Penentuan Umur Simpan Yoghurt Kacang Hijau (Phaeseolus radiatus, Linn).
PENENTUAN UMUR SIMPAN YOGURT KACANG HIJAU (Phaeseolus
radiatus, Linn)
Oleh
NURUL FITRIYANTY F34063258
2010
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(2)
Nurul Fitriyanty. F34063258. Penentuan Umur Simpan Yoghurt Kacang Hijau (Phaeseolus radiatus, Linn). Di bawah bimbingan M. Zein Nasution dan Agus Triyono. 2010.
RINGKASAN
Kacang hijau termasuk salah satu tanaman pangan yang telah dikenal luas oleh masyarakat, bahkan tanaman yang termasuk dalam keluarga kacang-kacangan ini sudah lama dibudidayakan. Di Indonesia, tanaman kacang hijau merupakan tanaman kacang-kacangan ketiga yang banyak dibudidayakan setelah kedelai dan kacang tanah. Oleh karena kandungan protein yang cukup tinggi dan harganya yang relatif murah, kacang hijau memiliki prospek yang baik sebagai bahan makanan bergizi yang dapat dikonsumsi masyarakat luas, sehingga sangat potensial untuk dikembangkan dalam rangka meningkatkan nilai ekonomisnya. Salah satu alternatif bentuk pengolahannya adalah dengan membuat yogurt dari kacang hijau. Namun umur simpan yogurt yang pendek terkadang menjadi kendala, karena ketidaktahuan konsumen tentang penyimpanan yogurt. Untuk menjamin bahwa yoghurt kacang kedelai masih layak dikonsumsi dan belum mengalami kerusakan, diperlukan informasi tentang umur simpan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui umur simpan yoghurt kacang hijau dan mengukur penurunan mutu yogurt selama penyimpanan. Penelitian ini dilakukan dengan menyimpan yogurt kacang hijau di dalam tiga suhu berbeda, yaitu 5 oC, 15 o
C dan 25 oC. Serta dikemas dalam tiga kemasan berbeda, yaitu botol gelas, HDPE dan PP. Untuk menentukan umur simpan yogurt kacang hijau digunakan metode
Extended Storage Studies (ESS) atau metode konvensional yaitu penentuan tanggal kadaluwarsa dengan jalan menyimpan suatu produk pada kondisi normal sehari-hari dan dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya hingga mencapai tingkat mutu kadaluwarsanya. Parameter mutu yogurt yang dianalisis selama penyimpanan adalah kadar lemak, kadar protein, pH, total asam tertitrasi, dan keberadaan bakteri koliform.
Hasil penelitian untuk karakterisasi awal produk menunjukkan bahwa yogurt kacang hijau memiliki pH sebesar 4.06; total asam tertitrasi (TAT) sebesar 1.90%; kadar lemak sebesar 0.15%; kadar protein sebesar 7.85%; dan bernilai negatif untuk uji keberadaan bakteri koliform.
Selama masa penyimpanan terjadi perubahan pH, total asam, kadar lemak dan protein, serta adanya bakteri koliform. Parameter kritis umur simpan yogurt kacang hijau adalah adanya keberadaan bakteri koliform dan total asam tertitrasi.
Berdasarkan hasil penelitian, untuk parameter kritis total asam tertitrasi selama penyimpanan diperoleh umur simpan yogurt kacang hijau adalah 21 hari untuk yogurt yang disimpan pada suhu 5 oC dalam kemasan gelas, HDPE dan PP. Kemudian, 18 hari untuk yogurt yang disimpan pada suhu penyimpanan 15 oC dalam kemasan HDPE, dan 21 hari untuk yogurt yang dikemas dengan bahan pengemas gelas dan PP. Sedangkan yogurt yang disimpan pada suhu 25 oC memiliki umur simpan terpendek yaitu 6 hari untuk produk yang dikemas dengan tiap jenis kemasan, yaitu gelas, HDPE dan PP.
Sedangkan untuk parameter kritis keberadaan bakteri koliform selama penyimpanan, pada suhu penyimpanan 5 oC, yogurt yang sudah tidak aman
(3)
dikonsumsi karena keberadaan bakteri koliformnya melebihi batas SNI adalah yogurt yang dikemas dengan HDPE. Untuk yogurt yang disimpan pada suhu 15 oC, yang sudah melebihi batas aman SNI adalah yogurt yang dikemas dengan plastik HDPE dan PP. Sedangkan yogurt yang disimpan pada suhu 25 oC, tidak ada produk yang keberadaan koliformnya melebihi batas aman SNI.
(4)
Nurul Fitriyanty. F34063258. Shelf Life Determination of Mungbean Yogurt (Phaeseolus radiatus, Linn). Supervised of M. Zein Nasution and Agus Triyono. 2010.
ABSTRACT
Mungbean include one of food plant that has been widely recognized by society, even the plants that belonging to the family of pulses has been long cultivated. In Indonesia, mungbean plant is the third-crop beans that are largely grown after soybean and peanuts. Because of its relatively high protein content and the price is relatively cheap, mungbean have a good prospect as a nutritious food that can be consumed by the public, so it is appropriate to be developed in order to increase their economic value. One alternative forms of processing, is to make yogurt from mungbean. However, the short shelf life of yogurt is sometimes become an obstacle, its because the ignoranced consumer about the storage of yogurt. To ensure that the yogurt is still worthy to consumed and not damaged, you need information about shelf life.
This study aims to determine shelf life of mungbean yogurt and measuring the decline in the quality of yogurt during storage. This research was conducted with storing mungbean yogurt in the three different temperatures, that is 5 oC, 15 oC and 25 oC. And packaged in three different packaging, that is glass bottles, HDPE and PP. To determine the shelf life of mungbean yogurt, it use Extended Storage Studies (ESS) or the conventional method of determining the expiration date with in the way to save a product at normal conditions of daily and observed for its decrease quality until it reaches the quality level shelf. Quality parameters were analyzed during storage of yogurt that is fat content, protein content, pH, total acid, and the presence of coliform bacteria.
The results for the initial characterization showed that the yogurt product having 4.06 in pH; total acid of 1.90%, 0.15% fat content, protein content of 7.85%, and negative values to test the presence of coliform bacteria.
During the storage period there was a change of pH, total acid, fat and protein content, and presence of coliform bacteria. Critical parameters of shelf life of mungbean yogurt is the presence of coliform bacteria and total acid. Based on this research, for total acid as a critical parameters during storage, obtained that shelf life of mungbean yogurt is 21 days for yogurts that stored at 5 °C in glass bottle, HDPE and PP. Then, 18 days for yogurt that is stored on temperature of 15 oC in the packaging of HDPE, and 21 days for yogurt that packed with glass and PP packaging materials. Whereas, yogurt that stored at a temperature of 25 oC, has the shortest shelf life, its just six days for the products that are packed with every type of packaging, that are glass, HDPE and PP.
For existence of coliform bacteria as a critical parameters, during storage at 5 °C, the yogurt that was not safe again to eat because of the presence of bacterial, is yogurt that packed with HDPE. For the yogurt that stored at a temperature of 15 oC, which already exceeds the safe limit of SNI is yogurt that packed with HDPE and PP. While, yogurt that stored at a temperature of 25 oC, there is no product that exceeds the safe limits of the presence of coliform bacterial from SNI.
(5)
BIODATA RINGKAS
Penulis mempunyai nama lengkap Nurul Fitriyanty dilahirkan di Jakarta pada tanggal 5 Mei 1988. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Soenarto dan Sri Rachayu.
Penulis memulai pendidikan di TK Qurrotul Uyun, kemudian memasuki jenjang sekolah dasar di SDN Bekasi Timur IV. Penulis melanjutkan pendidikan di SLTPN 3 Bekasi dan melanjutkan pendidikan di SMUN 1 Depok, Sleman, Yogyakarta. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 lewat jalur SPMB.
Pada masa studi di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan, diantaranya sebagai Staf Divisi Pangan Halal Forum Bina Islami (2007-2008), Bendahara Umum Forum Bina Islami (2008-2009), Staf Divisi HRD Himalogin (2007-2008), dan Badan Pengawas Himalogin (2008-2009). Penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan diantaranya dalam acara Masa Perkenalan Fakultas Fateta (Techno-F), Hari Warga Industri (Hagatri), Jelantah Project (J-Pro), Ekspresi Muslimah, dan PLASMA (Pelatihan Sistem dan Manajemen Pangan Halal).
Pada tahun 2009, penulis melaksanakan praktek lapang di PT Danone Dairy Indonesia selama 40 hari dengan tema “Teknologi Pengemasan dan Penyimpanan Pada Produk Susu Asam Non-Fermentasi di PT Danone Dairy Indonesia”.
Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian yang bekerja sama dengan Balai Besar Pengembangan Teknologi Tepat Guna-LIPI Subang, dengan judul “Penentuan Umur Simpan Yogurt Kacang Hijau (Phaeseolus radiatus, Linn)” dibawah bimbingan Ir. M. Zein Nasution, MAppSc dan Ir. Agus Triyono, M.Agr.
(6)
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul “Penentuan Umur Simpan Yogurt Kacang Hijau (Phaeseolus radiatus, Linn)”
adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas ditujukan rujukannya.
Bogor, Juli 2010 Yang membuat pernyataan,
Nurul Fitriyanty
(7)
PENENTUAN UMUR SIMPAN YOGURT KACANG HIJAU (Phaeseolus
radiatus, Linn)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh
NURUL FITRIYANTY F34063258
2010
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(8)
Judul Skripsi : PENENTUAN UMUR SIMPAN YOGURT KACANG HIJAU (Phaeseolus radiatus, Linn)
Nama : Nurul Fitriyanty
NRP : F34063258
Menyetujui,
Mengetahui,
Ketua Departemen Teknologi Industri Pertanian
Tanggal Lulus : 16 Juli 2010 Pembimbing I,
(Ir. M. Zein Nasution, MAppSc) NIP. 19451225 197204 1 001
Pembimbing II,
(Ir. Agus Triyono, M.Agr) NIP. 19570502 198403 1 002
(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti) NIP. 19621009 198903 2 001
(9)
KATA PENGANTAR
Segala Puji bagi Allah SWT, Tuhan Semesta Alam yang telah memberikan segala nikmat, petunjuk, kemudahan dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyajikan hasil penelitian penulis dalam bentuk skripsi yang berjudul “Penentuan Umur Simpan Yogurt Kacang Hijau” ini.
Penulis sadar, bahwa usaha penulis dari saat akan memulai penelitian hingga tertuliskannya skripsi ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Ir. M. Zein Nasution, MAppSc selaku pembimbing pertama atas segala arahan dan bimbingannya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.
2. Ir. Agus Triyono, M.Agr selaku pembimbing kedua dari pihak LIPI Subang, atas arahan, bimbingan dan bantuannya saat penulis melakukan penelitian dan menyusun skripisi ini.
3. Dr. Ir. Mulyorini Rahayuningsih, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik terhadap isi skripsi ini.
4. Papa, Mama, dan Luthfi yang senantiasa memberikan semangat, dorongan, doa dan kasih sayang yang tak terbatas kepada penulis.
5. Pak Cecep, Pak Wawan, Bu Fanny, Bu Dewi, Bu Cucu, dan semua pihak dari LIPI Subang yang telah banyak membantu penulis selama penelitian.
6. Keluarga di Subang, yang telah menjadi keluarga kedua saat penulis penelitian di Subang, atas perhatian dan kasih sayangnya kepada penulis saat menjalani masa-masa penelitian.
7. Tya dan Irma, teman seperjuangan serta rekan satu bimbingan, yang saling memberikan semangat, juga atas kebersamaan yang kita jalin selama penelitian sampai penyusunan skripsi ini.
