Tabel 1. Komposisi zat gizi kacang hijau per 100 gram bahan
Zat Gizi Satuan
Jumlah
Energi kkal
345 Protein
gram 22.2
Lemak gram
1.2 Karbohidrat
gram 62.9
Kalsium mg
125 Fosfor
mg 320
Besi mg
6.7 Vitamin A
SI 157
Vitamin B1 mg
0.64 Vitamin C
mg 6
Sumber : Direktorat Gizi, Depkes RI 1992 dalam Astawan 2009. Kacang hijau merupakan sumber protein yang baik, meskipun kandungan
lemaknya rendah. Seperti protein kacang-kacangan pada umumnya, protein kacang hijau hanya sedikit mengandung asam amino belerang methionine dan
cystine. Kekurangan ini dapat dipenuhi dengan menambahkan protein dari biji- bijian, sehingga susunan asam amino menjadi seimbang.
Dalam beberapa hal, kacang hijau mempunyai kelebihan dibandingkan dengan kacang-kacangan lain, yaitu kandungan zat anti tripsin yang sangat
rendah, paling mudah dicerna, dan paling kecil memberikan pengaruh flatulensi Payumo, 1978. Flatulensi adalah terbentuknya gas pada sistem pencernaan
yang disebabkan adanya oligosakarida. Menurut Fleming 1981, flatulensi terutama disebabkan oleh adanya oligosakarida yang terdapat dalam biji kacang-
kacangan, seperti raffinosa, stachiosa, dan verbacosa.
3. Pemanfaatan Kacang Hijau
Pemanfaatan kacang hijau sebagai bahan pangan telah banyak dilakukan. Pengolahan yang paling banyak dilakukan adalah dengan cara perebusan dengan
penambahan gula dan bumbu-bumbu, sehingga terbentuk bubur. Cara lain adalah dengan dikecambahkan, kemudian digunakan sebagai sayuran yang
disebut tauge, atau diambil patinya untuk dijadikan tepung hunkue. Kacang hijau juga dapat digunakan sebagai bahan pengisi kue, keripik dan sebagainya.
Tabel 2. Data Produksi Kacang Hijau per Tahun di Indonesia
Jenis Tanaman
Tahun Luas Panen
Ha Produktivitas
KuHa Produksi
Ton
Kacang Hijau 2005
318 337 10.08
320 963 Kacang Hijau
2006 309 103
10.23 316 134
Kacang Hijau 2007
306 207 10.53
322 487 Kacang Hijau
2008 278 137
10.72 298 059
Kacang Hijau 2009
288 125 10.91
314 400 Kacang Hijau
2010 296 358
11.31 335 123
Sumber : BPS 2010 Menurut Payumo 1978, tepung kacang hijau dapat digunakan sebagai
bahan pembuat roti, dimana 30 dari tepung terigu digantikan dengan tepung kacang hijau. Ternyata roti tersebut dapat diterima konsumen dan kandungan
protein roti bertambah dibandingkan hanya menggunakan tepung terigu. Selain sebagai makanan, kacang hijau dapat digunakan juga sebagai minuman sari
kacang hijau yang mengandung protein tinggi.
B. BAKTERI ASAM LAKTAT
Bakteri asam laktat didefinisikan sebagai kelompok jenis-jenis bakteri Gram positif yang berbentuk batang atau bulat yang menggunakan karbohidrat
sebagai sumber energi dan memproduksi asam laktat sebagai produk tunggal atau produk utama dari hasil metabolismenya Salminen dan Deighton, 1992.
Beberapa genus bakteri yang termasuk bakteri asam laktat yaitu Streptococcus
, Pediococcus, Leuconostoc, Lactobacillus, dan Bifidobacterium Hayakawa,1992. Bakteri asam laktat memiliki kemampuan menghasilkan
senyawa-senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme lainnya. Zat-zat anti mikroba itu adalah asam laktat, asam asetat, hydrogen
peroksida, diasetil serta bakteriosin De Vuyst dan Vandamme, 1994.
1. Lactobacillus bulgaricus
Lactobacillus bulgaricus adalah salah satu bakteri yang digunakan sebagai
kultur starter dalam pembuatan yogurt. Bakteri ini tidak dapat hidup dalam usus
namun hanya bertahan selama sekitar tiga jam setelah masuk ke dalam usus bersama dengan yogurt yang diminum Yuguchi et al., 1992.
Bakteri Lactobacillus bulgaricus adalah bakteri Gram positif, berbentuk batang, medium atau panjang, tidak dapat tumbuh pada suhu 10
o
C, dapat tumbuh pada suhu 45
o
C, reduksi litmus kuat, tidak tahan garam 6.5, dan bersifat termodurik Rahman et al., 1992.
2. Streptococcus thermophilus
Streptococcus thermophilus merupakan pasangan dari Lactobacillus
bulgaricus dalam pembuatan yogurt. Seperti halnya Lactobacillus bulgaricus,
bakteri Streptococcus thermophilus ini tidak tahan hidup dalam usus manusia Yuguchi et al., 1992.
