a. Tembaga Cu
Konsentrasi total logam Cu dalam tanah tertinggi terdapat di kelurahan Porisgaga yaitu sebesar 44,7 mgkg, sedangkan yang terendah pada lahan sawah
di kelurahan Kunciran sebesar 23,9 mgkg Gambar 4. Penentuan apakah logam berat yang terukur dalam tanah telah membahayakan bagi lingkungan atau tidak,
belum bisa ditentukan karena di Indonesia belum mempunyai peraturan yang mengatur mengenai konsentrasi maksimum logam berat dalam tanah yang masih
diperbolehkan. Beberapa penelitian mengenai logam berat dalam tanah di Indonesia telah banyak namun masih menggunakan batas kritis dari negara lain
untuk membandingkannya.
Gambar 4. Konsentrasi total logam Cu dalam tanah dan beras.
Batas kritis konsentrasi total logam Cu dalam tanah menurut Alloway 1995 maupun Ministry of State for Population and Environmental of Indonesia
and Dalhouise University, Canada Kurnia et al., 2004 adalah 60-125 mgkg. Batas maksimum Cu dalam tanah yang masih diperbolehkan menurut Lacatusu
2000 adalah 100 mgkg. Berdasarkan batas kritis tersebut maka konsentrasi Cu pada lahan sawah di daerah penelitian masih dalam batas normal.
Tembaga digolongkan sebagai unsur hara mikro bagi tanaman. Konsentrasi Cu dalam tanah di lokasi penelitian ini masih dalam kisaran normal. Menurut
Lahuddin 2007 kadar normal Cu di dalam tanah antara 2-250 mgkg, sedangkan kadar normal Cu dalam jaringan tanaman berkisar antara 5-20 mgkg Sitorus,
2008. Kisaran konsentrasi total logam berat dalam tanah dipengaruhi oleh 2 faktor,
yaitu faktor geogenik dan faktor antropogenik. Faktor geogenik meliputi jumlah dan jenis mineral-mineral penyusun dan pengiring batuan induk tanah, kejadian
longsor, erosi dan sedimentasi serta deposisi dan erupsi dari gunung berapi. Faktor antropogenik meliputi pencemaran limbah padat, cair maupun gas akibat
proses produksi dan limbah industri, transportasi dan domestik serta perbedaan tipe penggunaan dan pengelolaan lahan, misalnya akibat penggunaan pupuk dan
pestisida. Menurut Wasahua 2004 kadar ambien Cu total pada kedalaman 0-30 cm
pada tanah yang berasal dari batuan tuf volkan intermedier daerah Subang dan Purwakarta adalah berkisar 29,14-39,90 mgkg, sedangkan yang berasal dari
batuan sedimen batuliat daerah Sukabumi, Tangerang dan Bandung berkisar 23,80-73,25 mgkg. Kadar ambien atau natural background concentration
menunjukkan konsentrasi kontaminan yang secara konsisten terukur di lingkungan suatu areal atau lokasi yang belum dipengaruhi oleh aktivitas manusia
yang terlokalisasi. Oleh karena di Indonesia belum ada peraturan mengenai batas maksimum logam berat dalam tanah yang diperbolehkan, maka kadar ambien ini
dapat digunakan sebagai rujukan untuk menentukan kejadian pencemaran yaitu bila konsentrasi suatu pencemar telah melebihi kadar ambien tersebut.
Berdasarkan kadar ambien tersebut maka lahan sawah di kelurahan Kunciran Indah dan Porisgaga yang berasal dari batuan tuf volkan intermedier patut
diwaspadai karena konsentrasi Cu totalnya sudah melebihi kadar ambien. Gambar 4 juga menunjukkan bahwa beras yang diproduksi di lokasi
penelitian mengandung logam berat Cu. Sampel beras dari kelurahan Periuk ternyata mengandung Cu tertinggi dibandingkan di daerah lain yaitu sebesar 10
mgkg. Batas maksimum dalam berastepung yang ditetapkan dalam Keputusan Dirjen POM No. 03725BSKVII1989 adalah 10 mgkg. Oleh karena itu, beras
dari Kelurahan Periuk harus diwaspadai karena konsentrasi logam Cu dalam beras sama dengan batas maksimum logam Cu dalam makanan yang ditetapkan oleh
Dirjen POM, sedangkan beras dari 12 kelurahan lainnya masih di bawah batas maksimum kandungan logam Cu dalam makanan yang diperbolehkan.
Tingginya konsentrasi logam Cu dalam beras ini diduga berasal dari aktivitas industri di sekitar lokasi penelitian. Jenis industri yang sering
menghasilkan limbah logam Cu adalah elektroplating, tekstil, sabun atau deterjen, logam atau produk logam, dan pestisida Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat,
2000 dalam Kurnia et al., 2004. Aktivitas pertanian seperti pemberian pupuk TSP ataupun SP-36 untuk pemenuhan unsur P oleh petani juga dapat
meningkatkan kadar Cu dalam tanah yang pada akhirnya dapat masuk ke dalam jaringan tanaman. Menurut Alloway 1995, pupuk P mengandung logam Cu
sebesar 1-300 mgkg. Selain itu, garam Cu banyak digunakan dalam bidang pertanian, misalnya larutan Bordeaux mengandung 1-3 CuSO
4
digunakan untuk membasmi jamur pada sayur dan tumbuhan buah. CuSO
4
Hasil penelitian Kurnia et al. 2004 menemukan bahwa beras yang dihasilkan dari lahan sawah di Pati dan Bandung mengandung logam Cu. Beras
yang berasal dari lahan sawah yang tercemar industri penyepuhan logam di Juwana, Pati-Jawa Tengah mengandung logam Cu sebesar 1-4 mgkg, sedangkan
yang berasal dari lahan yang tercemar industri tekstil di Rancaekek, Bandung- Jawa Barat mengandung logam Cu sebesar 2-7 mgkg.
juga sering digunakan untuk membasmi siput sebagai inang dari parasit cacing Darmono,
1995.
Sutrisno dan Mulyadi 2008 menemukan bahwa gabah yang dihasilkan dari lahan sawah di sepanjang Sungai Wulan, Kudus, Jawa Tengah mengandung
logam Cu sebesar 2,25-5,0 mgkg yang disebabkan adanya limbah dari pabrik kertas. Hasil penelitian Istikasari 2004 mengungkapkan bahwa beras di daerah
pengolahan emas tanpa izin, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor mengandung logam Cu 0,01-1,19 mgkg.
Tembaga digolongkan sebagai salah satu unsur mikro kurang dari 0,005 dari berat badan dalam sistem fisiologis manusia. Menurut WHO, Cu dibutuhkan
setiap harinya sebanyak 2-5 mg Istikasari, 2004. Pada kadar tersebut tidak
menimbulkan akumulasi pada tubuh manusia normal. Cu akan bersifat toksik bagi tubuh jika jumlahnya berlebihan. Defisiensi Cu dalam tubuh akan mengakibatkan
malnutrisi, anemia neutropenia, gangguan otot dan saraf; sedangkan kelebihan Cu dalam tubuh mengakibatkan Wilson’s disease Darmono, 1995.
b. Seng Zn