Pengaruh Tunjangan Sertifikasi Terhadap Kesejahteraan Dan Kinerja Guru Di Smp Swasta Dharma Patra Rantau Kabupaten Aceh Tamiang

(1)

PENGARUH TUNJANGAN SERTIFIKASI TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI SMP SWASTA DHARMA PATRA RANTAU

KABUPATEN ACEH TAMIANG

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh Gelar Sarjana Sosial

Universitas Sumatera Utara

Disusun oleh

DIELLA ALMIRA NASUTION

110902039

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh :

Nama : Diella Almira Nasution Nim : 110902039

Judul :Pengaruh Tunjangan Sertifikasi Terhadap Kesejahteraan dan Kinerja Guru di SMP Swasta Dharma Patra Rantau, Kabupaten Aceh Tamiang

Medan, April 2015

DOSEN PEMBIMBING

NIP : 19630319 199303 1 001 Drs. Matias Siagian, M.Si, Ph.D

KETUA DEPARTEMEN

NIP : 19710927 1998101 20 001 Hairani Siregar S.Sos, M.SP

DEKAN FISIP USU

NIP : 19680525 199203 1 002 Prof. Dr. Badaruddin, M.Si


(3)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR BAGAN ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I : PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang... 1

1.2Perumusan Masalah ... 6

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 6

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 6

1.4 Sistematika Penulisan ... 7

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sertifikasi Guru ... 8

2.1.1 Hakikat Sertifikasi Guru ... 8

2.1.2 Tujuan dan Manfaat Sertifikasi Guru ... 12

2.1.3 Dasar Hukum Sertifikasi Guru ... 14

2.1.4 Guru Professional ... 15

2.2 Kesejahteraan dan Kinerja ... 18

2.2.1 Kesejahteraan Sosial ... 18

2.2.2 Kesejahteraan Guru ... 22

2.2.3 Pengertian Tingkat Kesejahteraan ... 26

2.2.4 Kinerja ... 29

2.2.5 Kinerja Guru ... 32

2.2.6 Teori Motivasi ... 35

2.2.7 Tunjangan Profesi ... 36

2.3 Kerangka Pemikiran ... 37

2.4 Definisi Konsep dan Definisi Operasional ... 41

2.4.1 Definisi Konsep ... 41

2.4.2 Definsi Operasional ... 41

BAB III : METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian ... 54

3.2 Lokasi Penelitian ... 54

3.3 Populasi ... 54

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 55

3.5 Teknik Analisis Data ... 56

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Berdirinya SMP Swasta Dharma Patra Rantau ... 57


(4)

4.3 Data Siswa Lima Tahun Terakhir ... 59

4.4 Data Ruang SMP Swasta Dharma Patra Rantau ... 61

4.5 Data Guru dan Staff ... 62

4.6 Visi dan Misi Sekolah ... 62

4.7 Struktur Organisasi SMP Swasta Dharma Patra Rantau ... 64

4.8 Tabel Daftar Guru dan Sarana ... 65

BAB V : ANALISIS DATA 5.1 Pengantar ... 71

5.2 Karakteristik Umum Responden ... 72

5.2.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 72

5.2.2 Distribusi Responden Berdasarkan Agama ... 72

5.2.3 Distribusi Responden Berdasarkan Etnis/Suku ... 73

5.2.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan... 74

5.2.5 Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja ... 75

5.3 Pengaruh Tunjangan Sertifikasi Terhadap Kesejahteraan dan Kinerja ... 77

5.3.1 Tunjangan Sertifikasi (Variabel Bebas) ... 77

5.3.2 Kesejahteraan dan Kinerja (Variabel Terikat) ... 82

BAB VI : PENUTUP 6.1 Kesimpulan ... 133

6.2 Saran ... 135


(5)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 4.5Daftar Guru dan Sarana ... 65

2. Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 72

3. Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Etnis/Suku ... 73

4. Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan ... 74

5. Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja ... 75

6. Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pertambahan Gaji Setelelah Menerima Tunjangan Sertifikasi ... 77

7. Tabel 5.6 Distribusi Jumlah Pemotongan Pajak Tunjangan Sertifikasi .... 80

8. Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Besar Pendapatan Rumah Tangga ... 82

9. Tabel 5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan Rumah Tangga 83 10.Tabel 5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Rata-rata Konsumsi Daging dalam Seminggu ... 84

11.Tabel 5.10 Distribusi Responden Berdasarkan Rata-rata Konsumsi Telur dalam Seminggu ... 85

12.Tabel 5.11 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Membeli Pakaian Baru dalam Setahun ... 86

13.Tabel 5.12 Distribusi Responden Berdasarkan Tipe Tampat Tinggal ... 87

14.Tabel 5.13 Distribusi Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Tempat Tinggal ... 88

15.Tabel 5.14 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Televisi... 89

16.Tabel 5.15 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah AC ... 90

17.Tabel 5.16 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Sakit Setiap Bulan ... 91


(6)

18.Tabel 5.17 Distribusi Responden Berdasarkan Sakit yang Sering

Diderita ... 92

19.Tabel 5.18 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Jaminan Kesehatan

yang Dimiliki ... 95

20.Tabel 5.19 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pelayanan

Kesehatan yang Digunakan ... 96

21.Tabel 5.20 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anak yang Masih

Bersekolah ... 97

22.Tabel 5.21 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kendaraan Pribadi

yang Dimiliki ... 99

23.Tabel 5.22 Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan Kendaraan

Pribadi untuk Bekerja ... 100

24.Tabel 5.23 Distribusi Responden Berdasarkan Kendaraan yang

Digunakan untuk Bekerja ... 101 25.Tabel 5.24 Distribusi Responden Berdasarkan Identifikasi Karakteristik

Belajar Setiap Peserta Didik ... 102

26.Tabel 5.25 Distribusi Responden Berdasarkan Penyesuaian Aktivitas

Pembelajaran Berdasarkan Tingkat Pemahaman Peserta Didik ... 104

27.Tabel 5.26 Distribusi Responden Berdasarkan Pelaksanaan Aktivitas

Pembelajaran untuk Membantu Proses Belajar Peserta Didik ... 107

28.Tabel 5.27 Distribusi Responden Berdasarkan Analisis Hasil Belajar

Berdasarkan Bentuk Penilaian ... 109

29.Tabel 5.28 Distribusi Responden Berdasarkan Pelaksanaan Aktivitas

Pembelajaran Peserta Didik untuk Belajar Sesuai dengan Kecakapan


(7)

30.Tabel 5.29 Distribusi Responden Berdasarkan Pertanyaan yang Diberi

Bersifat Terbuka ... 112

31.Tabel 5.30 Distribusi Responden Berdasarkan Pemberian Perhatian dan

Menanggapi Peserta Didik ... 113

32.Tabel 5.31 Distribusi Responden Berdasarkan Pertanyaan dan

Tanggapan Peserta Didik yang Menyulitkan untuk Dijawab ... 114 33.Tabel 5.32 Distribusi Responden Berdasarkan Pertanyaan Peserta Didik

Membantu dalam Pengembangan Pembelajaran Selanjutnya ... 115 34.Tabel 5.33 Distribusi Responden Berdasarkan Analisis Hasil Penilaian

untuk Identifikasi Topik/Kompetensi dasr yang Sulit ... 116

35.Tabel 5.34 Distribusi Responden BerdasarkanPengadaan

Remedial/Pengayaan ... 117

36.Tabel 5.35 Distribusi Responden Berdasarkan Pemanfaatan Hasil

Penilaian ... 118

37.Tabel 5.36 Distribusi Responden Berdasarkan Perancangan

Pembelajaran ... 119

38.Tabel 5.37 Distribusi Responden Berdasarkan Msukan dari Peserta

Didik ... 121

39.Tabel 5.38 Distribusi Responden Berdasarkan Kemauan Menerima

Masukan dari Peserta Didik ... 122

40.Tabel 5.39 Distribusi Responden Berdasarkan Penerapan Masukan dari

Peserta Didik ... 123 41.Tabel 5.40 Distribusi Responden Berdasarkan Pengaktifan Siswa ... 125

42.Tabel 5.41 Distribusi Responden Berdasarkan Penyampaian Informasi


(8)

43.Tabel 5.42 Distribusi Responden Berdasarkan Peran Aktif dalam

Kegiatan di Luar Pembelajaran ... 128

44.Tabel 5.43 Distribusi Responden Berdasarkan Evaluasi Diri Secara

Spesifik ... 130

45.Tabel 5.44 Distribusi Responden Berdasarkan Pemanfaatan Gambaran


(9)

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Bagan Alir Pikir……….. 40


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Identitas Responden di SMP Swasta Dharma Patra Rantau, Kabupaten Aceh

Tamiang

2. Metode Penelitian Pengaruh Tunjangan Sertifikikasi Terhadap Kesejahteraan

dan Kinerja Guru di SMP Swasta Dharma Patra Rantau, Kabupaten Aceh Tamiang

3. Kuesioner Penelitian

4. Surat Keterangan Komisi Pembimbing

5. Berita Acara Seminar Proposal Penelitian

6. Surat Izin Penelitian Dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 7. Surat Balasan Izin Penelitian dari SMP Swasta Dharma Patra Rantau


(11)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Nama : Diella Almira Nasution NIM : 110902039

Abstrak

Pengaruh Tunjangan Sertifikasi Terhadap Kesejahteraan dan Kinerja Guru di SMP Swasta Dharma Patra Rantau Kabupaten Aceh Tamiang

Dalam proses pendidikan, guru mempunyai peranan yang sangat penting. Guru merupakan orang yang memiliki kemampuan merancang program pembelajaran serta mampu menata dan mengelola kelas agar peserta didik dapat belajar. Namun rendahnya gaji guru khususnya guru-guru di SMP Swasta Dharma Patra Rantau, Kabupaten Aceh Tamiang menyulitkan guru bertindak profesional dalam menjalankan tugasnya.Banyaknya guru yang bekerja di sektor informal untuk menambah penghasilan mengakibatkan kegiatan penunjang profesi yang seharusnya dilakukan guru seperti membaca buku, browsing di internet atau mengikuti seminar tidak dapat dilakukan karena ketiadaan waktu dan biaya.Melalui program sertifikasi guru menjadi langkah untuk perbaikan kesejahteraan dan kompetensi guru.penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tunjangan sertifikasi terhadap kesejahteraan dan kinerja guru di SMP Swasta Dharma Patra Rantau, Kabupaten Aceh Tamiang.

Penelitian ini dilakukan di SMP Swasta Dharma Patra Rantau, Jalan Jakarta Komplek Pertamina Rantau, Kecamatan Rantau, Kabupaten Aceh Tamiang.Tipe penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan menggambarkan pengaruh tunjangan sertifikasi terhadap kesejahteraan dan kinerja guru.Adapun sampel dalam penelitian ini adalah 13 guru yang telah disertifikasi di SMP Swasta Dharma Patra Rantau, Kabupaten Aceh Tamiang.Sementara itu teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan tabel tunggal dan dijelaskan secara terperinci.

