tunanetra mengalami kecemasan namun sebagian dari mereka masih bisa memaksimalkan potensinya dengan baik dan sebagian besar hanya
berdiam diri mengikuti arus kehidupan tanpa perjuangan. Hidupnya biasa- biasa saja seperti tidak bergairah.
2. Siklus I
Peneliti melakukan tindakan yaitu konseling kelompok dengan pendekatan Brief Counseling, pada hari Sabtu tanggal 27 Desember 2014
pukul 16.45-17.30 WIB. Konseling kelompok dengan pendekatan Brief Counseling tersebut dilaksanakan di unit dua Panti Asuhan Karya Murni
Medan. Setelah melaksanakan mendapatkan tindakan layanan konseling kelompok dengan pendekatan Brief Counseling, peneliti memberikan tes
STAI. Berikut ini skor hasil tes STAI pada siklus I. Tabel 5. Skor Kecemasan Subyek Pada Siklus I
Subyek A-
State A-Trait
E 2
3 M
4 4
A 4
4 S
3 4
G 7
6
Skor kecemasan subyek setelah diberikan tes menunjukkan bahwa intensitas kecemasan mereka menurun. Namun pada siklus I ini, salah satu
subyek yakni subyek G, skor A-State meningkat meningkat dari data awal A-State 6 dan setelah siklus II, A-State menjadi 7. Setelah selesai
konseling kelompok dengan pendekatan Brief Counseling pada siklus I,
peneliti melakukan wawancara terhadap subyek Gema disamarkan. Menurut subyek Gema, ia merasa gugup dan masih tegang karna subyek
tidak biasa bercerita tentang pengalaman dan perasaan. Berdasarkan pengamatan peneliti terhadap kelima anak tunanetra ini setelah selesai
Brief Counseling diberikan tes STAI diperoleh bahwa intensitas kecemasan pada subyek menurun di siklus I. Intensitas kecemasan kelima
subyek menurun dilihat dari skor dari tes STAI yang diberikan dan dari hasil wawancara mereka lebih tenang dan berani ketika berbicara dan
bercerita. Selama proses Konseling pada siklus I, mereka dapat bercerita secara bebas meskipun pada awalnya mereka merasa canggung saat
bercerita, alasannya sama seperti subyek Gema. karena mereka belum terbiasa
bercerita bersama
khususnya saat-saat
mengungkapkan pengalaman perasaan mereka.
3. Siklus II
Dalam pelaksanaan siklus II, keaktifan kelima subyek sudah baik saat mengikuti tindakan pada siklus II. Mereka lebih aktif bercerita
mengungkapkan perasaan masing-masing dan saling memberi respon terhadap teman yang lain. Meskipun kadangkala mereka bergurau
merespon temannya yang bercerita. Namun salah satu dari subyek dalam siklus II merasa sulit untuk mengatakan perasaannya. Meskipun demikian
akhirnya subyek dan teman kelompok lainnya bisa serius mengikuti konseling ini. Pada siklus II, intensitas kecemasan kelima subyek menurun.
Hal ini bisa dilihat dari skor kecemasan subyek setelah selesai siklus II, peneliti memberikan tes STAI. Skor kecemasan setelah siklus II dapat
dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 6. Skor Kecemasan Kelima subyek Setelah Siklus II
Subyek A-State A-Trait
E 1
M 1
2 A
3 3
S 3
1 G
4 5
A-Trait dan A-State pada kelima subyek dapat menurun setelah mendapatkan tindakan layanan konseling kelompok dengan pendekatan
Brief Counseling. Pada pelaksanaan tindakan siklus II ini, peneliti melihat bahwa ada hal yang berbeda pada subyek, dimana mereka lebih antusias,
tenang dan serius selama proses konseling kelompok berlangsung. Selain itu peneliti juga merasa lebih nyaman dan santai. Pada siklus II ini, peneliti
lebih merasa percaya diri dan bersemangat dalam memberikan konseling kelompok. Dari hasil wawancara mereka mengatakan bahwa mereka
merasa senang dan merasa lebih tenang ketika bercerita. Mereka mengatakan bahwa pada pertemuan pertama mereka merasa ragu untuk
bercerita karena ada pemikiran mereka bahwa ungkapan mereka diberitahukan kepada suster pemimpin. Dalam pertemuan yang kedua ini
mereka benar-benar bercerita dengan bebas dan menemukan solusi atas
kecemasan mereka. Mereka juga mengusulkan dan berharap sang peneliti tinggal bersama mereka.
