2.2.4.3. Aspek Independensi Akuntan Publik.
Akuntan publik berkewajiban untuk jujur tidak hanya terhadap manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur dan
pihak lain yang meletakkan kepercayaan atas pekerjaan akuntan publik. Sikap mental tersebut meliputi independen dalam fakta in fact maupun
dalam penampilan in appearance. Menurut Arrens dan Loebbecke Jusuf;1996:84 mengenai aspek
independensi adalah bukan hanya penting bagi akuntan publik untuk memelihara sikap mental independen dalam memenuhi tanggung jawab
mereka, tetapi penting juga bahwa pemakai laporan keuangan menaruh kepercayaan terhadap independensi tersebut. Kedua sasaran ini sering
ditunjukkan sebagai independensi dalam kenyataan in fact dan independensi dalam penampilan in appearance.
Setiap auditor harus memiliki kedua sikap independensi baik independence in fact maupun independence in appearance. Kedua aspek
independensi tersebut mempunyai hubungan yang erat dan saling berkaitan satu dengan yang lain, yaitu meskipun akuntan publik telah
bersikap obyektif dalam melaksanakan pemeriksaan akuntan atau dengan kata lain akuntan publik dalam keadaan independen dalam kenyataan,
akan tetapi apabila pemakai laporan keuangan meragukan akan independensi dalam kenyataan akuntan publik, maka dapat dikatakan
bahwa akuntan publik tersebut tidak independen.
Selain dapat digolongkan menjadi dua aspek, independensi juga dapat digolongkan dengan cara lain. Abdul Halim 1997:21
mengemukakan bahwa independensi akuntan publik dapat digolongkan menjadi tiga aspek yaitu: independence in fact independensi senyatanya;
independence in appeareance independensi dalam keahlian; dan independence in competence independensi dari sudut keahliannya atau
kompetensinya. Dibawah ini akan dibahas ketiga aspek independensi tersebut.
1. Independensi dalam kenyataan
Independensi dalam kenyataan berkaitan dengan obyektivitas akuntan publik untuk bersikap bebas dari pengaruh kepentingan
pribadi serta kemampuan akuntan publik untuk mempertahankan sikap yang wajar atau tidak memihak selama melakukan pemeriksaan
akuntan. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa independensi dalam
kenyataan berarti suatu sikap pada diri akuntan publik untuk bertindak obyektif, jujur, serta adanya kepercayaan pada diri sendiri dalam hasil
pemeriksaan atas laporan keuangan perusahaan. Disamping itu, independen dalam kenyataan berarti juga kemampuan akuntan publik
dalam menghindari keadaan-keadaan yang dapat merusak sikap tidak memihaknya.
2. Independensi dalam penampilan.
Menurut Abdul Halim 1997:21 independensi dalam penampilan merupakan pandangan pihak lain terhadap diri auditor
sehubungan dengan pelaksanaan audit. Auditor harus menjaga kedudukannya sedemikian rupa sehingga pihak lain akan mempercayai
sikap independensi dan obyektivitasnya. Meskipun auditor independen telah menjalankan audit dengan baik secara independen dan obyektif,
pendapatnya yang dinyatakan melalui laporan audit tidak akan dipercaya oleh pemakai jasa auditor independen bila ia tidak mampu
mempertahankan independensi dalam penampilan. Dengan demikian, pemakai laporan keuangan yang diaudit memandang bahwa
independensi menurut mereka juga merupakan syarat agar laporan keuangan yang diperiksa akuntan publik dapat dipercaya. Oleh karena
itu, independensi dalam penampilan sangat penting bagi perkembangan profesi auditor.
Untuk dapat memelihara independensi dalam penampilan, akuntan publik selain bersikap tidak memihak secara nyata, juga harus
menghindari keadaan-keadaan yang membuat pihak-pihak meragukan kebebasannya, yaitu dengan jalan tidak berhubungan baik secara
langsung maupun tidak langsung dengan pihak perusahaan yang diperiksanya.
3. Independensi dipandang dari sudut keahliannya.
Menurut Mulyadi 1998:49, seseorang dapat mempertimbangkan fakta dengan baik jika ia mempunyai keahlian
mengenai audit atas fakta terebut. Seorang auditor yang tidak menguasai pengetahuan mengenai bisnis asuransi, tidak akan dapat
mempertimbangkan dengan obyektif informasi yang tercantum dalam laporan keuangan perusahaan asuransi. Auditor tersebut tidak memiliki
independensi bukan karena tidak adanya kejujuran dalam dirinya, melainkan karena tidak adanya keahlian mengenai obyek yang
diauditnya. Kompetensi auditor menentukan independen atau tidaknya auditor tersebut dalam mempertimbangkan fakta yang diauditnya. Jika
auditor tidak memiliki kecakapan profesional yang diperlukan untuk mengerjakan penugasan yang diterimanya, ia melanggar pasal kode
etik yang bersangkutan dengan independensi pasal 1 ayat 2 kode etik akuntan Indenesia dan yang bersangkutan dan kecakapan profesional
pasal 2 ayat 3 kode etik akuntan Indonesia. Abdul Halim 1997:21 juga menyatakan hal yang sama, bahwa independensi dari sudut
keahlian berhubungan erat dengan kompetensi atau kemampuan auditor dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugasnya dan dengan
kecakapan profesional auditor.
2.2.4.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Independensi Akuntan Publik