Berdasarkan analisis data, dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh tunjangan sertifikasi terhadap kesejahteraan dan kinerja guru di SMP Swasta Dharma Patra Rantau, Kabupaten Aceh Tamiang.


(12)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE Name: Diella Almira Nasution

Nim : 110902039

Abstract

Effect of Certification Against Welfare Benefits and Performance Dharma Teachers in Private Junior Patra Overseas Aceh Tamiang

In the process of education, the teacher has a very important role. The teacher is a person who has the ability to design learning programs and be able to organize and manage the classroom so that students can learn. However, low salaries of teachers, especially teachers in junior Patra Overseas Private Dharma, Aceh Tamiang difficult for teachers to act professionally in carrying out their duties. The number of teachers who work in the informal sector to supplement their income support activities resulted in a profession that should be a teacher like reading books, browsing the Internet or seminars can not be done due to lack of time and expense. Through the teacher certification program into action for the welfare and improvement of teacher competence. This study aims to determine the effect of certification on welfare benefits and performance of teachers in junior Patra Overseas Private Dharma, Aceh Tamiang.

This research was conducted in Patra Dharma Overseas Private junior, Jalan Jakarta, Pertamina Complex Overseas, District Rantau, Aceh Tamiang. This type of research is a descriptive study that aims to describe the effect of certification on welfare benefits and teacher performance. The samples in this study were 13 teachers who have been certified in Patra Dharma Overseas Private junior, Aceh Tamiang. While the techniques of data analysis in this study using a single table and described in detail.

Based on data analysis, it can be seen that there are significant benefits to the welfare and performance certification of teachers in junior Patra Overseas Private Dharma, Aceh Tamiang.


(13)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Nama : Diella Almira Nasution NIM : 110902039

Abstrak

Pengaruh Tunjangan Sertifikasi Terhadap Kesejahteraan dan Kinerja Guru di SMP Swasta Dharma Patra Rantau Kabupaten Aceh Tamiang

Dalam proses pendidikan, guru mempunyai peranan yang sangat penting. Guru merupakan orang yang memiliki kemampuan merancang program pembelajaran serta mampu menata dan mengelola kelas agar peserta didik dapat belajar. Namun rendahnya gaji guru khususnya guru-guru di SMP Swasta Dharma Patra Rantau, Kabupaten Aceh Tamiang menyulitkan guru bertindak profesional dalam menjalankan tugasnya.Banyaknya guru yang bekerja di sektor informal untuk menambah penghasilan mengakibatkan kegiatan penunjang profesi yang seharusnya dilakukan guru seperti membaca buku, browsing di internet atau mengikuti seminar tidak dapat dilakukan karena ketiadaan waktu dan biaya.Melalui program sertifikasi guru menjadi langkah untuk perbaikan kesejahteraan dan kompetensi guru.penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tunjangan sertifikasi terhadap kesejahteraan dan kinerja guru di SMP Swasta Dharma Patra Rantau, Kabupaten Aceh Tamiang.

Penelitian ini dilakukan di SMP Swasta Dharma Patra Rantau, Jalan Jakarta Komplek Pertamina Rantau, Kecamatan Rantau, Kabupaten Aceh Tamiang.Tipe penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan menggambarkan pengaruh tunjangan sertifikasi terhadap kesejahteraan dan kinerja guru.Adapun sampel dalam penelitian ini adalah 13 guru yang telah disertifikasi di SMP Swasta Dharma Patra Rantau, Kabupaten Aceh Tamiang.Sementara itu teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan tabel tunggal dan dijelaskan secara terperinci.

Berdasarkan analisis data, dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh tunjangan sertifikasi terhadap kesejahteraan dan kinerja guru di SMP Swasta Dharma Patra Rantau, Kabupaten Aceh Tamiang.


(14)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE Name: Diella Almira Nasution

Nim : 110902039

Abstract

Effect of Certification Against Welfare Benefits and Performance Dharma Teachers in Private Junior Patra Overseas Aceh Tamiang

In the process of education, the teacher has a very important role. The teacher is a person who has the ability to design learning programs and be able to organize and manage the classroom so that students can learn. However, low salaries of teachers, especially teachers in junior Patra Overseas Private Dharma, Aceh Tamiang difficult for teachers to act professionally in carrying out their duties. The number of teachers who work in the informal sector to supplement their income support activities resulted in a profession that should be a teacher like reading books, browsing the Internet or seminars can not be done due to lack of time and expense. Through the teacher certification program into action for the welfare and improvement of teacher competence. This study aims to determine the effect of certification on welfare benefits and performance of teachers in junior Patra Overseas Private Dharma, Aceh Tamiang.

This research was conducted in Patra Dharma Overseas Private junior, Jalan Jakarta, Pertamina Complex Overseas, District Rantau, Aceh Tamiang. This type of research is a descriptive study that aims to describe the effect of certification on welfare benefits and teacher performance. The samples in this study were 13 teachers who have been certified in Patra Dharma Overseas Private junior, Aceh Tamiang. While the techniques of data analysis in this study using a single table and described in detail.

Based on data analysis, it can be seen that there are significant benefits to the welfare and performance certification of teachers in junior Patra Overseas Private Dharma, Aceh Tamiang.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Seorang guru terpaksa harus menjadi pemulung demi mencari uang tambahan untuk menghidupi keluarganya.Itulah yang dirasakan Mahmud, seorang guru sekaligus kepala sekolah di salah satu satu sekolah agama di Jakarta Barat.Ia hidup di antara dua dunia yang sangat berbeda, menjadi guru di satu saat, dan karena alasan ekonomi menjadi pemulung sampah di saat lain. Sudah hampir 40 tahun Mahmud menjadi guru, sejak ia berusia 14 tahun. Penghasilannya sebagai guru di sebuah sekolah hanya sekitar 500 ribu rupiah, sedangkan ia harus membiayai sekolah anaknya dan membiayai perobatan istrinya yang terkena kanker otak. Itulah sebabnya di luar profesi guru, diam-diam Mahmud menjadi pemulung sampah.. Inilah potret nyata kehidupan guru di tanah air (Masrun, 2007).

Rendahnya gaji guru menyulitkan guru bertindak professional dalam menjalankan tugasnya.Sudah bukan hal yang aneh lagi bila guru harus merelakan waktu istirahatnya untuk bekerja di sektor informal untuk menambah penghasilan.Menambah gaji sebulan yang tak cukup untuk sebulan.Akibatnya, kegiatan penunjang profesi seperti membaca buku, browsing di internet, mengikuti seminar, atau bahkan kuliah ke jenjang yang lebih tinggi lagi tidak dapat dilakukan karena ketiadaan waktu dan biaya.Hal ini tentunya berdampak pada rendahnya kemampuan guru dalam mengajar.


(16)

Menurut Balitbang Depdiknas tahun 2009 guru yang layak mengajar untuk tingkat SD baik negeri maupun swasta ternyata hanya 28,94%. Guru SMP Negeri 54,12%, swasta 60,99%; Guru SMA Negeri 65,29%, swasta 64,73%; Guru SMK Negeri 55,91%, swasta 58,26% (Sukarti, 2013: 39). Faktor lain yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru antara lain disebabkan oleh : 1) masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh. Hal ini disebabkan oleh sebagian guru yang bekerja di luar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, sehingga tidak memiliki kesempatan untuk meningkatkan diri, baik membaca, menulis, apalagi membuka internet; 2) belum adanya standar professional guru sebagaimana tuntutan di negara-negara maju; 3) kemungkinan disebabkan oleh adanya perguruan tinggi swasta yang mencetak guru asal jadi, atau setengah jadi, tanpa memperhitungkan outputnya kelak di lapangan, sehingga menyebabkan banyak guru yang tidak patuh terhadap etika profesinya; 4) kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri karena guru tidak dituntut untuk meneliti sebagaimana yang diberlakukan pada dosen di perguruan tinggi.

Untuk mengatasi rendahnya kualitas guru, maka pemerintah mengadakan program sertifikasi bagi guru dan dosen, yang diterbitkan melalui UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang telah disahkan tanggal 6 Desember 2005 menekankan pada tiga aspek penting dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia dilihat dari tenaga pendidik dan kependidikan, yakni kualifikasi, sertifikasi, dan kesejahteraan. Sedangkan lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan ini juga mensyaratkan adanya kompetensi, sertifikasi, dan kesejahteraan guru.


(17)

Kebijakan ini menjadi suatu langkah maju menuju perbaikan kesejahteraan guru sekaligus tuntutan kualifikasi dan kompetensi guru, guna menjawab tantangan dunia global yang semakin kompleks dan kompetitif.Dalam kondisi seperti ini dibutuhkan sumber daya manusia yang handal dan ini biasa dihasilkan dari dunia pendidikan yang dikelola guru yang professional. Ditetapkannya UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur hak dan kewajiban guru bermuara pada kesejahteraan dan kompetensi guru, seperti yang tertulis pada pasal 14 ayat 1 UU No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dalam poin (a) disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial. Sebagaimana Journal PAT (2001) juga menjelaskan bahwa pemerintah Inggris dan Wales melakukan kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan guru dalam meningkatkan profesionalisme guru, sebab semakin sejahteranya seseorang maka semakin tinggi kemungkinan untuk meningkatkan kinerjanya. Selain itu, terpenuhinya berbagai macam kebutuhan manusia akan menimbulkan kepuasan dalam melaksanakan apapun tugasnya (Mulyasa, 2007: 9).

Menurut teori hierarki kebutuhan Maslow terdapat lima tingkatan kebutuhan, dari kebutuhan manusia yang paling rendah sampai pada kebutuhan manusia yang paling tinggi. Ada beberapa kebutuhan, terutama kebutuhan-kebutuhan jasmaniah yang lebih asasi, ada pula kebutuhan-kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi sebelum memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang lebih tinggi tingkatannya. Menurut Maslow, kebutuhan jasmaniah seperti makan, minum dan tidur, menuntut sekali untuk dipuaskan. Sekali kebutuhan-kebutuhan ini dipenuhi, muncullah kebutuhan pada tingkat berikutnya, yaitu kebutuhan keamanan, seperti kebutuhan untuk kesehatan dan kebutuhan untuk terhindar dari bencana dan bahaya.Pemuasan


(18)

kebutuhan keamanan diikuti oleh timbulnya kebutuhan untuk memiliki dan cinta kasih seperti dorongan untuk mempunyai kawan dan berkeluarga, dorongan untuk menjadi anggota kelompok dan sebagainya.

Ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan ini bisa mendorong seseorang berbuat lain untuk memperoleh pengakuan dan perhatian. Misalnya orang menggunakan prestasi sebagai pengganti cinta kasih. Berikutnya adalah kebutuhan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihargai, dihormati dan dipercaya oleh orang lain. Selanjutnya Maslow berasumsi bahwa jika seseorang telah dapat memenuhi semua kebutuhan yang tingkatnya lebih rendah, maka motivasi lalu diarahkan kepada terpenuhinya kebutuhan aktualisasi diri, yaitu kebutuhan untuk mengembangkan potensi atau bakat dan kecenderungan tertentu.Cara aktualisasi diri pada setiap orang berbeda-beda.Setelah itu, terdapat pula kebutuhan untuk tahu dan mengerti, kebutuhan untuk memuaskan dorongan ingin tahu, mencari ilmu dan memperoleh pemahaman.Maslow juga berpendapat bahwa tidak sedikit orang yang mempunyai kebutuhan estetis, dorongan keindahan, yaitu kebutuhan akan keteraturan, kesimetrisan dan kelengkapan (Mahmud, 1990: 167-169).

Teori kebutuhan menurut Maslow ini juga berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan bagi kehidupan guru. Kebijakan pemerintah mengenai tunjangan sertifikasi ini dimaksudkan untuk mengangkat harkat dan martabat guru dalam kesejahteraannya, hak-haknya, dan memiliki posisi yang seimbang dengan profesi lain yang lebih mapan kehidupannya. Besaran tunjangan sertifikasi guru ini berbeda-beda, tergantung pada status guru tersebut.Bagi guru atau pengawas yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS) diberikan tunjangan sebesar gaji pokok per bulan.Sedangkan guru yang bukan PNS diberikan bantuan tunjangan profesi setara dengan kualifikasi akademik, pangkat, dan masa kerja yang berlaku bagi guru PNS.


(19)

Lain halnya dengan guru bukan PNS yang belum disetarakan dengan kualifikasi akademik, pangkat, dan masa kerja yang berlaku bagi guru PNS, diberikan bantuan tunjangan profesi sebesar Rp 1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah) per bulan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Melalui standar kompetensi dan sertifikasi guru sebagai pemberdayaan, diharapkan adanya perbaikan tata kehidupan yang lebih adil, demokratis, serta tegaknya kebenaran dan keadilan di kalangan guru dan tenaga kependidikan.Tunjangan sertifikasi bagi guru ini berdampak positif bagi guru dan dunia pendidikan di Indonesia.Selain meningkatkan motivasi kerja dan kinerja, juga meningkatkan kesejahteraan guru.Sebelum adanya kebijakan mengenai tunjangan sertifikasi ini, masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh. Hal ini disebabkan oleh sebagian guru bekerja di luar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, sehingga tidak memiliki kesempatan untuk meningkatkan diri, baik membaca, menulis, apalagi membuka internet. Tetapi setelah adanya kebijakan tunjangan sertifikasi ini, guru dituntut untuk lebih professional dalam bekerja dan tidak meninggalkan pekerjaannya dengan semena-mena, karena akan ada sanksi bagi guru yang melepaskan tanggung jawabnya, dan hal itu juga berdampak pada tunjangan sertifikasi yang diterima apabila jam kerja guru itu tidak memenuhi syarat untuk menerima tunjangan sertifikasi.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai seberapa berpengaruhnya tunjangan sertifikasi terhadap kesejahteraan dan kinerja guru di SMP Swasta Dharma Patra Rantau, Kabupaten Aceh Tamiang.SMP Swasta Dharma Patra merupakan sekolah menengah pertama bukan milik pemerintah, tetapi di sekolah tersebut terdapat guru-guru yang telah disertifikasi. Oleh karena itu, penulis ingin melakukan penelitian untuk


(20)

mengukur seberapa berpengaruhnya tunjangan sertifikasi terhadap kesejahteraan dan kinerja guru-guru di sekolah tersebut, yang dirangkum dalam skripsi berjudul “Pengaruh Tunjangan Sertifikasi Terhadap Kesejahteraan dan Kinerja Guru di SMP Swasta Dharma Patra Rantau, Kabupaten Aceh Tamiang”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah penelitian ini adalah “Bagaimana pengaruh tunjangan sertifikasi terhadap kesejahteraan dan kinerja guru di SMP Swasta Dharma Patra Rantau, Kabupaten Aceh Tamiang?”

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh tunjangan sertifikasi terhadap kesejahteraan dan kinerja guru di SMP Swasta Dharma Patra Rantau, Kabupaten Aceh Tamiang.

1.3.2 Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi untuk meningkatkan kualitas guru dan dalam rangka pengembangan pendidikan.

2. Diharapkan pula penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan mutu pendidikan serta perbaikan kebijakan yang berkenaan dengan kesejahteraan guru.


(21)

1.4 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi uraian teori-teori yang berkaitan dengan penelitian, kerangka pemikiran, definisi konsep, dan definisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan uraian metodologi penelitian yang terdiri dari tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Deskripsi lokasi penelitian berisi tentang gambaran umum lokasi penelitian.

BAB V : ANALISIS DATA

Bab ini berisi tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta analisisnya.

BAB VI : PENUTUP

Penutup berisi tentang kesimpulan dan saran atas penelitian yang telah dilakukan.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sertifikasi Guru

2.1.1 Hakikat Sertifikasi Guru

Pada hakikatnya, standar kompetensi dan sertifikasi guru adalah untuk mendapatkan guru yang baik dan professional, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan fungsi dan tujuan sekolah khususnya, serta tujuan pendidikan pada umumnya, sesuai kebutuhan masyarakat dan tuntutan zaman. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen, sedangkan sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga professional. Oleh karena itu sertifikasi guru dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian pengakuan bahwa seseorang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu, setelah uji kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi. Dengan kata lain, sertifikasi guru adalah proses uji kompetensi yang dirancang untuk mengungkapkan penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan pemberian sertifikat pendidik.

Dalam hal ini, sertifikasi merupakan prosedur untuk menentukan apakah seorang guru/calon guru layak diberikan izin dan kewenangan untuk mengajar.Hal ini diperlukan karena lulusan lembaga pendidikan tenaga keguruan sangat bervariasi, baik di kalangan perguruan tinggi negeri maupun swasta.Sertifikasi guru telah dilakukan oleh pemerintah sejak tahun 2007. Dalam Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD) ditentukan bahwa seorang pendidik wajib memiliki kualifikasi


(23)

akademik dan kompetensi pendidik sebagai agen pembelajaran dan kualifikasi akademik diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana (S1) atau program diploma empat (D-IV) yang sesuai dengan tugasnya sebagai guru untuk guru dan S-2 untuk dosen. Saat ini, seorang pendidik dikatakan sudah memenuhi standar professional apabila yang bersangkutan sudah mengikuti uji sertifikasi.Ada dua macam pelaksanaan uji sertifikasi yaitu yang merupakan bagian dari pendidikan profesi, bagi mereka calon pendidik, dan yang berdiri sendiri bagi mereka yang saat diundangkannya UUGD sudah berstatus pendidik (Sukarti, 2013: 39).

Wahab (dalam Sukarti, 2013: 39) menyatakan bahwa program sertifikasi guru pada dasarnya diorientasikan kepada guru prajabatan dan guru dalam jabatan. Namun mengingat kondisi dan tuntutan yang ada maka program sertifikasi guru sementara diprioritaskan bagi guru dalam jabatan.Berdasarkan Surat Keputusan Mendiknas No. 18 tahun 2007 tentaang penilaian, sertifikasi guru dalam jabatan dilakukan dalam bentuk portofolio. Komponen penilaian portofolio dipilih dalam 3 (tiga) unsur, yaitu : Unsur A terdiri dari kualifikasi akademik, pengalaman mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran; Unsur B terdiri dari pendidikan dan pelatihan, penilaian dari atasan dan pengawas, prestasi akademik, karya pengembangan profesi; Unsur C terdiri dari keikutsertaan dalam forum ilmiah, pengalaman organisasi di bidang pendidikan dan sosial, dan penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan (Sukarti, 2013: 39-40). Menurut Permendiknas No. 16 tahun 2007, guru yang memiliki nilai di atas batas minimal dinyatakan lulus penilaian portofolio dan berhak menerima sertifikat pendidik. Namun, guru yang hasil penilaian portofolionya memperoleh nilai kurang namun mendekati batas minimal diberi kesempatan untuk melengkapi portofolio. Bagi guru yang memperoleh nilai jauh di bawah batas minimal lulus, wajib mengikuti pendidikan


(24)

dan pelatihan profesi guru yang akan dilaksanakan oleh perguruan tinggi yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional (Sukarti, 2013: 40).

Pada hakikatnya program sertifkasi guru adalah menghasilkan guru yang professional, memiliki kompetensi dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai guru dan pendidik sesuai dengan visi dan misi sekolah khususnya, serta tujuan pendidikan pada umumnya. Kompetensi guru merupakan gambaran kualitatif tentang hakikat perilaku guru yang penuh arti, sedangkan dalam Undang-Undang RI No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen dijelaskan bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan (Broke & Stone, dalam Mulyasa 2008: 25). Seorang pendidik diharapkan mempunyai kompetensi pedagogik, kepribadian, professional dan sosial.Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran bagi peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik/siswa, pengelolaan pembelajaran yaitu perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, serta evaluasi hasil belajar.

Kompetensi kepribadian adalah pribadi yang berakhlak mulia dan dapat diteladani bagi peserta didik.Kepribadian tersebut meliputi kepribadian pendidik yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa.Kompetensi professional meliputi kemampuan pendidik dalam penguasaan materi pembelajaran yang memungkinkan membimbing peserta didik memperoleh kompetensi yang ditetapkan.Kompetensi sosial meliputi kemampuan pendidik untuk dapat berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat.Keberhasilan siswa dalam belajar memang tidak hanya ditentukan dari kemampuan guru dalam mengajar.Keberhasilan siswa dalam belajar dipengaruhi oleh 13 faktor (Budiningsih, dalam Sukarti 2013:


(25)

42).Guru hanyalah satu bagian dari 13 faktor tersebut. Berdasarkan teori tersebut maka dapat dikatakan bahwa keberhasilan siswa dalam belajar memang tidak semata-mata dipengaruhi oleh kualitas guru. Secara garis besar, faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap kualitas guru dapat diklasifikasikan ke dalam 2 (dua) kategori,yaitu : faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang terkait dengan diri guru yang bersangkutan, seperti faktor motivasi, keluarga, dan lainnya; sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berada di luar pribadi guru tersebut, seperti kebijakan institusi/pemerintah serta kondisi lingkungan tempat kerja guru, jaminan perlindungan hak, dan lainnya.

