gunanya, hidupnya begitu saja. Hal ini semakin memupuk kecemasan mereka untuk memaksimalkan potensinya.
Setelah mengikuti Brief Counseling selama 2 siklus subyek merasa mulai tenang, ketegangan akan situasi di sekeliling mereka mulai
mereda meskipun mereka massih agak ragu, namun keyakinan pada kelebihan dan potensi mereka serta yakin bahwa banyak orang yang sangat
mengasihi dan akan peduli kepada mereka. Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa konseling kelompok dapat menurunkan kecemasan
setelah diberikan tindakan pendekatan Brief Counseling. Peneliti dapat melaksanakan konseling kelompok dengan baik,
mulai dari siklus I dan II dengan pendekatan Brief Counseling . Selain itu peneliti juga berharap dengan pengalaman memberikan layanan konseling
kelompok, pihak panti asuhan khususnya para pendamping di unit-unit dapat mempelajari Brief Counseling dalam membantu anak-anak tunanetra
mengatasi masalah mereka.
C. Pembahasan
Pada penelitian ini, peneliti melakukan tindakan layanan konseling kelompok dengan pendekatan Brief Counseling untuk menurunkan
kecemasan kelima anak tunanetra sebagai subyek penelitian. Pendekatan Brief Counseling berasumsi bahwa klien adalah pihak yang ahli dalam
permasalahannya sendiri. Teknik yang digunakan dalam pendekatan Brief Counseling ini adalah miracle question, coping question, dan scaling
question. Teknik ini bertujuan untuk mengidentifikasi goal dalam pikiran
konseli agar konselor dapat membantunya membuat perubahan dalam hidupnya. Meskipun dalam proses pemberian layanan konseling dengan
pendekatan Brief Counseling peneliti juga menggunakan teknik-teknik konseling dalam buku WinkelHastuti namun minim.
Berdasarkan wawancara saat subyek mengikuti Brief Counseling, mereka antusias dan berani mengungkapkan keraguan dan kecemasan
yang membuat mereka menjadi putus asa dan berdiam diri kecuali kalau ada perintah dari orang-orang normal yang disekitar mereka. Empat orang
dari subyek terlihat senang dan mempraktekkan apa yang mereka niatkan sedangkan satu orang subyek masih tetap ragu akan penerimaan orang lain
terhadap dirinya. Subyek sudah menyadari bahwa dirinya memiliki kecemasan akan penerimaan orang lain terhadap dirinya maka subyek
membatasi dirinya ketika berhadapan dengan orang lain. Spielberger dalam Carducci, 2009 membagi kecemasan dalam dua jenis yaitu state
anxiety dan trait anxiety. State anxiety merupakan perasaan ketegangan dan ketakutan yang terkait dengan aktivitas saraf otonom sedangkan trait
anxiety merupakan karakteristik individu yang pencemas akan mempengaruhi intensitas kecemasan saat merespon berbagai situasi.
Individu yang memiliki trait anxiety akan cenderung lebih pencemas dibandingkan individu yang memiliki trait anxiety rendah. Untuk
mengetahui intensitas kecemasan kelima subyek pada setiap siklus menggunakan standar mean yang sudah ditentukan.
Kelima subyek ini menyadari bahwa kecemasan yang mereka rasakan yang meliputi perasaan tegang, gugup, khawatir, sedih, muncul
karena subjek memiliki gangguan secara fisik yakni penglihatan yang lovision dan tidak bisa melihat sama sekali. Barlow dan Durand
2006:158 mengatakan bahwa kecemasan merupakan keadaansuasana perasaan yang ditandai oleh gejala-gejala jasmaniah seperti ketegangan
fisik dan kekhawatiran tentang masa depan American Psychiatric Association, 1994;Barlow, 2002. Gangguan penglihatan bagi kelima
subyek merupakan sesuatu yang dianggap mengancam untuk meraih masa depan yang diharapkan namun akan dihadapi dengan semangat dan tenang
serta keyakinan akan potensi diri sendiri. Keyakinan pada kekuatan positif pada diri ke-lima subyek mempengaruhi perasaannya sehingga
kecemasan subyek dapat menurun dan mampu berelasi baik dengan orang lain tanpa prasangka. Hal ini dibenarkan oleh Elford 2010 yang
menjelaskan pada salah satu keutamaan Brief Counseling yakni jika konseli lebih fokus pada solusi dan kekuatan-kekuatan dirinya
kemungkinan relasi yang terhambat yang diakibatkan oleh rasa tegang, gugup, khawatir dengan orang lain dapat dihindarkan.
