BAB V GAMBARAN AGRIBISNIS AYAM BROILER DI SUMATERA BARAT
Usaha peternakan ayam broiler di Sumatera Barat umumnya masih merupakan usaha peternakan rakyat, walaupun sudah ada beberapa pengusaha
yang bergerak dibidang peternakan ayam broiler berskala besar namun jumlahnya masih dapat dihitung dengan jumlah bilangan jari. Beberapa sub system dalam
agribisnis peternakan ayam broiler dapat dikelompokkan dalam usaha budidaya ternak dan non budidaya ternak. Usaha budidaya ternak terdiri dari usaha produksi
bibit, daging dan produksi ikutan lainnya, sedangkan usaha non budidaya ternak adalah pakan, obat-obatan, peralatan, produksi bahan pangan siap olah dan siap
saji, serta pemasaran. Ada beberapa bentuk pemasaran ayam broiler yang terjadi di Sumatera
Barat, yaitu jual hidup, jual karkas dan jual siap masak. Jual hidup, umumnya dilakukan oleh peternak ke Bandar, Bandar ke RPA atau Bandar ke pedagang
pengeser. Jual karkas yaitu penjualan broiler yang dilakukan pada pasar-pasar modern seperti RPA ke pengusaha Fried Chiken, Hotel , Supermarket, dan
Catering. Jual siap masak merupakan bentuk pemasaran yang baru ada beberapa tahun terakhir, pola penjualan seperti ini merupakan penjualan yang memanjakan
konsumen dimana produk akhir dari RPA modern langsung ke konsumen dalam bentuka ayam olahan, misalnya chicken nagget, fillet dengan berbagai citarasa dan
lain-lain. Menurut Refriceda 2003, faktor-faktor yang mempengaruhi harga ayam
adalah ukuran ayam, kondisi ayam dan suplpay dan dimand. Setiap konsumen
memiliki karakteristik yang berbeda-beda terhadap ukuran ayam. Komsumen rumah tangga lebih cenderung membeli ukuran relatif besar, sementara konsumen
rumah makanrestoran menghendaki ukuran yang lebih kecil. Kondisi ayam yang dalam pemeliharaannya mendapatkan wabah penyakit dalam pemasarannya akan
mengalami penurunan harga dari harga normal, naiknya jumlah produksi ayam dan jumalah permintaan ayam sangat berpengaruh terhadap penentuan harga ayam
di pasar. Pemasaran ayam broiler di Sumatera Barat secara umum dilakukan pada
pasar tradisional dan pasar modern. Sampai tahun 2008 diperkirakan transaksi perdagangan ayam broiler yang melewati pasar tradisional sebanyak 70 persen.
Pasar ini melaksanakan transaksi untuk ayam hidup. Harga penjualan ayam di pasar tradisional sangat sensitif sekali terhadap isu yang berkembang, naik
turunnya harga di pasar ini sangat cepat terjadi. Berbeda dengan pasar modern, pasar ini sepenuhnya melayani ayam karkas atau tidak dalam bentuk ayam hidup
yang dipotong pada waktu terjadi transaksi. Pasar modern yang dimaksud disini adalah hotel, supermarket, dan restoran. Pada umumnya pelaku yang pasar yang
terlibat dalam transaksi di pasar modern adalah pengusaha pabrikan atau kelompok pengusaha yang sudah mempunya RPA Rumah Potong Ayam.
Fluktuasi harga yang terjadi di pasar modern tidak seburuk yang terjadi di pasar tradisional dan relatif lebih stabil, karena system transaksi dilakukan melalui
perjanjian jual beli dengan system kontrak dalam jangka waktu tertentu sesuai kesepakatan. Secara rinci gambaran mata rantai pemasaran ayam broiler di
Sumatera Barat mulai dari produsen sampai ke tangan konsumen dapat dilihat pada Gambar 3.
PRODUSEN Peternak Rakyat
Peternak Plasma Pabrikan
Pasar Moderen Rumah Potong Hewan
Pasar Tradisional Hotel
Restoran Supermarket
Pengecer
Tukang Potong
Konsumen
Gambar 3 Gambaran Rantai Pemasaran Ayam Broiler di Sumatera Barat
Di Sumatera Barat peternak yang ada adalah peternak rakyat dan peternak plasma pabrikan. Petenak pabrikan masuk ke Sumatera Barat kira-kira lima tahun
yang lalu, yaitu anak perusahaan PT. Charoend Phockpan, PT . Nusantara Unggas Jaya yang sekarang berubah nama menjadi PT. Fajar Makmur Utama dan disusul
oleh anak perusahaan PT. Confeed yaitu Primatama Karya Persada. Pada tahun 2007 jumlah rumah tangga pemelihata ternak yang tercatat oleh Dinas Peternak
Provinsi Sumatera Barat pada kota Padang, Payakumbuh, Bukittinggi, Solok dan Tanah Datar masing-masing adalah 410, 109, 5, 37, dan 130 kepala keluarga.
