perubahan  kimia,  fisik,  serta  perubahan  mikrobiologis  produk.  Faktor  kedua adalah  faktor  lingkungan  yang  secara  garis  besar  dapat  dikontrol  dengan
pengemasan.  Kerusakan  ini  dapat  berupa  kerusakan  mekanis,  perubahan kadar air, absorbsi oksigen, serta penambahan dan kehilangan flavor.
Persyaratan  kemasan  untuk  bahan  pangan  antara  lain  adalah permeabilitas terhadap udara kecil, tidak menyebabkan penyimpangan warna
produk,  tidak  bereaksi  dengan  produk  sehingga  merusak  citarasa,  tidak mudah  teroksidasi  atau  bocor,  tahan  panas,  mudah  didapat  dan  harganya
murah Winarno dan Jenie, 1983. Menurut  Julianti  dan  Nurminah  2006,  faktor-faktor  yang  perlu
dipertimbangkan  dalam  memilih  jenis  kemasan  yang  baik  untuk  mencegah kontaminasi mikroba adalah :
a. Sifat perlindungannya terhadap produk dari masuknya mikroorganisme dari luar kemasan ke dalam produk.
b.  Kemungkinan  berkembang  biaknya  mikroorganisme  di  ruangan  antara produk dengan tutup head space.
c. Serangan mikroorganisme terhadap bahan pengemas.
2. Kemasan Gelas
Wadah  gelas  dalam  bentuk  botol  dikenalkan  oleh  seorang  dokter untuk  sistem  distribusi  susu  segar  yang  bersih  dan  aman  pada  tahun  1884.
Mekanisasi  pembuatan  botol  gelas  besar-besaran  pertama  kali  tahun  1892. Wadah-wadah  gelas  terus  berkembang  hingga  saat  ini,  mulai  dari  bejana-
bejana  sederhana  hingga  berbagai  bentuk  yang  sangat  menarik.  Sebagai bahan  kemasan,  gelas  mempunyai  kelebihan  dan  kelemahan.  Kelebihan
kemasan gelas adalah : - Kedap terhadap air, gas , bau-bauan dan mikroorganisme
- Inert dan tidak dapat bereaksi atau bermigrasi ke dalam bahan pangan - Kecepatan pengisian hampir sama dengan kemasan kaleng
-  Sesuai  untuk  produk  yang  mengalami  pemanasan  dan  penutupan  secara hermetis
- Dapat didaur ulang - Dapat ditutup kembali setelah dibuka
- Transparan sehingga isinya dapat diperlihatkan dan dapat dihias - Dapat dibentuk menjadi berbagai bentuk dan warna
- Memberikan nilai tambah bagi produk - Rigid kaku, kuat dan dapat ditumpuk tanpa mengalami kerusakan
Sedangkan kelemahan kemasan gelas antara lain: -  Berat sehingga biaya transportasi mahal
- Resistensi terhadap pecah dan mempunyai thermal shock yang rendah - Dimensinya bervariasi
- Berpotensi menimbulkan bahaya yaitu dari pecahan kaca. Julianti dan Nurminah, 2006.
Secara  fisika  gelas  dapat  didefenisikan  sebagai  cairan  yang  lewat dingin  supercolled  liquid,  tidak  mempunyai  titik  lebur  tertentu  dan
mempunyai viskositas yang tinggi 103 Poise untuk mencegah kristalisasi. Secara  kimia  gelas  didefinisikan  sebagai  hasil  peleburan  berbagai  oksida
anorganik  yang tidak mudah menguap  yang berasal dari peruraian senyawa- senyawa  kimia  dimana  struktur  atomnya  tidak  menentu  Julianti  dan
Nurminah, 2006.
3. Kemasan Plastik
a. Plastik Polietilen
Polietilen adalah polimer dari monomer etilen  yang dibuat dengan proses polimerisasi adisi dari gas etilen yang diperoleh dari hasil samping
industri minyak dan batubara. Polietilen  merupakan  film  yang  lunak,  transparan  dan  fleksibel,
mempunyai  kekuatan  benturan  dan  kekuatan  sobek  yang  baik. Pemanasan  polietilen  akan  menyebabkan  plastik  ini  menjadi  lunak  dan
cair  pada  suhu  110
o
C.  Sifat  permeabilitasnya  yang  rendah  dan  sifat mekaniknya  yang  baik,  maka  polietilen  dengan  ketebalan  0.001  –  0.01
inchi  banyak  digunakan  unttuk  mengemas  bahan  pangan.  Plastik polietilen  termasuk  golongan  termoplastik  sehingga  dapat  dibentuk
menjadi kantung dengan derajat kerapatan yang baik. Berdasarkan  densitasnya,  polietilen  dibagi  menjadi  4,  yaitu
polietilen  densitas  rendah  Low  Density  PolyethyleneLDPE,  polietilen
densitas  sedang  Medium  Density  PolyethyleneMDPE,  polietilene densitas  tinggi  High  Density  PolyethyleneHDPE,  dan  Linear-low-
density  polyethylene LLDPE  yaitu  kopolimer  etilen  dengan  sejumlah
kecil  butana,  heksana  atau  oktana,  sehingga  mempunyai  cabang  pada rantai  utama  dengan  interval  jarak  yang  teratur.  LLDPE  lebih  kuat
daripada  LDPE  dan  sifat  heat  sealing-nya  juga  lebih  baik  Julianti  dan Nurminah, 2006.
b. Plastik Polipropilen
Plastik polipropilen PP termasuk jenis plastik olefin dan termasuk polimer  dari  propilen  dengan  sifat  utama  ringan  dan  mudah  dibentuk.