Setelah pemberian tindakan layanan konseling kelompok dengan pendekatan Brief Counseling pada siklus I dan siklus II, intensitas
kecemasan kelima subyek dapat menurun. Peneliti mencari perbandingan reta-rata kecemasan kelima subyek sebelum tindakan dan setelah tindakan.
Dari hasil statistik deskriptif yang dilakukan peneliti secara manual, diperoleh rata
–rata kecemasan anak tunanetra sebelum tindakan, rata-rata A-State mencapai 6.7 dan rata-rata pada A- Trait mencapai 9.7. Setelah
diberikan tindakan pada akhir siklus I, rata-rata A-State mencapai 4.0 dan pada A-Trait mencapai 4.0 dan pada akhir siklus II, rata-rata A-State
mencapai 2.6 dan reta-rata A-Trait mencapai 2. Berdasarkan norma, batas untuk A-Trait dengan M = 6.392, hal ini berarti subyek-subyek yang
mendapat skor kurang dari M adalah orang-orang yang mempunyai A- Trait rendah. Sebaliknya, bila skor diatas M berarti mereka mempunyai A-
Trait yang tinggi. Untuk A-State berlaku aturan yang sama, dimana bila skor kurang dari M = 8.986 berarti A-State yang dimiliki rendah.
Demikian juga bila skor A-State lebih tinggi dari M, berarti A-State yang dimiliki tinggi.
Berdasarkan hasil tes yang dilakukan oleh peneliti setiap selesai tindakan, terlihat kecemasan mereka mulai bisa dikendalikan. Meskipun
salah satu dari subyek tersebut pada siklus I ketika setelah diberikan tindakan kecemasan yang mendasar A-State agak meningkat. Hal ini
terjadi karena tidak biasa bercerita pengalaman mengungkapkan perasaan. Subyek ini menyadari bahwa keinginannya untuk bangkit dan keluar dari
kecemasannya tinggi. Berikut ini akan dijabarkan perubahan yang dialami masing-
masing subyek sesudah mendapatkan tindakan konseling kelompok dengan pendekatan Brief Counseling setelah siklus I dan II.
1. Subyek Esti 17 Tahun
Berdasarkan hasil tes kecemasan yang dilakukan sampai tiga kali sebelum dan setelah tindakan siklus I dan siklus II, skor kecemasan subyek
semakin menurun dan berani mengatakan perasaannya. Selain itu berdasarkan wawancara dengan suster pendamping dan salah satu guru di
SLB A, subyek sudah lebih tenang ketika berbicara dengan guru dan pendamping di panti. berdasarkan wawancara dengan subyek itu sendiri,
bahwa dirinya cemas karena perlakuan teman sekelas yang normal selalu mengganggunya sehingga subyek merasa was-was, gelisah ketika sudah
tiba di kelas. 2.
Axel 16 Tahun Berdasarkan gambaran data awal Axel dari tes kecemasan sebagai
pretest terjadi penurunan jumlah skor sebelum diberikan tindakan dengan jumlah skor setelah diberikan tindakan. Hasil observasi yang diperoleh
peneliti dari suster pemimpin menyatakan bahwa ada perubahan dalam diri Axel. Keberhasilan ini didukung oleh kemampuan subyek dalam
melakukan tujuangoal setting yang dirumuskannya. Keberhasilan subyek
ini didukung oleh teknik konseling yang digunakan peneliti yakni peskalaan, dimana subyek bisa memanage dirinya dengan menyadari
bahwa subyek memiliki potensi dan solusi untuk menjadikan dirinya lebih santai dan tenang ketika melakukan aktivitas tanpa dihantui rasa cemas
akan dunia sekitarnya. Berdasarkan jawaban subyek diatas, subyek menyadari bahwa
kemampuannya mengatasi masalah kecemasan yang dialaminya akan bisa dilaksanakan dengan optimis dan merasa yakin dengan dirinya. Seperti
yang dikatakan subyek bahwa dirinya pasti bisa dan menyadari bahwa potensi yang dimiliki merupakan kebanggaan yang positif untuk
memberikan yang terbaik dan mewujudkan harappan dan mimpinya. Teknik penskalaan yang dilakukan peneliti membantu subyek lebih
optimiss melakukan niatnya. Penskalaan adalah sebuah teknik yang dapat menuntun konselor maupun konseli untuk membuat permasalahan yang
pada mulanya terasa kompleks dan abstrak menjadi lebih kongkrit dan manajebel De Jong Miller, 1995.
