Tugas sebagai perawat lansia
nyaman kalo udah berdoa, dan merasa selalu dibukakan jalan oleh Tuhan.” 262-266
Responden I mengaku bahwa ia membutuhkan orang lain untuk mendengarkan keluhannya dan menceritakan segala
permasalahan yang dialaminya, sehingga ia dapat meluapkan emosi negatifnya. Jika ia tidak bercerita dengan orang lain, ia
akan tetap merasa stres dan jengkel sehingga hal tersebut akan menjadi beban pikirannya. Menurut responden I, dengan cara
bercerita dengan orang lain, beban dan stres yang dirasakannya sudah berkurang. Bercerita kepada orang lain dirasa efektif
oleh responden I untuk mengurangi rasa jengkel dan stres yang dialaminya. Hal ini dibuktikan dengan kutipan pernyataan
responden berikut:
“Saya curhat ke orang tertentu. Soalnya kalo saya nggak curhat ke seseorang, beban itu berat. Jadi rasanya
jengkel, stres, marah, nggak mau ngeliat orangnya, itu beban mbak. Daripada nanti saya marah, jadi batu
sandungan, mending saya curhat.” 286-290
“Saya main ketempat siapa gitu. Kita ngobrol, tapi bukan ngobrol tentang simbah. Nanti pas pulang,
walaupun masih ada rasa jengkel tapi beban dan stres saya sudah berkurang.” 309-312
Berdasarkan paparan dari responden I, stressor saat merawat lansia adalah saat ia harus menghadapi lansia yang sulit
diberitahu, mengurus administrasi serta membersihkan panti sendiri, dan merawat lansia yang mengalami cacat fisik dan
mental. Dalam menghadapi stres, responden I melakukan tindakan preventif yaitu berdoa dan membaca Alkitab. Upaya ini
juga didukung dengan adanya kegiatan rutin di panti yaitu membaca renungan bersama. Sedangkan tindakan kuratif yang
ia lakukan adalah menyelesaikan masalah secara langsung dan bercerita kepada orang lain. Dengan demikian, secara personal
ia merasa bahwa dengan cara-cara tersebut rasa stresnya dapat berkurang. Coping stres yang digunakan responden I termasuk
dalam emotion-focused coping.