8. Teman-teman Pondok Malea Putri, Aan, Putri, Ayam, Dede, Nana, Nita, Nyai, Mba Feni, Mba Rita, Izha, Debo, Kiki, Mpi, Resti, Gita, Mba Eka, Mba Renny dan Ipeh atas semangat, doa, dukungan, persahabatan dan kebahagiaan yang selalu penulis terima saat bersama kalian.
(10)
9. Semua sahabat TIN 43 atas dukungan, doa, semangat kebersamaan, kekompakkan, dan bantuan kepada penulis saat menjalani masa kuliah di TIN maupun sampai penelitian ini selesai. I love U all..
10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu di sini, semoga Allah membalas segala kebaikan kalian dengan kebaikan yang lebih banyak. Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis sangat menghargai saran dan kritik yang membangun untuk menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Bogor, Juli 2010
(11)
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ... 1
B. TUJUAN ... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA A. KACANG HIJAU ... 3
1. Botani Kacang Hijau ... 3
2. Komposisi Kimia dan Nilai Gizi Kacang Hijau ... 3
3. Pemanfaatan Kacang Hijau ... 4
B. BAKTERI ASAM LAKTAT ... 5
C. YOGURT ... 6
D. PENGEMASAN ... 9
1. Fungsi dan Peranan Kemasan ... 9
2. Kemasan Gelas ... 10
3. Kemasan Plastik ... 11
E. PENENTUAN UMUR SIMPAN ... 13
III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT ... 15
B. METODE PENELITIAN ... 15
1. Pembuatan Yogurt Kacang Hijau ... 15
a. Pembuatan Susu Kacang Hijau ... 15
b. Pembuatan Yogurt Kacang Hijau ... 16
2. Karakterisasi Awal Yogurt Kacang Hijau ... 16
3. Penyimpanan Yogurt Kacang Hijau ... 16
4. Analisis Perubahan Mutu Selama Penyimpanan ... 17
(12)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. SIFAT FISIK MEKANIS BAHAN PENGEMAS ... 20
B. KARAKTERISASI AWAL YOGURT KACANG HIJAU ... 20
C. PERUBAHAN MUTU DAN ANALISA PROKSIMAT SELAMA PENYIMPANAN ... 22
1. Derajat Keasaman (pH) ... 22
2. Total Asam Tertitrasi ... 27
3. Kadar Protein ... 33
4. Kadar Lemak ... 37
5. Uji Keberadaan Koliform ... 40
6. Penilaian Organoleptik ... 42
a. Respon terhadap rasa ... 42
b. Respon terhadap warna ... 43
c. Respon terhadap aroma ... 43
d. Respon terhadap kekentalan ... 44
D. ANALISIS BIAYA ... 44
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN ... 46
B. SARAN ... 47
DAFTAR PUSTAKA ... 48
(13)
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Komposisi Zat Gizi Kacang Hijau per 100 gram
bahan ……… 4
Tabel 2. Data Produksi Kacang Hijau per Tahun di Indonesia ……… 5
Tabel 3. SNI Yogurt ……….. 8
Tabel 4. Daya Tembus Plastik Terhadap N2, O2, CO2 dan H2O ……….. 13
Tabel 5. Hasil Karakteristik Awal Yogurt Kacang Hijau ……… 20
(14)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian ... 18
Gambar 2. Diagram Alir Proses Pembuatan Susu kacang Hijau ... 19
Gambar 3. Proses Pembuatan Yogurt ... 19
Gambar 4. Histogram perubahan pH pada penyimpanan 5 oC ... 22
Gambar 5. Histogram perubahan pH pada penyimpanan 15 oC ... 24
Gambar 6. Histogram perubahan pH pada penyimpanan 25 oC ... 24
Gambar 7. Histogram akumulasi perubahan pH pada setiap suhu penyimpanan dan kemasan... 25
Gambar 8. Histogram perubahan TAT pada penyimpanan 5 oC ... 27
Gambar 9. Histogram perubahan TAT pada penyimpanan 15 oC ... 29
Gambar 10. Histogram perubahan TAT pada penyimpanan 25 oC ... 30
Gambar 11. Histogram akumulasi perubahan total asam pada setiap suhu penyimpanan dan kemasan... 32
Gambar 12. Histogram perubahan kadar protein pada penyimpanan 5 oC .... . 33
Gambar 13. Histogram perubahan kadar protein pada penyimpanan 15 oC ... . 34
Gambar 14. Histogram perubahan kadar protein pada penyimpanan 25 oC ... . 35
Gambar 15. Histogram akumulasi perubahan kadar protein pada setiap suhu penyimpanan dan kemasan... 36
Gambar 16. Histogram perubahan kadar lemak pada penyimpanan 5 oC ... 37
Gambar 17. Histogram perubahan kadar lemak pada penyimpanan 15 oC .... 38
Gambar 18. Histogram perubahan kadar lemak pada penyimpanan 25 oC .... 39
Gambar 19. Histogram akumulasi perubahan kadar lemak pada setiap suhu penyimpanan dan kemasan... 40
Gambar 20. Perubahan keberadaan bakteri koliform pada yogurt kacang hijau selama penyimpanan ... 41
(15)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Lembar Uji Hedonik ... 52 Lampiran 2. Prosedur Analisis Untuk Yogurt Kacang Hijau ... 53 Lampiran 3. Hasil Analisa pH Yogurt Kacang Hijau Selama Penyimpanan ... 56 Lampiran 3a. Analisis Keragaman pH Yogurt Kacang Hijau Selama
Penyimpanan ... 57 Lampiran 4. Hasil Analisa Total Asam Yogurt Kacang Hijau
Selama Penyimpanan ... 60 Lampiran 4a. Analisis Keragaman Total Asam Yogurt Kacang
Hijau Selama Penyimpanan ... 61 Lampiran 5. Hasil Analisa Kadar Protein Yogurt Kacang
Hijau Selama Penyimpanan ... 65 Lampiran 5a. Analisa Keragaman Kadar Protein Yogurt Kacang
Hijau Selama Penyimpanan ... 66 Lampiran 6. Hasil Analisa Kadar Lemak Yogurt Kacang
Hijau Selama Penyimpanan ... 67 Lampiran 6a. Analisis Keragaman Kadar Lemak Yogurt Kacang
Hijau Selama Penyimpanan ... 68 Lampiran 7. Hasil Analisa Keberadaan Koliform Yogurt Kacang
Hijau Selama Penyimpanan ... 69 Lampiran 8. Hasil Uji Organoleptik Awal ... 70 Lampiran 9. Neraca Massa Pembuatan Yogurt Kacang Hijau ... 71
(16)
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tanaman Kacang-kacangan (leguminosa), seperti kacang hijau, kacang tolo, kacang gude, kacang merah, kacang kedelai, dan kacang tanah, saat ini sudah dimanfaatkan secara luas di seluruh dunia, karena ia merupakan salah satu komoditas bahan pangan yang sangat potensial. Kacang-kacangan dapat diolah baik yang masih muda ataupun yang sudah tua. Kacang-kacangan dalam bentuk biji atau polong muda, dapat digunakan sebagai bahan sayuran segar, dikeringkan atau dibekukan. Kacang yang sudah tua dapat diolah menjadi berbagai produk pangan, seperti tepung, makanan kaleng, susu, isolat protein, digoreng untuk kudapan, dan lain-lain. Selain itu, kacang-kacangan merupakan sumber lemak, vitamin, mineral, dan serat (dietary fiber) (Astawan, 2009).
Kacang hijau ditinjau dari nilai gizi yaitu protein, karbohidrat, vitamin dan mineral merupakan sumber bahan pangan yang baik. Kandungan zat gizi utamanya yaitu protein dan karbohidrat, cukup banyak terdapat dalam kacang hijau yakni masing-masing 22,2 % dan 62,9 %. Dibandingkan dengan jenis kacang-kacangan lain, kacang hijau mempunyai pengaruh flatulensi yang sangat rendah (Payumo, 1978).
Kacang hijau termasuk salah satu tanaman pangan yang telah dikenal luas oleh masyarakat, bahkan tanaman yang termasuk dalam keluarga kacang-kacangan ini sudah lama dibudidayakan. Di Indonesia, tanaman kacang hijau merupakan tanaman kacang-kacangan ketiga yang banyak dibudidayakan setelah kedelai dan kacang tanah. Badan Pusat Statistik (2008), pada tahun 2006 produksi kacang hijau di Indonesia sekitar 316,134 ton, dan pada tahun 2007 produksi kacang hijau meningkat menjadi 322,487 ton.
Hasil pengolahan kacang hijau dapat beraneka ragam, diantaranya berupa tepung, kue, roti, serta yang diolah secara tradisional dan sering dilakukan oleh masyarakat, yaitu bubur kacang hijau. Oleh karena kandungan protein yang cukup tinggi dan harganya yang relatif murah, kacang hijau memiliki prospek yang baik sebagai bahan makanan bergizi yang dapat dikonsumsi masyarakat
(17)
luas, sehingga sangat potensial untuk dikembangkan dalam rangka meningkatkan nilai ekonominya.
Salah satu alternatif bentuk pengolahannya adalah dengan membuat yogurt dari susu kacang hijau. Namun, seringkali pengolahan suatu bahan pangan menjadi yogurt mengalami kendala dalam penyimpanannya. Setelah di proses yogurt akan disimpan sementara menunggu proses pemasaran dan konsumsi, di rentang waktu menunggu inilah produk rentan mengalami perubahan mutu. Umur simpan merupakan rentang waktu antara produk selesai diolah dan dikemas sampai masih layak untuk dikonsumsi. Umur simpan suatu produk pangan merupakan parameter untuk mengetahui ketahanan produk selama penyimpanan.
B. TUJUAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan kriteria kerusakan dan perubahan mutu serta umur simpan yogurt kacang hijau pada suhu penyimpanan yang berbeda. Penelitian ini berguna untuk menentukan batas waktu penyimpanan yogurt kacang hijau.
(18)
II. TINJAUAN PUSTAKA A. KACANG HIJAU
1. Botani Kacang Hijau
Phaeseolus radiatus, Linn merupakan nama botani dari kacang hijau (Kay, 1979). Kacang hijau termasuk dalam famili Leguminoceae, sub family
Papilionidaceae, genus Phaeseolus dan spesies radiatus (Marzuki. 1977). Kacang hijau dapat disebut juga mungo, mungbean, mung atau green gram.
Bentuk biji kacang hijau bulat agak lonjong, ukuran biji relatif lebih kecil dari kacang-kacangan lainnya. Pada biji kacang hijau kadang-kadang dijumpai adanya sifat keras (hardness). Biji yang keras tidak dapat lunak karena pemanasan, sehingga akan tetap keras walaupun sudah direbus (Somaatmadja, 1974).
Biji kacang hijau biasanya berwarna hijau, tetapi bisa juga kuning, coklat, abu-abu atau hitam kehijauan, kadang-kadang berbintik hitam (Kay, 1979).
2. Komposisi Kimia dan Nilai Gizi Kacang Hijau
Kacang hijau memiliki kadar protein sekitar 20 %, jumlah ini cukup tinggi sebagai sumber protein nabati. Selain itu, kacang hijau dapat digunakan sebagai sumber energi, karena mengandung karbohidrat yang tinggi, juga sebagai sumber vitamin dan mineral.
Protein kacang hijau mengandung beberapa asam amino esensial. Menurut Engel (1978), asam amino yang terdapat pada protein kacang hijau adalah isoleusin, leusin, lisin, metionin, cistin, fenilalanin, threonin, triptofan dan valin. Lisin yang dikandungnya cukup tinggi, akan tetapi kekurangan asam amino yang mengandung sulfur seperti metionin dan cistin.
