Kadmium Cd Evaluation of Cu, Zn, Pb and Cd Contamination in Agricultural Land at Tangerang, Province of Banten

menurun menjadi 0,038 gl dan pada tahun 2007 kandungan Pb dalam premium sebesar 0,0068 gl BPLHD Jabar, 2009b. JECFA Joint Expert Comitte on Food Additives of the Food and Agriculture menetapkan jumlah maksimum asupan harian Pb yang masih dapat ditolerir adalah 0,21 mg per 60 kg berat badan Istikasari, 2004. Beras yang mengandung Pb walaupun rendah konsentrasinya, apabila dikonsumsi terus- menerus akan membahayakan kesehatan manusia karena dapat terakumulasi dalam tubuh. Toksisitas Pb dalam tubuh dapat menghambat kerja sistem hemopoietik, sistem saraf pusat dan tepi, sistem ginjal, sistem gastro-intestinal, sistem kardiovaskuler, sistem reproduksi, dan sistem endokrin Darmono, 1995.

d. Kadmium Cd

Secara alamiah logam Cd di dalam kerak bumi sangat kecil yaitu 0,1 mgkg Alloway, 1995. Tingkat Cd dalam lingkungan tanah tidak akan meningkat kecuali terjadi penambahan Cd akibat aktivitas manusia. Perhatian publik terhadap Cd terjadi setelah merebak kasus keracunan Cd yang menyebabkan penyakit Itai-Itai di Toyama, Jepang. Kasus toksisitas Cd dilaporkan sejak pertengahan tahun 1980-an dan kasus tersebut semakin meningkat sejalan dengan perkembangan ilmu kimia di akhir abad 20-an. Kadmium merupakan logam berat yang paling banyak menimbulkan toksisitas pada makhluk hidup sehingga perlu adanya perhatian serius mengenai tingkat cemaran Cd baik pada makanan maupun media tempat makanan tersebut di produksi. Gambar 7 menunjukkan tanah dan beras dari lahan sawah di Kota Tangerang mengandung logam Cd. Gambar 7. Konsentrasi total logam Cd dalam tanah dan beras. Konsentrasi total logam Cd dalam tanah yang paling tinggi terdapat pada lahan sawah di kelurahan Periuk yaitu sebesar 0,3 mgkg, sedangkan yang terendah terdapat di kelurahan Batujaya dan Kunciran yaitu 0,1 mgkg. Menurut Etikha 2004 kadar ambien Cd dalam tanah 0-30 cm dengan tipe batuan sedimen liat daerah Sukabumi, Tangerang dan Bandung, tuf volkan intermedier daerah Subang dan Purwakarta, dan sedimen pasir daerah Karawang berturut- turut adalah 6,42-19,39 mgkg, 10,5-19,7 mgkg, dan 10,48 mgkg. Batas kritis Cd dalam tanah yang ditetapkan oleh Ministry of State for Population and Environmental of Indonesia and Dalhouise University, Canada Kurnia et al., 2004 adalah sebesar 0,5 mgkg. Dengan demikian, konsentrasi Cd dalam tanah pada lahan sawah di Kota Tangerang masih di bawah batas normal. Namun demikian, keberadaan Cd dalam tanah perlu diwaspadai mengingat sifatnya yang lebih mobil dalam tanah. Kadmium cenderung lebih mobil dalam tanah sehingga lebih tersedia bagi tanaman daripada logam lainnya seperti Pb dan Cu Alloway, 1995. Adanya logam Cd yang terukur dalam tanah di lokasi penelitian ini diduga berasal dari penggunaan pupuk SP36, TSP ataupun NPK sebagai sumber unsur P yang diperlukan tanaman. Pupuk P diketahui mengandung logam Cd. Menurut Alloway 1995 pupuk P mengandung Cd sebesar 0,1-170 mgkg; pupuk N mengandung Cd sebesar 0,05-8,5 mgkg; pupuk kandang mengandung Cd sebesar 0,1-0,8 mgkg; kapur mengandung Cd sebesar 0,04-0,1 mgkg; dan pupuk kompos mengandung