : trend, musiman, siklus dan faktor acak. Secara umum persamaannya adalah :
Y
t
= fungsi S
t,
T
t,
C
t
dan R
t
Bila variasi musim data historis menurun atau meningkat, fungsi data historis dapat berbentuk multiplikatif sebagai berikut:
Y
t
= S
t
. T
t
. C
t
. R
t
Sedangkan jika data historis konstan, fungsinya dapat berupa aditif, yaitu:
Y
t
= S
t
+ T
t
+ C
t
+ R
t
Dimana: Y
t
= nilai aktual pada periode t S
t
= komponen musiman pada waktu t T
t
= komponen trend pada waktu t C
t
= komponen siklus pada waktu t R
t
= komponen acak pada waktu t
4.6.5 Metode Single Eksponential Smoothing
Persamaan dalam teknik pelicinan eksponensial tunggal dapat dihitung melalui Gaynor dan Kirkpatrick, 1994 :
Ŷ
t+1
= αY
t
+ 1- α Ŷ
t
Dimana: Ŷ
t
= nilai ramalan pada periode ke-t Ŷ
t+1
= nilai ramalan pada periode ke t+1 α
= koefisien pelicinan
4.6.6 Metode Double Eksponential Smoothing Brown
Teknik pelicinan eksponensial dari Brown menetapkan bahwa ramalan merupakan hasil dari perhitungan dua kali pelicinan secara eksponen. Cara
pelicinannya dengan pengambilan perbedaan antara nilai-nilai tunggal yang dilicinkan, asal diselaraskan dengan bentuk trend. Persamaan-persamaan dalam
teknik ini adalah Gaynor dan Kirkpatrick, 1994 : Ŷ
t+m
= a
t
+ b
t
t S
t
= αS
t
+ 1 – α
S
t-1
S
t 2
= αS
t
+ 1 – α
S
t-1 2
a
t
= 2 S
t
- S
t 2
b
t
= α 1 – α S
t
- S
t 2
Dimana: S
t
= pelicinan tahap 1 S
t 2
= pelicinan tahap 2 α
= koefisien pelicinan a
t
= Nnilai penyesuaian intersep b
t
= nilai penyesuaian trend Ŷ
t+m
= nilai ramalan periode t+m
t = jumlah periode kedepan
4.6.7 Metode Winter Additive
Terdiri dari 3 tahap proses pemulusan Gaynor dan Kirkpatrick, 1994 : 1. Untuk menduga nilai rata-rata level intercepta dari data.
2. Untuk menduga komponen slope b. 3. Untuk menduga komponen musiman dari data.
Untuk meramalkan data time series dengan trend linear dan memiliki variasi musiman aditif.
Perkiraan nilai awal parameter yang diperbaharui biasanya diperoleh dari model dekomposisi aditif.
Model awal:
�
= �
�
+
�
+ �
�
dengan �
�
= +
� Update Parameter
Update komponen level
�
=
�
−
�−
+ 1 −
�−1
+
�−1
Update komponen slop
�
=
�
−
�−1
+ 1 −
�−1
Update komponen seasonal
�
=
�− �
+ 1 −
�−
Ramalan Y pada m periode kedepan
�+
=
�
+
�
+
�− −
Ramalan selang untuk 1 periode kedepan
�+1
±
2
��
� �
dan ��
�
=
�
−
�−
−
�−1
+
�−1
�
dt = konstanta bernilai 1,25 untuk peramalan satu periode ke depan
4.6.8 Metode Winter Multiplikatif
Untuk meramalkan data time series dengan trend linear dan memiliki variasi musiman tidak konstan. Perkiraan nilai awal parameter yang diperbaharui
biasanya diperoleh dari model dekomposisi multiplikatif. Persamaan model ini adalah Gaynor dan Kirkpatrick, 1994 :
Model awal:
t t
t t
Sn Tr
, dengan
t b
a Tr
t
. Update parameter :
Update komponen level. 1
1 1
t t
L t
t t
b a
Sn a
Update komponen Slope. 1
1 1
t t
t t
b a
a b
Update komponen seasonal. 1
L t
t t
t
Sn a
Sn
Ramalan Y pada m periode ke depan
m L
t t
t m
t
Sn m
b a
Ramalan selang untuk 1 periode ke depan
2 1
t t
t
d MAE
Z
, dengan
t b
a Sn
MAE
t t
L t
t t
1 1
, dan
t
d konstanta bernilai 1,25 untuk peramalan satu periode ke depan. Keterangan:
, , dan merupakan konstanta smoothing.