Komposisi kimia kacang hijau bervariasi tergantung macam tanaman, keadaan cuaca dan cara bercocok tanam. Secara umum, komposisi zat gizi kacang hijau mentah dapat dilihat pada Tabel 1.
(19)
Tabel 1. Komposisi zat gizi kacang hijau per 100 gram bahan Zat Gizi Satuan Jumlah
Energi kkal 345 Protein gram 22.2
Lemak gram 1.2
Karbohidrat gram 62.9
Kalsium mg 125
Fosfor mg 320
Besi mg 6.7
Vitamin A SI 157 Vitamin B1 mg 0.64
Vitamin C mg 6
Sumber : Direktorat Gizi, Depkes RI (1992) dalam Astawan (2009).
Kacang hijau merupakan sumber protein yang baik, meskipun kandungan lemaknya rendah. Seperti protein kacang-kacangan pada umumnya, protein kacang hijau hanya sedikit mengandung asam amino belerang (methionine dan cystine). Kekurangan ini dapat dipenuhi dengan menambahkan protein dari biji-bijian, sehingga susunan asam amino menjadi seimbang.
Dalam beberapa hal, kacang hijau mempunyai kelebihan dibandingkan dengan kacang-kacangan lain, yaitu kandungan zat anti tripsin yang sangat rendah, paling mudah dicerna, dan paling kecil memberikan pengaruh flatulensi (Payumo, 1978). Flatulensi adalah terbentuknya gas pada sistem pencernaan yang disebabkan adanya oligosakarida. Menurut Fleming (1981), flatulensi terutama disebabkan oleh adanya oligosakarida yang terdapat dalam biji kacang-kacangan, seperti raffinosa, stachiosa, dan verbacosa.
3. Pemanfaatan Kacang Hijau
Pemanfaatan kacang hijau sebagai bahan pangan telah banyak dilakukan. Pengolahan yang paling banyak dilakukan adalah dengan cara perebusan dengan penambahan gula dan bumbu-bumbu, sehingga terbentuk bubur. Cara lain adalah dengan dikecambahkan, kemudian digunakan sebagai sayuran yang disebut tauge, atau diambil patinya untuk dijadikan tepung hunkue. Kacang hijau juga dapat digunakan sebagai bahan pengisi kue, keripik dan sebagainya.
(20)
Tabel 2. Data Produksi Kacang Hijau per Tahun di Indonesia
Jenis
Tanaman Tahun
Luas Panen (Ha)
Produktivitas (Ku/Ha)
Produksi (Ton)
Kacang Hijau 2005 318 337 10.08 320 963
Kacang Hijau 2006 309 103 10.23 316 134
Kacang Hijau 2007 306 207 10.53 322 487
Kacang Hijau 2008 278 137 10.72 298 059
Kacang Hijau 2009 288 125 10.91 314 400
Kacang Hijau 2010 296 358 11.31 335 123
Sumber : BPS (2010)
Menurut Payumo (1978), tepung kacang hijau dapat digunakan sebagai bahan pembuat roti, dimana 30% dari tepung terigu digantikan dengan tepung kacang hijau. Ternyata roti tersebut dapat diterima konsumen dan kandungan protein roti bertambah dibandingkan hanya menggunakan tepung terigu. Selain sebagai makanan, kacang hijau dapat digunakan juga sebagai minuman sari kacang hijau yang mengandung protein tinggi.
B. BAKTERI ASAM LAKTAT
Bakteri asam laktat didefinisikan sebagai kelompok jenis-jenis bakteri Gram positif yang berbentuk batang atau bulat yang menggunakan karbohidrat sebagai sumber energi dan memproduksi asam laktat sebagai produk tunggal atau produk utama dari hasil metabolismenya (Salminen dan Deighton, 1992).
Beberapa genus bakteri yang termasuk bakteri asam laktat yaitu
Streptococcus, Pediococcus, Leuconostoc, Lactobacillus, dan Bifidobacterium
(Hayakawa,1992). Bakteri asam laktat memiliki kemampuan menghasilkan senyawa-senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme lainnya. Zat-zat anti mikroba itu adalah asam laktat, asam asetat, hydrogen peroksida, diasetil serta bakteriosin (De Vuyst dan Vandamme, 1994).
1. Lactobacillus bulgaricus
Lactobacillus bulgaricus adalah salah satu bakteri yang digunakan sebagai kultur starter dalam pembuatan yogurt. Bakteri ini tidak dapat hidup dalam usus
(21)
namun hanya bertahan selama sekitar tiga jam setelah masuk ke dalam usus bersama dengan yogurt yang diminum (Yuguchi et al., 1992).
Bakteri Lactobacillus bulgaricus adalah bakteri Gram positif, berbentuk batang, medium atau panjang, tidak dapat tumbuh pada suhu 10 oC, dapat tumbuh pada suhu 45 oC, reduksi litmus kuat, tidak tahan garam (6.5%), dan bersifat termodurik (Rahman et al., 1992).
2. Streptococcus thermophilus
Streptococcus thermophilus merupakan pasangan dari Lactobacillus bulgaricus dalam pembuatan yogurt. Seperti halnya Lactobacillus bulgaricus,
bakteri Streptococcus thermophilus ini tidak tahan hidup dalam usus manusia (Yuguchi et al., 1992).
Bakteri Streptococcus thermophilus adalah bakteri berbentuk bulat yang membentuk rantai panjang atau pendek, Gram positif, dapat mereduksi litmus milk dan katalis negatif. Bakteri ini tidak toleran terhadap konsentrasi garam lebih dari 6.5% dengan pH optimal untuk pertumbuhan pertumbuhan adalah 6.5.
Streptococcus thermophilus dibedakan dari genus Streptococcus lainnya berdasarkan pertumbuhan pada suhu 45 oC, dan tidak dapat tumbuh pada suhu 10 oC (Tamime dan Robinson, 1989).
C. YOGURT
Yogurt adalah produk yang diperoleh dari fermentasi susu dan atau susu rekonstitusi dengan menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan
Sterptococcus thermophilus dan atau bakteri asam laktat lain yang sesuai, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan (SNI 2981, 2009).
Menurut Vedhamutu (1982), ada dua tujuan utama pembuatan susu fermentasi. Pertama adalah untuk memperpanjang masa simpan susu dibandingkan dengan produk segarnya yang mudah rusak. Karena pada susu fermentasi terdapat asam laktat yang dapat menurunkan pH susu, maka hanya sedikit mikroba yang dapat bertahan hidup. Selain itu juga menurunkan nilai Aw dengan mengubah bagian cair susu kedalam bentuk padatan. Fermentasi susu juga menghasilkan produk-produk metabolit seperti asam laktat, asam asetat,
(22)
dan H2O2 serta senyawa antibiotik yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba patogen dan perusak. Tujuan kedua adalah untuk meningkatkan variasi pangan karena selama proses fermentasi terjadi perubahan warna, flavor, body, dan sifat gizi dari bahan baku asalnya.
Klasifikasi yogurt berdasarkan metode pembuatannya terdiri dari dua jenis, yaitu set yogurt dan stirred yogurt (Tamime dan Robinson, 1989). Tipe yogurt tersebut dibedakan berdasarkan cara pembuatan dan struktur fisik koagulum yang terbentuk. Tipe set yogurt adalah yogurt yang siap diinkubasi dengan kultur dalam kemasan-kemasan kecil yang siap jual, sehingga gel atau koagulum yang terbentuk berasal dari aktivitas kultur starter yang digunakan. Tipe stirred yogurt merupakan yogurt yang difermentasi dalam wadah besar (batch), dan koagulum yang terbentuk kemudian dipecah (diaduk), sehingga produk dapat dikemas. Gel atau koagulum yang terbentuk merupakan hasil pembentukan dari penambahan bahan pengental. Berdasarkan kekentalannya yogurt dibagi menjadi dua, yaitu drink yogurt yang bersifat lebih encer dan
pudding yogurt yang kental seperti pudding.
Yogurt juga dapat diklasifikasikan berdasarkan kadar lemaknya, yaitu yogurt berlemak penuh dengan kadar lemak lebih dari 3%, yogurt berkadar lemak rendah dengan kadar lemak 0.5-3%, dan yogurt tanpa lemak dengan kadar lemak kurang dari 0.5% (Helferich dan Westhoff, 1980).
Selain itu, Robinson dan Tamime (1989), juga mengklasifikasikan yogurt berdasarkan flavornya yang dibagi menjadi 3: 1) natural atau plain yoghurt, yaitu yogurt yang tidak ditambahkan flavor lain; 2) fruit yoghurt, yaitu yogurt yang ditambahkan buah-buahan atau bahan pemanis; 3) flavoured yoghurt, yaitu yogurt yang ditambahahkan flavor sintetis dan zat pewarna.
Menurut Winarno, dkk. (2003) dasar fermentasi susu atau pembuatan yoghurt adalah proses fermentasi komponen gula-gula yang ada di dalam susu, terutama laktosa menjadi asam laktat dan asam-asam lainnya. Asam laktat yang dihasilkan selama proses fermentasi dapat meningkatkan citarasa dan meningkatkan keasaman atau menurunkan pH-nya. Semakin rendahnya pH atau derajat keasaman susu setelah fermentasi akan menyebabkan semakin sedikitnya mikroba yang mampu bertahan hidup dan menghambat proses pertumbuhan
(23)
mikroba patogen dan mikroba pengrusak susu, sehingga umur simpan susu dapat menjadi lebih lama.
Menurut Helferich dan Westhoff (1980), ada dua faktor yang dapat menyebabkan terbatasnya umur simpan yogurt. Pertama adalah adanya mikroba pencemar khususnya kapang dan khamir yang dapat membusukkan produk selama penyimpanan dalam refrigerator. Faktor lainnya adalah adanya kelanjutan pertumbuhan bakteri yogurt yang dapat mengakibatkan produksi asam yang berlebihan.
(24)
D. PENGEMASAN
Pengemasan membatasi bahan pangan dengan lingkungan sekitarnya, sehingga dapat mencegah atau menghambat kerusakan. Dalam memilih bahan kemasan, perlu diketahui tentang persyaratan yang dibutuhkan, seperti penyebab kerusakan dan apa yang dialami produk yang dikemas sebelum dikonsumsi (Syarief et al., 1989).
1. Fungsi dan Peranan Kemasan
Tujuan utama pengemasan makanan yaitu mempertahankan mutu kesegaran, untuk menarik selera pandang konsumen, memberikan kemudahan penyimpanan dan distribusi, serta yang lebih penting lagi dapat menekan peluang kontaminasi dari udara dan tanah, baik oleh mikroba pembusuk maupun mikroba yang dapat membahayakan kesehatan konsumen (Winarno, 1994).
Bahan kemasan luar harus dapat tahan terhadap serangan hama atau binatang pengerat dan bagian dalam yang berhubungan dengan makanan harus tidak berbau, tidak mempunyai rasa, dan tidak beracun (Winarno dan Jenie, 1983).
Pengemasan dapat memperlambat kerusakan produk, menahan efek yang bermanfaat dari proses, memperpanjang umur simpan, dan menjaga atau meningkatkan kualitas dan keamanan pangan. Pengemasan juga dapat melindungi produk dari tiga pengaruh luar, yaitu kimia, biologis, dan fisik. Perlindungan kimia mengurangi perubahan komposisi yang cepat oleh pengaruh lingkungan, seperti terpapar gas (oksigen), uap air dan cahaya (cahaya tampak, infra merah atau ultraviolet). Perlindungan biologis mampu menahan mikroorganisme (patogen dan agen pembusuk), serangga, hewan pengerat, dan hewan lainnya. Perlindungan fisik menjaga produk dari bahaya mekanik dan menghindari goncangan dan getaran selama pendistribusian (Marsh dan Betty, 2007).