Cd sebesar 0,01-100 mgkg. Setyorini et al. 2003 dalam Kurnia et al., 2004 juga mengungkapkan hal yang sama bahwa di dalam pupuk SP36 dan KCl merah ditemukan logam Cd sebesar 11 mgkg dan 0,82 mgkg. Andayasari 2009 juga menemukan tingginya konsentrasi Cd dalam tanah akibat penggunaan pupuk P pada lahan pertanian intensif di sentra produksi hortikultura Lembang, Jawa Barat. Rata-rata konsentrasi Cd dalam tanah pada lahan budidaya sawi putih di Lembang tersebut adalah 1,43 mgkg pada lahan dengan produktivitas rendah, 2,26 mgkg pada lahan dengan produktivitas sedang, dan 2,01 mgkg pada lahan dengan produktivitas tinggi. Selain penggunaan bahan agrokimia, sumber Cd dalam tanah juga berasal dari limbah kegiatan industri plastikresin, tekstil, keramik, baterai dan aki, serta pestisida Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 2000 dalam Kurnia et al., 2004. Cemaran logam Cd pada tanah pertanian ditemukan di kawasan industri Cikarang, Kabupaten Bekasi yaitu 1,42-31,7 mgkg Rahmawati, 2006. Sifat Cd yang lebih mobil dalam tanah menyebabkan Cd mudah tersedia dalam tanah sehingga mudah terserap oleh tanaman melalui akar yang kemudian dapat ditranslokasikan ke bagian lain tajuk. Pada Gambar 7 terlihat bahwa tanah yang mengandung Cd menghasilkan beras yang mengandung Cd pula. Konsentrasi Cd dalam beras yang paling tinggi terdapat pada beras yang dihasilkan dari kelurahan Periuk yaitu sebesar 0,1 mgkg, sedangkan yang terendah dari kelurahan Sepatan yaitu sebesar 0,01 mgkg. WHO menetapkan batas maksimum cemaran Cd dalam beras adalah sebesar 0,24 mgkg. Namun, Pemerintah Indonesia telah menetapkan batas maksimum logam Cd dalam serealia dan produk serealia adalah sebesar 0,1 mgkg diperkuat dalam Peraturan Kepala BPOM No HK.00.06.1.52.4011 tentang penetapan batas maksimum cemaran mikroba dan kimia dalam makanan . Dengan demikian, beras dari kelurahan Periuk sudah melebihi batas maksimum cemaran Cd yang diperbolehkan dalam makanan, sedangkan yang berasal dari lokasi lainnya masih di bawah batas maksimum yang diperbolehkan. Batas maksimum asupan harian logam Cd yang dapat ditolerir menurut JEFCA Joint Expert Comitte on Food Additives of the Food and Agriculture adalah 0,06 mg per 60 kg berat badan. Walaupun sebagian besar beras yang dihasilkan dari lokasi penelitian Gambar 7 masih aman dikonsumsi, namun tetap perlu diperhatikan karena tingkat toksisitas Cd sangatlah tinggi, dalam konsentrasi rendah dapat menyebabkan keracunan. Slamet 1994 mengungkapkan bahwa tubuh manusia tidak memerlukan Cd dalam fungsi dan pertumbuhannya, oleh karena itu Cd sangat beracun bagi manusia. Keracunan akut akan menyebabkan gejala gasterointestinal, dan penyakit ginjal. Gejala klinis keracunan Cd sangat mirip dengan penyakit glomerulo-nephritis biasa, hanya pada fase lanjut dari keracunan Cd ditemukan pelunakan dan fraktur patah tulang-tulang punggung yang multipel, dikenal dengan penyakit Itai-Itai. Gejalanya adalah sakit pinggang, patah tulang, tekanan darah tinggi, kerusakan ginjal, gejala seperti influenza, dan sterilitas pada laki- laki.

5.4. Korelasi antara Konsentrasi Total Logam Berat dalam Tanah dengan Konsentrasi Logam dalam Beras