Dalam bidang pendidikan luar biasa, anak dengan gangguan penglihatan lebih akrab disebut anak tunanetra. Pengertian tunanetra tidak saja
mereka yang buta, tetapi mencakup juga mereka yamg mampu melihat tatapi terbatas sekali dan kurang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup sehari-
hari terutama dalam belajar. Jadi, anak-anak dengan kondisi penglihatan yang termasuk “setengah melihat”, “low vision” atau rabun adalah bagian dari
kelompok anak tunanetra. Somantri 2007:65 mendefinisikan tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya kedua-duanya tidak berfungsi sebagai
saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti halnya orang awas. Kosasih 2012:181 mengungkapkan untuk menentukan ketunanetraan
seseorang, dapat dilihat dari sudut pandang medis. Seseorang dikatakan tunanetra apabila memiliki visus 20200 atau kurang dan memiliki pandangan
kurang dari 20 puluh derajat. Jika dilihat dari sudut pandang pendidikan, seseorang dikatakan tunanetra bila media yang digunakan untuk mengikuti
kegiatan pembelajaran adalah indera peraba tunanetra total ataupun anak yang masih bisa membaca dengan cara melihat dan menulis tetapi dengan ukuran yang
lebih besar low vision.
2. Faktor – Faktor Penyebab Ketunanetraan
Sejalan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, sekarang ini sudah jarang atau bahkan tidak lagi ditemukan anggapan bahwa ketunanetraan ini
disebakan oleh kutukan Tuhan. Secara ilmiah ketunanetraan anak dapat disebabkan oleh berbagai factor yakni faktor internal dan faktor eksternal.
a. Faktor internal yaitu faktor-faktor yang erat hubungannya dengan
kondisi bayi selama dalam kandungan. Kemungkinan ketunanetraan seseorang anak bisa disebabkan oleh faktor gen, kondisi psikis ibu,
kekurangan gizi, keracunan obat, dan sebagainya b.
Faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang terjadi saat atau sesudah bayi dilahirkan. Misalnya, berupa kecelakaan, pengaruh alat bantu medis saat
melahirkan sehingga system persarafannya rusak, panas badan yang terlalu tinggi, kekurangan vitamin, bakteri dan virus.
3. Klasifikasi Anak Tunanetra
Klasifikasi yang dialami oleh anak tunanetra, antara lain : a.
Menurut Lowenfeld 1955:p.219, klasifikasi anak tunanetra yang didasarkan pada waktu terjadinya ketunanetraan, yaitu :
1 Tunanetra sebelum dan sejak lahir; yakni mereka yang sama
sekali tidak memiliki pengalaman penglihatan. 2
Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil; mereka telah memiliki kesan-kesan serta pengalaman visual tetapi belum
kuat dan mudah terlupakan. 3
Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja; mereka telah memiliki kesan-kesan visual dan meninggalkan
pengaruh yang mendalam terhadap proses perkembangan pribadi.
4 Tunanetra pada usia dewasa; pada umumnya mereka yang
dengan segala kesadaran mampu melakukan latihan-latihan penyesuaian diri.
5 Tunanetra dalam usia lanjut; sebagian besar sudah sulit
mengikuti latihan-latihan penyesuaian diri. b.
Klasifikasi anak tunanetra berdasarkan kemampuan daya penglihatan, yaitu :
1 Tunanetra ringan defective visionlow vision; yakni mereka
yang memiliki hambatan dalam penglihatan akan tetapi mereka masih dapat mengikuti program-program pendidikan dan
mampu melakukan pekerjaankegiatan yang menggunakan fungsi penglihatan.
2 Tunanetra setengah berat partially sighted; yakni mereka
yang kehilangan sebagian daya penglihatan, hanya dengan menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan
biasa atau mampu membaca tulisan yang bercetak tebal. 3
Tunanetra berat totally blind; yakni mereka yang sama sekali tidak dapat melihat.
c. Menurut WHO, klasifikasi didasarkan pada pemeriksaan klinis,
yaitu :
1 Tunanetra yang memiliki ketajaman penglihatan kurang dari
20200 dan atau memiliki bidang penglihatan kurang dari 20 derajat.
2 Tunanetra yang masih memiliki ketajaman penglihatan antara
2070 sampai dengan 20200 yang dapat lebih baik melalui perbaikan.
4. Perkembangan Emosi Anak Tunanetra