Syarief et al. (1989), menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kerusakan bahan pangan sehubungan dengan kemasan yang digunakan dapat dibagi ke dalam dua golongan. Faktor yang pertama adalah sifat alamiah produk yang tidak dapat dicegah hanya dengan pengemasan seperti
(25)
perubahan kimia, fisik, serta perubahan mikrobiologis produk. Faktor kedua adalah faktor lingkungan yang secara garis besar dapat dikontrol dengan pengemasan. Kerusakan ini dapat berupa kerusakan mekanis, perubahan kadar air, absorbsi oksigen, serta penambahan dan kehilangan flavor.
Persyaratan kemasan untuk bahan pangan antara lain adalah permeabilitas terhadap udara kecil, tidak menyebabkan penyimpangan warna produk, tidak bereaksi dengan produk sehingga merusak citarasa, tidak mudah teroksidasi atau bocor, tahan panas, mudah didapat dan harganya murah (Winarno dan Jenie, 1983).
Menurut Julianti dan Nurminah (2006), faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih jenis kemasan yang baik untuk mencegah kontaminasi mikroba adalah :
a. Sifat perlindungannya terhadap produk dari masuknya mikroorganisme dari luar kemasan ke dalam produk.
b. Kemungkinan berkembang biaknya mikroorganisme di ruangan antara produk dengan tutup (head space).
c. Serangan mikroorganisme terhadap bahan pengemas. 2. Kemasan Gelas
Wadah gelas dalam bentuk botol dikenalkan oleh seorang dokter untuk sistem distribusi susu segar yang bersih dan aman pada tahun 1884. Mekanisasi pembuatan botol gelas besar-besaran pertama kali tahun 1892. Wadah-wadah gelas terus berkembang hingga saat ini, mulai dari bejana-bejana sederhana hingga berbagai bentuk yang sangat menarik. Sebagai bahan kemasan, gelas mempunyai kelebihan dan kelemahan. Kelebihan kemasan gelas adalah :
- Kedap terhadap air, gas , bau-bauan dan mikroorganisme
- Inert dan tidak dapat bereaksi atau bermigrasi ke dalam bahan pangan - Kecepatan pengisian hampir sama dengan kemasan kaleng
- Sesuai untuk produk yang mengalami pemanasan dan penutupan secara hermetis
- Dapat didaur ulang
(26)
- Transparan sehingga isinya dapat diperlihatkan dan dapat dihias - Dapat dibentuk menjadi berbagai bentuk dan warna
- Memberikan nilai tambah bagi produk
- Rigid (kaku), kuat dan dapat ditumpuk tanpa mengalami kerusakan Sedangkan kelemahan kemasan gelas antara lain:
- Berat sehingga biaya transportasi mahal
- Resistensi terhadap pecah dan mempunyai thermal shock yang rendah - Dimensinya bervariasi
- Berpotensi menimbulkan bahaya yaitu dari pecahan kaca. (Julianti dan Nurminah, 2006).
Secara fisika gelas dapat didefenisikan sebagai cairan yang lewat dingin (supercolled liquid), tidak mempunyai titik lebur tertentu dan mempunyai viskositas yang tinggi (>103 Poise) untuk mencegah kristalisasi. Secara kimia gelas didefinisikan sebagai hasil peleburan berbagai oksida anorganik yang tidak mudah menguap yang berasal dari peruraian senyawa-senyawa kimia dimana struktur atomnya tidak menentu (Julianti dan Nurminah, 2006).
3. Kemasan Plastik a. Plastik Polietilen
Polietilen adalah polimer dari monomer etilen yang dibuat dengan proses polimerisasi adisi dari gas etilen yang diperoleh dari hasil samping industri minyak dan batubara.
Polietilen merupakan film yang lunak, transparan dan fleksibel, mempunyai kekuatan benturan dan kekuatan sobek yang baik. Pemanasan polietilen akan menyebabkan plastik ini menjadi lunak dan cair pada suhu 110oC. Sifat permeabilitasnya yang rendah dan sifat mekaniknya yang baik, maka polietilen dengan ketebalan 0.001 – 0.01 inchi banyak digunakan unttuk mengemas bahan pangan. Plastik polietilen termasuk golongan termoplastik sehingga dapat dibentuk menjadi kantung dengan derajat kerapatan yang baik.
Berdasarkan densitasnya, polietilen dibagi menjadi 4, yaitu polietilen densitas rendah (Low Density Polyethylene/LDPE), polietilen
(27)
densitas sedang (Medium Density Polyethylene/MDPE), polietilene densitas tinggi (High Density Polyethylene/HDPE), dan Linear-low-density polyethylene (LLDPE) yaitu kopolimer etilen dengan sejumlah kecil butana, heksana atau oktana, sehingga mempunyai cabang pada rantai utama dengan interval (jarak) yang teratur. LLDPE lebih kuat daripada LDPE dan sifat heat sealing-nya juga lebih baik (Julianti dan Nurminah, 2006).
b. Plastik Polipropilen
Plastik polipropilen (PP) termasuk jenis plastik olefin dan termasuk polimer dari propilen dengan sifat utama ringan dan mudah dibentuk. Sifat plastik PP antara lain ringan, dengan densitas 0,9 g/cm3, kekuatan tarik lebih besar dari PE, pada suhu rendah akan rapuh sehingga tidak dapat digunakan untuk kemasan beku, lebih kaku dari PE dan tidak mudah sobek, permeabilitas uap air rendah, permeabilitas gas sedang, tidak baik untuk makanan yang peka terhadap oksigen, tahan terhadap suhu tinggi hingga 150 oC, titik lebur tinggi, tahan terhadap asam kuat, basa dan minyak pada suhu tinggi, namun bereaksi dengan benzene, siklen, toluene, terpentin, dan asam nitrat kuat (Syarief et al., 1989).
Menurut Julianti dan Nurminah (2006), kemasan plastik polietilen dan polipropilen mempunyai daya toksisitas yang rendah yaitu dengan ambang batas maksimum 60 mg/kg bahan pangan.
(28)
Tabel 4. Daya tembus plastik terhadap N2, O2, CO2 dan H2O.
Sumber : Buckle et al. (1988)
E. PENENTUAN UMUR SIMPAN
Istilah umur simpan secara umum mengandung pengertian rentang waktu antara saat produk mulai dikemas atau diproduksi sampai dengan mutu produk masih memenuhi syarat untuk dikonsumsi (Hine, 1987). Floros (1993), menyatakan bahwa umur simpan adalah waktu yang diperlukan oleh produk pangan, dalam kondisi penyimpanan, untuk sampai pada suatu level atau tingkatan degradasi mutu tertentu.
Lebih lanjut, Floros (1993) menyatakan umur simpan produk pangan dapat diduga kemudian ditetapkan waktu kadaluwarsanya dengan menggunakan dua konsep studi penyimpanan produk pangan yaitu dengan Extended Storage Studies (ESS) dan Accelerated Shelf Life Testing (ASLT). ESS juga sering disebut sebagai metode konvensional, yaitu penentuan tanggal kadaluwarsa dengan jalan menyimpan suatu produk pada kondisi normal sehari-hari dan dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya hingga mencapai tingkat mutu kadaluwarsanya. Penentuan umur simpan produk dilakukan dengan
(29)
mengamati produk selama penyimpanan sampai terjadi perubahan yang tidak dapat lagi diterima oleh konsumen.
Metode ASLT dilakukan dengan memberikan perlakuan terhadap makanan pada lingkungan terkendali dimana satu atau lebih faktor eksternal ditetapkan pada tingkat yang lebih tinggi dari keadaan normal, tingkat kerusakan akan semakin cepat atau terakselerasi, menghasilkan waktu yang lebih singkat hingga produk rusak. Karena efek dari faktor eksternal yang menyebabkan kerusakan dapat diukur, besar akselerasi dapat dihitung dan umur produk sebenarnya di bawah kondisi normal juga dapat dihitung (Robertson, 1993).
Menurut Harte (1987), faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan adalah karakteristik produk yang disimpan, sifat-sifat bahan pengemasnya, dan lingkungan tempat penyimpanan. Sedangkan menurut Syarief dan Halid (1993), suhu merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap perubahan mutu pangan. Dalam menyimpan makanan perlu diperhatikan keadaan suhu ruang penyimpanan. Suhu ruangan yang konstan akan lebih baik dari suhu penyimpanan yang berubah-ubah. Pengaruh suhu pada tingkat reaksi dijelaskan melalui persamaan Arrhenius (Syarief dan Halid, 1993) :
Dimana :
K = konstanta kecepatan reaksi Ko = konstanta pre-eksponensial Ea = Energi aktivasi (KJ/mol)
R = konstanta gas = 1.987 (kal/mol) T = suhu mutlak (K)
Parameter lain yang sering digunakan untuk menjelaskan hubungan antara suhu dan konstanta tingkat reaksi menurut Singh (1994) adalah dengan Q10, yang didefinisikan sebagai berikut :
Q10 = tingkat reaksi pada suhu (T + 10) oC tingkat reaksi pada suhu T oC
(30)
III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT
Bahan baku yang digunakan adalah kacang hijau, susu skim, susu murni rendah lemak, kultur bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus, gula pasir, kalsium laktat dan CMC. Larutan yang diperlukan dalam analisis antara lain H2SO4 pekat, HCl 25%, NaOH 0.1 N, HCl 0.01 N, N-Hexana, campuran Selen, H3BO4 2%, dan NaOH 30%. Bahan kemasan yang digunakan terdiri dari botol gelas, botol plastik HDPE dan botol plastik PP.
Sedangkan peralatan yang digunakan antara lain kompor gas, blender, panci, sudip, timbangan analitik, timbangan kasar, inkubator, gelas ukur, refrigerator, termometer, otoklaf serta alat-alat yang digunakan untuk analisis yang terdiri dari gelas piala, labu ukur, Erlenmeyer, pHmeter, kertas saring bebas lemak, oven, desikator, alat titrasi, labu lemak, Sohxlet, labu Kjehdahl, pipet volumetrik, tabung durham, dan peralatan gelas lainnya.
B. METODE PENELITIAN
1. Pembuatan Yogurt Kacang Hijau (Diadaptasi berdasarkan penelitian Agustina dan Rahman (2009) dan Triyono et al. (2009))
a. Pembuatan Susu Kacang Hijau
Pembuatan susu kacang hijau dimulai dengan pemilihan atau sortasi kacang hijau untuk memisahkan dari kotoran dan bahan yang rusak. Kacang hijau direndam dalam air selama 14-16 jam, kemudian ditiriskan. Kacang hijau dikupas kulitnya dengan alat pelecet kulit kedelai. Kulit kacang hijau dibuang dengan dialirkan dalam air. Kacang hijau yang tidak terlecet sempurna kemudian dipilah dan dipisahkan kemudian dilecet kembali. Kacang hijau tanpa kulit kemudian digiling dengan alat penggiling (blender) sambil dicampurkan (diencerkan) dengan air matang dengan perbandingan kacang hijau kering : air (1:8). Suspensi kacang hijau dipanaskan sampai suhunya 80 oC dan dipertahankan suhunya selama kira-kira 20 menit. Kemudian disaring, filtratnya
(31)
diambil dan ditambahkan emulsifier Carboxy Methil Celulose (CMC), kemudian dipanaskan lagi beberapa saat.
b. Pembuatan Yogurt Kacang Hijau
Pembuatan yogurt dimulai dengan peremajaan kultur atau pembuatan starter yogurt dengan cara menginokulasikan 10% starter awal/bibit yogurt pada susu sapi murni komersial dan diinkubasi selama 18 jam pada suhu 37±0.5 oC.