3. Gema 14 Tahun
Berdasarkan data awal, subyek ini memiliki kecemasan yang tinggi pada A-State maupun A-Trait. Namun dari data akhir pada siklus kedua
subyek ini memperlihatkan perubahan dalam hal pergerakan fisiknyanya ketika berbicara dengan orang lain namun masih mau mengatakan dirinya
“tidak bisa”. Namun dari perubahan yang dialaminya khusunya bisa lebih tenang saat berbicara dan nampak perubahan ketika berbicara tidak terlalu
terbata-bata lagi. Teknik Mirachle Question membantu subyek lebih yakin dengan dirinya bahwa suaranya indah didengar oleh orang lain. Teknik ini
tidak hanya sekedar mengajak subyek untuk melihat hal yang berbeda dari dirinya, lebih dari itu teknik ini juga memberikan motivasi kepada subyek
bahwa dirinya bisa dan berpotensi. 4.
Marni 19 Tahun Data akhir yang diperoleh peneliti melalui hasil observasi, Marni
menunjukkan perubahan setelah mengikuti Brief Counseling. Pendekatan yang dilakukan peneliti dalam konseling kelompok telah membantu
subyek mengenali kemampuannya dan menyadari bahwa dirinya selama ini
ragu-ragu untuk
menampilkan kemampuannya.
Hal inilah
yangmembuat subyek merasa cemas jika hendak tampil maju untuk bernyanyi. Pada goal setting subyek mengatakan bahwa dirinya ingin
tampil lebih baik saat lomba di Lombok. Berdasarkan jawaban subyek diatas dapat diperoleh bahwa subyek memiliki keinginan yang sangat
tinggi untuk mengekspresikan kemampuannya tanpa merasa ragu dan cemas. Subyek hendak berniat untuk mengatasi perasaan cemasnya.
Perubahan subyek ini didukung juga oleh teknik penskalaan yang diberikan oleh peneliti saat konseling. Subyek merasa optimis untuk
menemukan solusi menyelesaikan masalahnya. Jawaban subyek ini menunjukkan bahwa dirinya memiliki potensi
untuk berani tampil dan akan berusaha menceritakan perasaannya kepada orang yang dipercayanya membantu subyek mengatasi perasaan-perasaan
negatif yang dialaminya. Pendekatan Brief Counseling ini membantu subyek untuk memotivasi dirinya untuk melakukan aktivitasnya dan
membatu subyek menemukan soulusi saat mengalami perasaan-perasaan negatif dalam kehidupannya sehari-hari.
5. Silna 17 Tahun.
Data yang diperoleh baii data awal maupun data akhir diperoleh hasil bahwa subyek mengalami perubahan dalam hal ketegangan dan
kekhawatiran. Perubahan ini dapat dilihat dari jumlah skor subyek setelah mengikuti tes kecemasan pretest dan setelah diberikan tindakan selama
dua kali. Subyek selama ini memikirkan kalau subyek setiap mengikuti lomba merasa cemas karena takut tidak mendapatkan juara dan dimarahi
oleh pendamping. Perasaan itu mengganggu pikirannya ketika mengikuti lomba nyanyi atau pidato bahkan ketika diminta MC, subyek selalu
mengelak. Namun goal stting subyek telah memotivasi subyek untuk lebih mantap dan tenang mengahadapi perlombaan yang akan diikutinya nanti.