Menentukan nilai awal: Dari hasil Metode Dekomposisi Multiplikatif dapat diperoleh nilai
, b a
,
L L
L L
Sn Sn
Sn
,..., ,
2 1
t t
Sn Tr
, dengan t
b a
Tr
t
, sehingga
t t
Sn t
b a
1 −
=
1 2
−
=
2
, …
−
= Jika menggunakan QSB, digunakan data 1 tahun pertama Y
1
, Y
2
,…, Y
L
, yakni: L
a
L L
...
2 1
;
L
b ;
L L
L L
L
a Sn
a Sn
a Sn
,..., ,
2 2
1 1
. 4.6.9
Metode Box Jenkis
Tekniks Box-Jenkins mengacu pada himpunan prosedur untuk mengidentifikasikan,
mencocokkan dan
memeriksa model
ARIMA
autoregressive integrated moving average dengan data deret waktu. Peramalan mengikuti langsung dari bentuk model disesuaikan Makridakis, 1999.
ARIMA terbagi atas model MA moving average, AR auto regressive, ARMA autoregressive moving average, dan ARIMA auto regressive
integrated moving average. Persamaan model-model tersebut adalah: 1. Model AR
Y
t
= b +b
1
Y
t-1
+b
2
Y
t-2
+ … +b
p
Y
t-p
+e
t
Dimana: Y
t
= nilai series yang stasioner Y
t-1
.. Y
t-p
= nilai sebelumnya b
t-1
.. b
t-p
= konstanta dan koefisien model e
t
= kesalahan peramalan p
= merupakan bilangan asli tak terhingga 1,2,3,…dst
Tingkat dari model nilai p ditunjukkan oleh banyaknya nilai lampau yang diikutsertakan dalam model. Sebagai contoh, AR 1 merupakan model
Autoregressive tingkat satu yang menggunakan satu nilai lampau terakhir dalam model.
2. Model MA
Jika series yang stasioner merupakan fungsi linier dari kesalahan peramalan sekarang dan masa lalu yang berurutan maka persamaan itu dinamakan
moving avarage model MA. Bentuk umum model ini dapat ditulis sebagai berikut:
Y
t
= a + e
t
– a
1
e
t-1
- a
2
e
t-2
- … -a
q
e
t-Q
Dimana: Y
t
= nilai series yang stasioner e
t
= kesalahan peramalan e
t-1
…e
t-q
= kesalahan masa lalu a
, a
1
…a
q
= konstanta dan koefisien model q
= merupakan bilangan
asli tak
terhingga 1,2,3,…dst
Tingkat model MA ini nilai q ditunjukkan dengan banyaknya kesalahan masa lampau yang digunakan dalam model. Jika dalam model digunakan dua
kesalahan peramalan pada masa lampau maka dinamakan model moving avarage tingkat dua, ditulis MA 2.