Setelah penambahan sukrosa dan susu skim kemudian susu dipasteurisasi dengan pemanasan di atas penangas pada suhu 75-85 oC untuk tujuan sterilisasi. Setelah sterilisasi kemudian susu didinginkan sampai suhu kira-kira 40 oC. Setelah dingin, sampel dipindahkan ke dalam ruang steril untuk diinokulasi dengan bibit yogurt. Jumlah starter/bibit yogurt yang ditambahkan adalah 10% b/v (mis. 20 gram bibit/200 ml susu kacang hijau), setelah penambahan starter botol-botol kembali ditutup rapat dan tutupnya dilapisi dengan plastik. Susu kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37 oC selama 18 jam dan kemudian dianalisa.
2. Karakteristik Awal Yogurt Kacang Hijau
Karakterisasi awal yogurt kacang hijau bertujuan untuk mengetahui kondisi awal yogurt kacang hijau sebelum penyimpanan, sebagai acuan untuk mengetahui perubahan mutu yogurt selama penyimpanan. Analisis karakteristik awal yang dilakukan terhadap yogurt kacang hijau adalah kadar protein, kadar lemak, pH, total asam tertitrasi, uji keberadaan koliform dan uji hedonik.
3. Penyimpanan Yogurt Kacang Hijau
Yogurt kacang hijau disimpan dengan tiga jenis kemasan berbeda dalam tiga variasi suhu. Jenis kemasan yang pertama adalah botol gelas (kaca), lalu botol dengan jenis plastik high density polyethylene (HDPE), dan yang ketiga adalah botol dengan jenis plastik polypropylene (PP). Yogurt yang sudah dikemas kemudian disimpan dalam tiga tempat berbeda yang sudah dikondisikan suhunya, yaitu di kulkas dengan suhu 5 oC, kulkas dengan suhu 15 oC, dan inkubator dengan suhu 25 oC.
(32)
Perkiraan suhu yang digunakan oleh konsumen menjadi dasar penggunaan tiga variasi suhu ini. Suhu 5 oC merupakan suhu tempat konsumen atau produsen menyimpan produk-produk olahan susu untuk waktu yang lama. Suhu 15 oC, diperkirakan merupakan suhu rata-rata refrigerator (kulkas) tempat konsumen menyimpan produk olahan susu dalam waktu yang lebih singkat. Sedangkan suhu 25 oC diperkirakan merupakan suhu dimana konsumen menyimpan produk olahan susu di ruangan atau tanpa pendingin.
4. Analisis Perubahan Mutu Selama Penyimpanan
Yogurt kacang hijau dalam kemasan yang sudah disimpan pada masing-masing suhu penyimpanan akan diuji pH, total asam tertitrasi, kadar lemak, kadar protein secara periodik, yaitu selama 3 hari sekali untuk uji pH dan total asam tertitrasi, sedangkan untuk kadar lemak dan kadar protein dilakukan selama 7 hari sekali. Selain itu dilihat pula keberadaan bakteri koliformnya diakhir masa penyimpanan yaitu 15 hari.
5. Pengolahan Data
Setelah diperoleh data pengamatan selama penyimpanan, lalu data tersebut diolah menggunakan program SPSS 17.0 untuk melihat analisis keragaman yang terjadi dari tiap perlakuan dan interaksi antar perlakuan, sehingga didapatkan hipotesa apakah suatu perlakuan maupun interaksi antar perlakuan memiliki hasil yang berpengaruh nyata atau signifikan atau tidak dengan taraf signifikasi
(33)
(34)
Gambar 2. Diagram Alir Proses Pembuatan Susu Kacang Hijau
Gambar 3. Proses Pembuatan Yogurt Kacang Hijau
Sortasi
Perendam an Selam a 14-16 jam
Kotoran
Air (1:2)
Pengupasan Kulit Am pas Kulit
Penggilingan
Pemanasan Sam pai 80oC selama 20
menit
Filtrasi
Filtrat
Pem anasan (10-15 m enit)
Susu Kacang Hijau Air m atang
(80-100 C)
CM C 0.02%
Residu
Starter yogurt
Peremajaan (fresh milk 10% (b/
v))
Starter yogurt siap inokulasi
Inokulasi (10 % b/v)
Susu Kacang Hijau + Sukrosa 5% (b/v) + Skim
Milk 9 % (b/v)
Inkubasi (18 jam, 37 oC)
Yogurt
Pengadukan (homogenisasi) sampai suhu pemanasan
(35)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.SIFAT FISIS MEKANIS BAHAN PENGEMAS
Sifat-sifat fisis-mekanis kemasan yang digunakan untuk mengemas yogurt kacang hijau dapat dilihat pada Tabel 4.
Berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui bahwa daya tembus plastik HDPE terhadap O2, CO2, dan H2O lebih kecil daripada plastik PP. Hal ini menunjukkan bahwa menurut sifat fisis mekanisnya, kemasan HDPE lebih baik dari kemasan PP, karena dapat menahan masuknya gas lebih baik.
B.KARAKTERISASI AWAL YOGURT KACANG HIJAU
Pada awal penelitian dilakukan karakterisasi yogurt kacang hijau. Hasil karakterisasi disampaikan pada Tabel 5 di bawah ini.
Tabel 5. Hasil Karakteristik Awal Yogurt Kacang Hijau
Parameter Satuan Nilai
pH - 4.005
Total Asam Tertitrasi mg/100ml 1900
Kadar Lemak mg/100ml 150
Kadar Protein mg/100ml 7850
Uji Koliform APM/g negatif
Dari Tabel 5 diatas dapat diketahui bahwa kandungan terbesar dari yogurt kacang hijau adalah kadar proteinnya, yaitu 7850 mg/100 ml atau sebesar 7.85 % (b/b). Hal ini sesuai dengan syarat mutu yogurt (SNI 2981, 2009) bahwa kadar minimal dalam yogurt adalah 2.7 % (b/b). Hal ini ditunjang dengan kadar protein dalam biji kacang hijau yang tinggi yaitu sebesar 22.2 gr/100gr. Kadar lemak awal yogurt yang rendah juga didukung oleh rendahnya kadar lemak biji kacang hijau yaitu sekitar 1.2 gr/100gr biji kacang hijau.
Derajat keasaman (pH) dan total asam tertitrasi awal yogurt sebesar 4,005 dan 1900mg/100ml atau 1.9%. Nilai pH ini merupakan pH awal sebelum produk mengalami pengemasan dan penyimpanan. Menurut Tamime dan Robinson (1989), yogurt yang baik memiliki derajat keasaman 4,4 - 4,5 dan total asam laktat 0,85-0,95%. Plain yogurt memiliki karakteristik asam, berflavor green apple, dengan tingkat keasaman 0.9-1.2%. Nilai total asam tersebut semakin
(36)
meningkat selama penyimpanan (Field, 1979). Nilai total asam yang tinggi pada awal pengujian ini dimungkinkan disebabkan oleh aktivitas bakteri yang sangat aktif dalam mengurai karbohidrat menjadi asam organik, terutama asam laktat. Selain itu juga dipengaruhi jumlah starter bakteri asam laktat yang ditambahkan ke dalam susu kacang hijau, yaitu sebesar 10%, karena semakin besar jumlah starter yang ditambahkan maka semakin banyak jumlah bakteri asam laktat yang bekerja dan semakin tinggi pula aktivitas mikroorganismenya dalam menghasilkan asam laktat.
Selanjutnya analisa diatas menjadi parameter pada analisa perubahan mutu dalam penelitian selanjutnya.
(37)
C.PERUBAHAN MUTU DAN ANALISA PROKSIMAT SELAMA PENYIMPANAN
Pada penelitian tahap selanjutnya, yogurt kacang hijau dikemas dalam 3 jenis kemasan berbeda yaitu kemasan gelas, plastik HDPE dan plastik PP. Selanjutnya yogurt disimpan dalam 3 suhu penyimpanan, yaitu suhu 5 oC, 15 oC dan 25 oC. Selama penyimpanan dilakukan analisis perubahan mutu yogurt, meliputi perubahan pH, total asam tertitrasi, kadar lemak, kadar protein, dan uji keberadaan koliform di hari terakhir pengujian.
1. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu penyebab produk olahan susu menjadi rusak.
Gambar 4. Histogram perubahan pH pada penyimpanan 5 oC
Pada Gambar 4 diatas dapat dilihat bahwa pengaruh perbedaan jenis kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap penyimpanan yogurt pada suhu 5 oC. Namun, pH tertinggi dimiliki oleh kemasan gelas pada hari ke-6 pengamatan. Derajat keasaman (pH) produk yang menggunakan kemasan HDPE dan PP cenderung sama selama masa penyimpanan, begitu pula dengan kemasan gelas, namun yogurt yang disimpan dalam kemasan gelas mengalami kenaikan cukup
(38)
tinggi di hari penyimpanan ke-6, dan merupakan nilai pH tertinggi selama penyimpanan di suhu 5 oC, yaitu 4.42. Sedangkan nilai pH terendah dimiliki oleh kemasan HDPE pada hari penyimpanan ke-12, yaitu sebesar 3.66.
Selama penyimpanan, nilai pH mengalami peningkatan kemudian penurunan dan peningkatan kembali. Peningkatan derajat keasaman pada awal penyimpanan dapat disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme yang mengurai asam amino yang menghasilkan senyawa-senyawa yang bersifat basa, sehingga nilai pH meningkat (Nugroho, 2007).
Penurunan derajat keasaman setelah terjadi peningkatan dapat disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme pembentuk asam yang menggunakan gula-gula sederhana sebagai sumber makanan sehingga menghasilkan senyawa-senyawa yang bersifat asam sehingga menyebabkan derajat keasaman pun menurun. Kemudian setelah pH yogurt relatif rendah, khamir-lah yang berperan lebih dan menggunakan asam laktat. Selanjutnya khamir akan memecah protein yogurt, menghasilkan berbagai amino yang mengakibatkan pH yogurt kembali naik. Dengan naiknya pH, bakteri-bakteri aerobik yang bersifat proteolitik, termasuk bakteri pembentuk spora akan tumbuh dan menyebabkan kerusakan mutu yogurt.
Kecenderungan ini juga terlihat pada yogurt yang disimpan pada suhu 15 o
C, dan sama-sama mengalami kondisi pH tertinggi pada hari ke-6 dengan kemasan HDPE dengan nilai pH sebesar 4.275. Sedangkan nilai pH terendah dicapai saat lama penyimpanan 12 hari dengan kemasan PP yaitu sebesar 3.61. Kecenderungannya sama pada produk dengan suhu penyimpanan 5 oC, dimana nilai pH mengalami peningkatan di awal penyimpanan, kemudian menurun lalu meningkat kembali. Namun perbedaannya dengan penyimpanan suhu 5 oC, pada penyimpanan suhu 15 oC sampel yang mengalami penurunan nilai pH paling ekstrim adalah yogurt yang disimpan dalam kemasan HDPE dibandingkan dengan yogurt yang disimpan dalam kemasan lain.
(39)
Gambar 5. Histogram perubahan pH pada penyimpanan 15 oC
Gambar 6. Histogram perubahan pH pada penyimpanan 25 oC
Kecenderungan yang berbeda terdapat pada yogurt yang disimpan pada suhu 25 oC. Dapat dilihat pada Gambar 6, pada awal masa penyimpanan pH langsung menurun, bahkan sangat ekstrim di hari ke-6 untuk yogurt yang disimpan dalam kemasan plastik HDPE dan PP, sedangkan yogurt yang dikemas dalam gelas justru mengalami peningkatan nilai pH. Derajat kesaman (pH) terendah dimiliki oleh produk yang dikemas dalam kemasan HDPE, dan yang juga merupakan pH terendah dari setiap kondisi penyimpanan, yaitu sebesar
(40)
3,45. Hal ini disebabkan karena di suhu 25 oC merupakan suhu yang optimal untuk mikroorganisme dalam susu untuk berkembangbiak. Judkins dan Keener (1996), menyatakan bahwa semua mikroorganisme dalam susu berkembang biak pada selang suhu 21-37,78 oC, sedangkan akan tertekan pertumbuhannya pada suhu 20-30 oC, dan tidak aktif di suhu kurang dari 10 oC.