Kemampuan subyek ini harus dikembangkan demi masa depannya, untuk
itu subyek
berusaha untuk
mampu menyadari
bahwa kemampuannya dapat meraih harapan dan mimpi-mimpinya. Brief
counseling yang diikuti oleh subyek membangun komitmen dalam dirinya untuk melakukan hal yang sederhana tanpa harus juara. Brief counseling
ini juga menyadarkan subyek bahwa mengikuti lomba pasti ada yang kalah dan menang yang terutama saya sudah berusaha melakukannya dengan
semampu saya tanpa harus merasa takut dimarahi. Inilah jawaban dari
subyek. Sikap subyek ini didukung oleh teknik Flagging The Minifield. Teknik ini membantu subyek mengadaptasi
“pelajaran” dalam sessi konseling ke dalam situasi nyata. Subyek mampu menggeneralisasikan
insight yang diperoleh dalam konseling, niat-niat untuk berperilaku yang telah dirumuskan, pikiran-pikiran, dan perasaan-perasaan untuk ditransfer
dalam setting hidup sehari-hari. Perubahan pada diri subyek dapat diperoleh wawancara dengan pemimpin panti. pemimpin panti
mengatakan bahwa subyek mengalami penurunan dalam hal kecemsan dapat dilihat dari kesiapsediaannya saat diminta menjadi MC pada acara
ulang tahun salah satu keluarga donasi panti. Berdasarkan data yang sudah diperoleh setelah diberikan tindakan
layanan konseling dengan pendekatan Brief Counseling, intensitas kecemasan kelima subyek menurun dari kondisi awal sebelum diberikan
tindakan dan setelah diberikan tindakan. Skor kecemasan kelima subyek pada setiap siklus dapat dilihat pada diagram di bawah ini.
Gambar 9. Grafik Skor kecemasan kelima Subyek Sebelum dan Sesudah Tindakan
13 13
2 3
1 7
12
4 4
1 2
8 10
4 4
3 3
8 13
3 4
3 1
6 13
7 6
4 5
FORM I FORM II
FORM I FORM II
FORM I FORM II
SEBELUM TINDAKAN SESUDAH SIKLUSI I
SESUDAH SIKLUS II
Kecemasan Sebelum Tindakan dan Sesudah Tindakan Siklus I dan II
E M
A S
G
Diagram di atas hasil dari tes kecemasan sebelum diberikan tindakan. Peneliti memperoleh data bahwa skor kecemasan setiap subyek
berbeda. Skor kecemasan dapat dilihat pada tabel di bawah: Tabel 9. Skor kecemasan sebelum dan sesudah tindakan
Subyek A-State
A-Trait A-State A-Trait A-State A-Trait E
13 13
2 3
1 M
7 12
4 4
1 2
A 8
10 4
4 3
3 S
8 13
3 4
3 1
G 6
13 7
6 4
5
Grafik skor siklus I dan Siklus II menandakan adanya penurunan kecemasan pada kelima subyek tersebut setelah diberikan tindakan. Bila
disesuaikan dengan standard norma validitas yang ditentukan, kelima subyek ini mengalami penurunan dan sudah mulai tenang menghadapi
perasaan-perasan yang muncul dalam diri mereka meskipun salah satu dari antara mereka masih merasa bahwa ada hal-hal yang membahayakan
yang mengancam dirinya. Dengan demikian dapat disimpulkan berdasarkan perhitungan
normalnya bahwa kelima subyek ini termasuk memiliki kecemasan tinggi khususnya pada A-Trait kecemasan yang menetapPada grafik di atas
dapat dilihat tampilan skor penurunan yang terdapat pada setiap siklus berdasarkan hasil tes kecemasan yang diberikan kepada kelima subyek
setelah selesai melakukan tindakan. Berdasarkan hasil pemberian tindakan pada siklus I dan siklus II dapat dibandingkan dengan data awal sebelum
adanya tindakan pendekatan Brief Counseling.
4. Hasil Observasi