Dalam standar kompetensi dan sertifikasi guru, dimaksudkan untuk mengangkat harkat dan martabat guru dalam kesejahteraannya, hak-haknya, dan memiliki posisi yang seimbang dengan profesi lain yang lebih mapan kehidupannya. Melalui standar kompetensi dan sertifikasi guru sebagai proses pemberdayaan, diharapkan adanya perbaikan tata kehidupan yang lebih adil, demokratis, serta tegaknya kebenaran dan keadilan di kalangan guru dan tenaga kependidikan. Diharapkan guru dapat melaksanakan pendidikan sesuai dengan kebutuhan, perkembangan zaman, karakteristik lingkungan dan tuntutan global.Dalam standar kompetensi dan sertifikasi guru, pemberdayaan dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja sekolah melalui kinerja guru agar dapat mencapai tujuan secara optimal, efektif, dan efisien. Standar kompetensi dan sertifikasi guru sebagai proses pemberdayaan merupakan cara untuk membangkitkan kemauan dan potensi guru agar memiliki kemampuan mengontrol diri dan lingkungannya untuk dimanfaatkan bagi kepentingan peningkatan kesejahteraan.


(26)

2.1.2 Tujuan dan Manfaat Sertifikasi Guru

Sertifikasi guru bertujuan untuk hal-hal sebagai berikut : 1. Melindungi profesi pendidik dan tenaga kependidikan.

2. Melindungi masyarakat dari praktik-praktik yang tidak kompeten, sehingga

merusak citra pendidik dan tenaga kependidikan.

3. Membantu dan melindungi lembaga penyelenggara pendidikan, dengan

menyediakan rambu-rambu dan instrumen untuk melakukan seleksi terhadap pelamar yang kompeten.

4. Membangun citra masyarakat terhadap profesi pendidik dan tenaga

kependidikan.

5. Memberikan solusi dalam rangka meningkatkan mutu pendidik dan tenaga

kependidikan (Wibowo, dalam Mulyasa 2007: 35).

Lebih lanjut dikemukakan bahwa sertifikasi pendidik dan tenaga kependidikan mempunyai manfaat sebagai berikut :

1) Pengawasan Mutu

(1) Lembaga sertifikasi yang telah mengidentifikasikan dan menentukan

seperangkat kompetensi yang bersifat unik.

(2) Untuk setiap jenis profesi dapat mengarahkan para praktisi untuk

mengembangkan tingkat kompetensinya secara berkelanjutan.

(3) Peningkatan profesionalisme melalui mekanisme seleksi, baik pada waktu

awal masuk organisasi profesi maupun pengembangan karier selanjutnya.

(4) Proses seleksi yang lebih baik, program pelatihan yang lebih bermutu

maupun usaha belajar secara mandiri untuk mencapai peningkatan profesionalisme.


(27)

2) Penjaminan Mutu

(1) Adanya proses pengembangan profesionalisme dan evaluasi terhadap kinerja

praktisi akan menimbulkan persepsi masyarakat dan pemerintah menjadi lebih baik terhadap organisasi profesi beserta anggotanya. Dengan demikian pihak berkepentingan, khususnya para pelanggan/pengguna akan semakin menghargai organisasi profesi dan sebaliknya organisasi profesi dapat memberikan jaminan atau melindungi para pelanggan/pengguna.

(2) Sertifikasi menyediakan informasi yang berharga bagi para

pelanggan/pengguna yang ingin mempekerjakan orang dalam bidang keahlian dan keterampilan tertentu.

Sudjanto (2009) mengungkapkan bahwa manfaat sertifikasi guru adalah sebagai berikut :

1. Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak kompeten, yang dapat

merusak citra profesi guru.

2. Melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas

dan tidak professional.

3. Menjaga lembaga penyelenggara pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) dari

keinginan internal dan tekanan eksternal yang menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang berlaku.

Sertifikasi guru merupakan amanat Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas.Pasal 61 menyatakan bahwa sertifikat dapat berbentuk ijazah dan sertifikat kompetensi, tetapi bukan sertifikat yang diperoleh melalui pertemuan ilmiah seperti seminar, diskusi panel, lokakarya, dan simposium. Namun, sertifikat kompetensi diperoleh dari penyelenggara pendidikan dan lembaga pelatihan setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan


(28)

yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi. Ketentuan ini bersifat umum, baik untuk tenaga kependidikan maupun non-kependidikan yang ingin memasuki profesi guru.Sertifikasi guru dikenakan baik pada calon guru lulusan LPTK, maupun yang berasal dari perguruan tinggi non-kependidikan (bidang ilmu) tertentu yang ingin memilih guru sebagai profesi.Lulusan dari jenis perguruan tinggi non-kependidikan, sebelum mengikuti uji sertifikasi dipersyaratkan mengikuti program pembentukan kemampuan mengajar di LPTK.Di samping itu, agar fungsi penjaminan mutu guru dapat dilakukan dengan baik, guru yang sudah bekerja pada interval waktu tertentu (0-15) tahun, dipersyaratkan mengikuti program resertifikasi.

2.1.3 Dasar Hukum Sertifikasi Guru

Menurut Dirjen PMTK Departemen Pendidikan Nasional tahun 2007, dasar hukum sertifikasi profesi guru adalah sebagai berikut :

1. Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional :

a) Pasal 42 ayat 1, Pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

b) Pasal 43 ayat 2, Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi.

2. Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen:

a) Pasal 8, Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat

pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.


(29)

b) Pasal 11 ayat (1): Sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan, ayat (2): Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh pemerintah, ayat (3): Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel, ayat (4): Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

3. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 16 tahun 2007 tentang Standar

Kualifikasi dan Kompetensi Guru.

4. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 18 tahun 2007 tentang Sertifikasi

bagi Guru dalam Jabatan.

2.1.4 Guru Professional

Dalam proses pendidikan, guru mempunyai peranan yang sangat penting. Guru merupakan orang yang memiliki kemampuan merancang program pembelajaran serta mampu menata dan mengelola kelas agar peserta didik dapat belajar dan pada akhirnya dapat mencapai tingkat kedewasaan sebagai tujuan akhir dari proses pendidikan (Uno, dalam Aditya & Wulandari 2011: 36). Guru adalah figur manusia yang menempati posisi dan memegang peranan penting dalam pendidikan (Djamarah, dalam Aditya & Wulandari 2011: 27). Guru merupakan kunci dalam peningkatan mutu pendidikan dan mereka berada di titik sentral dari setiap usaha reformasi pendidikan yang diarahkan pada perubahan-perubahan kualitatif (Saudagar dkk, dalam Aditya & Wulandari 2011: 28). Undang-Undang Republik


(30)

Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menjelaskan bahwa guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Menurut Uno (dalam Aditya & Wulandari 2011: 28) guru adalah orang dewasa yang secara sadar bertanggung jawab dalam mendidik, mengajar, dan membimbing peserta didik.Guru yang memiliki kualitas mengajar yang baik merupakan pusat dari keberhasilan suatu sistem pendidikan (Perie & Baker, dalam Aditya & Wulandari 2011: 36).

Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa guru adalah tenaga professional yang memiliki tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, sampai pendidikan menengah. Guru professional tidak hanya dituntut untuk menguasai bidang ilmu, bahan ajar, metode pembelajaran, memotivasi peserta didik, memiliki keterampilan yang tinggi dan wawasan yang luas terhadap dunia pendidikan, tetapi juga harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang hakikat manusia dan masyarakat. Hakikat-hakikat ini akan melandasi pola pikir dan budaya kerja guru, serta loyalitasnya terhadap profesi pendidikan. Demikian halnya dalam pembelajaran, guru harus mampu mengembangkan budaya dan iklim organisasi pembelajaran yang bermakna, kreatif dan dinamis, bergairah, dialogis, sehingga menyenangkan bagi peserta didik maupun guru.

Untuk menjadi professional, seorang guru dituntut memiliki lima hal sebagai berikut :


(31)

2. Menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarnya kepada peserta didik;

3. Bertanggung jawab memantau hasil belajar peserta didik melalui berbagai cara

evaluasi;

4. Mampu berpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari

pengalamannya;

5. Seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan

profesinya (Supriadi, dalam Mulyasa 2007).

Ada beberapa indikator yang dapat dijadikan ukuran karakteristik guru yang dinilai kompeten secara professional, yaitu :

1. Mampu mengemban tanggung jawab dengan baik.

2. Mampu melaksanakan peran dan fungsinya dengan tepat.

3. Mampu bekerja untuk mewujudkan tujuan pendidikan di sekolah.

4. Mampu melaksankan peran dan fungsinya dalam pembelajaran di kelas.

Peningkatan profesionalisme guru merupakan upaya untuk membantu guru yang belum memiliki kualifikasi professional menjadi professional.Dengan demikian peningkatan kemampuan professional guru merupakan bantuan atau memberikan kesempatan kepada guru tersebut melalui program dan kegiatan yang dilakukan pemerintah.Namun demikian, bantuan profesionalisme hanya sekedar bantuan, sehingga yang harus lebih berperan aktif adalah guru itu sendiri.Artinya, bahwa gurulah yang seharusnya meminta bantuan kepada yang berwenang untuk mendapatkan pembinaan.Bantuan yang diberikan juga merupakan bantuan professional, yang tujuan akhirnya adalah menumbuhkembangkan profesionalisme guru.Peningkatan kemampuan profesionalisme guru bukan sekedar diarahkan kepada pembinaan yang lebih bersifat aspek-aspek administratif kepegawaian, tetapi harus


(32)

lebih kepada peningkatan kemampuan keprofesionalannya dan komitmen sebagai seorang pendidik.Guru professional memiliki dua ciri yaitu tingkat kemampuan yang tinggi dan komitmen yang tinggi (Glickman, dalam Mulyasa 2007).

2.2 Kesejahteraan dan Kinerja 2.2.1 Kesejahteraan Sosial

Kesejahteraan sosial dalam artian yang sangat luas mencakup berbagai tindakan yang dilakukan manusia untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik.Taraf kehidupan yang lebih baik ini tidak hanya diukur secara ekonomi dan fisik belaka, tetapi juga ikut memperhatikan aspek sosial, mental, dan segi kehidupan spiritual (Adi, 2003). Kesejahteraan sosial dapat dianalogikan seperti kesehatan jiwa, sehingga dapat dilihat dari empat sudut pandang, yaitu :

1. Kesejahteraan sosial sebagai suatu keadaan (kondisi).

Sebagai suatu kondisi (keadaan), kesejahteraan sosial dapat dilihat dari rumusan Undang-Undang No. 6 tahun 1974 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial, pasal 2 ayat 1 : “Kesejahteraan sosial ialah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materiil maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir dan batin, yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila”.

