2.2.5.2. Syarat dan Ciri Profesionalisme
Syarat dan ciri dari tertentu dari profesi Carey, 1970, Loeb, 1978 dalam Regar 1993:8 antara lain:
1. Pengetahuan yang diperlukan diperoleh dengan cara mengikuti
pendidikan yang teratur dan dibuktikan dengan tanda atau ijasah keahlian dan memiliki kewenangan dalam keahliannya.
2. Jasa yang diberikan dibutuhkan oleh masyarakat dan memiliki
monopoli dalam memberikan pelayanan. 3.
Memiliki organisasi yang mendapat pengakuan masyarakat atau pemerintah dengan perangkat kode etik untuk mengatur anggotanya
serta memiliki budaya profesi. 4.
Suatu ciri yang membedakannya dengan perusahaan yakni tidak mengejar keuntungan yang sebesar-besarnya, tetapi lebih
mengutamakan pelayanan dengan memberikan jasa yang bermutu dengan balas jasa yang setimpal.
Selain dari persyaratan umum yang dijelaskan diatas untuk menjadi akuntan harus lebih dulu mendapatkan izin kerja yang dikeluarkan oleh
Departemen Keuangan. Dan izin kerja hanya dapat diberikan bila dianggap yang bersangkutan telah cakap untuk melakukan fungsi akuntan
publik dengan meneliti pengalaman yang bersangkutan. Pengetahuan teori yang diperoleh selama proses pendidikan dianggap tidak cukup untuk
melakukan fungsi akuntan publik. Pengalaman yang relevan merupakan modal yang penting untuk dapat melakukan fungsi sebagai akuntan publik.
Oleh sebab itu adalah tepat sekali apabila seseorang berminat untuk menjadi akuntan publik, keharusan untuk memiliki pengalaman
merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi. Hal ini juga dikemukakan oleh Mulyadi 1998:25 dalam norma
pemeriksaan akuntan bahwa disamping akuntan harus telah menjalani pendidikan formal sebagai akuntan seperti diatur dalam UU no. 34 tahun
1954 tersebut, norma umum yang pertama mensyaratkan akuntan public harus menjalani latihan teknis yang cukup dalam praktik akuntansi dan
prosedur pemeriksaan.
2.2.5.3. Faktor-faktor pendukung profesionalisme.
Mike W. Martin dan Roland Schinzinget dalam Dipohusodo 1994:43 mengemukakan kriteria atau faktor-faktor profesionalisme
sebagai berikut: 1.
Mencapai standar prestasi dalam pendidikan, kemampuan atau kreativitas kerja.
Seseorang disebut profesional karena memiliki keahlian tertentu dibidang tertentu. Keahlian tersebut bisa didapatkan dengan mengikuti
pendidikan formal seperti mengikuti pendidian berkelanjutan di perguruan tinggi maupun pendidikan informal seperti kursus-kursus, pelatihan-
pelatihan, seminar-seminar, lokakarya bahkan bisa juga didapatkan dari pengalaman-pengalaman kerja. Pada kenyataannya kata profesional telah
memperoleh konotasi positif, paling tidak berasal dari pengakuan masyarakat atas pentingnya serta sulitnya untuk mendapatkan ketrampilan
dan pengetahuan. Disamping dari pendidikan untuk menjadi profesional seseorang harus selalu mengembangkan bakat yang ada dalam dirinya.
2. Bersedia menerima tanggung jawab moral terhadap masyarakat, konsumen
pelanggan, sejawat, atasan maupun bawahan, sebagai bagian dari kewajiban profesionalnya meski dalam bentuk yang paling mendasar
sekalipun. Ini berarti seorang yang professional harus berusaha keras untuk menjaga kepercayaan masyarakat secara umum terhadap profesional
profesi pada umumnya dan profesional pribadi pada khususnya. Seorang yang professional harus pandai-pandai dalam mempertimbangkan
kewajibannya terhadap masyarakat, konsumen, rekan sejawat, atasan atau bawahan, serta sesamanya jika terjadi konflik kepentingan diantara
kewajiban-kewajiban itu. Di lain pihak, seorang professional diharapkan agar menghindari konflik. Yang paling penting bahwa memegang
kepercayaan merupakan salah satu kewajiban profesional yang paling sentral dan paling luas cakupannya.
2.2.5.4. Prinsip-prinsip Profesionalisme.