Kemudian pH secara fluktuatif mengalami penurunan-peningkatan di setiap hari pengujian sampai hari ke-15, namun semua kemasan mengalami penurunan sampai hari terakhir pengujian yaitu hari ke-21. Penurunan kembali nilai pH disebabkan terbentuknya asam karboksilat sebagai hasil proses deaminasi asam amino, terbentunya asam-asam lemak hasil penguraian lemak dan asam-asam hasil aktivitas mikroba seperti asam laktat yang dihasilkan oleh golongan Lactobacillus.
Gambar 7. Histogram akumulasi perubahan pH pada setiap suhu penyimpanan dan kemasan
Yogurt kacang hijau yang disimpan pada kemasan gelas dan pada suhu 5 o
C memiliki nilai pH yang paling tinggi, sedangkan yogurt kacang hijau yang disimpan dalam kemasan gelas pada suhu penyimpanan 25 oC memiliki nilai pH yang paling rendah. Untuk yogurt yang disimpan dalam kemasan botol plastik HDPE, nilai pH cenderung sama untuk produk yang disimpan pada suhu penyimpanan 5 oC dan 15 oC, dan yang paling rendah adalah yogurt yang
(41)
disimpan dalam suhu 25 oC. sedangkan untuk yogurt yang dikemas dalam kemasan PP, nilai pH tertinggi dimiliki oleh yogurt yang disimpan dalam suhu 5 o
C, kemudian 15 oC, dan yang terendah dimiliki oleh yogurt yang disimpan dalam kemasan PP dan pada suhu 25 oC.
Peningkatan atau penurunan nilai pH sangat dipengaruhi oleh hasil-hasil degradrasi yang terbentuk dan keseimbangan ionik dari kelarutan protein. Sebagian besar perubahan keasaman yogurt disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme terutama golongan pembentuk asam dan proteolitik.
Kemudian setelah pH yogurt relatif rendah, khamir dapat lebih berperan dan menggunakan asam laktat. Selanjutnya khamir akan memecah protein kacang hijau, menghasilkan berbagai amino yang mengakibatkan pH yogurt kembali naik. Dengan naiknya pH, bakteri-bakteri aerobik yang bersifat proteolitik, termasuk bakteri pembentuk spora akan tumbuh dan menyebabkan kerusakan mutu yogurt kacang hijau.
Pada awal inkubasi, Streptococcus thermophilus tumbuh lebih cepat dan mendominasi proses fermentasi, sedangkan Lactobacillus bulgaricus tumbuh lebih lambat. Penurunan pH dibawah 5,5 menyebabkan laju pertumbuhan
Streptococcus thermophilus menurun dan pertumbuhan Lactobacillus bulgaricus
menjadi lebih cepat. Pada pH 4,2 pertumbuhan Streptococcus thermophilus
semakin melambat dan akhirnya pada pH dibawah 4,2 fermentasi didominasi oleh Lactobacillus bulgaricus (Yulneriwarni,1996).
Dari histogram perubahan pH diatas dapat dilihat bahwa secara umum interaksi antara suhu dengan kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan pH yogurt kacang hijau selama penyimpanan. Hal ini karena kisaran nilai derajat keasaman (pH) yang dihasilkan oleh setiap perlakuan cenderung sama dari setiap periode pengujian. Untuk memperkuat penilaian ini, dengan menggunakan analisis ragam terhadap nilai pH pada taraf signifikan α = 0,05
didapatkan hasil bahwa tidak ada perbedaan yang nyata pada interaksi antara suhu dan kemasan. Namun, terdapat perbedaan yang nyata pada perlakuan suhu, yaitu pada hari ke-3 penyimpanan. Sedangkan atribut perlakuan kemasan tidak memberikan pengruh yang nyata terhadap perubahan nilai pH selama penyimpanan, yang artinya semua kemasan memberikan pengaruh yang sama
(42)
terhadap perubahan nilai pH yogurt kacang hijau selama penyimpanan, baik di suhu 5 oC, 15 oC, maupun 25 oC. Kemudian setelah dilakukan uji lanjut Duncan, perlakuan suhu 25 oC memberikan pengaruh yang berbeda nyata dibandingkan perlakuan suhu 5 oC dan 15 oC. Rekapitulasi analisis ragam nilai pH disajikan pada Lampiran 3a.
2. Total Asam Tertitrasi
Selama proses fermentasi yogurt, akan dihasilkan asam laktat yang merupakan produk utama yang akan memberikan citarasa asam yang khas pada yogurt. Oleh karena itu, pengukuran total asam tertitrasi nilainya akan sebanding dengan jumlah asam laktat yang dihasilkan.
Perubahan total asam berkaitan dengan perubahan pH. Semakin rendah nilai pH maka total asam akan semakin tinggi, sebaliknya semakin tinggi nilai pH maka semakin rendah nilai total asamnya.
Gambar 8. Histogram perubahan TAT pada penyimpanan 5 oC
Hasil pengamatan terhadap total asam selama penyimpanan yang terlihat pada Gambar 8 menunjukkan terjadinya penurunan total asam yang cukup besar pada awal penyimpanan di suhu 5 oC pada semua jenis kemasan sampai hari ke-6. Namun, secara perlahan meningkat sampai hari penyimpanan ke-12, lalu menurun kembali di hari ke-15 dan meningkat kembali sampai akhir masa simpannya, yaitu di hari ke-21.
(43)
Dari Gambar 8, juga terlihat bahwa semua jenis kemasan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap perubahan total asam selama penyimpanan, karena kisaran nilai total asam yang dihasilkan oleh setiap perlakuan cenderung sama dari setiap periode pengujian, namun cenderung meningkat grafiknya dari awal penyimpanan hingga akhir masa simpannya. Dari histogram diatas dapat dilihat, pada suhu penyimpanan 5 oC nilai total asam terendah terjadi pada hari penyimpanan ke-15 pada produk yang disimpan dalam kemasan gelas, yaitu sebesar 1448 mg/100ml, sedangkan total asam tertinggi terjadi pada hari terakhir penyimpanan, hari ke-21 pada produk yang disimpan dalam kemasan gelas juga, yaitu sebesar 2069 mg/100ml. Nilai tersebut merupakan nilai yang sudah melebihi batas dari SNI Yogurt yaitu maksimal 2%. Perubahan total asam berkaitan dengan perubahan pH. Semakin rendah nilai pH maka total asam akan semakin tinggi, sebaliknya semakin tinggi nilai pH maka semakin rendah nilai total asamnya. Hal ini terbukti pada yogurt yang disimpan pada suhu penyimpanan 5 oC ini, dimana pH pada suhu 5 oC semakin lama juga semakin menurun sampai di akhir masa simpannya. Hal ini menunjukkan produksi asam laktat oleh starter bakteri asam laktat masih terus berlangsung. Asam yang dihasilkan L. bulgaricus akan terakumulasi dengan asam yang dihasilkan oleh S. thermophilus. Dengan demikian nilai asam yang dihasilkan oleh kultur campuran semakin tinggi.
Peningkatan total asam atau penurunan pH terutama disebabkan oleh aktivitas bakteri asam laktat. Bakteri tersebut melakukan fermentasi dengan cara memecah gula dan mengubahnya menjadi asam laktat.
Seringkali peningkatan total asam pada yogurt dalam kemasan juga disebabkan oleh adanya kapang. Penambahan jumlah kapang ini akan menghasilkan etil alcohol, asam asetat, diasetil dan asam laktat D-L (Villari et al., 1994).
(44)
Gambar 9. Histogram perubahan TAT pada penyimpanan 15 oC
Pada penyimpanan yogurt di suhu 15 oC, yogurt yang disimpan dalam semua jenis kemasan memiliki kecenderungan perubahan yang sama, yaitu menurun di awal penyimpanan kemudian merangkak naik hingga akhir masa penyimpanan. Hal ini dapat dibandingkan dengan nilai perubahan pH di suhu 15 o
C sebelumnya, terlihat bahwa nilainya berbanding terbalik dengan nilai perubahan total asam, saat pH turun maka total asamnya meningkat dan sebaliknya saat pH meningkat maka total asamnya akan turun.
Dari Gambar 9 dapat dilihat bahwa semua jenis kemasan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap perubahan total asam selama penyimpanan di suhu 15 oC, karena kisaran nilai total asam yang dihasilkan oleh setiap perlakuan cenderung sama dari setiap periode pengujian, namun cenderung meningkat grafiknya dari awal penyimpanan hingga akhir masa simpannya. Dari grafik diatas juga dapat dilihat, pada suhu penyimpanan 15 oC nilai total asam terendah terjadi di hari penyimpanan ke-6 pada produk yang disimpan dalam kemasan gelas, yaitu sebesar 1505 mg/100ml, sedangkan total asam tertinggi terjadi di hari terakhir penyimpanan, hari ke-21 pada produk yang disimpan dalam kemasan plastik PP , yaitu sebesar 2132 mg/100ml. Nilai tersebut merupakan nilai yang sudah melebihi batas dari SNI Yogurt yaitu maksimal 2%.
(45)
Peningkatan total asam terjadi sebagai akibat aktivitas bakteri yang memecah karbohidrat yang ada dalam susu menjadi asam-asam organik, terutama asam laktat. Kombinasi L. bulgaricus dan S. thermophilus pada produk akan mempercepat dan menghasilkan total asam yang lebih banyak daripada dalam bentuk tunggalnya. Bakteri asam laktat yang tergolong homofermentatif dapat mengubah lebih dari 85% glukosa atau heksosa lainnya menjadi asam laktat (Fardiaz, 1992).
Gambar 10. Histogram perubahan TAT pada penyimpanan 25 oC
Sedangkan pada yogurt yang disimpan pada suhu 25 oC, yang terjadi di awal penyimpanan adalah peningkatan yang tajam yang dimulai di hari ke-0 sampai hari ke-12, kemudian menurun di hari-15 dan meningkat kembali lalu menurun di hari terakhir penyimpanan, yaitu hari ke-21. Hal ini menunjukkan banyaknya jumlah mikroorganisme yang menghasilkan asam laktat pada yogurt yang disimpan di suhu yang paling tinggi ini.
Pada Gambar 10 dapat dilihat nilai total asam terendah terjadi pada hari penyimpanan ke-3 pada yogurt yang disimpan pada kemasan PP, yaitu sebesar 1894 mg/100ml. sedangkan nilai total asam tertinggi terjadi pada hari ke-18 dengan kemasan PP, yaitu sebesar 2703 mg/100ml.
(46)
Berdasarkan Gambar 10, nilai total asam yang terjadi pada hari-18 ke hari-21 adalah menurun. Namun, nilai pH yang dihasilkan pada hari pengujian tersebut juga menurun, berarti hal ini tidak sesuai, bahwa pH berbanding terbalik dengan nilai total asam. Menurut Frazier dan Westhoff (1979), nilai pH tidak selalu berbanding terbalik dengan nilai total asam, karena pada pengukuran pH nilai yang terukur adalah konsentrasi ion H+ yang menunjukkan jumlah asam terdisosiasi. Sedangkan total asam tertitrasi merupakan pengukuran semua asam baik yang terdisosiasi maupun tidak.