Sifat  plastik  PP  antara  lain  ringan,  dengan  densitas  0,9  gcm
3
,  kekuatan tarik  lebih  besar  dari  PE,  pada  suhu  rendah  akan  rapuh  sehingga  tidak
dapat  digunakan  untuk  kemasan  beku,  lebih  kaku  dari  PE  dan  tidak mudah  sobek,  permeabilitas  uap  air  rendah,  permeabilitas  gas  sedang,
tidak  baik  untuk  makanan  yang  peka  terhadap  oksigen,  tahan  terhadap suhu  tinggi  hingga  150
o
C,  titik  lebur  tinggi,  tahan  terhadap  asam  kuat, basa  dan  minyak  pada  suhu  tinggi,  namun  bereaksi  dengan  benzene,
siklen, toluene, terpentin, dan asam nitrat kuat Syarief et al., 1989. Menurut  Julianti  dan  Nurminah  2006,  kemasan  plastik  polietilen
dan  polipropilen  mempunyai  daya  toksisitas  yang  rendah  yaitu  dengan ambang batas maksimum 60 mgkg bahan pangan.
Tabel 4. Daya tembus plastik terhadap N
2
, O
2
, CO
2
dan H
2
O.
Sumber : Buckle et al. 1988
E. PENENTUAN UMUR SIMPAN
Istilah umur simpan secara umum mengandung  pengertian  rentang  waktu antara  saat  produk  mulai  dikemas  atau  diproduksi  sampai  dengan  mutu  produk
masih  memenuhi  syarat  untuk  dikonsumsi  Hine,  1987.  Floros  1993, menyatakan  bahwa  umur  simpan  adalah  waktu  yang  diperlukan  oleh  produk
pangan,  dalam  kondisi  penyimpanan,  untuk  sampai  pada  suatu  level  atau tingkatan degradasi mutu tertentu.
Lebih lanjut, Floros 1993 menyatakan umur simpan produk pangan dapat diduga  kemudian  ditetapkan  waktu  kadaluwarsanya  dengan  menggunakan  dua
konsep  studi  penyimpanan  produk  pangan  yaitu  dengan  Extended  Storage Studies
ESS  dan  Accelerated  Shelf  Life  Testing  ASLT.  ESS  juga  sering disebut  sebagai  metode  konvensional,  yaitu  penentuan  tanggal  kadaluwarsa
dengan  jalan  menyimpan  suatu  produk  pada  kondisi  normal  sehari-hari  dan dilakukan  pengamatan  terhadap  penurunan  mutunya  hingga  mencapai  tingkat
mutu  kadaluwarsanya.  Penentuan  umur  simpan  produk  dilakukan  dengan
mengamati  produk  selama  penyimpanan  sampai  terjadi  perubahan  yang  tidak dapat lagi diterima oleh konsumen.
Metode  ASLT  dilakukan  dengan  memberikan  perlakuan  terhadap makanan  pada  lingkungan  terkendali  dimana  satu  atau  lebih  faktor  eksternal
ditetapkan pada tingkat yang lebih tinggi dari keadaan normal, tingkat kerusakan akan  semakin  cepat  atau  terakselerasi,  menghasilkan  waktu  yang  lebih  singkat
hingga  produk  rusak.  Karena  efek  dari  faktor  eksternal  yang  menyebabkan kerusakan  dapat  diukur,  besar  akselerasi  dapat  dihitung  dan  umur  produk
sebenarnya di bawah kondisi normal juga dapat dihitung Robertson, 1993. Menurut  Harte  1987,  faktor-faktor  yang  mempengaruhi  umur  simpan
adalah  karakteristik  produk  yang  disimpan,  sifat-sifat  bahan  pengemasnya,  dan lingkungan tempat penyimpanan. Sedangkan menurut Syarief dan Halid 1993,
suhu  merupakan  faktor  yang  sangat  berpengaruh  terhadap  perubahan  mutu pangan.  Dalam  menyimpan  makanan  perlu  diperhatikan  keadaan  suhu  ruang
penyimpanan.  Suhu  ruangan  yang  konstan  akan  lebih  baik  dari  suhu penyimpanan  yang berubah-ubah. Pengaruh suhu pada tingkat reaksi dijelaskan
melalui persamaan Arrhenius Syarief dan Halid, 1993 :
Dimana : K
= konstanta kecepatan reaksi Ko
= konstanta pre-eksponensial Ea
= Energi aktivasi KJmol R
= konstanta gas = 1.987 kalmol T
= suhu mutlak K Parameter lain yang sering digunakan untuk menjelaskan hubungan antara
suhu  dan  konstanta  tingkat  reaksi  menurut  Singh  1994  adalah  dengan  Q
10
, yang didefinisikan sebagai berikut :
Q
10
=   tingkat reaksi pada suhu T + 10
o
C tingkat reaksi pada suhu T
o
C
III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT
Bahan  baku  yang  digunakan  adalah  kacang  hijau,  susu  skim,  susu  murni rendah  lemak,  kultur  bakteri  Lactobacillus  bulgaricus  dan  Streptococcus
thermophilus ,  gula  pasir,  kalsium  laktat  dan  CMC.  Larutan  yang  diperlukan
dalam analisis antara lain H
2
SO
4
pekat, HCl 25, NaOH 0.1 N, HCl 0.01 N, N- Hexana,  campuran  Selen,  H
3
BO
4
2,  dan  NaOH  30.  Bahan  kemasan  yang digunakan terdiri dari botol gelas, botol plastik HDPE dan botol plastik PP.
