Saran Konsep Diri Orientasi Nilai Pengguna Jilbab Dikalangan Mahasiswi FISIP USU

95 seseorang terlihat menjadi lebih menarik, lebih populer ketimbang fungsinya sebagai salah satu perintah agama, yang dapat disimpulkan bahwa telah terjadi pergeseran makna pada penggunaan jilbab. Hal ini dikarenakan adanya suatu “gebrakan” baru dalam dunia berpakaian muslimah. yaitu dengan banyaknya variasi jenis kain dan cara penggunaan nya dibandingkan dulu yang jenis jilbab dan cara pemakaian nya cenderung monoton dengan jilbab segitiga yang dililit ke kepala dan memakai peniti dibawah dagu. 5. Jilbab dapat hadir sebagai sesuatu yang “suci” sehingga beberapa subyek penelitian merasa belum pantas untuk menggunakan jilbab karena subyek penelitian merasa bahwa dia masih banyak memiliki kesalahan dan belum sanggup untuk menjaga tingkah lakunya. Seakan dalam penggunaan jilbab, maka sebelumnya haruslah menjadi pribadi yang “sempurna” dengan memiliki sifat-sifat dan sikap-sikap kebaikan di dalam dirinya. Hal seperti ini yang saat ini menjadi mindset di masyarakat. Sehingga untuk orang yang belum memiliki kepribadian “sempurna” tadi maka belum cocok atau pantas menggunakan jilbab. 6. Jilbab masa kini dipandang sebagian subyek penelitian merupakan jilbab yang tidak murni karena alasan utama berjilbab bukan karena agama, maka dari itu harapan-harapan dari subyek penelitian muncul yang bahkan juga dari mahasiswi non-muslim yang prihatin dengan kondisi jilbab saat ini.

5.2 Saran

Berdsarkan kesimpulan dan penelitian yang dilakukan maka dapat diajukan beberapa saran, yaitu sebgaai berikut: Universitas Sumatera Utara 96 1. Perkembangan jilbab saat ini harus diikuti dengan pemahaman aturan dasar dalam agama Islam tentang cara penggunaan yang baik dan benar, agar tetap menjaga makna dari jilbab itu sendiri dan dalam menggunakan jilbab tidak terjadi kesalahpahaman sehingga berdampak buruk bagi diri dan juga tentunya bagi agama Islam. Jilbab dapat mengikuti perkembangan zaman, melainkan dengan tetap memegang teguh syarat- syarat utama dalam pemakaiannya, sehingga masyarakat luas tahu karakteristik dan makna penggunaan jilbab dalam agama Islam. 2. Bagi perancang busana, khususnya busana muslimah agar dapat memperhatikan nilai-nilai yang terkandung di dalam jilbab, karna jilbab merupakan suatu identitas komunitas-komunitas keagamaan yang tidak hanya didapati di dalam agama Islam saja, melainkan juga agama lainnya seperti nasrani, yahudi, hindu dan lainnya. 3. Penelitian ini masih banyak memiliki kekurangan, maka dari itu diharapkan melakukan penelitian lebih lanjut dalam memahami motivasi individu yang menggunakan jilbab, dikarenakan masih banyak jenis model jilbab yang ada di masyarakat selain yang telah dibahas oleh peneliti dalam penelitian ini. Universitas Sumatera Utara 12 BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Konsep Diri