Berdasarkan penelitian Fardiaz dan Jenie (1982), ternyata penambahan susu skim berpengaruh terhadap nilai total asam, dimana semakin besar penambahan susu skim, maka total asam juga semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena jumlah penambahan susu skim akan menambah jumlah laktosa di dalam susu kacang hijau yang akan dirubah menjadi asam laktat oleh bakteri asam laktat, dalam hal ini Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Semakin banyak susu skim yang digunakan maka semakin banyak laktosa yang terdapat dalam yogurt tersebut, karena penambahan susu skim dalam pembuatan yogurt, selain menjadi sumber protein juga sebagai sumber laktosa.
Lactobacillus bulgaricus adalah suatu bakteri yang bersifat homofermentatif yang akan memecah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa, dimana kedua gula tersebut kemudian akan diubah menjadi asam laktat. Pada pembuatan yogurt kacang hijau ini, susu skim yang ditambahkan adalah 9% (diadaptasi dari penelitian Agustina dan Andriyana, 2009), inilah salah satu sebab nilai total asam yogurt kacang hijau yang diperoleh sangat tinggi sejak awal penyimpanan.
Yogurt yang memiliki keasaman ± 1%, dapat menyebabkan bakteri-bakteri patogen seperti Salmonella menjadi inaktif. Selain itu, koliform menjadi tidak mampu bertahan pada kondisi pH rendah dan penghambatan ini diperkuat oleh produksi senyawa antibiotik yang dihasilkan oleh organisme yogurt (Tamime dan Robinson, 1989).
Laju transmisi bahan kemasan mempengaruhi konsentrasi gas dalam kemasan selama masa penyimpanan. Laju transmisi dan permukaan bahan kemasan mempengaruhi jumlah gas dan waktu yang dibutuhkan oleh gas untuk menghambat mikroba. Kemasan gelas memiliki laju transmisi yang lebih rendah
(47)
dari kemasan polipropilen (PP) maupun HDPE. Hal ini mengakibatkan mikroorganisme yang tumbuh pada yogurt yang dikemas dalam kemasan gelas lebih sedikit dibandingkan dengan yogurt yang dikemas dengan kemasan lain.
Gambar 11. Histogram akumulasi perubahan total asam pada setiap suhu penyimpanan dan kemasan
Dari gambar atau histogram diatas dapat dilihat bahwa secara umum interaksi antara suhu dengan kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai total asam tertitrasi yogurt kacang hijau selama penyimpanan. Hal ini karena kisaran nilai total asam yang dihasilkan oleh setiap perlakuan cenderung sama dari setiap periode pengujian. Untuk memperkuat penilaian ini, dengan menggunakan analisis ragam terhadap nilai total asam tertitrasi pada taraf signifikan α = 0,05, didapatkan hasil bahwa tidak ada perbedaan yang nyata
pada interaksi antara suhu dan kemasan. Namun, terdapat perbedaan yang nyata pada perlakuan suhu, yaitu pada hari ke-6, ke-9, ke-12, ke-18, dan ke-21 penyimpanan. Sedangkan atribut perlakuan kemasan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap perubahan nilai total asam selama penyimpanan, yang artinya semua kemasan memberikan pengaruh yang sama terhadap perubahan nilai total asam yogurt kacang hijau selama penyimpanan, baik di suhu 5 oC, 15 oC, maupun 25 oC. Kemudian setelah dilakukan uji lanjut Duncan, perlakuan suhu 25 oC –lah yang memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada
(48)
hari ke-6, ke-9, ke-12, ke-18, sedangkan pada hari ke-21, suhu yang berbeda nyata adalah suhu 5 oC dan 25 oC. Rekapitulasi analisis ragam nilai total asam disajikan pada Lampiran 4a.
3. Kadar Protein
Protein yang terkandung dalam biji kacang hijau cukup tinggi yaitu sekitar 22.2 gr/100 g (Astawan, 2009).
Gambar 12. Histogram perubahan kadar protein pada penyimpanan 5 oC. Histogram perubahan kadar protein yang disajikan pada Gambar 12 menunjukkan bahwa selama penyimpanan terjadi peningkatan dan penurunan kadar protein yang berbeda-beda di tiap perlakuan kemasan. Penurunan kadar protein yang sangat tajam yang terjadi dari hari ke-0 penyimpanan sampai hari ke-7 penyimpanan pada suhu 5 oC, disebabkan oleh adanya aktivitas proteolitik mikroorganisme pada yogurt yang tinggi. Mikroorganisme tersebut memecah protein menjadi senyawa-senyawa sederhana yang dapat digunakan oleh mikroorganisme sebagai bahan makanannya, sehingga kadar lemaknya turun.
Penurunan tertinggi terjadi pada yogurt yang dikemas dalam kemasan gelas, kemudian yogurt tersebut mengalami peningkatan yang tertinggi pula. Sedangkan yogurt yang dikemas dalam kemasan PP cenderung mengalami penurunan sampai hari ke-15. Hal ini dapat terjadi karena selain memecah
(49)
karbohidrat, bakteri asam laktat juga memecah sedikit protein sehingga menghasilkan peptida dan asam amino, sehingga kadar proteinnya meningkat.
Kadar protein yang tinggi di awal (sebelum penyimpanan) membuat total padatan meningkat dan meningkatkan kekentalan pula. Hal ini diperkuat pada uji kesukaan di awal sebelum penyimpanan, panelis menyukai tekstur kekentalan dari yogurt kacang hijau.
Gambar 13. Histogram perubahan kadar protein pada penyimpanan 15 oC. Histogram perubahan kadar protein yang disajikan Gambar 13, menunjukkan bahwa selama penyimpanan terjadi penurunan kadar protein yang sangat tajam dari hari ke-0 penyimpanan ke hari ke-7 penyimpanan pada suhu 15 oC, hal ini disebabkan oleh adanya aktivitas proteolitik mikroorganisme pada yogurt yang tinggi. Mikroorganisme tersebut memecah protein menjadi senyawa-senyawa sederhana yang dapat digunakan oleh mikroorganisme sebagai bahan makanannya.
Penurunan tertinggi terjadi pada yogurt yang dikemas dalam kemasan gelas, kemudian yogurt mengalami peningkatan kembali di hari penyimpanan ke-15. Sedangkan yogurt yang dikemas dalam kemasan PP cenderung mengalami penurunan sampai hari ke-15. Hal ini dapat terjadi karena selain memecah karbohidrat, bakteri asam laktat juga memecah sedikit protein sehingga menghasilkan peptida dan asam amino.
(50)
Kadar protein yang terdapat dalam yogurt dipengaruhi oleh mutu susu yang dihasilkan. Perubahan kadar protein selama penyimpanan dimungkinkan oleh pengaruh penambahan protein oleh mikroba. Menurut Fardiaz (1992), bakteri mengandung protein yang cukup tinggi, yaitu berdasarkan berat keringnya, sekitar 60-70%. Bottazi (1983), juga menyatakan protein yang berasal dari mikroba menyumbangkan sekitar 7% dari total protein dalam susu fermentasi.
Gambar 14. Histogram perubahan kadar protein pada penyimpanan 25 oC. Perubahan yang terjadi pada setiap perlakuan suhu penyimpanan memiliki kecenderungan yang sama dari hari ke-7, yaitu meningkat untuk yogurt dengan kemasan gelas dan HDPE, dan menurun untuk yogurt yang dikemas dengan kemasan PP kecuali untuk suhu 25 oC, yogurt yang dikemas dalam kemasan PP justru meningkat kadar proteinnya.
Penurunan kadar protein dari awal penyimpanan ke H-15 diduga karena adanya aktivitas mikroba. Protein yang terdapat dalam yogurt digunakan oleh mikroorganisme sebagai sumber nitrogen. Menurut Buckle et al. (1988), molekul kompleks dari zat-zat organik seperti protein harus dipecahkan terlebih dahulu menjadi unit yang lebih sederhana sebelum zat tersebut dapat masuk ke dalam sel dan dipergunakan. Pemecahan awal ini dapat terjadi akibat ekskresi enzim ekstraseluler, suatu sifat yang sangat erat hubungannya dengan pembusukan bahan pangan.
(51)
Pada hari ke-7, kadar protein terendah dijumpai pada yogurt yang disimpan pada suhu 15 oC yang dikemas dalam kemasan gelas, sedangkan pada hari ke-15 kadar protein terendah dijumpai pada yogurt yang disimpan pada suhu 5 oC dengan kemasan PP. Hal ini dapat terjadi karena mikroorganisme yang terdapat dalam dua kondisi tersebut lebih banyak daripada yogurt yang disimpan pada suhu lain dan kemasan lain.
Gambar 15. Histogram akumulasi perubahan kadar protein yogurt kacang hijau pada setiap suhu penyimpanan dan kemasan
Hasil analisis ragam terhadap kadar protein yogurt kacang hijau pada taraf signifikasi α = 0,05 didapatkan hasil bahwa tidak ada perbedaan yang nyata pada
interaksi antara suhu dan kemasan. Hal ini berarti, baik kemasan, suhu maupun interaksi antara keduanya memberikan pengaruh yang sama terhadap kadar protein selama penyimpanan.
Kadar protein yogurt yang dihasilkan dipengaruhi oleh mutu susu yang digunakan dan kandungan awal bahan baku. Semakin tinggi kadar proteinnya maka yogurt yang dihasilkan akan memiliki kandungan protein yang semakin tinggi.
(52)
4. Kadar Lemak
Kacang hijau memiliki kandungan lemak yang rendah, namun tinggi protein. Kandungan lemak yogurt kacang hijau sebelum penyimpanan sebesar 150 mg/100ml atau 0.15 % saja, padahal dalam SNI 2981 (2009), syarat mutu kadar lemak yang dipersyaratkan minimal 0.6 % dan maksimal 2.9 % untuk kategori yogurt rendah lemak dan tidak ada perlakuan panas setelah fermentasi. Hal ini disebabkan karena kandungan lemak dalam biji kacang hijau yang sangat rendah, hanya 1.2 gr/100 gr (Astawan, 2009), dan susu yang digunakan untuk peremajaan starter pun susu rendah lemak, sehingga kadar lemak yogurt yang dihasilkan pun rendah.
Gambar 16. Histogram perubahan kadar lemak pada penyimpanan 5 oC. Dari Gambar 16 dapat dilihat kadar lemak yogurt kacang hijau yang disimpan pada suhu 5 oC meningkat cukup tinggi dari awal penyimpanan sampai hari ke-7. Lalu mengalami penurunan yang cukup tajam dari hari ke-7 ke hari ke-15. Kadar lemak terendah dijumpai pada yogurt yang disimpan dalam kemasan gelas, yaitu sebesar 265 mg/100ml dan menurun hingga 132 mg/100ml, sedangkan kadar lemak tertinggi dimiliki oleh yogurt yang disimpan pada kemasan PP yaitu sebesar 386 mg/100ml di hari ke-7 penyimpanan dan 256 mg/100ml pada hari ke-15 penyimpanan.
(53)
Penurunan kandungan lemak dapat terjadi karena adanya aktivitas lipolitik oleh mikroorganisme yogurt. Menurut Bottazi (1983), bakteri asam laktat mempunyai aktivitas lipolitik sekunder, artinya aktivitas lipolitik yang dilakukan setelah mikroorganisme lain memecah lemak susu menjadi senyawa sederhana.
Gambar 17. Histogram perubahan kadar lemak pada penyimpanan 15 oC. Pada analisa kadar lemak yogurt yang disimpan pada suhu 15 oC, dapat dilihat pada Gambar 17 dimana yogurt mengalami peningkatan kadar lemak untuk yogurt yang disimpan pada kemasan HDPE dan PP dari awal penyimpanan sampai hari ke-15, sedangkan yogurt yang disimpan dalam kemasan gelas mengalami penurunan tajam. Kadar lemak terendah dijumpai pada yogurt yang dikemas dalam gelas di hari ke-15, yaitu sebesar 109 mg/100ml, dan yang tertinggi dijumpai pada yogurt yang dikemas dalam botol PP yaitu sebesar 359 mg/100ml.