3. Model ARIMA Model ARIMA adalah gabungan dari model AR dan MA. Pada model ini
series stasioner adalah fungsi dari nilai lampaunya dan nilai sekarang serta kesalahan lampaunya. Bentuk umum model ini adalah:
Y
t
= b + b
1
Y
t-1
… + b
p
Y
t-p
+ e
t
– a
1
e
t-1
- …- a
q
e
t-q
Dimana: Y
t
= nilai series yang stasioner Y
t-1
… Y
t-p
= nilai sebelumnya e
t-1
… e
t-q
= kesalahan masa lalu b
, b
1
, b
p
, a
1
, a
q
= konstanta dan koefisien model e
t
= kesalahan peramalan b
t-1
… b
t-p
= konstanta dan koefisien model p dan q
= merupakan bilangan asli tak terhingga 1,2,3,…dst
Secara umum
notasi model
ARIMA yang
diperluas dengan
memperhatikan unsur musiman adalah sebagai berikut: ARIMA p,d,q P,D,Q
L
dimana L adalah banyaknya periode dalam setahun. Tahapan dalam Metode Box-Jenkins ARIMA
Metode ARIMA dapat digunakan melalui tiga tahap sebagai berikut:
1. Tahap Penstasioneran Data
Pada tahap identifikasi, variabel yang akan diramalkan terlebih dahulu diuji kestasioneran datanya. Kestasioneran data dapat diuji dengan cara plot data
dan menghitung Auto Correlation Function ACF. Melalui plot data, dilihat secara visual apakah data memiliki kecenderungan semakin meningkat, semakin
menurun, atau terdapat fluktuasi musiman. Sedangkan dari nilai ACF, jika nilai ACF mendekati nol pada lag kedua atau ketiga, maka data tersebut stasioner. Jika
data yang diamati memiliki pola musiman, pada plot ACF akan terlihat nilai ACF yang signifikan pada kelipatan musimannya.
Dalam prakteknya, banyak deret data Y
t
merupakan data non-stasioner. Deret data tersebut dapat dijadikan stasioner dengan melakukan proses
differencing. Jumlah berapa kali dilakukan proses differencing d menunjukkan tingkat differensiasi model. Misalkan Y
t
non-stasioner, setelah kemudian dibuat differensiasi tingkat satu. Z
t
= ∆ Y
t
= Y
t
– Y
t-1
, ternyata diperoleh nilai Z
t
stasioner, maka Z
t
dapat dikatakan first order homogenous dan Y
t
dikatakan non stasioner tingkat satu.
Untuk pola data yang mengandung unsur musiman, secara khusus dapat digunakan model seasonal ARIMA. Unsur musiman dapat dihilangkan dengan
seasonal differencing. Jika datanya merupakan data tiga bulanan maka bentuk seasonal difference-nya adalah:
Z
t
= Y
t
– Y
t-4
= 1-B
4
Y
t
Analisis ACF dan PACF dilakukan dengan menggunakan program Minitab 14. Autokorelasi adalah korelasi diantara variabel itu sendiri dengan selang satu atau
beberapa periode kebelakang. Koefisien autokorelasi dapat dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut:
r
K
=
�− �− −
�=�+1 �
−
2 �=1
Dimana: r
K
= nilai koefisien autokorelasi; Z
t
= series stasioner n = jumlah observasi;
= rata-rata series stasioner
2. Tahap Identifikasi Model Sementara
Menurut Gaynor dan Kirkpatrick 1994 model Bob-Jenkins terdiri dari: 1.
Jika ACF terpotong cut off setelah lag 1 atau 2; lag musiman tidak signifikan dan PACF perlahan-lahan menghilang dies down; maka
diperoleh model non seasonal MA q=1 atau 2 2.
Jika ACF terpotong cut off setelah lag musiman L; lag non musiman tidak signifikan dan PACF perlahan-lahan menghilang dies down, maka
diperoleh model seasonal MA Q=1 3.
Jika ACF terpotong setelah lag musiman L; lag non musiman terpotong cut off setelah lag 1 dan 2, maka diperoleh model non seasonal
– seasonal MA q=1 atau 2; Q=1
4. Jika ACF perlahan-lahan menghilang dies down dan PACF terpotong
cut off setelah lag 1 dan 2; lag musiman tidak signifikan, maka diperoleh model non seasonal AR p=1 atau 2
5. Jika ACF perlahan-lahan menghilang dies down dan PACF terpotong
cut off setelah lag musiman L; lag non musiman tidak signifikan, maka diperoleh model seasonal AR P=1
6. Jika ACF perlahan-lahan menghilang dies down dan PACF terpotong
cut off setelah lag musiman L; dan non musiman terpotong cut off setelah lag 1 atau 2, maka diperoleh model non seasonal dan seasonal AR
p=1 atau 2 dan P=1 7.
