Pengelolaan Lahan Pertanian Ramah Lingkungan

logam Cu dalam sedimen berkisar antara 13,40-27,58 mgl; Zn 31,00-62,59 mgl; Pb 22,61-38,70 mgl; dan Cd 0,005 mgl. Konsentrasi logam berat dalam sedimen lebih tinggi dibandingkan konsentrasi logam berat dalam air menunjukkan terjadinya akumulasi logam berat dalam sedimen. Hal ini dimungkinkan karena logam berat dalam air mengalami proses pengenceran dengan adanya pengaruh pola arus air. Rendahnya logam berat dalam air irigasi bukan berarti bahan cemaran yang masuk ke saluran irigasi mengandung logam berat yang rendah, tetapi lebih disebabkan karena kemampuan perairan tersebut untuk mengencerkan bahan cemaran yang cukup tinggi. Namun baku mutu logam berat dalam sedimen belum ditetapkan di Indonesia, padahal sebagian besar logam berat yang masuk ke badan air lebih banyak mengendap di dasar sungai terakumulasi dalam sedimen. Walaupun konsentrasi logam berat dalam tanah di lokasi penelitian masih tergolong di bawah batas normal, namun di beberapa titik pengambilan contoh beras menunjukkan kadar logam berat dalam beras telah melebihi batas maksimum yang diperbolehkan oleh BPOM Tabel 12. Hal ini merupakan indikasi terjadinya pencemaran logam berat, namun belum dapat dipastikan asalsumber pencemar yang menyebabkan masuknya logam berat dalam tanah maupun beras di lokasi penelitian. Oleh karena itu perlu adanya suatu studi lanjutan untuk mengetahui sumber pencemar logam berat secara pasti, apakah berasal dari industri, transportasi, rumah tangga atau kegiatan pertanian itu sendiri.

5.6. Pengelolaan Lahan Pertanian Ramah Lingkungan

Berdasarkan hasil analisis indeks cp, lahan sawah di Kota Tangerang terdeteksi terkontaminasi logam berat Cu, Zn, Pb dan Cd. Walaupun logam berat yang terukur dalam tanah belum atau tidak akan segera memberikan pengaruh negatif pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman atau komponen lingkungan lainnya, namun perlu adanya upaya pengendalian agar tidak terjadi pencemaran. Oleh karena itu perlu diusahakan kebijakan pengelolaan lahan pertanian yang ramah lingkungan. Pengelolaan lahan pertanian yang ramah lingkungan diharapkan dapat mencegah terjadinya dampak lanjutan yang merugikan masyarakat. Sehubungan dengan adanya kandungan logam berat yang tinggi dalam tanah, maka upaya pencegahan yang dapat dilakukan adalah penggunaan bahan organik dan mengurangi pemakaian bahan kimia dalam teknik budidaya pertanian. Bahan organik bila ditambahkan ke dalam tanah dapat berfungsi sebagai pengkelat logam berat. Hasil penelitian Adji 2006 menunjukkan bahwa penggunaan bahan organik pada tanah sawah tercemar ternyata mampu menghambat terserapnya logam berat pada akar. Penurunan Pb secara signifikan terjadi pada penggunaan bahan organik kotoran ayam sebesar 5 tonha, sedangkan penurunan Cd dalam tanah secara signifikan terjadi pada penggunaan 20 tonha. Sudadi 2009 mengemukakan bahwa perlakuan ameliorasi dan pemupukan dengan dosis rasional 100 dolomit 4 tonha, pupuk kandang sapi 30 tonha, N ½ urea + ½ ZA 150 kgha, P 2 O 5 SP-36 150 kgha dan K 2 O KCl 100 kgha mampu menurunkan konsentrasi fraksi aktif Cd Cd NH4OAc-EDTA dari 13,35-8,77 mgha dan Pb tanah Pb NH4OAc-EDTA Selain mampu menurunkan ketersediaan logam berat, penggunaan bahan organik juga mampu meningkatkan hasil gabah kering. Poniman et al. 2000 dalam Adji 2006 menerangkan bahwa pemberian bahan organik 5 tonha pada lahan sawah irigasi dapat meningkatkan hasil gabah kering menjadi 6,27 tonha, sedangkan tanpa pemberian bahan organik hanya menghasilkan gabah kering 3,13 tonha. dari 11,57-5,78 mgkg secara sangat nyata. Aplikasi bahan organik akan mengubah spesiasi logam berat dalam larutan tanah dari ionik ke bentuk-bentuk terkompleks, sehingga serapan logam berat oleh akar dan perpindahannya ke bagian atas tanaman menurun. Dengan demikian, fitotoksisitas dan akumulasi logam berat ke rantai makanan yang lebih tinggi juga menurun, sehingga penggunaannya dianggap ramah lingkungan dan berkelanjutan bagi sistem produksi tanaman di atasnya. Penggunaan bahan organik yang lebih ramah lingkungan diharapkan dapat mengurangi pencemaran logam berat dalam tanah sehingga pertanian di daerah perkotaan dan industri masih berpotensi produksi. Keberadaan pertanian di perkotaan dapat menjadi salah satu bentuk ruang terbuka hijau. Pertanian kota memiliki banyak fungsi secara ekologis, yaitu sebagai pengatur iklim mikro, memperbaiki kondisi tanah, sebagai penyimpanan air, dapat mengurangi polusi udara. Sampah-sampah organik yang berasal dari masyarakat dapat digunakan sebagai kompos untuk dipergunakan dalam pertanian kota, sehingga terjadi suatu lingkaran ekosistem yang terus berlanjut. Selain itu dengan adanya vegetasi diantara bangunan-bangunan kota dapat meningkatkan kualitas estetik kota. Dengan ekologi kota yang baik dan ditunjang dengan nilai estetik yang baik pula, diharapkan dapat meningkatkan kenyamanan lingkungan perkotaan. Fungsi pertanian kota secara ekonomi, yaitu dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alamnya, pertanian kota dapat menghasilkan produksi pangan yang akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Dan secara sosial, dapat menjadi suatu lapangan pekerjaan bagi para pengangguran yang disebabkan oleh krisis ekonomi. Dengan berbagai manfaat tersebut diharapkan pertanian kota di Kota Tangerang dapat dipertahankan keberadaannya dan dikembangkan secara intensif namun tetap ramah lingkungan, karena pertanian kota dapat meningkatkan perekonomian kota dengan tetap menjaga keseimbangan ekosistem perkotaan. Selain itu, keberadaan pertanian kota dapat meningkatkan fungsi ekologi dan memiliki nilai estetik, sehingga dapat dijadikan salah satu usaha revitalisasi ruang terbuka hijau perkotaan. VI. SIMPULAN DAN SARAN

6.1. Simpulan