Pada dasarnya diri adalah kemampuan untuk menerima diri sendirii sebagai sebuah obyek.Diri adalah kemampuan khusus untuk menjadi subyek maupun obyek.Diri muncul dan berkembang melalui aktivitas manusia dan antara hubungan sosial. Ritzer, 2004: 281. Dalam pandangan George Herbert Mead, definisi-definisi subyektif tidak terbatas pada benda-benda dalam lingkungan eksternal. Salah satu masalah definisi yang paling penting dihadapi oleh manusia adalah kebutuhan untuk mendefinisikan dirinya sendirii, khususnya dalam hubungannya dengan orang lain dimana mereka terlibat didalamnya. Sesungguhnya konsep diri seseorang mungkin merupakan obyek apa saja di lingkungan eksternal, termasuk orang lain. Doyle, 1986 :17 Diri muncul dari dan berkembang melalui aktivitas dan antara hubungan sosial. Menurut Mead adalah mustahil membayangkan diri yang muncul dalam ketiadaan pengalaman sosial atau interaksinya dengan orang-orang lain sebagai bagian dari proses yang sama dengan mana pikiran itu sendirii muncul. Seperti proses berpikir itu terdiri dari suatu percakapan internal, demikian pula konsep diri itu didasarkan pada individu yang secara tidak kelihatan menunjuk pada dirinya sendirii tentang diri atau identitas yang dinyatakan atau terkandung dalam reaksi orang-orang lain itu sendiri. Proses berpikir meliputi kesadaran diri; konsep diri mencakup kesadaran diri yang dipusatkan pada diri sebagai obyeknya. Universitas Sumatera Utara 13 Konsep diri itu pada dasarnya terdiri dari jawaban individu atas pertanyaan nya “Siapa Aku?”. Ini tidak hanya sekedar berarti sadar akan badan seseorang atau malah akan pengalaman-pengalaman subyektif seseorang, perasaan, dan perilakunya. Sering kali orang membedakan antara badan fisik dan konsep diri. Mead mengungkapkan bahwa manusia mempunyai kemampuan khusus untuk memunculkan respon dalam dirinya sendiri.Karakteristik istimewa dari pikiran adalah kemampuan individu untuk memunculkan dalam dirinya sendiri tidak hanya satu respon saja, tetapi juga respon komunitas secara keseluruhan.Itulah yang dinamakan pikiran. Lalu Mead memberikan arti behavioristis tentang diri; “diri adalah dimana orang memberikan tanggapan terhadap apa yang ia tujukan kepada orang lain dan dimana tanggapannya sendiri menjadi bagian dari tindakannya, dimana ia tidak hanya mendengarkan dirinya sendiri, tetapi juga merespon dirinya sendiri, berbicara, dan menjawab dirinya sendiri sebagaimana orang lain menjawab dirinya. Ritzer, 2004:280-281 Mead mengemukakan bahwa konsep diri terdiri dari kesadaran individu mengenai keterlibatannya yang khusus dalam seperangkat hubungan sosial yang sedang berlangsung atau dalam suatu komunitas yang terorganisasi. Kesadaran diri ini merupakan hasil dari suatu proses reflektif yang tidak kelihatan dimana individu itu melihat tindakan-tindakan pribadi atau yang bersifat potensial dari titik pandangan orang lain dengan individu itu berhubungan. Dengan kata lain, individu menjadi obyek dirinya sendiri dengan mengambil posisi orang lain dan menilai perilakunya sendiri seperti mereka inginkan. Penilaian ini meliputi suatu usaha untuk meramalkan respon orang lain dan meliputi penilaian akan respon- Universitas Sumatera Utara 14 respon ini menurut implikasinya terhadap identitas individu itu sendiri. Ritzer, 2004: 282 2.1.1 “I” dan “Me” sebagai Dua Dimensi Konsep Diri Mead mengidentifikasi dua aspek atau fase diri, yang ia namakan “I” dan “Me”, Mead menyatakan, “Diri pada dasarnya adalah proses sosial yang berlangsung dalam dua fase yang dapat dibedakan”. Perlu diingat bahwa “I” dan “ Me” adalah proses yang terjadi di dalam proses diri yang lebih luas, keduanya bukanlah sesuatu things. “I” dan “ Me”. “I” adalah tanggapan spontan individu terhadap orang lain. Ini adalah aspek kreatif yang tak dapat diperhitungkan dan tak teramalkan dari diri. Kita tidak pernah tahu sama sekali tentang “I” dan melaluinya kita mengejutkan diri kita sendiri lewat tindakan kita. Kita hanya tahu “I” setelah tindakan telah dilaksanakan.Jadi, kita hanya tahu “I” dalam ingatan kita.Mead sangat menekankan “I” karena empat alasan. Pertama, “I” adalah sumber utama sesuatu yang baru dalam proses sosial. Kedua, Mead yakin di dalam “I” itulah nilai terpenting kita ditempatkan.Ketiga, “I” merupakan sesuatu yang kita semua cari perwujudan diri.“I” lah yang memungkinkan kita mengembangkan “kepribadian definitif”.Keempat, Mead melihat suatu proses evolusioner dalam sejarah dimana manusia dalam masyarakat primitif lebih didominasi oleh “me”, sedangkan dalam masyarakt modern komponen”I” nya lebih besar.Ritzer, 2004: 285 Mead menganggap bahwa pengalaman khusus kehidupan setiap orang, memberinya keunikan campuran “I” dan “Me”. “I” bereaksi terhadap “Me” Universitas Sumatera Utara 15 yang mengorganisir sekumpulan sikap orang lain yang ia ambil menjadi sikapnya sendiri Mead, 19341962:175. Dengan kata lain, “Me” adalah penerimaan atas orang lain yang digeneralisir. Berbeda dengan “I”, orang menyadari “Me”; “Me” meliputi kesadaran tetang tanggung jawab. “Me” memungkinkan individu hidup nyaman dalam kehidupan sosial, sedangkan “I” memungkin kan terjadinya perubahan masyarakat. Masyarakat memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri yang memungkinkan berfungsi dan terus menerus mendapatkan masukan baru untuk mencegah terjadinya stagnasi. “I” dan “Me” dengan demikian adalah bagian dari keseluruhan proses sosial dan memungkinkan, baik individu maupun masyarakat, berfungsi secara lebih efektif. Ritzer, 2004: 286-287 Dengan menggunakan teori “I” dan “Me” dari Mead, penulis akan mencari tahu apakah di dalam penggunaan jilbab dan pemaknaannya ,informan lebih ke “I” dalam menjawab tentang penggunaan jilbab atau “Me”, dengan menggunakan interview guide lalu menganalisis nya. 2.1.2 Tahap-tahap dalam Perkembangan Konsep Diri Apabila seorang anak kecil diberikan suatu identitas sosial oleh orang tua nya dan diperlakukan sedemikian rupa sehingga dia menyatakan dan memperkuat respon nya sesuai dengan identitasnya itu. Melaui proses ini, anak itu memperoleh hak-hak dan tanggung jawab yang menyertai identitas nya itu dan respon-respon orang tua dalam hubungannya dengan anak itu. Identitas-identitas yang ditawarkan kepada anak-anak secara bertahap berubah, apabila ia telah masuk Taman Kanak-kanak, maka identitas anak sekolah akan ditambahkan. Apabila ia sudah bermain dengan teman sebaya Universitas Sumatera Utara 16 nya, maka identitas teman sebaya nya itu akan ditambahkan ke identitas anak itu. Seiring bertambahnya usia, akan terjadi perubahan-perubahan dalam identitas yang bertambah sesuai dengan usia nya. Mead membedakan paling kurang tiga fase yang berbeda-beda dalam proses ini dimana individu belajar mengambil perspektif orang lain dan melihat dirinya sendiri sebagai obyek. Yang pertama adalah tahap bermain, dimana si individu itu “memainkan” peran sosial dari seseorang yang lain. Anak-anak selalu berusaha mengambil perspektif dan sikap orang lain dalam menanggapi suatu situasi atau dalam menilai perilaku mereka sendir, apabila mereka memainkan peran orang lain. Ketika anak-anak lebih berkembang dalam pengalaman sosialnya, tahap pertandingan game yang dapat dibedakan dari tahap bermain dengan adanya suatu tingkat organisasi sosial yang lebih tinggi. Para peserta dalam suatu pertandingan mampu menjalankan peran dari beberapa orang lain secara serentak dan mengorganisasinya dalam suatu keseluruhan yang lebih besar. Konsep diri setiap peserta dalam pertandingan itu akan terdiri dari kesadaran subyektif individu terhadap peranannya yang khusus dalam kegiatan bersama itu, termasuk persepsi-persepsi mengenai harapan dan respon dari yang lain. Dalam terminologi Mead, apabila idividu mengontrol perilaku nya sendiri menurut peran-peran umum yang bersifat impersonal, maka mereka mengambil peran dari apa yang disebutnya dengan istilah generalized other yang merupakan tahap ketiga dalam perkembangan diri. Generalized other terdiri dari harapan-harapan individu dan standart umum, yang dipertentangkan dengan harapan-harapan individu secara khusus, Universitas Sumatera Utara 17 yangmenurut harapan-harapan umum itulah si individu merencanakan dan melaksanakan berbagai garis tindakannya. Harapan-harapan dan standar- standar ini bisa meliputi kebiasaan-kebiasaan tertentu dan pola-pola normatif atau ideal-ideal yang sangat abstrak serta tujuan-tujuan hidup.Generalized other dapat mengatasi suatu kelompok tertentu secara transenden atau juga mengatasi batas-batas kemasyarakatan. Untuk ikut serta dalam kehidupan bersama dalam suatu kelompok atau masyarakat atau manusia umumnya, individu itu diminta untuk ikut menerima pandangan-pandangan bersama serta sikap-sikap kehidupan bersama itu. Namun, individu-individu akan mencerminkan sikap-sikap bersama serta respon-respon itu, menurut cara memandang dan latar belakang mereka sendiri secara khusus. Masing-masing individu memiliki cara berpartisipasi yang unik dalam kehidupannya bersama dari kelompok atau komunitas, dan itu akan tercermin dalam munculnya segi-segi unik tertentu dari konsep diri. Ikhtiar untuk menyatakan konsep diri yang unik tidak harus bertentangan dengan kehidupan bersama dan tujuan-tujuan kelompok itu.Individu-individu dapat mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok secara kuat, pun dalam hal kerelaan untuk mengorbankan kepentingan diri demi kelompok.Seperti yang dikemukakan oleh Mead, orang mungkin mampu meningkatkan dan memperbesar konsep dirinya dengan memasukkan ke dalamnya identitas kolektif kelompok itu.Hasilnya dalah bahwa anggota-anggota memandang kelompok nya lebih tinggi dan kelompok-kelompok lainnya yang lebih rendah. Apabila ada peleburan antara individu dan kelompok, maka sumbangan-sumbangan yang unik dari individu itu meningkatkan status nya Universitas Sumatera Utara 18 dalam kelompok itu, daripada menempatkan individu itu pada satu posisi yang menentang kelompok. Doyle, 1986 :17-24 Di dalam interview guide ,penulis banyak menanyakan tentang sejarah dan bagaimana awal mula informan menggunakan jilbab, maka dapat dihubungkan dengan menggunakan tahap-tahap dalam perkembangan konsep diri, yaitu tahap bermain, tahap pertandingan dan tahap generalized other, untuk dapat mengetahui awal mula dan faktor pendorong informan dalam menggunakan jilbab serta pemaknaannya.

2.2 Self-Indication