Bakteri Streptococcus thermophilus adalah bakteri berbentuk bulat yang membentuk rantai panjang atau pendek, Gram positif, dapat mereduksi litmus
milk dan katalis negatif. Bakteri ini tidak toleran terhadap konsentrasi garam
lebih dari 6.5 dengan pH optimal untuk pertumbuhan pertumbuhan adalah 6.5. Streptococcus thermophilus
dibedakan dari genus Streptococcus lainnya berdasarkan pertumbuhan pada suhu 45
o
C, dan tidak dapat tumbuh pada suhu 10
o
C Tamime dan Robinson, 1989.
C. YOGURT
Yogurt adalah produk yang diperoleh dari fermentasi susu dan atau susu rekonstitusi dengan menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan
Sterptococcus thermophilus dan atau bakteri asam laktat lain yang sesuai,
dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan SNI 2981, 2009.
Menurut Vedhamutu 1982, ada dua tujuan utama pembuatan susu fermentasi. Pertama adalah untuk memperpanjang masa simpan susu
dibandingkan dengan produk segarnya yang mudah rusak. Karena pada susu fermentasi terdapat asam laktat yang dapat menurunkan pH susu, maka hanya
sedikit mikroba yang dapat bertahan hidup. Selain itu juga menurunkan nilai Aw dengan mengubah bagian cair susu kedalam bentuk padatan. Fermentasi susu
juga menghasilkan produk-produk metabolit seperti asam laktat, asam asetat,
dan H
2
O
2
serta senyawa antibiotik yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba patogen dan perusak. Tujuan kedua adalah untuk meningkatkan variasi
pangan karena selama proses fermentasi terjadi perubahan warna, flavor, body, dan sifat gizi dari bahan baku asalnya.
Klasifikasi yogurt berdasarkan metode pembuatannya terdiri dari dua jenis, yaitu set yogurt dan stirred yogurt Tamime dan Robinson, 1989. Tipe
yogurt tersebut dibedakan berdasarkan cara pembuatan dan struktur fisik koagulum yang terbentuk. Tipe set yogurt adalah yogurt yang siap diinkubasi
dengan kultur dalam kemasan-kemasan kecil yang siap jual, sehingga gel atau koagulum yang terbentuk berasal dari aktivitas kultur starter yang digunakan.
Tipe stirred yogurt merupakan yogurt yang difermentasi dalam wadah besar batch, dan koagulum yang terbentuk kemudian dipecah diaduk, sehingga
produk dapat dikemas. Gel atau koagulum yang terbentuk merupakan hasil pembentukan dari penambahan bahan pengental. Berdasarkan kekentalannya
yogurt dibagi menjadi dua, yaitu drink yogurt yang bersifat lebih encer dan pudding yogurt
yang kental seperti pudding. Yogurt juga dapat diklasifikasikan berdasarkan kadar lemaknya, yaitu
yogurt berlemak penuh dengan kadar lemak lebih dari 3, yogurt berkadar lemak rendah dengan kadar lemak 0.5-3, dan yogurt tanpa lemak dengan kadar
lemak kurang dari 0.5 Helferich dan Westhoff, 1980. Selain itu, Robinson dan Tamime 1989, juga mengklasifikasikan yogurt
berdasarkan flavornya yang dibagi menjadi 3: 1 natural atau plain yoghurt, yaitu yogurt yang tidak ditambahkan flavor lain; 2 fruit yoghurt, yaitu yogurt
yang ditambahkan buah-buahan atau bahan pemanis; 3 flavoured yoghurt, yaitu yogurt yang ditambahahkan flavor sintetis dan zat pewarna.
Menurut Winarno, dkk. 2003 dasar fermentasi susu atau pembuatan yoghurt adalah proses fermentasi komponen gula-gula yang ada di dalam susu,
terutama laktosa menjadi asam laktat dan asam-asam lainnya. Asam laktat yang dihasilkan selama proses fermentasi dapat meningkatkan citarasa dan
meningkatkan keasaman atau menurunkan pH-nya. Semakin rendahnya pH atau derajat keasaman susu setelah fermentasi akan menyebabkan semakin sedikitnya
mikroba yang mampu bertahan hidup dan menghambat proses pertumbuhan
mikroba patogen dan mikroba pengrusak susu, sehingga umur simpan susu dapat menjadi lebih lama.
Menurut Helferich dan Westhoff 1980, ada dua faktor yang dapat menyebabkan terbatasnya umur simpan yogurt. Pertama adalah adanya mikroba
pencemar khususnya kapang dan khamir yang dapat membusukkan produk selama penyimpanan dalam refrigerator. Faktor lainnya adalah adanya
kelanjutan pertumbuhan bakteri yogurt yang dapat mengakibatkan produksi asam yang berlebihan.
Tabel 3. SNI Yogurt SNI 2981, 2009.
D. PENGEMASAN
Pengemasan membatasi bahan pangan dengan lingkungan sekitarnya, sehingga dapat mencegah atau menghambat kerusakan. Dalam memilih bahan
kemasan, perlu diketahui tentang persyaratan yang dibutuhkan, seperti penyebab kerusakan dan apa yang dialami produk yang dikemas sebelum dikonsumsi
Syarief et al., 1989.
1. Fungsi dan Peranan Kemasan