Rumusan tersebut menggambarkan kesejahteraan sosial sebagai suatu keadaan di mana digambarkan secara ideal adalah suatu tatanan (tata kehidupan)


(33)

yang meliputi kehidupan material maupun spiritual, dengan tidak menempatkan suatu aspek lebih penting dari yang lainnya, tetapi lebih mencoba melihat pada upaya mendapatkan titik keseimbangan.Titik keseimbangan yang dimaksud adalah keseimbangan antara aspek jasmaniah dan rohaniah, ataupun keseimbangan antara aspek material dan spiritual.

2. Kesejahteraan sosial sebagai suatu ilmu.

Sebagai suatu ilmu, pada dasarnya merupakan suatu ilmu yang mencoba mengembangkan pemikiran, strategi dan teknik untuk meningkatkan kesejahteraan suatu masyarakat, baik di level mikro, mezzo maupun makro.Ilmu kesejahteraan sosial mengembangkan beberapa metode intervensi (termasuk di dalamnya aspek strategi dan teknik) guna meningkatkan taraf hidup komunitas sasaran.Metode intervensi dalam ilmu kesejahteraan sosial secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu intervensi makro dan mikro.Sebagai ilmu yang terkait dengan profesi yang memberikan bantuan (helping professions) terhadap klien ataupun beneficiaries (penerima layanan), ilmu kesejahteraan sosial merupakan suatu ilmu yang mencoba mensinergikan berbagai ilmu yang sudah berkembang guna meningkatkan taraf hidup (kesejahteraan) masyarakat.

3. Kesejahteraan sosial sebagai suatu kegiatan.

Sebagai suatu kegiatan, pengertian kesejahteraan sosial dapat terlihat dari definisi: kesejahteraan sosial merupakan sistem yang terorganisir dari berbagai institusi dan usaha-usaha kesejahteraan sosial yang dirancang guna membantu individu ataupun kelompok agar dapat mencapai standar hidup dan kesehatan yang lebih memuaskan (Friedlander, dalam Adi 2003). Meskipun tidak secara eksplisit menyatakan kesejahteraan sosial sebagai suatu kegiatan, pengertian


(34)

yang dikemukakan Friedlander di atas sekurang-kurangnya menggambarkan kesejahteraan sosial sebagai suatu sistem pelayanan (kegiatan) yang dirancang guna meningkatkan taraf hidup masyarakat. Meskipun dalam pengertian yang dikemukakannya Friedlander secara eksplisit menyatakan bahwa target dari kegiatan tersebut adalah individu dan kelompok, tetapi dalam arti luas pengertian Friedlander juga melihat masyarakat sebagai suatu totalitas.

4. Kesejahteraan sosial sebagai suatu gerakan.

Sebagai suatu gerakan, isu kesejahteraan sosial sudah menyebar luas hampir ke seluruh penjuru dunia, sehingga menjadi suatu gerakan tersendiri yang bertujuan memberitahukan kepada dunia bahwa masalah kesejahteraan sosial merupakan hal yang perlu diperhatikan secara seksama oleh masyarakat dunia, baik secara global maupun parsial.Oleh karena itu muncullah berbagai macam gerakan dalam wujud organisasi lokal, regional, maupun internasional yang berusaha menangani isu-isu kesejahteraan sosial ini.

Salah satu pengertian yang dikembangkan oleh Pre-Conference Working Committee for the 15th International Conference of Social Welfare mungkin dapat digunakan sebagai landasan untuk memandang kesejahteraan sosial sebagai suatu gerakan yang global.Pengertian itu adalah kesejahteraan sosial merupakan keseluruhan usaha sosial yang terorganisir dan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat berdasarkan konteks sosialnya. Di dalamnya tercakup pula unsur kebijakan dan pelayanan dalam arti luas yang terkait dengan berbagai kehidupan dalam masyarakat, seperti pendapatan; jaminan sosial; kesehatan; perumahan; pendidikan; rekreasi; tradisi budaya; dan lain sebagainya (Adi, 2003: 41-49).


(35)

Dalam rangka mewujudkan kesejahteraan sosial, pemerintah membuat UU yang berisi tanggung jawab pemerintah dalam upaya penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang tertuang dalam UU No. 11 Tahun 2009 bagian II pasal 25 yang meliputi :

1. Merumuskan kebijakan dan program penyelenggaraan kesejahteraan sosial;

2. Menyediakan akses penyelenggaraan kesejahteraan sosial;

3. Melaksanakan rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan

perlindungan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

4. Memberikan bantuan sosial sebagai stimulan kepada masyarakat yang

menyelenggarakan kesejahteraan sosial;

5. Mendorong dan memfasilitasi masyarakat serta dunia usaha dalam melaksanakan

tanggung jawab sosialnya;

6. Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia di bidang

kesejahteraan sosial;

7. Menetapkan standar pelayanan, registrasi, akreditasi, dan sertifikasi pelayanan kesejahteraan sosial;

8. Melaksanakan analisis dan audit dampak sosial terhadap kebijakan dan aktivitas pembangunan;

9. Menyelenggarakan pendidikan dan penelitian kesejahteraan sosial;

10.Melakukan pembinaan dan pengawasan serta pemantauan dan evaluasi terhadap

penyelenggaraan kesejahteraan sosial;

11.Mengembangkan jaringan kerja dan koordinasi lintas pelaku penyelenggaraan

kesejahteraan sosial tingkat nasional dan internasional;

12.Memelihara taman makam pahlawan dan makam pahlawan nasional;


(36)

14.Mengalokasikan anggaran untuk penyelenggaraan kesejahteraan sosial dalam APBN.

Dalam UU No. 11 tahun 2009 tentang ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan sosial disebutkan bahwa usaha kesejahteraan sosial adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial. Semua upaya, program, dan kegiatan yang ditujukan adalah untuk mewujudkan, membina, memelihara, memulihkan, dan mengembangkan kesejahteraan sosial.Pernyataan tersebut mengartikan bahwa usaha-usaha kesejahteraan sosial merupakan upaya yang ditujukan kepada manusia baik individu, kelompok maupun masyarakat.

2.2.2 Kesejahteraan Guru

Saat ini, masalah status/kesejahteraan guru sedang hangat-hangatnya dibicarakan oleh banyak pihak.Kenyataan ini menunjukkan bahwa masyarakat sudah mulai menaruh perhatian terhadap masalah guru.Perhatian masyarakat ini tentunya tidak datang begitu saja, tetapi ada alasan-alasannya.Perhatian tersebut bertitik tolak pada dua hal, yaitu tumbuhnya kesadaran dan pengertian masyarakat tentang tugas dan fungsi guru dan status/kesejahteraan guru yang tidak sesuai dengan urgensi tugas dan fungsinya. Peningkatan status/kesejahteraan guru sebagai suatu usaha akan lebih mudah dirintis realisasinya bila dilandasi oleh suatu legitimasi hukum. Walaupun landasan hukum yang formal dan langsung belum ada, usaha untuk merealisasikan maksud tersebut dapat mempergunakan landasan-landasan sebagai berikut : (a) kebijaksanaan pemerintah di bidang pendidikan, (b) kebijakan pemerintah di bidang


(37)

kepegawaian, (c) persyaratan teknis dan administratif bagi seorang guru, (d) pandangan/opini masyarakat yang didasari pengertian dan kesadaran tentang pentingnya peranan guru.

Untuk meningkatkan status/kesejahteraan guru, perlu usaha-usaha dari beberapa pihak, baik guru, pemerintah, maupun masyarakat.Usaha-usaha tersebut terutama dapat diarahkan kepada kesejahteraan guru baik yang bersifat moril maupun materiil yang juga melibatkan pihak guru, pemerintah, dan masyarakat. Usaha dari pihak guru antara lain : a) guru perlu meningkatkan mutu profesinya; b) tetap berpijak pada moral dan mental guru; c) berpijak pada kode etik guru, d) loyal kepada pemerintah. Usaha dari pihak pemerintah berupa : a) kebijaksanaan yang mendukung peningkatan status/kesejahteraan guru, b) realisasi kebijaksanaan di bidang kesejahteraan guru, c) perhatian terhadap calon guru (pendidikan guru) maupun pensiunan guru, d) memberikan fasilitas sesuai dengan kemampuan, e) mempersiapkan situasi dan kondisi yang relevan bagi pelaksanaan profesi guru secara baik. Usaha dari masyarakat dinyatakan dalam bentuk : a) membantu usaha dari pihak guru, b) membantu usaha dari pihak pemerintah, c) mengikuti secara positif dan konstruktif perkembangan pendidikan pada umumnya dan pendidikan guru pada khususnya.

Usaha-usaha dari ketiga pihak tersebut di antaranya dapat berwujud : mendukung penerapan kode etik guru, mengadakan penataran untuk meningkatkan mutu guru, meningkatkan/menyempurnakan lembaga-lembaga pendidikan guru, menaikkan gaji guru, memberikan tunjangan khusus untuk guru, memperkuat koperasi guru, dan menyediakan asuransi jiwa bagi guru. Status sosial profesi guru dan kesejahteraannya berkaitan sangat erat. Kesejahteraan yang tinggi akan membuat profesi ini memiliki status yang tinggi dalam masyarakat. Sebaliknya akibat


(38)

kesejahteraan guru yang rendah (dengan indikator utama gaji), maka status sosialnya pun tidak begitu baik dalam masyarakat. Agak berbeda dengan profesi lain (misalnya dokter), tingginya penghormatan pada guru karena perannya yang sangat penting dalam pendidikan tidak dengan sendirinya menjadi jaminan bagi lebih baiknya tingkat kesejahteraan mereka. Pokja Pemberdayaan Guru pada Bappenas (dalam Jalal & Supriadi, 2001) menyimpulkan bahwa dilihat dari berbagai aspek dan kriteria, memang tingkat kesejahteraan guru, khusunya gaji, masih rendah dibandingkan dengan beban tugasnya yang berat dan perannya yang sangat penting dalam keseluruhan proses pendidikan.

Jalal (2001: 221-225); dan Tilaar (2003: 382-391) mengungkapkan bahwa proses sertifikasi guru menuju profesionalisasi pelaksanaan tugas dan fungsinya harus dibarengi dengan kenaikan kesejahteraan guru, sistem rekrutmen guru, pembinaan, dan peningkatan karir guru.

1. Kesejahteraan guru dapat diukur dari gaji dan intensif yang diperoleh. Gaji guru di Indonesia ini masih relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara lain. Rendahnya kesejahteraan guru bisa mempengaruhi kinerja guru, semangat pengabdiannya, dan juga upaya mengembangkan profesionalismenya. Kenaikan gaji dilakukan bersamaan dengan perbaikan aspek-aspek kesejahteraan lain yaitu prosedur kenaikan pangkat, jaminan rasa aman, kondisi kerja, kepastian karir, penghargaan terhadap tugas atau peran keguruan (Jalal, dalam Mulyasa 2007). Kesejahteraan guru sebaiknya selain berasal dari pemerintah pusat, juga didukung oleh pemerintah daerah serta partisipasi masyarakat dan dunia usaha.

