62
4.2.4.2 Vika Bukan nama sebenarnya
Vika mengatakan alasan ia mengapa belum menggunakan jilbab karena belum terbiasa dan belum memiliki keberanian, karena Vika
dulunya adalah seorang Nasrani sehingga belum terbiasa karena Vika menganggap bahwa perempuan yang sudah memutuskan untuk berjilbab
,maka image yang ditampilkan haruslah perempuan yang baik dan yang taat. Sementara, Vika merasa bahwa ia belum lah merasa seperti itu, ia
ingin menyiapkan diri secara matang agar nantinya ketika ia menggunakan jilbab,maka tidak buka-pasang lagi dan dapat total dalam
berjilbab. Selain itu keluarga Vika juga tidak ada mendorong agar Vika menggunakan jilbab, mereka memberikan keputusan sepenuhnya kepada
Vika. Dengan belum ditentukannya keputusan untuk menggunakan
jilbab, Vika sering merasa risih ketika berada di tengah-tengah teman- teman yang menggunakan jilbab, karena makna jilbab bagi dirinya
adalah sebagai penutup aurat dan identitas sebagai seorang muslimah, namun ketidaknyamanan yang dirasakan Vika itu tak menghalanginya
untuk bergaul dengan siapa saja terutama untuk teman se-departemen nya.
Vika juga beranggapan bahwa perkembangan jilbab pada masa sekarang ini adalah hal yang bagus, dikarenakan banyaknya bentuk
variasi penggunaan jilbab, seperti pada petikan wawancara berikut.
“Bagus aja sih, maksudnya dariyang tadinya kan kalo selama ini kita menganggap kalo jilbab itu kan
Universitas Sumatera Utara
63
cumansatu bentuk gitu doang yang kelihatannya kuno tapisekarang kan di modifikasisedemikian rupa menjadi
lebih menarik dan menjadi hmm lebih banyakmenarik orang untuk menggunakan, tapi kalo seandainya yang
jilbab-jilbab yang jilbab ibaratnya kurang panjang misalnya itu menurut saya gak setuju sihkarena kalo
pakejilbab kan mesti bener-bener panjang dan menutup aurat gak boleh nampak lekukan badan kitasemua, dari
ujung kaki sampai ujung kepala kan sebenernya kurang tepat aja kalo ada yangberpakiaan dengan jilbab
yangpendek gitu. Tapi kalo untuk fashionnya, perkembangan nya menurut sayabagus sih, karena untuk
kearah yang positif , misalnya lebih banyak orang yang pakai jilbab. Bisa jadi gini juga sih, misalnya kayak emm
kayak lahan usaha,mendesain baju,mendesain jilbab jadi lebih berkreasi, lebih banyak peluang.”
Vika menilai terdapat 2 dampak, yaitu dampak positif dan negatif dari perkembangan jilbab masa sekarang, positif nya adalah semakin
banyaknya muslimah yang berjilbab, dan menjadi lahan usaha yaitu seperti mendesain baju pakaian perempuan atau muslimah menjadi lebih kreatif,
namun di lain sisi walaupun Vika tidak memahami surat dalam Al-Qur-an yang mengatur tentang penggunaan jilbab tapi dia memahami kulit luar
dari aturan dalam menggunakan jilbab sehingga ia dapat menilai bahwa dampak negatif nya adalah jilbab di masa sekarang ini diakibatkan dari
perkembangan tersebut menjadi pendek, dan tidak menutupi keseluruhan serta kelihatan lekukan badan si pengguna jilbab.