Jika ACF dan PACF perlahan-lahan menghilang dies down maka diperoleh mixed ARMA dan ARIMA model.
Tabel 4 Pola ACF dan PACF Model Seasonal ARIMA
ACF PACF
Model Cut off setelah lag 1 atau 2
tidak ada signifikan lag musiman
Dies Down MA non musiman q=1 atau
2 Z
t
= μ – θ
1 1
+
t
Z
t
= μ – θ
1 t-1
– θ
2 t-2
+
t
Cut off setelah lag L musiman, tidak signifikan
pada lag non musiman Dies Down
MA terdapat
musiman Q=1
Z
t
= μ – θ
1L 1-L
+
t
Cut off
setelah lag
musiman, non musiman signifikan lag 1 atau 2
Dies Down
Non musiman-musiman MA Z
t
= μ – θ
1 t-1
- θ
1L 1-L
+ θ
1
θ
1L 1-L
+
t
Z
t
= μ – θ
1 t-1
– θ
2 t-2
+ θ
1
θ
1L 1-L
+ θ
1
θ
2L 2-L
+
t
Dies Down Cut off setelah lag 1 atau
2 tidak ada signifikan lag musiman
AR non musiman p=1 atau 2
Z
t
= + θ
1
Z
t-1
+
t
Z
t
= + θ
1
Z
t-1
+ θ
2
Z
t-2 t
Dies Down Cut off setelah lag L
musiman, tidak signifikan pada lag non musiman
AR terdapat musiman P=1 Z
t
= + θ
1L
Z
t-L
+
t
Dies Down Cut
off setelah
lag musiman, non musiman
signifikan lag 1 atau 2 Non musiman-musiman AR
p=1 atau 2; P=1 Z
t
= + θ
1
Z
t-1
+ θ
1L
Z
t-L
+ θ
1
θ
1L
Z
t-L-1
+
t
Z
t
= + θ
1
Z
t-1
+ θ
2
Z
t-2
+ θ
1L
Z
t-L-1
+ θ
2
θ
2L
Z
t-L-2 t
Dies Down Dies Down
Campuran AR;MA Non musiman
Z
t
= + θ
1
Z
t-1
+ θ
1 t-1
+
t
Musiman Z
t
= + θ
1
Z
t-L
+ θ
1 t-L
+
t
Sumber: Gaynor dan Kirkpatrick, 1994
3. Estimasi dan Pengujian Model
Dalam melakukan estimasi, penelitian ini menggunakan bantuan komputer, yakni software MINITAB versi 14. Setelah dilakukan estimasi
koefisien, baik koefisien autoregressive maupun moving avarage masing-masing diuji signifikansinya dengan menggunakan uji t.
Selain signifikansi koefisien, terdapat beberapa hal lainnya yang diuji dalam tahapan diagnostic checking pengujian model, antara lain:
1. Kondisi stasionarity, bisa dilihat dari jumlah seluruh koefisien
autoregressive. Jumlah koefisien autoregressive harus kurang dari [1]. Jika model yang digunakan adalah model moving avarage, maka tidak ada
kondisi stasionarity yang harus dipenuhi. 2.
Kondisi invertibility, yang menyatakan bahwa jumlah dari koefisien moving avarage harus kurang dari [1]. Jika model yang digunakan adalah
autoregressive, maka tidak ada kondisi invertibility yang harus dipenuhi. 3.
Iterasi harus konvergen, artinya estimasi yang dilakukan efisien dan tidak ada lagi estimator yang menghasilkan MAPE yang lebih kecil. Hal ini
ditunjukkan dalam output MINITAB 13 dengan kata- kata ”relatife change
in each estimate less than 0,001 ”.
4. Error dari model harus bersifat random. Hal ini terlihat dari modified Box
Pierce Ljung-Box-Pierce Q statistic. Jika Q X
2
dengan m= p-q derajat bebas maka model tidak akurat. Statistik Q dapat dihitung dengan
menggunakan rumus Q
m
= nn+2
�
�
−� �=1
2
atau dengan melihat p-value dari statistik Q dimana jika p-
value kurang dari α 5 persen maka error
yang dihasilkan berarti tidak bersifat acak dan model tidak cukup baik. 4.