Kecenderungan yang hampir sama juga diperlihatkan pada perlakuan yogurt yang disimpan di suhu 25 oC. Yogurt yang disimpan pada kemasan gelas dan PP mengalami penurunan kadar lemak, sedangkan yogurt yang disimpan dalam kemasan HDPE justru mengalami peningkatan. Kadar lemak terendah dijumpai pada yogurt yang dikemas dalam gelas yaitu sebesar 213 mg/100ml di hari ke-15, sedangkan kadar lemak tertinggi dijumpai pada yogurt yang dikemasa dalam kemasan HDPE, yaitu sebesar 572 mg/100ml.
(54)
Gambar 18. Grafik perubahan kadar lemak pada penyimpanan suhu 25 oC. Penurunan kadar lemak dapat terjadi akibat adanya aktivitas lipolitik oleh mikroorganisme yogurt. Menurut Bottazi (1983), bakteri asam laktat mempunyai aktivitas lipolitik sekunder, artinya aktivitas lipolitik yang dilakukan setelah mikroorganisme lain memecah lemak susu menjadi senyawa sederhana.
Menurut Tamime dan Deeth (1980), aktivitas lipolitik dikendalikan oleh enzim lipase yang dimiliki oleh bakteri asam laktat. Aktivitas lipase akan membebaskan asam lemak dari molekul lemak susu, sehingga kandungan lemak dalam susu menurun (Rahman et al., 1992).
Menurut Yuguchi et al. (1992), aktivitas enzim lipase yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat relatif rendah dan hanya terjadi perubahan penurunan kadar lemak yang sedikit dibanding sebelum fermentasi. Kadar asam lemak bebas hanya meningkat sedikit selama fermentasi asam laktat, begitu pula dengan asam lemak volatil. Walaupun perubahan yang terjadi sangat kecil dan kurang berpengaruh terhadap nilai gizi, tetapi sangat penting sebagai komponen pembentuk flavor dalam fermentasi susu. Sedangkan kandungan asam stearat, oleat, linolat dan palmitat mengalami penurunan selama proses fermentasi.
(55)
Gambar 19. Histogram akumulasi perubahan kadar lemak yogurt kacang hijau pada setiap suhu penyimpanan dan kemasan
Secara statistik, setelah dilakukan analisis ragam dengan taraf signifikasi α
= 0,05, diperoleh hasil bahwa perlakuan kemasan dan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar lemak yogurt kacang hijau. Interaksi antara kedua faktor tersebut juga tidak memberikan pengaruh yang nyata tehadap kadar lemak yogurt kacang hijau yang ada, artinya semua perlakuan jenis kemasan dan suhu penyimpanan memberikan hasil yang sama terhadap perubahan kadar lemak yogurt kacang hijau.
5. Uji Keberadaan Koliform
Uji keberadaan koliform dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya cemaran bakteri koliform dalam produk yang diuji. Keberadaan koliform dapat dijadikan sebagai indikasi kehigienisan suatu produk pangan. Kelompok koliform mencakup bakteri yang bersifat aerobik dan anaerobik fakultatif, batang Gram negatif, dan tidak membentuk spora. Koliform memfermentasikan laktosa dengan pembentukan asam dan gas dalam waktu 48 jam pada suhu 35 oC (Lay, 1994).
Uji keberadaan koliform ini dilakukan di awal penyimpanan dan di akhir penyimpanan.
(56)
Gambar 20. Perubahan keberadaan bakteri koliform pada yogurt kacang hijau selama penyimpanan.
Berdasarkan Gambar 20, dapat diketahui bahwa yogurt yang dikemas dalam kemasan HDPE pada suhu penyimpanan 5 oC sudah tidak dapat dikonsumsi kembali atau sudah rusak karena sudah tercemar bakteri koliform sebanyak 11 APM/gram. Menurut SNI 2981 (2009), syarat yogurt yang masih layak berdasarkan keberadaan bakteri koliform maksimal adalah 10 APM/gram. Sedangkan untuk yogurt yang dikemas dalam kemasan gelas dan PP masih aman untuk dikonsumsi, karena masih dalam batas aman menurut SNI 2981 (2009).
Dari histogram juga dapat diketahui bahwa yogurt yang dikemas dalam kemasan HDPE dan PP pada suhu penyimpanan 15 oC sudah tidak dapat dikonsumsi kembali atau sudah rusak karena sudah tercemar bakteri koliform sebanyak 11 APM/gram untuk PP dan 21 APN/gram untuk yogurt yang dikemas dalam HDPE. Sedangkan untuk yogurt yang dikemas dalam kemasan gelas masih aman untuk dikonsumsi, karena masih dalam batas aman menurut SNI 2981 (2009). Untuk yogurt yang disimpan pada suhu 25 oC dan dikemas dalam ketiga jenis kemasan masih di bawah batas maksimal bakteri koliform, sehingga yogurt masih layak untuk dikonsumsi menurut SNI 2981 (2009). Hal ini disebabkan oleh suhu penyimpanan 25 oC merupakan suhu yang optimal bagi pertumbuhan mikroba dalam susu. Menurut Judkins dan Keener (1996), semua
(1)
Lampiran 9. Neraca Massa Pembuatan Yogurt Kacang Hijau 1. Neraca Massa Proses Sortasi
P Neraca massa total :
F = P + K 1000 = P + 12,5
P = 987,5 gram 2. Perendaman
3. Pelecetan (Pengupasan Kulit)
P Neraca massa total :
F = P + K 2182 = P + 427
P = 1755 gram F=1 kg kacang
hijau
Pencucian dan sortasi
Limbah Sortasi (K) = 12,5 gram
Kacang hijau F = 987,5 gram
Perendaman dengan air
1:2
KH setelah direndam P = 2182 gr
Kacang hijau F = 2182 gram
Pengupasan Kulit
Ampas Kulit (K) = 427 gram
(2)
4. Penggilingan dan Pengenceran
P
Neraca massa total : F + A = P + loss 1755 + 7900 mL = P + 1000
P = 8655 mL 5. Filtrasi
P Neraca massa total :
F = P + K 8655 = P + 300
P = 8355 mL Produk yang dibuat menjadi yogurt hanya 6 L Kacang hijau
F = 1755 gram
Penggilingan
Pengenceran Air matang (1:8)
(A) = 7.9 L Pengadukan
Kacang hijau
F = 8655 mL Penyaringan
Residu Basah K = 300 mL
(3)
6. Penambahan CMC
P
Neraca massa total : F + A = P
6000 + 1,33 = P
P = 5900 mL (mengental) 7. Penambahan Skim dan Sukrosa
P Neraca massa total : F + A + B = P 5900 + 540 + 300 = P
P = 6740 mL yang sesungguhnya 6110 mL (mengental)
F = 5900 mL 540 gr skim milk (A) dan
300 gr gula pasir (B)
Pemasakan dan Pengadukan sampai suhu
± 80 oC, 20-30 menit Sari Kacang Hijau
F = 6000 mL
1,33 gram CMC (A)
Pemasakan dan Pengadukan sampai suhu
(4)
8. Penambahan Starter Yogurt
P Neraca massa total : F + A = P 6110 + 610 = P
P = 6720 mL yang sesungguhnya 6500 mL Rendemen yogurt kacang hijau :
Rendemen = x 100 % = 96, 43 %
F = 6110 mL
Masukkan dalam Erlenmeyer besar
Inkubasi selama 18 jam, 37 oC
Starter yogurt (10 % b/v) = 610 mL (A)
6500 6740
(5)
Nurul Fitriyanty. F34063258. Penentuan Umur Simpan Yoghurt Kacang Hijau (Phaeseolus radiatus, Linn). Di bawah bimbingan M. Zein Nasution dan Agus Triyono. 2010.
RINGKASAN
Kacang hijau termasuk salah satu tanaman pangan yang telah dikenal luas oleh masyarakat, bahkan tanaman yang termasuk dalam keluarga kacang-kacangan ini sudah lama dibudidayakan. Di Indonesia, tanaman kacang hijau merupakan tanaman kacang-kacangan ketiga yang banyak dibudidayakan setelah kedelai dan kacang tanah. Oleh karena kandungan protein yang cukup tinggi dan harganya yang relatif murah, kacang hijau memiliki prospek yang baik sebagai bahan makanan bergizi yang dapat dikonsumsi masyarakat luas, sehingga sangat potensial untuk dikembangkan dalam rangka meningkatkan nilai ekonomisnya. Salah satu alternatif bentuk pengolahannya adalah dengan membuat yogurt dari kacang hijau. Namun umur simpan yogurt yang pendek terkadang menjadi kendala, karena ketidaktahuan konsumen tentang penyimpanan yogurt. Untuk menjamin bahwa yoghurt kacang kedelai masih layak dikonsumsi dan belum mengalami kerusakan, diperlukan informasi tentang umur simpan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui umur simpan yoghurt kacang hijau dan mengukur penurunan mutu yogurt selama penyimpanan. Penelitian ini dilakukan dengan menyimpan yogurt kacang hijau di dalam tiga suhu berbeda, yaitu 5 oC, 15
o
C dan 25 oC. Serta dikemas dalam tiga kemasan berbeda, yaitu botol gelas, HDPE dan PP. Untuk menentukan umur simpan yogurt kacang hijau digunakan metode Extended Storage Studies (ESS) atau metode konvensional yaitu penentuan tanggal kadaluwarsa dengan jalan menyimpan suatu produk pada kondisi normal sehari-hari dan dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya hingga mencapai tingkat mutu kadaluwarsanya. Parameter mutu yogurt yang dianalisis selama penyimpanan adalah kadar lemak, kadar protein, pH, total asam tertitrasi, dan keberadaan bakteri koliform.
Hasil penelitian untuk karakterisasi awal produk menunjukkan bahwa yogurt kacang hijau memiliki pH sebesar 4.06; total asam tertitrasi (TAT) sebesar 1.90%; kadar lemak sebesar 0.15%; kadar protein sebesar 7.85%; dan bernilai negatif untuk uji keberadaan bakteri koliform.
Selama masa penyimpanan terjadi perubahan pH, total asam, kadar lemak dan protein, serta adanya bakteri koliform. Parameter kritis umur simpan yogurt kacang hijau adalah adanya keberadaan bakteri koliform dan total asam tertitrasi.
Berdasarkan hasil penelitian, untuk parameter kritis total asam tertitrasi selama penyimpanan diperoleh umur simpan yogurt kacang hijau adalah 21 hari untuk yogurt yang disimpan pada suhu 5 oC dalam kemasan gelas, HDPE dan PP. Kemudian, 18 hari untuk yogurt yang disimpan pada suhu penyimpanan 15 oC dalam kemasan HDPE, dan 21 hari untuk yogurt yang dikemas dengan bahan pengemas gelas dan PP. Sedangkan yogurt yang disimpan pada suhu 25 oC memiliki umur simpan terpendek yaitu 6 hari untuk produk yang dikemas dengan tiap jenis kemasan, yaitu gelas, HDPE dan PP.
Sedangkan untuk parameter kritis keberadaan bakteri koliform selama penyimpanan, pada suhu penyimpanan 5 oC, yogurt yang sudah tidak aman
(6)
dikonsumsi karena keberadaan bakteri koliformnya melebihi batas SNI adalah yogurt yang dikemas dengan HDPE. Untuk yogurt yang disimpan pada suhu 15 oC, yang sudah melebihi batas aman SNI adalah yogurt yang dikemas dengan plastik HDPE dan PP. Sedangkan yogurt yang disimpan pada suhu 25 oC, tidak ada produk yang keberadaan koliformnya melebihi batas aman SNI.