Layanan konseling kelompok pada setiap siklus membantu kelima subyek untuk saling terbuka dan berusaha untuk menghasilkan perubahan
dalam diri setiap subyek. Mereka saling mendukung dan saling percaya satu sama lain. Sebagaimana dikatakan dalam buku Winkel Hastuti
hal; 590, konseling kelompok adalah suatu proses antar pribadi yang
dinamis, yang berpusat pada pemikiran dan perilaku yang disadari. Proses itu mengandung ciri-ciri teraupetik seperti pengungkapan pikiran dan
perasaan yang leluasa, saling percaya, saling perhatian, saling pengertian dan saling mendukung. Pengalaman yang saling percaya dan mendukung
inilah juga yang dirasakan oleh kelima subyek. Pada setiap siklus, peneliti menjelaskan alasan diadakannya
pertemuan secara bersama sehingga pada awal pertemuan ada kepercayaan dan kenyamanan selama terlaksananya tindakan Brief Counseling. Selama
konseling kelompok dengan pendekatan Brief Counseling berlangsung, peneliti mengamati bahwa pada pada siklus I mereka merasa malu-malu
untuk berbicara. Hal ini terbukti dari hasil observasi peneliti lewat ekspresi wajah mereka yang hanya tersenyum. Meskipun pada akhirnya mereka
mulai terbuka bercerita bebas. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh gambaran penurunan kecemasan pada kelima subyek
dengan menampakkan sikap tenang dan relaks saat berhadapan dan berbicara dengan orang lain setelah mandapatkan layanan konseling
dengan pendekatan Brief Counseling. Mereka mampu menemukan tujuan mereka dan mengatakan niat-niat mereka untuk mengatasi masalah
mereka. Hasil wawancara dengan kelima subyek mengatakan bahwa
faktor-faktor yang membuat mereka cemas adalah takut tidak diterima, suaranya dianggap jelek, merasa bahwa orang lain tidak senang
mendengar suaranya dan merasa bahwa kebutaan mereka menjadi suatu
ancaman bagi mereka. Dalam keadaan buta mereka berpikir bahwa tidak ada yang lebih bagus yang bisa dikerjakan. Mereka mengatakan bahwa
orang buta itu hidupnya akan begitu saja hanya jalan akhirnya menjadi tukang pijat. Perasaan dan pemikiran inilah yang menghambat mereka
berkembang secara emosi, maupun kognitifnya. Setelah mendapakan layanan konseling kelompok dengan pendekatan Brief Counseling mereka
menyadari bahwa perasaan-perasaan yang mereka alami akan bisa diatasi karena mereka memiliki kekuatan yang positif dan talenta yang
dianugerahkan Tuhan. Kelima subyek merasa yakin pasti bisa untuk berkarya mencapai cita-citanya. Walter and Peller 1992 menjelaskan
bahwa semua klien dapat memecahkan masalah mereka sendiri dengan mengekspos, merinci, dan mereplikasi keberhasilan selama pengecualian.
Mereka menyadari bahwa kekuatan dan potensi yang mereka miliki sangat membantu mereka untuk bisa menggapai kesuksesan yang mereka
harapkan dan dapat lebih tenang menghadapi situasi yang mereka alami meskipun secara fisik mengalami cacat mata.
Elford 2010 mengatakan bahwa Brief Counseling memiliki keutamaan yang mengakui bahwa klien memiliki kekuatan-kekuatan dan
memberdayakan kekuatan yang melekat dalam diri mereka untuk mengatasi masalahnya. Memberdayakan kekuatannya untuk menetukan
tujuannya sendiri sampai konseli dapat membuat keputusan akan perubahan dalam dirinya. Demikian juga kelima subyek merasa ada
sesuatu yang berbeda dari mereka ketika mendapatkan tindakan
pendekatan Brief Counseling. Mereka yakin bahwa bisa memberdayakan kekuatan dalam dirinya untuk bisa sukses dan berkembang. Semua
subyek bangga pada potensi dirinya dan mampu menyadari bahwa diirinya memiliki kekuatan dalam mengatasi masalah yang dialaminya.
Meskipun salah satu subyek menunjukkan peningkatan pada State Anxiety namun pada suklus II, kecemasan pada subyek menurun baik itu State
Anxiety maupun Trait Anxiety . Artinya bahwa konseling kelompok dengan pendekatan Brief Counseling dapat menurunkan kecemasan pada
anak tunanetra meskipun dalam proses pelaksanaan tindakan ini ada beberapa faktor yang mempengaruhi perasaan setiap subyek, seperti
halnya: subyek tidak mampu melaksanakan niatgool setting yang dirumuskan dalam proses konseling kelompok, subyek kurang antusias
dalam megikuti proses konseling kelompok baik sebelum maupun saat diberikan tindakan, serta keraguan untuk mengatakan isi hatinya yang
mendukung usaha subyek untuk bisa menjadi lebih baik.
97
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini memaparkan kesimpulan, implikasi penelitian serta saran. Ke-tiga sub-judul tersebut merupakan bagian-bagian dari metode penelitian yang harus
ada dalam sebuah penelitian tindakan. Setiap pengertian dan penjabaran didasarkan pada pemahaman logis, ilmiah, dan dapat dipertanggungjawabkan.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa ada penurunan kecemasan pada kelima anak tunanetra. Subyek menjadi merasa tenang,
terbuka, lebih santai saat berbicara dengan orang di luar panti dan mulai tenang ketika pendamping di setiap unit mengajak berbicara. Mereka
mengatakan bahwa mendapatkan sesuatu yang berharga dimana mereka bisa mengungkapkan perasaannya dengan bebas setelah mendapat layanan
konseling kelompok dengan pendektan Brief Counseling. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan konseling kelompok dengan pendektan
Brief Counseling, efektif dalam menurunkan kecemasan pada kelima subyek, yaitu:
1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya penurunan kecemasan pada
kelima anak tunanetra Panti Asuhan Karya Murni Medan setelah mendapatkan layanan konseling kelompok dengan pendekatan Brief
Counseling. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata kecemasan anak tunanetra.