yang sama pada para perawat secara berulang-ulang, hal tersebut membuat responden III merasa lelah dan jengkel,
namun ia harus tetap menanggapi pertanyaan lansia tersebut. Hal ini dibuktikan dalam kutipan pernyataan responden III
sebagai berikut: “Yaa stres mbak, apalagi kalo ngadepin orang pikun
mbak, capek ngadepinnya. Biasanya nanya, ini jam berapa? Udah dijawab “jam 8”, tapi nanya lagi nanya
lagi. Nanti 5 menit lagi nanya lagi, “anak saya kok nggak kesini-sini ya? Lho kok ndak kesini lagi ya?”
Marah-marah terus. 41-46
Kendala-kendala yang dialami tersebut membuat responden III merasa jengkel, marah, dan stres, sehingga ia berniat untuk
mengupayakan sesuatu agar ia bisa mengatasi emosi negatifnya tersebut. Responden III mengaku bahwa ketika ia sudah tidak
dapat menahan rasa jengkelnya, ia akan memarahi atau membentak lansia yang sulit diberitahu. Hal ini dibuktikan
dengan kutipan pernyataan sebagai berikut:
“Kadang-kadang marah-marah gitu mbak, ndak sengaja malah jadinya mbentak-mbentak.” 57-58
c. Strategi coping stres
Responden III mengaku bahwa saat ia merasa stres, ia juga berinisiatif untuk mencurahkan isi hati dan permasalahan yang
dialaminya pada teman-temannya. Saat bercerita pada teman- temannya, responden III berkata bahwa ia mendapatkan
dukungan dan motivasi serta nasihat dari teman-temannya. Responden III juga berkata bahwa ia mendapat hiburan dari
teman-temannya dengan cara bercanda bersama. Hal ini dibuktikan dengan kutipan pernyataan sebagai berikut:
“Yaa biasanya bercanda sama temen-temen, ndengerin lagu, nanti nyanyi-nyanyi bareng, ketawa-ketawa
bareng, gitu.” 67-69
“Biasanya saling berbagi gitu, saling cerita sama saling kasih semangat gitu lah mbak. Kasih nasihat juga...”
76-78
“Tapi terus biasanya temen-temen kasih motivasi, “Jangan gitu lah, harus semangat. Kita kan disini kerja
sama-sama. Nanti kalo kerjasama kan kita bisa ngatasin permasalahan yang ada disini..” 106-110
Responden III mengaku bahwa ia juga melakukan upaya mendekatkan diri dengan Tuhan dengan cara berdoa sholat
ketika ia merasa stres. Responden III juga bercerita pada ibunya tentang permasalahan yang sedang dihadapinya. Dengan cara ini
responden merasa stresnya dapat berkurang. Upaya meluapkan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
emosi negatif dengan cara menangis juga dilakukan oleh responden III. Namun jika responden III sudah tidak dapat
mengatasi permasalahan dan stressor yang dihadapinya, responden III berkata bahwa ia akan menyerah dalam merawat
lansia. Hal ini dibuktikan dengan kutipan pernyataan responden III sebagai berikut:
“Kadang juga saya berdoa, supaya apa ya, biar dikasih kesabaran aja. Pernah saya nangis sendirian di kamar
juga mbak. Kadang-kadang nangis sendirian habis sholat. Kadang telpon sama ibu dirumah.” 86-90
“Paling kalo udah bener-bener nggak tahan ya marah- marah sebentar, nanti trus curhat lagi, yang penting
berdoa aja sih mbak. Tapi kalo udah bener-bener nggak tahan banget ya... mesti mundur, pasrah aja.” 96-99
Dari hasil analisis, stressor yang dialami oleh responden III berasal dari perilaku lansia yang tidak mau dilayani, tindakan
agresi lansia, dan ketika harus menghadapi lansia yang pikun. Sebagai tindakan kuratif responden III menghadapi stresnya
dengan cara membentak dan marah pada lansia, bercerita pada orang lain, dan menangis. Sedangkan sebagai tindakan preventif
responden III melakukan pendekatan diri pada Tuhan untuk mendapatkan ketenangan batin. Strategi coping yang digunakan
responden III termasuk dalam emotion-focused coping. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
D. Pembahasan
1. Tugas sebagai perawat lansia
Perawatan lansia atau geriatric nursing yaitu perawat yang menangani penyakit pada proses menuaKozier dalam Nugroho, 1992. Hal ini yang
dilakukan oleh ketiga responden yang merawat para lansia di panti werdha. Walaupun ketiga responden tidak menangani penyakit yang
diderita para lansia, namun mereka bertugas untuk merawat lansia yang sedang mengalami proses menua. Para lansia yang dirawat oleh ketiga
responden pada umumnya termasuk dalam kategori lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia 70 tahun atau lebih dan mengalami kelemahan
fisik maupun psikis. Lansia yang dirawat oleh ketiga responden pada umumnya mengalami kepikunan, menderita penyakit tertentu seperti
epilepsi, dan memerlukan bantuan saat menjalankan aktivitas sehari-hari karena lemah fisik dan keterbatasan lain seperti cacat mental dan cacat
fisik. Selain itu, perawat lansia mempunyai peranan untuk melayani lansia
dengan menggunakan pengetahuan, keahlian, dan keterampilan merawat untuk mengoptimalkan kesejahteraan hidup para lansia Nugroho, 1992.
Hal ini sesuai dengan responden II dan responden III yang sebelum merawat lansia di Panti Werdha Budi Dharma Kasih sudah pernah
merawat lansia di salah satu panti werdha di Semarang. Responden II dan responden III juga memiliki pengetahuan merawat lansia melalui kursus
di LPK khusus untuk perawat lansia. Sedangkan responden I memiliki PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI