membuat skema konseling kelompok dengan pendekatan Brief Counseling, menentukan jadwalwaktu pelaksanaan, menterjemahkan
kuesioner ke huruf braille, dan memberikan tindakan. Selama melaksanakan penelitian ini, peneliti tinggal di panti
asuhan selama proses penelitian berlangsung untuk memperlancar peneliti melaksanakan penelitian. Peneliti berada di panti asuhan selama 28 hari
mulai dari tanggal 17 Desember 2014 hingga 08 Januari 2015. Sebelum peneliti memberikan tindakan, terlebih dahulu memberitahukan roundown
pelaksanakan penelitian kepada pemimpin panti dan menjelaskan proses tindakan konseling kelompok dengan pendekatan Brief Counseling yang
akan digunakan selama peneliti melakukan penelitian. Sebelum berangkat ke tempat penelitian, peneliti juga latihan konseling kelompok dengan
pendekatan Brief Counseling bersama teman peneliti lainnya yang juga melakukan brief counseling. Teman peneliti juga memberikan saran dan
beberapa ide untuk memperlancar penelitian saya.
2. Siklus I
Pada penelitian ini, tindakan siklus I dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 27 Desember 2014 pukul 16.45-17.30 WIB. Siklus I terdiri dari
empat kegiatan utama, yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Berikut pelaksanaan siklus I yang telah dilakukan oleh peneliti.
Skema pelaksanaan layanan konseling dengan pendekatan Brief Counseling dapat dilihat pada lampiran 4.
a. Perencanaan
Sebelum melaksanakan
tindakan peneliti
membuat perencanaan terlebih dahulu. Perencanaan tersebut meliputi
penentuan hari pelasanaan konseling kelompok dengan pendekatan Brief Counseling, mempersiapkan skema, membuat absensi.
Peneliti juga melakukan pertemuan singkat dengan 8 orang anak tunanetra sembari mengenal cara menghadapi mereka saat
melakukan Brief Counseling nantinya. Hal tersebut dilakukan agar dalam proses pelaksanaan tindakan yang dilakukan oleh peneliti
dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan prosedur yang ada. Sebelum melakukan tindakan konseling kelompok dengan
pendekatan Brief
Counseling, peneliti
juga melakukan
pengumpulan data awal mengenai Trait Anxiety dan State Axiety dengan menyebarkan tes kecemasan yakni STAI State Trait
Anxiety Inventory. Alat ukur ini bertujuan untuk mengukur dua konsep kecemasan yang berbeda, yaitu State Anxiety A- State dan
Trait Anxiety A-Trait. Spielberger menerangkan State Anxiety kecemasan sesaat, sebagai suatu keadaan atau kondisi emosional
sementara atau sesaat pada seseorang. Kecemasan ini bersifat subyektif sehubungan dengan adanya suatu ketegangan dan
kekhawatiran serta meningkatnya aktivitas system syaraf otonom. A- State bervariasi dalam intensitas dan waktu sesuai dengann
keadaan. Oleh karena itu, alat ukur ini merupakan indikator yang
peka terhadap situasi yang menimbulkan anxiety. Sementara Trait Anxiety kecemasan dasar menunjuk pada adanya perbedaan-
perbedaan kecenderungan penghayatan kecemasan yang relative stabil atau menetap.
Tes STAI yang dikerjakan dengan rumus K- R20 dengan hasil sebagai berikut: untuk A- Trait: mean: = 6, 392 dan untuk A-
State: mean = 8, 986. Berdasarkan norma, batas untuk A-Trait dengan M= 6,392. Hal ini berarti subyek yang mendapat skor
kurang dari M adalah orang yang mempunyai A-Trait rendah. Sebaliknya, bila skor di atas M berarti mereka mempunyai A-Trait
yang tinggi. Untuk A-State berlaku aturan yang sama, bilamana skor kurang dari M berarti A-State yang dimiliki rendah. Demikian
juga bila skor A-State lebih tinggi dari M, berarti A-State yang dimiliki tinggi. Peneliti juga mengumpulkan data awal melalui
wawancara dengan suster kepala panti asuhan dan kepala sekolah SLB A Karya Murni Medan.
b. Tindakan
Peneliti melakukan tindakan yaitu konseling kelompok dengan pendekatan Brief Counseling, pada hari Sabtu tanggal 27
Desember 2014 pukul 16.45-17.30 WIB. Konseling kelompok dengan pendekatan Brief Counseling tersebut dilaksanakan di aula
panti asuhan Karya Murni Medan. Berikut penjelasan pelaksanaan konseling kelompok dengan pendekatan Brief Counseling.