Universitas Sumatera Utara
64
Tabel 3 Alasan berjilbab dan Jenis Jilbab
No Nama
Jenis jilbab
Alasan Berjilbab Faktor Pendukung
1. Poetri
Syari Kesadaran diri,
menghindari gangguan dan
beribadah Mengikuti organisasi
keislaman
2. Rama
Syari Kesadaran diri,
menghindari gangguan dan
beribadah Kematian ayah dan drorongan
dari kakak kandung
3. Ana
Semi Kesadaran diri,
lingungan sekitar Latar belakang keluarga yang
religius
4. Yolanda
Semi Ingin memperbaiki
diri Banyak teman yang
menggunakan jilbab di kampus
5. NurulBNS Jilboobs
Ingin lebih mudah berbaur
Mengikuti organisasi Islam dan banyak teman yang
menggunakan jilbab
6. Nina BNS Jilboobs
Formalitas Banyak teman yang
menggunakan jilbab •
BNS = Bukan Nama Sebenarnya
Setelah mendapati alasan, penilaian, pemaknaan, serta memutuskan untuk bertindak seperti apa dalam berjilbab yang kesemua
nya itu melalui pengalaman-pengalaman yang berbeda dan lingkungan yang berbeda pula, setiap individu didalam kehidupannya selalu
mendapatkan identitas-identitas baru melalui interaksi yang dilakukan dengan orang lain yang akan menambah pengalaman sosialnya, sehingga
muncul kesadaran diri atau konsep diri yang mencakup kesadaran diri
Universitas Sumatera Utara
65
dan dipusatkan pada diri sebagai obyeknya yang terdiri dari jawaban individu atas pertanyaan “siapa aku”, apakah Poetri yang merupakan
seorang mahasiswi FISIP USU pengguna jilbab syari, apakah Ana mahasiswi departemen Kesejahteraan Sosial yang dulu pengguna jilbab
syari, apakah Yolanda yang merupakan seorang yang menggeluti hobi lari, Nurul sebagai pengikut mode dari Korea, apakah Nina yang
merupakan pengguna jilboobs, dan Ayu serta Vika yang merupakan sebagai mahasiswi muslim belum menggunakan jilbab. Yang mereka
semua mampu menilai perkembangan jilbab pada masa sekarang ini, mampu memaknai jilbab atau pun menilai dirinya sendiri dan perilaku
orang lain dalam berpakaian. Yang kesemuanya itu mereka sadari, tentang badan seseorang atau
malah tentang pengalaman-pengalaman subyektif sesorang, perasaan, dan perilakunya. Sehingga diri mampu memberikan tanggapan terhadap
apa yang ia tunjukkan kepada orang lain dan dimana tanggapannya sendiri menjadi bagian dari tindakannya, dimana ia tidak hanya
mendengarkan diri nya sendiri tetapi juga merespon dirinya sendiri, berbicara dan menjawab dirinya sendiri percakapan
internalsebagaimana orang lain menjawab dirinya sendiri menurut Mead. Ritzer, 2004: 280-281
Mead membedakan paling kurang terdapat tiga fase Dimana individu belajar mengambil perspektif orang lain dan melihat dirinya
sebagai obyek, yaitu tahap bermain, tahap pertandingan, dan generalized other. Dalam tahap permainan, adalah tahap yang dilalui oleh anak-
Universitas Sumatera Utara
66
anak.Sedangkan tahap pertandingan dan generalized other adalah tahap yang sesuai dengan subyek penelitian ini, yaitu usia remaja hingga
dewasa. Identitas baru sebagai mahasiswi muslim yang berkuliah di FISIP
USU, sebagai kakak atau adik, sebagai ketua atau anggota dalam organisasi, sebagai penggiat hobi berlari atau berenang, sebagai
pengguna jilbab besar, jilbab tanggung ataupun jilboobs merupakan peran-peran dari sekian banyak peran yang akan didapati ketika sudah
beranjak dewasa, dan peran tersebut mampu dijalankan secara serentak dan mengorganisasinya dalam suatu keseluruhan yang lebih besar,
merupakan tahap pertandingan dalam perkembangan konsep diri. Dimana konsep diri setiap peserta dalam tahap pertandingan itu akan
terdiri dari kesadaran subyektif individu terhadap peranannnya yang khusus dalam kegiatan bersama itu.
Lalu tahap selanjutnya adalah generalized other dimana di dalam kehidupan terdapat pandangan-pandangan dan sikap-sikap kehidupan
bersama. Dalam persoalan jilbab, pandangan dan sikap kehidupan bersama itu adalah didalam menggunakan jilbab haruslah baik tingkah
laku serta akhlaknya, dan apabila terdapat pengguna jilbab yang tingkah laku dan akhlaknya masih kurang baik, contohnya mencontek saat ujian,
bergosip, dan tata bahasa yang kasar maka akan di beri label tidak pantas mengenakan jilbab. Labeling seperti itu masih tetap ada di dalam
masyarakat.Maka hal ini menyebabkan munculnya pandangan oleh subyek penelitian bernama Vika dan Yolanda bahwa mereka seperti
Universitas Sumatera Utara
67
telah menyalahi aturan apabila menggunakan jilbab, karena tingkah laku mereka belum sesuai dengan pandangan dan sikap-sikap kehidupan
bersama dalam persoalan jilbab. Mead mengatakan bahwa individu-individu akan mencerminkan
sikap-sikap bersama serta respon-respon tertentu terhadap pandangan dan sikap hidup bersama tadi, namun menurut cara memandang dan latar
belakang mereka sendiri secara khusus. Sehingga hal ini lah yang menjadi kan perbedaan dalam penggunaan jilbab, individu-individu akan
membuat sesuatu yang baru dalam kata lain membuat terobosan. Masing-masing individu memiliki cara berpartisipasi yang unik dalam
kehidupan bersama dari suatu kelompok tertentu, dan itu akan tercermin dalam munculnya segi-segi unik tertentu dari konsep diri. Hal ini
dipengaruhi oleh apa yang disebut Mead “I” dan “Me” sebagai dua dimensi dari konsep diri. Dimana “I” merupakan tindakan spontanitas
yang dilakukan individu tanpa adanya proses pertimbangan, sedangkan apabila dalam suatu kejadian, dan individu melakukan proses
pertimbangan sebelum bertindak, maka itu adalah apa yang disebut “Me” di dalam konsep diri.
Dimana dalam proses wawancara, sebagian besar informan menjawab dengan menggunakan aspek “Me” karena berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan dan menggeneralisir sikap orang lain. Sedangkan aspek “I”terdapat beberapa kali informan menjawab dengan
menggunakan aspek ini,yaitu seperti kutipan wawancara berikut: P = Peneliti
Universitas Sumatera Utara
68
I = Informan 1.
Wawancara dengan Ayu: P: Lalu, Ayu mengerti tentang surah dalam Al-Quran yang
mengatur tentang penggunaan jilbabbagi muslimah? I:Tau lah. Surah nya surah An-Nisa secara spontan
P:Jadi apabila Ayu tau, lantas bagaimana Ayu menyikapi hal tersebut?
I: Kayak disikapi, tapi enggak gitu. Jadi, tau hukumnya apa kalo nampak aurat, hehh kepikiran cuman enggak
dilaksanakan juga tertawa, merasa bersalah.
2. Wawancara dengan Nurul:
P : hmm, kakak mengerti tidak mengenai dasar hukum dalam agama Islam yang mengatur tentang penggunaan
jilbab? I : surat An-Nisa. Kalau dibilang mengerti ya saya
mengerti tapi gak paham kali, gak mengakar ngertinya, sekedar aja, gak sampai seutuhnya memahami aturan itu.
Yang padahal di dalam nilai-nilai agama Islam, aturan yang mengatur secara khusus tentang jilbab ada 2 surah, yaitu Al-Ahzab ayat 59 dan An-
Nuur ayat 31. Lalu selanjutnya: 3.
Wawancara dengan Ana: P: Menurut anda, mode jilbab yang sekarang anda pakai
termasuk kedalam mode yang mana? I: Salah. secara spontan
P: Oh bukan, maksud nya jilbab syari kah, jilbab semi kah, jilbab tanggung kah?
I: Jilbaaaabbbbbb, sekedarnya aja bang.
Ana menjawab “salah” dengan spontan yang mengartikan bahwa ia menanggap bahwa dirinya memakai jilbab yang salah karena tidak sesuai
dengan pandangan dan sikap-sikap kehidupan bersama dalam persoalan jilbab. Lalu yang terakhir:
4. Wawancara dengan Yolanda:
Universitas Sumatera Utara
69
P: Oh begitu, oke wawancara nya sudah selesai, makasih ya Yolanda.
I: Udah bang? Alhamdulillah secara spontan
Yolanda mengatakan ucapan syukur “Alhamdulillah” dikarenakan di dalam wawancara, subyek penelitian berulang kali merasa bersalah atas
kelakuan nya dengan kaitannya menjawab pertanyaan dari peneliti.
4.3 Makna Penggunaan Jilbab Oleh mahasiswi FISIP USU 4.3.1 Jilbab dan Perlindungan Diri
Kejahatan banyak jenisnya, dalam nilai-nilai di agama Islam, kejahatan juga dapat dilakukan oleh indera manusia, yaitu mata
penglihatan, mulut pembicaraan, dan telinga pendengaran.Kejahatan yang sering terjadi oleh kaum muslimah dari yang dapat dihasilkan dari
indera kaum pria adalah kejahatan mata dan mulut.
Kont Kobino, dalam bukunya Tiga Tahun di Iran menganggap bahwa pemakaian jilbab secara ketat yang dulu berkembang di tengah bangsa Iran
pada masa Sasan berkuasa, jilbab tetap eksis hingga masa Islam. Kont Kobino berpendapat bahwa apa yang berkembang di tengah orang-orang
Sasan, jilbab bukan hanya sekedar penutup pada perempuan, melainkan juga menyembunyikannya. Ia mengatakan “Orang-orang beragama dan para raja
ketika itu tidak mampu berbuat apa-apa dan sangat lemah; dimana ketika didalam rumah seseorang terdapat perempuan cantik, ia mesti
menyembunyikannya sebaik mungkin. Karena, seandainya keberadaan perempuan cantik itu di ketahui, niscaya tidaklah sekali-kali ia mampu
menjaga nya, bahkan nyawanya sendiri pun tidak akan mampu dijaganya” Murthada, 2008: 29-30. Hal tersebut menunjukkan betapa berharga dan
Universitas Sumatera Utara