2. Tunjangan fungsional yang merupakan insentif bagi guru sebaiknya diberikan

dengan mempertimbangkan: (1) kesulitan tempat bertugas, (2) kemampuan, keterampilan, dan kreativitas guru, (3) fungsi, tugas, dan peranan guru di sekolah,


(39)

(4) prestasi guru dalam mengajar, menyiapkan bahan ajar, menulis, meneliti, dan membimbing, serta berhubungan dengan stakeholder.

3. Sistem rekrutmen guru dan penempatannya memerlukan kebijakan yang tepat

mengingat banyak calon guru yang sering memilih tugas di tempat yang diinginkannya. Ada kasus, guru yang ditempatkan di desa tertentu tidak pernah muncul, atau kalau datang bertugas selalu berhalangan untuk hadir, yang akhirnya minta dipindahkan ke tempat yang diinginkannya. Untuk menghilangkan masalah seperti itu, maka dalam rekrutmen dan penempatan perlu dipertimbangkan beberapa hal berikut:

a. asal tempat calon guru;

b. memperketat persyaratan calon guru yang diangkat dengan melihat hasil

pendidikan dan seleksi;

c. menetapkan batas waktu tugas untuk bisa mengajukan mutasi atau pindah;

d. memberikan insentif dan jaminan lain bagi calon guru yang ditempatkan di

daerah terpencil;

e. memperkuat disiplin di tempat tugas dan menerapkan sanksi bagi yang

melanggar;

f. memintakan partisipasi dan tanggung jawab masyarakat untuk menjamin

kesejahteraan, tempat tinggal, keamanan, kesehatan guru, terutama guru yang berasal dari daerah lain;

g. untuk mengisi kekurangan guru di SD, SLTP, atau SLTA yang jauh dari kota, sebaiknya memberdayakan lulusan yang ada di tempat itu dengan legitimasi dari pemerintah daerah.

4. Pendidikan dan pembinaan tenaga guru dapat ditempuh melalui tiga cara, yaitu


(40)

2.2.3 Pengertian Tingkat Kesejahteraan

Tingkat kesejahteraan adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan seseorang baik sosial material maupun spiritual yang disertai dengan rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin sehingga dapat memenuhi kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosialnya.Untuk mengetahui tingkat kesejahteraan, berdasarkan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang telah mengadakan program yang disebut dengan pendataan keluarga.Pendataan ini bertujuan untuk memperoleh data tentang dasar kependudukan dan keluarga dalam rangka program pembangunan dan pengentasan kemiskinan. Adapun pentahapan keluarga sejahtera yaitu :

a. Keluarga pra sejahtera yaitu keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi

kebutuhan dasar secara minimal, seperti : kebutuhan spiritual, pangan, sandang, papan dan kesehatan atau keluarga yang belum dapat memenuhi salah satu indikator-indikator keluarga sejahtera I.

b. Keluarga sejahtera I yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi

kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan sosial psikologisnya, seperti: kebutuhan akan pendidikan, keluarga berencana, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan sekitar dan transportasi.

c. Keluarga sejahtera II yaitu keluarga-keluarga yang selain dapat memenuhi

kebutuhan dasarnya, juga telah dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangan, seperti menabung dan memperoleh informasi.


(41)

d. Keluarga sejahtera III yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan dasar, kebutuhan sosial psikologisnya dan kebutuhan pengembangan, tetapi belum dapat memberikan sumbangan yang maksimal dan teratur bagi masyarakat dalam bentuk material, seperti : sumbangan materi untuk kepentingan sosial kemasyaratakatan atau yayasan sosial, keagamaan, kesenian, olahraga, pendidikan, dan lain sebagainya.

e. Keluarga sejahtera III plus yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhannya, baik yang bersifat dasar, sosial psikologis maupun pengembangan serta telah memberikan sumbangan yang nyata dan berkelanjutan bagi masyarakat.

Dari pentahapan ini, dapat diketahui tingkat kesejahteraan guru dalam lingkup keluarganya.Untuk mengukur tingkat kesejahteraan, telah dikembangkan beberapa indikator operasional yang menggambarkan tingkat pemenuhan kebutuhan dasar, kebutuhan sosial psikologis dan kebutuhan pengembangan. Beberapa indikator tersebut yaitu :

a. Keluarga pra sejahtera

Keluarga yang tidak dapat memenuhi syarat-syarat sebagai keluarga sejahtera I. b. Keluarga sejahtera I

1) Melaksanakan ibadah menurut agama yang dianut masing-masing.

2) Makan dua kali sehari atau lebih.

3) Pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan. 4) Lantai rumah bukan dari tanah.

5) Jika anak sakit dibawa ke sarana/petugas kesehatan. c. Keluarga sejahtera II


(42)

1) Anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur menurut agama yang dianut masing-masing.

2) Minimal seminggu sekali keluarga tersebut menyediakan daging/ikan/telur

sebagai lauk pauk.

3) Memperoleh pakaian baru dalam setahun terakhir. 4) Luas lantai tiap penghuni rumah 8 m2.

5) Anggota keluarga sehat dalam keadaan tiga bulan terakhir, sehingga dapat

menjalankan fungsi masing-masing.

6) Bisa baca tulis latin bagi anggota keluarga dewasa yang berumur 10-60

tahun.

7) Seluruh anak yang berumur 7-15 tahun bersekolah pada saat ini.

8) Anak hidup dua atau lebih dan saat ini masih memakai alat kontrasepsi. d. Keluarga sejahtera III

1) Keluarga mempunyai upaya untuk meningkatkan pengetahuan agama.

2) Keluarga mempunyai tabungan.

3) Keluarga biasanya makan bersama minimal sekali dalam sehari. 4) Turut serta dalam kegiatan masyarakat.

5) Keluarga mengadakan rekreasi bersama..

6) Keluarga dapat memperoleh berita dari surat kabar/radio/televisi/majalah. 7) Anggota keluarga dapat menggunakan sarana transportasi.

e. Keluarga sejahtera III plus

1. Memberikan sumbangan secara teratur dan sukarela untuk kegiatan sosial

masyarakat dalam bentuk materi.


(43)

Faktor lain yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan keluarga antara lain faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal keluarga yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan meliputi : pendapatan, pendidikan, pekerjaan, jumlah anggota keluarga, umur, kepemilikan asset dan tabungan; sedangkan faktor eskternal yang mempengaruhi kesejahteraan adalah kemudahan akses finansial pada lembaga keuangan, akses bantuan pemerintah, kemudahan akses dalam kredit barang/peralatan dan lokasi tempat tinggal. Sementara itu, unsur manajemen sumber daya keluarga yang mempengaruhi kesejahteraan adalah perencanaan, pembagian tugas, dan pengontrolan kegiatan. Menurut Badan Pusat Statistik (2005), indikator yang digunakan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan ada delapan (8), yaitu pendapatan, konsumsi atau pengeluaran keluarga, keadaan tempat tinggal, fasilitas tempat tinggal, kesehatan anggota keluarga, kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, kemudahan memasukkan anak ke jenjang pendidikan, dan kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi.

2.2.4 Kinerja

Kinerja ialah hasil kerja dan kemajuan yang telah dicapai seseorang dalam bidang tugasnya. Kinerja artinya sama dengan prestasi kerja. Kinerja merupakan tanda keberhasilan suatu organisasi dan orang-orang yang ada dalam organisasi tersebut (Hikman, dalam Usman 2010).Stoner & Freeman (dalam Usman, 2010) mengemukakan bahwa kinerja adalah kunci yang harus berfungsi secara efektif agar organisasi secara keseluruhan dapat berhasil. Kinerja digunakan apabila seseorang menjalankan tugas atau proses dengan terampil sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang ada. Kinerja juga merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian


(44)

pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujaun, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi. Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan individu maupun kelompok individu.Kinerja bisa diketahui hanya jika individu atau kelompok individu tersebut mempunyai criteria keberhasilan yang telah ditetapkan.kriteria keberhasilan ini berupa tujuan-tujuan atau target-target tertentu yang hendak dicapai. Tanpa ada tujuan atau target, kinerja seseorang atau organisasi tidak mungkin dapat diketahui karena tidak ada tolak ukurnya. Kinerja mengacu pada kadar pencapaian tugas-tugas yang membentuk sebuah pekerjaan pegawai. Kinerja merefleksikan seberapa baik pegawai memenuhi persyaratan sebuah pekerjaan pegawai.

Darma (dalam Suruni, 2002) mengatakan bahwa faktor internal yang dapat mempengaruhi kinerja terdiri dari : 1) kemampuan, 2) sikap, 3) minat, 4) persepsi. Sedangkan faktor eksternal meliputi : 1) struktur tugas, 2) iklim organisasi, 3) sistem imbalan. Menurut Arikunto (1990) ada dua faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi : sikap, minat, inteligensi, motivasi dan kepribadian, sedangkan faktor eksternal meliputi sarana dan prasarana, insentif atau gaji, suasana kerja dan lingkungan kerja (Aswir, 2013).Pengukuran kinerja adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, termasuk informasi atas : efisiensi pengunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan jasa; kualitas barang dan jasa; hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan; dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan (Robertson, dalam Mahsun: 2006).

Kinerja dalam menjalankan fungsinya tidak berdiri sendiri, melainkan selalu berhubungan dengan kepuasan kerja karyawan dan tingkat besaran imbalan yang


(45)

diberikan, serta dipengaruhi oleh keterampilan, kemampuan, dan sifat-sifat individu. Kinerja individu pada dasarnya dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor : (1) harapan mengenai imbalan, (2) dorongan, (3) kemampuuan, (4) kebutuhan dan sifat, (5) persepsi terhadap tugas, (6) imbalan internal dan eksternal, (7) persepsi terhadap tingkat imbalan dan kepuasan kerja. Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan di atas, maka pengertian atau definisi kinerja dapat disimpulkan sebagai berikut : hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi baik secara kuantitatif maupun kualitatif, sesuai dnegan kewenangan dan tugas tanggung jawab masing-masing, dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.

Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat disimpulkan beberapa aspek yang mendasar dan paling pokok dari pengukuran kinerja, yaitu sebagai berikut :

1. Menetapkan tujuan, sasaran dan strategis organisasi, dengan menetapkan secara umum apa yang diinginkan oleh organisasi sesuai dengan tujuan, visi, dan misinya.

2. Merumuskan indikator kinerja dan ukuran kinerja, yang mengacu pada penilaian

kinerja secara tidak langsung, sedangkan indicator kinerja mengacu pada engukuran kinerja secara langsung yang berbentuk keberhasilan utama dan indicator kinerja kunci.

3. Mengukur tingkat capaian tujuan dan sasaran organisasi, menganalisis hasil

pengukuran kinerja yang dapat diimplementasikan dengan membandingkan tingkat capaian tujuan dan sasaran organisasi.