1 Fase Pembukaan Goal Setting
Pada pembukaan ini peneliti mengawali kegiatan dengan mengajak subjek untuk berdoa terlebih dahulu, lalu
mengajak mereka men yanyikan lagu ”kupu-kupu”. Kegiatan
ini dilakukan agar siswa merasa rileks, dan nyaman karena sudah mengawali pertemuan dengan cerita dan pengalman yang
positif. Setelah itu dilanjutkan dengan menceritakan perasaan masing-masing. Peneliti meminta anak tunanetra membuat
kesepakatan selama konseling singkat berfokus solusi ini berlangsung. Kesepakatan dibuat agar proses konseling
kelompok dapat berjalan dengan baik. Setelah sepakat peneliti meminta mereka bercerita bebas dan mengutarakan harapan
mereka setelah mengikuti Brief Counseling. 2
Fase Teraupetik Dalam kegiatan inti ini peneliti menjelaskan maksud
dan tujuan diadakanya konseling kelompok, setelah itu peneliti mempersilahkan
siswa menceritakan
masalah mereka,
sementara itu peneliti dan siswa lainya menjadi pendengar yang aktif. Lalu peneliti menanyakan harapanmotivasi mereka
mengikuti kegiatan konseling kelompok, niatgoal yang akan dicapai setelah mengikuti kegitan konseling kelompok. Setelah
itu peneliti mulai mengajukan beberapa pertanyaan dengan mengunakan teknik dalam pendekatan Brief Counseling.
Teknik yang digunakan peneliti ialah: bercerita bebas, pen- skalaan, pertanyaan ajaib, dan pengecualian.
3 Fase Penutup
Sebelum peneliti
menutup kegiatan
konseling kelompok, peneliti mengajak anak tunanetra untuk mengetahui
hambatan apa yang sekiranya menjadi penghambat mereka dalam melaksanakan niat yang sudah mereka rumuskan. Hal
tersebut merupakan teknik “menjinakkan ranjau” dalam
pendekatan Brief Counseling. Teknik tersebut digunakan disesi terakhir konseling kelompok. Peneliti memberikan
support kepada anak tunanetra dan mengajak teman-temannya yang lain saling memberi penguatan dengan kata-kata
motivasi. Peneliti meringkas seluruh proses konseling kelompok dengan pendekatan Brief Counseling. Peneliti dan
anak tunanetra menutup kegiatan dengan doa penutup. c.
Observasi Berdasarkan pengamatan peneliti terhadap kelima anak
tunanetra ini, terlihat bahwa ada perubahan sikap setelah mengikuti Brief Counseling siklus I. Perubahan dalam hal
ketegangan, rasa gurup, rasa sedih,rasa khawatir yang muncul sudah mampu mereka sadari. Menyadari bahwa mereka sedang
mengalami rasa cemas memampukan mereka dapat bertindak membuat solusi untuk mengatasi kecemasan mereka saat itu.
d. Refleksi
Dalam pelaksanaan brief counseling pada siklus I, peneliti menyadari bahwa masih terdapat beberapa hal yang perlu
diperbaiki agar pelaksanaan kegiatan siklus II berjalan lebih baik. Bereapa hal yang perlu diperbaiki ialah:
1 Kesiapan peneliti
Mendukung kesiapan peneliti untuk melaksanakan tindakan ini, sebaiknya menggunakan kerangka pokok
pembicaraan yang sudah disusun oleh peneliti sehingga subyek juga siap dan tidak bertanya-tanya.
2 Penguasaan teknik
Peneliti menyadari bahwa masih ada teknik yang kurang dipahami dalam pelaksanaan Brief Counseling ini.
Teknik tesebut ialah pertanyaan ajaib dan menjinakkan ranjau. Peneliti masih perlu merumuskan pertanyaan ajaib dengan
bahasa yang sederhana sehingga mudah dipahami oleh subyek dan memilih kalimat yang sesuai supaya subyek
merasa nyaman ketika merespon peneliti saat menyampaikan pertanyaan ajaib dan ketika menggunakan teknik menjinakkan
ranjau. 3
Keaktifan Subyek Dalam pelaksanaan siklus I, keaktifan kelima subyek
sudah baik saat mengikuti tindakan pada siklus I. mereka aktif
dan penasaran akan kegiatan yang dilakukan oleh peneliti. Mereka senang karena bisa salaing bercerita mengungkapkan
perasaan masing-masing meskipun kadangkala bergurau merespon temannya yang bercerita. Awalnya mereka malu-
malu namun perasaan itu menjadi berubah saat peneliti mengajak mereka bernyanyi bersama. Bahkan salah satu dari
subyek ragu untuk mengatakan perasaannya. Meskipun demikian akhirnya mereka bisa serius mengikuti konseling ini
setelah peneliti menjelaskan tujuan dari semua kegiatan yang dilakukan peneliti.
3. Siklus II