Tahap Penerapan Model
Model yang telah memenuhi semua syarat pada diagnostic checking dapat digunakan untuk meramalkan variabel, tentu saja jika menurut kriteria pemilihan
model, model ARIMA lebih baik dibandingkan dengan model lainnya. Selain model tentatif model ARIMA lainnya juga patut untuk dicoba. Jika ternyata
model ARIMA selain model tentative memiliki MAPE lebih kecil, maka model itulah yang akan dipilih.
4.7 Pemilihan Metode Peramalan
Time Series Terakurat
Rumus nilai kesalahan pada periode ke t adalah : �
�
=
�
− �
�
Dimana : ε
t
= nilai kesalahan peramalan error pada periode t
�
= nilai aktual pada periode ke t �
�
= nilai ramalan pada periode ke t Setelah dilakukan analisis residual, akan diperoleh dua atau lebih model
yang cocok dan akan dipakai untuk peramalan. Untuk memilih model yang dipakai, maka perlu diukur besarnya kesalahan residual.
Alat ukur statistik yang digunakan untuk mengukur error dalam penelitian ini adalah nilai Mean Absoluite Deviation MAD. Metode ini mengevaluasi
akurasi peramalan dengan mengabsolutkan nilai terkecil nilai kesalahan peramalan error hasilnya dijumlahkan dan dibagi dengan jumlah observasi.
Persamaan MAD adalah sebagai berikut Hanke et al, 2003 : � =
�
−
� �=1
Dimana :
�
= nilai observasi ke t Y
t
= nilai ramalan ke t = junlah observasi
Sebagai keputusan untuk menggunakan suatu model peramalan tertentu, maka dapat dilihat dari nilai error yang dihasilkan oleh suatu model peramalan.
Model peramalan yang dipilih sebagai model peramalan yang terbaik dan terakurat apabila menghasilkan nilai error ramalan yang relatif kecil secara
konsisten, atau dengan kata lain nilai MSD yang semakin kecil.
BAB V GAMBARAN AGRIBISNIS AYAM BROILER DI SUMATERA BARAT
Usaha peternakan ayam broiler di Sumatera Barat umumnya masih merupakan usaha peternakan rakyat, walaupun sudah ada beberapa pengusaha
yang bergerak dibidang peternakan ayam broiler berskala besar namun jumlahnya masih dapat dihitung dengan jumlah bilangan jari. Beberapa sub system dalam
agribisnis peternakan ayam broiler dapat dikelompokkan dalam usaha budidaya ternak dan non budidaya ternak. Usaha budidaya ternak terdiri dari usaha produksi
bibit, daging dan produksi ikutan lainnya, sedangkan usaha non budidaya ternak adalah pakan, obat-obatan, peralatan, produksi bahan pangan siap olah dan siap
saji, serta pemasaran. Ada beberapa bentuk pemasaran ayam broiler yang terjadi di Sumatera
Barat, yaitu jual hidup, jual karkas dan jual siap masak. Jual hidup, umumnya dilakukan oleh peternak ke Bandar, Bandar ke RPA atau Bandar ke pedagang
pengeser. Jual karkas yaitu penjualan broiler yang dilakukan pada pasar-pasar modern seperti RPA ke pengusaha Fried Chiken, Hotel , Supermarket, dan
Catering. Jual siap masak merupakan bentuk pemasaran yang baru ada beberapa tahun terakhir, pola penjualan seperti ini merupakan penjualan yang memanjakan
konsumen dimana produk akhir dari RPA modern langsung ke konsumen dalam bentuka ayam olahan, misalnya chicken nagget, fillet dengan berbagai citarasa dan
lain-lain. Menurut Refriceda 2003, faktor-faktor yang mempengaruhi harga ayam
adalah ukuran ayam, kondisi ayam dan suplpay dan dimand. Setiap konsumen