Sedangkan  peralatan  yang  digunakan  antara  lain  kompor  gas,  blender, panci,  sudip,  timbangan  analitik,  timbangan  kasar,  inkubator,  gelas  ukur,
refrigerator,  termometer,  otoklaf  serta  alat-alat  yang  digunakan  untuk  analisis yang  terdiri  dari  gelas  piala,  labu  ukur,  Erlenmeyer,  pHmeter,  kertas  saring
bebas  lemak,  oven,  desikator,  alat  titrasi,  labu  lemak,  Sohxlet,  labu  Kjehdahl, pipet volumetrik, tabung durham, dan peralatan gelas lainnya.
B. METODE PENELITIAN 1.
Pembuatan  Yogurt  Kacang  Hijau  Diadaptasi  berdasarkan  penelitian Agustina dan Rahman 2009 dan Triyono et al. 2009
a. Pembuatan Susu Kacang Hijau
Pembuatan  susu  kacang  hijau  dimulai  dengan  pemilihan  atau  sortasi kacang  hijau  untuk  memisahkan  dari  kotoran  dan  bahan  yang  rusak.  Kacang
hijau direndam dalam air selama 14-16 jam, kemudian ditiriskan. Kacang hijau dikupas  kulitnya  dengan  alat  pelecet  kulit  kedelai.  Kulit  kacang  hijau  dibuang
dengan dialirkan dalam air. Kacang hijau yang tidak terlecet sempurna kemudian dipilah  dan  dipisahkan  kemudian  dilecet  kembali.  Kacang  hijau  tanpa  kulit
kemudian  digiling  dengan  alat  penggiling  blender  sambil  dicampurkan diencerkan  dengan  air  matang  dengan  perbandingan  kacang  hijau  kering  :  air
1:8.  Suspensi  kacang  hijau  dipanaskan  sampai  suhunya    80
o
C  dan dipertahankan suhunya selama kira-kira 20 menit. Kemudian disaring, filtratnya
diambil dan ditambahkan emulsifier Carboxy Methil Celulose CMC, kemudian dipanaskan lagi beberapa saat.
b. Pembuatan Yogurt Kacang Hijau
Pembuatan  yogurt  dimulai  dengan  peremajaan  kultur  atau  pembuatan starter yogurt dengan cara menginokulasikan 10 starter awalbibit yogurt pada
susu sapi murni komersial dan diinkubasi selama 18 jam pada suhu 37±0.5
o
C. Setelah penambahan sukrosa dan susu skim kemudian susu dipasteurisasi
dengan pemanasan di atas penangas pada suhu 75-85
o
C untuk tujuan sterilisasi. Setelah  sterilisasi  kemudian  susu  didinginkan  sampai  suhu  kira-kira  40
o
C. Setelah  dingin,  sampel  dipindahkan  ke  dalam  ruang  steril  untuk  diinokulasi
dengan  bibit  yogurt.  Jumlah  starterbibit  yogurt  yang  ditambahkan  adalah  10 bv  mis.  20  gram  bibit200  ml  susu  kacang  hijau,  setelah  penambahan  starter
botol-botol  kembali  ditutup  rapat  dan  tutupnya  dilapisi  dengan  plastik.  Susu kemudian  diinkubasi  dalam  inkubator  pada  suhu  37
o
C  selama  18  jam  dan kemudian dianalisa.
2. Karakteristik Awal Yogurt Kacang Hijau
Karakterisasi  awal  yogurt  kacang  hijau  bertujuan  untuk  mengetahui kondisi  awal  yogurt  kacang  hijau  sebelum  penyimpanan,  sebagai  acuan  untuk
mengetahui perubahan mutu yogurt selama penyimpanan. Analisis karakteristik awal  yang  dilakukan  terhadap  yogurt  kacang  hijau  adalah  kadar  protein,  kadar
lemak, pH, total asam tertitrasi, uji keberadaan koliform dan uji hedonik.
3. Penyimpanan Yogurt Kacang Hijau