4. Mengevaluasi kinerja dengan menilai kemajuan organisasi dan pengambilan


(46)

seberapa besar tingkat keberhasilan tersebut dan mengevaluasi langkah apa yang diambil organisasi selanjutnya.

Unsur-Unsur yang terdapat dalam kinerja terdiri dari : 1. Hasil-hasil fungsi pekerjaan.

2. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi karyawan/pegawai seperti :

motivasi, kecakapan, persepsi peranan, dan sebagainya. 3. Pencapaian tujuan organisasi.

4. Periode waktu tertentu.

Berdasarkan hal-hal di atas, kinerja didefinisikan sebagai hasil-hasil fungsi pekerjaan/kegiatan seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu.

2.2.5 Kinerja Guru

Setiap individu yang diberi tugas atau kepercayaan untuk bekerja pada suatu organisasi tertentu diharapkan mampu menunjukkan kinerja yang memuaskan dan memberikan hasil yang maksimal terhadap pencapaian tujuan organisasi tersebut.Kinerja seseorang dapat ditingkatkan bila ada kesesuaian antara pekerjaan dan keahliannya. Kinerja guru adalah perilaku yang berhubungan dengan kerja guru.(Anoraga: 1998). Suhertin (dalam Aswir, 2013) mengatakan kinerja guru merupakan cerminan dari kualitas guru itu sendiri, sedangkan kemampuan yang dimiliki oleh guru tersebut sangat erat sekali kaitannya dengan kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik di sekolah. Ada beberapa indikator dari kinerja guru menurut ahli, yaitu : 1) kesanggupan guru dalam menyusun rencana


(47)

pengajaran, 2) kemampuan guru dalam melaksanakan program pengajaran, 3) keluesan guru dalam berinteraksi sesama guru dan siswa, 4) keterampilan guru dalam menilai hasil pengajaran.

Kinerja guru merupakan hasil atau keluaran dari proses atau kemampuan aplikasi kerja guru dalam wujud nyata, yaitu pekerjaan atau rangkaian kegiatan yang dilakukan guru dalam tugas keguruannya. Kinerja seorang guru tercermin dari kemampuannya mencapai prasyarat-prasyarat tertentu yang telah ditetapkan atau dijadikan standar. Kinerja guru adalah hasil kerja yang dicapai guru berdasarkan kemampuannya menjalankan tugas pada proses pembelajaran yang mencakup aspek perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran dan penilaian hasil pembelajaran. Kinerja guru yang tinggi tentunya menjadi impian bagi para guru.Namun dalam realitanya untuk mencapai kinerja guru yang tinggi sebagian guru kesulitan untuk mencapainya.Hal ini ditunjukkan dengan masih adanya sebagian guru yang kesulitan merancang perencanaan pelaksanaan pembelajaran yang efektif dan inovatif.Masih ada guru yang kesulitan dalam mengelola kelas, monoton dalam penggunaan metode, sumber belajar dan media pembelajaran.Selain itu masih ada guru melakukan evaluasi hasil pembelajaran yang belum objektif.

Kinerja dikatakan baik dan memuaskan apabila tujuan yang dicapai sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.Ada 10 (sepuluh) komponen portofolio (penilaian diri) bagi guru sesuai dengan Permendiknas No. 18 tahun 2007 yaitu : (1) kualifikasi akademik, (2) pendidikan dan pelatihan, (3) pengalaman mengajar, (4) perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, (5) penilaian dari atasan dan pengawas, (6) prestasi akademik, (7) karya pengembangan profesi, (8) keikutsertaan dalam forum ilmiah, (9) pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial, (10) penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan. Standar kinerja guru


(48)

berhubungan dengan kualitas dalam menjalankan tugasnya. Menilai kualitas kinerja dapat ditinjau dari beberapa indikator yang meliputi : (1) unjuk kerja, (2) penguasaan materi, (3) penguasaan profesional keguruan dan pendidikan, (4) penguasaan cara-cara penyesuaian diri, dan (5) kepribadian untuk melaksanakan kualitas dengan baik (Sulistyorini, 2001: 55).

Untuk mengetahui keberhasilan kinerja perlu dilakukan penilaian kinerja. Penilaian kinerja dengan pendekatan yang berpusat pada pelaksanaan tugas, dilakukan dengan cara menilai perilaku pegawai sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Standar penilaian kinerja hendaknya berlandaskan pada persyaratan kerja.Secara garis besar penilaian kinerja guru digunakan untuk menilai 14 indikator dengan butir-butir kinerja yang telah ditentukan, yaitu :

1. Mengenal karakteristik peserta didik

2. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik

3. Pengembangan kurikulum

4. Kegiatan pembelajaran yang mendidik

5. Memahami dan mengembangkan potensi

6. Komunikasi dengan peserta didik

7. Penilaian dan evaluasi

8. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional

Indonesia

9. Menunjukkan pribadi yang dewasa dan teladan

10.Etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, dan rasa bangga menjadi guru 11.Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif

12.Komunikasi dengan sesama guru, tenaga pendidikan, orang tua peserta didik, dan masyarakat


(49)

13.Penguasaan materi struktur konsep dan pola piker keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu

14.Mengembangkan keprofesian melalui tindakan reflektif

2.2.6 Teori Motivasi

Motivasi ialah keinginan untuk berbuat sesuatu, sedangkan motif adalah kebutuhan, keinginan, dorongon, atau impuls.Motivasi merupakan keinginan yang terdapat pada seseorang individu yang merangsangnya untuk melakukan tindakan-tindakan atau sesuatu yang menjadi dasar atau alasan seseorang berperilaku. Motivasi kerja dapat diartikan sebagai keinginan atau kebutuhan yang melatar belakangi seseorang sehingga ia terdorong untuk bekerja. Motivasi merupakan proses psikis yang mendorong orang untuk melakukan sesuatu. Motivasi dapat berasal dari dalam diri maupun luar diri seseorang.

Teori motivasi terdiri dari dua, yaitu teori isi dan teori proses. Teori isi memusatkan perhatiannya pada pertanyaan “apa penyebab perilaku terjadi dan berhenti”.Jawabannya terpusat pada 1) kebutuhan, keinginan atau dorongan yang memacu untuk melakukan kegiatan, 2) hubungan karyawan dengan faktor-faktor eksternal dan internal yang menyebabkan mereka melakukan kegiatan. Sedangkan teori proses memusatkan perhatian pada bagaimana perilaku dimulai dan dilaksanakan.

Terjadinya proses motivasi diawali oleh adanya kebutuhan. Kebutuhan itu dipenuhi oleh insentif atau gaji/upah dari organisasi tempat kita bekerja.Gaji/upah yang diterima memberikan dampak persepsi.Misalnya, jika organisasi semakin maju maka organisasi semakin untung. Apabila organisasi banyak keuntungannya, diharapkan gaji/upah atau bonus yang akan diterima semakin besar pula. Untuk


(50)

maksud tersebut, muncul usaha-usaha motivasi.Usaha-usaha motivasi dan kemampuan mempengaruhi tingkat kinerja.Tingkat kinerja mempengaruhi ganjaran (hadiah) dan produktivitas.Produktivitas mempengaruhi insentif organisasi dan ganjaran mempengaruhi kepuasan. Apabila kepuasan telah terpenuhi, maka akan muncul pula kebutuhan-kebutuhan baru. Demikian seterusnya.

2.2.7 Tunjangan Profesi

Tunjangan profesi guru adalah tunjangan yang diberikan kepada guru berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memiliki sertifikat pendidik.Sedangkan bantuan tunjangan profesi guru adalah subsidi tunjangan yang diberikan kepada guru berstatus Bukan Pegawai Negeri Sipil (Non-PNS) yang memiliki sertifikat pendidik. Tujuan pemberian tunjangan profesi dan bantuan tunjangan profesi adalah untuk meningkatkan motivasi, profesionalisme, dan kinerja serta kesejahteraan guru dalam rangka meningkatkan kualitas proses belajar-mengajar dan prestasi belajar peserta didik.

Besaran tunjangan profesi dan bantuan tunjangan profesi guru/pengawas adalah :

a. Tunjangan profesi dan bantuan tunjangan profesi guru/pengawas :

1. Guru PNS dan Pengawas diberikan tunjangan sebesar gaji pokok per bulan.

2. Guru Bukan PNS diberikan bantuan tunjangan profesi setara dengan

kualifikasi akademik, pangkat, dan masa kerja yang berlaku bagi guru PNS.

3. Guru Bukan PNS yang belum disetarakan dengan kualifikasi akademik,

pangkat, dan masa kerja yang berlaku bagi guru PNS diberikan bantuan tunjangan profesi sebesar Rp 1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah) per bulan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


(51)

4. Tunjangan profesi dan bantuan tunjangan profesi guru/pengawas dibayarkan mulai bulan Januari tahun berikutnya, terhitung sejak tanggal yang bersangkutan dinyatakan lulus ujian sertifikasi guru sebagaimana yang tercantum dalam sertifikat pendidik dan memperoleh NRG.

5. Guru yang memperoleh sertifikat pendidik sebelum tahun 2008, tunjangan

profesi atau bantuan tunjangan profesinya dibayarkan terhitung mulai tanggal 1 Januari 2008.

2.3 Kerangka Pemikiran

Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen, sedangkan sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga professional. Sertifikasi guru dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian pengakuan bahwa seseorang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu, setelah uji kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi. Pada hakikatnya program sertifkasi guru bertujuan untuk menghasilkan guru yang professional, memiliki kompetensi dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai guru dan pendidik sesuai dengan visi dan misi sekolah khususnya, serta tujuan pendidikan pada umumnya. Dalam standar kompetensi dan sertifikasi guru, dimaksudkan untuk mengangkat harkat dan martabat guru dalam kesejahteraannya, hak-haknya, dan memiliki posisi yang seimbang dengan profesi lain yang lebih mapan kehidupannya.

Guru yang telah memperoleh sertifikat pendidik berhak pula mendapat tunjangan profesi, seperti yang tertulis dalam Undang-Undang Guru dan Dosen pasal


(52)

16 bahwa guru yang memiliki sertifikat pendidik berhak mendapatkan insentif berupa tunjangan profesi. Besar insentif tunjangan profesi tersebut adalah sebesar satu kali gaji pokok untuk setiap bulannya bagi guru PNS dan Rp 1.500.000,- bagi guru yang bukan PNS. Itu berarti pendapatan guru yang telah disertifikasi juga meningkat. Peningkatan pendapatan tersebut juga berdampak positif terhadap motivasi kerja guru yaitu keinginan atau kebutuhan yang melatar belakangi guru tersebut sehingga ia terdorong untk bekerja, sehingga selain meningkatkan kesejahteraan guru, juga meningkatkan kinerja dan kualitas guru yang selanjutnya juga akan dapat meningkatkan mutu pendidikan. Melalui standar kompetensi dan sertifikasi guru sebagai proses pemberdayaan, diharapkan adanya perbaikan tata kehidupan yang lebih adil, demokratis, serta tegaknya kebenaran dan keadilan di kalangan guru dan tenaga kependidikan. Diharapkan guru dapat melaksanakan pendidikan sesuai dengan kebutuhan, perkembangan zaman, karakteristik lingkungan dan tuntutan global.

Dalam standar kompetensi dan sertifikasi guru, pemberdayaan dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja sekolah melalui kinerja guru agar dapat mencapai tujuan secara optimal, efektif, dan efisien. Melalui program sertifikasi ini, guru akan dapat meningkatkan kinerja mereka sehingga juga akan berdampak terhadap peningkatan prestasi siswa. Di samping peningkatan kinerja, diharapkan juga program sertifikasi ini dapat meningkatkan kesejahteraan guru sebagai tenaga pendidik. Indikator kesejahteraan guru dilihat dari antara lain :pendapatan, konsumsi atau pengeluaran keluarga, keadaan tempat tinggal, fasilitas tempat tinggal, kesehatan anggota keluarga, kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, kemudahan memasukkan anak ke jenjang pendidikan, dan kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi.


(53)

Sedangkan indikatorpenilaian kinerja guru dapat dilihat dari : mengenal karakteristik peserta didik, menuasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik, pengembangan kurikulum, kegiatan pembelajaran yang mendidik, memahami dan mengembangkan potensi, komunikasi dengan peserta didik, penilaian dan evaluasi, bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia, menunjukkan pribadi yang dewasa dan teladan, etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, dan rasa bangga menjadi guru, bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif, komunikasi dengan sesama guru, tenaga pendiidkan, orang tua peserta didik, dan masyarakat, penguasaan materi struktur konsep dan pola piker keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu, mengembangkan keprofesian melalui tindakan reflektif.


(1)

lengkap, dan didukung dengan contoh pengalaman diri sendiri. 10 orang itu memiliki persentase 76,93 %, sedangkan 3 orang lainnya menjawab kadang-kadang dengan persentase 23,07 %. Evaluasi diri perlu dilakukan oleh setiap guru guna memperbaiki kinerja dan meningkatkan mutu dan profesionalisme guru tersebut.

5.3.2.2.14.2 Memanfaatkan Gambaran Bukti Kinerja untuk Mengembangkan Perencanaan dan Pelaksanaan Pembelajaran Selanjutnya dalam Program PKB (Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan)

Tabel 5.44

Distribusi Pemanfaatan Gambaran Bukti Kinerja

No Kategori Frekuensi Persentase

1 2 3

Selalu

Kadang-kadang Jarang

11 2

-

84,62 15,38

-

Jumlah 13 100,00

Sumber : Kuisioner, 2015

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.44, 11 orang dari 13 orang responden menjawab selalu memanfaatkan gambaran bukti kinerjanya untuk mengembangkan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran selanjutnya dalam program pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB) (84,62 %). Sedangkan 2 orang responden menjawab kadang-kadang dengan persentase 15,38 %, dan 0 % yang menjawab jarang. Gambaran bukti kinerja sangatlah penting, karena merupakan gambaran dari hasil kerja selama ini, yang berguna untuk pengembangan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran selanjutnya, yang tujuan akhirnya adalah


(2)

agar peserta didik bisa menerima pelajaran dengan baik dengan rancangan pembelajaran yang telah disusun oleh guru.

5.3.2.2.14.3 Mengikuti Diklat/Kursus Mengajar yang Baik

Seluruh responden dengan jumlah 13 orang responden menjawab pernah mengikuti diklat/kursus cara mengajar yang baik. Diklat atau kursus ini bertujuan untuk memberi tambahan pengetahuan bagi setiap guru untuk memberikan pengajaran yang baik bagi peserta didiknya di kelas, dengan teknik-teknik tertentu. Tujuannya adalah agar proses belajar mengajar di kelas berjalan dengan baik, lancar, dan membuat peserta didik merasa nyaman dan tidak tertekan.

5.3.2.2.14.4 Penerapan Pengajaran yang Baik yang Didapat dari Diklat

Seluruh responden yang berjumlah 13 orang menjawab selalu menerapkan ilmu yang didapat dari diklat/kursus cara mengajar yang baik itu bagi peserta didiknya di kelas. Itulah tujuan diberikannya diklat/kursus bagi setiap guru,untuk mengajar yang baik agar mereka menjadi orang yang bisa membuat peserta didiknya merasa nyaman pada saat berada di sekolah maupun pada saat proses pembelajaran di kelas.


(3)

BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis data, penulis merumuskan kesimpulan sebagai berikut :

1. Program sertifikasi guru yang diberlakukan oleh pemerintah sejak tahun 2007 berdampak positif bagi guru di SMP Swasta Dharma Patra Rantau, Kabupaten Aceh Tamiang. Untuk hal pendapatan, program tersebut meningkatkan pendapatan guru yang telah disertifikasi. Setiap guru yang telah disertifikasi mendapat pertambahan gaji sebesar satu kali gaji pokok bagi guru PNS. Sedangkan guru non-PNS mendapatkan pertambahan gaji sebesar Rp 1.500.000,.Terdapat pengaruh yang besar bagi pertambahan gaji guru setelah adanya program tersebut. Tunjangan sertifikasi yang diterima setiap 4 kali dalam setahun tersebut mendapatkan potongan pajak yang jumlahnya juga berbeda. Bagi guru PNS, terdapat potongan pajak sebesar 15 %. Bagi guru non-PNS, terdapat potongan pajak sebesar 6 %. Tunjangan yang mereka terima setiap 4 kali dalam setahun telah mendapat potongan pajak. Seluruh responden yang berjumlah 13 orang, 100 % menyatakan tidak terdapat potongan lain, selain potongan pajak.

2. Program sertifikasi tersebut juga meningkatkan kesejahteraan guru-guru yang telah disertifikasi di SMP Swasta Dharma Patra Rantau. Hal tersebut terlihat dari konsumsi rumah tangga setiap responden yang termasuk kategori sedang, yaitu antara Rp 5.000.000 – Rp 1.000.000. Dilihat dari frekuensi pembelian pakaian baru setiap tahun, diketahui seluruh responden rata-rata membeli pakaian baru


(4)

setiap tahunnya. Sedangkan dilihat dari kepemilikian kendaraan pribadi, seluruh responden yang berjumlah 13 orang memiliki kendaraan pribadi. Jenis kendaraan pribadi yang dimiliki setiap responden berbeda-beda dan dengan jumlah yang berbeda pula. Dilihat dari fasilitas tempat tinggal, seluruh responden yang berjumlah 13 orang termasuk ke dalam kategori memiliki fasilitas tempat tinggal yang lengkap. Jika dilihat dari kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, 100 % responden memiliki jaminan kesehatan.

3. Program sertifikasi guru, selain meningkatkan kesejahteraan, juga berdampak positif terhadap kinerja guru di SMP Swasta Dharma Patra Rantau. Program tersebut meningkatkan profesionalisme dan motivasi, serta kinerja guru di sekolah tersebut. Hal tersebut dapat diketahui melalui cara guru dalam memberikan pembelajaran kepada peserta didik. Guru-guru di sekolah tersebut melakukan identifikasi kepada setiap peserta didik untuk mengetahui karakteristik setiap peserta didiknya. Mereka juga selalu menyusun silabus yang sesuai dengan kurikulum dan selalu melakukan perancangan pembelajaran untuk membahas materi ajar tertentu. Guru-guru di SMP Swasta Dharma Patra Rantau selalu menjalin komunikasi yang baik dengan semua peserta didiknya di sekolah. Apabila ada peserta didik yang kurang memahami materi maupun ingin bertanya, setiap guru selalu memberi kesempatan apabila waktu masih cukup. Jika peserta didik ingin bertanya di luar jam pelajaran, guru juga selalu memberikan kesempatan. Selain itu, setiap guru juga memulai dan mengakhiri pembelajaran dengan tepat waktu, serta mengikuti program diklat/kursus mengajar yang baik dan menerapkannya pada saat proses pembelajaran di kelas.


(5)

Seluruh guru yang telah disertifikasi merasakan bahwa program sertifikasi tersebut berdampak positif bagi mereka.Program tersebut sangat berpengaruh bagi peningkatan kesejahteraan keluarga dan peningkatan kinerja mereka di sekolah.

6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan penelitian yang telah disajikan, penulis mengajukan saran sebagai berikut :

1. Guru di SMP Swasta Dharma Patra Rantau yang mendapatkan tunjangan sertifikasi, sebaiknya menyisihkan sedikit dari uang yang diterima untuk membeli buku yang menunjang pengetahuan dan keterampilan mereka dalam memberikan pembelajaran kepada peserta didik. Hal tersebut penting dilakukan untuk meningkatkan kompetensi guru dalam memajukan peserta didik.

2. Setiap guru di SMP Swasta Dharam Patra Rantau harus semakin berkompeten dan memiliki pengetahuan yang luas mengenai segala hal. Dewasa ini, teknologi semakin canggih dan peserta didik juga semakin berkembang dikarenakan zaman yang terus berkembang. Oleh karena itu, seharusnya setiap guru juga mampu menguasai teknologi informasi dan mampu mengoperasikan komputer. Dengan begitu, guru juga bisa menambah pengetahuan melalui browsing internet agar dapat memberikan informasi-informasi terbaru mengenai pelajaran kepada peserta didiknya.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Isbandi Rukmianto. (2003). Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas (Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Aditya, Risky., Rr. Lita Hadiati Wulandari. (2011). Kepuasan Kerja Guru (Studi Deskrptif pada Guru SLB). Medan: USU Press.

Jurnal Guru Pembelajaran di Sekolah Dasar dan Menengah.Nomor 2 Vol. 10, 10 Desember 2013. Padang Panjang: Dinas Pendidikan Kota Padang Panjang. Jurnal Pendidikan Volume 14 Nomor 1. (2013). Tangerang: LPPM – Universitas

Terbuka.

Mahsun, Mohamad. (2006). Pengukuran Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: BPFE. Mahmud, Dimyati, Drs. (1990). Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Terapan.

Yogyakarta: BPFE

Moeheriono, Prof. Dr. M.Si. (2009). Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi. Bogor: Ghalia Indonesia.

Moh. Pabundu Tika, Drs, M.M. (2006). Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Mulyasa, E. (2007). Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. (2005). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Usman, Husaini. (2010). Manajemen, Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta:

Bumi Aksara.

Wungu, Jiwo., Hartanto Brotoharsojo. (2003). Tingkatkan Kinerja Perusahaan Anda Dengan Merit System. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

(2010). Pembinaandan Pengembangan Profesi Guru, Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Guru (PK Guru).Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikdan Tenaga Kependidikan.