Masuknya kedua perusahaan tersebut ke Sumatera Barat membawa angin segar bagi peternak yang selama ini kekurangan modal dalam pengembangan
usaha peternakan mereka, karena dengan adanya perusahaan tesebut peternak berusaha dengan system kemitraan dengan perusahaan, dimana peternak cukup
menydiakan kandang dan tenaga kerja, sedangkan penyediaan DOC, pakan, sampai pemasaran ditangani oleh perusahaan. Disisi lain dengan masuknya kedua
perusahaan kemitraan tersebut memberikan dampak yang kurang baik bagi
pengusaha lokal baik yang bergerak dibidang Poultry Shop, maupun peternak kecil peternak mandiri. Penurunan tersebut dapat dilihat dari berkurangnya
jumlah rumah tangga pemelihara ternak yang ada pada lima kota di Sumatera Barat Tabel 5.
Tabel 5 Rumah Tangga Pemelihara Ternak Pada Lima Kota Di Sumatera Barat Kepala Keluarga
Tahun Sumbar
Padang Payakumbuh
Bukittinggi Solok
Tanah Datar
2003 2406
559 180
11 243
135 2004
2757 484
182 8
186 121
2005 3764
401 230
9 91
124 2006
2030 399
109 51
124 2007
2098 410
109 5
37 130
Sumber : Date Base Dinas Peternakan Sumatera Barat Pada Tabel 5 terlihat bahwa jumlah rumah tangga peternak di Sumatera
Barat dari tahun 2003 sampai tahun 2007 mengalami penurunan dari 2406 kepala keluarga menjadi 2098 kepala keluarga. Penurunan jumlah keluarga pemelihara
ternak juga terlihat pada lima kota di Sumatera Barat, seperti Kota Padang jumlah kepala keluarga pemelihara ternak turun dari 559 kepala keluarga menjadi 410
kepala keluarga, Payakumbuh dari 180 kepala keluarga menjadi 109 kepala keluarga, Bukittinggi dari 11 kepala keluarga menjadi 5 kepala keluarga, Solok
dari 243 kepala keluarga menjadi 37 kepala keluarga dan Tanah Datar dari 135 kepala keluarga menjadi 130 kepala keluarga. Kedepan untuk mengantisipasi
penurunan jumlah keluarga pemelihara ternak di Sumatera Barat, disarankan kepada Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Barat untuk merancang sebuah
kebijakan dengan membuat segmen pasar yang membatas ruang gerak pemasaran ayam perusahaan, kemitraan, dan peternak kecil, sehingga peternak kecil juga
dapat beternak dengan baik.
Potensi usaha peternakan broiler di Sumatera Barat dapat dilihat dari pertumbuhan populasi ternak Tabel 6.
Tabel 6 Populasi Ayam Broiler Pada Lima Kota di Sumatera Barat
Tahun Sumbar
Padang Payakumbuh Bukittinggi
Solok Tanah
Datar 2003
10.608.542 3.650.000 2.280.000 3.525
129.385 1.263.060 2004
12.804.118 4.854.900 2.375.500 4.300
120.380 219.582 2005
11.357.881 4.602.785 2.119.400 7.489
67.165 160.160
2006 12.847.327 4.868.930 2.116.752
76.744 160.474
2007 12.648.143 4.981.212 1.946.552
2.520 49.050
164.487
Sumber : Date Base Dinas Peternakan Sumatera Barat Secara umum populasi ayam broiler di Sumatera Barat dari tahun 2003
hingga 2007 mengalami peningkatan dari 10.608.542 ekortahun menjadi 12.648.143 ekortahun. Populasi ayam broiler dari tahun 2003-2007 mengalami
peningkatan dari 3.650.000 ekortahun menjadi 4.981.212 ekortahun. Berbeda halnya dengan empat daerah lain yang diamati, dimana populasi ayam broiler di
ke empat kota tersebut dari tahun 2003-2007 mengalami penurunan. Kota Payakumbuh populasi ayam broiler dari 2.280.000 ekot tahun 2003 menjadi
1.946.552 ekor pada tahun 2007. Kota Bukittinggi dari 3.525 ekor tahun 2003 menjadi 2.520 ekor tahun 2007. Kota Solok dari 129.385 ekor tahun 2003 menjadi
49.050 ekor tahun 2007. Begitu juga dengan Tanah Datar populasi ayam broiler menurun dari 1.263.060 ekor tahun 2003 menjadi 164.487 ekor di tahun 2007.
Penurunan populasi ayam broiler didaerah yang tidak dibarengi dengan kenaikan populasi ayam broiler di Sumatera Barat dikarenakan produksi ayam
broiler didominasi oleh PT. Fajar Maknur Utama dan PT. Prima Karya Persada sebagai produsen terbesar ayam broiler di Sumatera Barat yang berada di kota
Padang. Produksi peternak daerah sebagian besar dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan daerahnya sendiri, sementara untuk memenuhi kekurangan kebutuhan daerah biasanya ditutupi oleh populasi ayam yang berlebih di Kota Padang.
Perkembangan peternakan sebagai bagian dari pembangunan pertanian dan pembangunan nasional telah menunjukkan kontribusi secaranyata dalam upaya
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari konsumsi daging ayam broiler di Sumatera Barat pada tahun 2007 mencapai 0,52 kgkapitatahun.
konsumsi protein, kalori dan lemak hewani asal ternak broiler masing-masing sebesar 0,26 gramhari, 4,28 kalorikapitahari, dan 0,35 gramkapitahari.
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN