Faktor penyebab munculnya anak jalanan

21 1 Tempat pertemuan pekerja sosial dengan anak jalanan untuk menciptakan persahabatan dan mengkaji kebutuhan dan melaksanakan kegiatan. 2 Tempat untuk mengkaji kebutuhan dan masalah anak serta menyediakan rujukan untuk pelayanan lanjutan. 3 Perantara anak jalanan dengan keluarga, panti, keluarga pengganti, dan lembaga lainnya 4 Perlindungan bagi anak dari kekerasan dan penyalahgunaan narkoba dan seks bebas 5 Pusat informasi berbagai hal yang berkaitan dengan kepentingan anak jalanan 6 Mengembalikan dan menanamkan fungsi sosial anak dimana para pekerja sosial diharapkan mampu mengatasi permasalahan anak jalanan dan membetulkan sikap dan perilaku sehari-hari yang akhirnya akan mampu menumbuhkan keberfungsisosialan anak. 7 Jalur masuk berbagai pelayanan sosial dimana pekerja sosial membantu anak mencapai pelayanan tersebut 8 Pengenalan norma dan nilai pada anak Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan rumah singgah adalah untuk membantu anak jalanan mengatasi masalah-masalahnya serta menemukan alternatif untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain itu rumah singgah juga bertujuan untuk : 1 Mempertemukan anak jalanan dengan pekerja sosial untuk mengkaji permasalahan dan kebutuhan anak jalanan serta memberikan solusi pelayanan bagi anak jalanan 2 Mengupayakan anak-anak kembali ke rumah jika memungkinkan atau ke panti dan lembaga pengganti lainnya jika diperlukan 3 Perlindungan bagi anak dari kekerasan dan penyalahgunaan narkoba dan seks bebas 4 Memberikan berbagai alternatif pelayanan untuk pemenuhan kebutuhan anak.

c. Tahap-tahap Pelayanan Rumah Singgah

Tahapan pelayanan yang diberikan oleh rumah singgah pada anak jalanan dijelaskan secara rinci oleh Departemen Sosial 2000 : 99 sebagai berikut: 22 1 Tahap I, outreach atau penjangkauan. Pelayanan yang diberikan meliputi kunjungan lapangan, pemeliharaan hubungan, pembentukan kelompok, konseling, advokasi, dan mendampingi anak. 2 Tahap II, problem atau assessment. Kemudian pihak rumah singgah memberikan pelayanan berupa induksi peranan, pengisian file anak, dan monitoring kemajuan anak. 3 Tahap III, persiapan pemberdayaan. Pelayanan yang diberikan berupa resosialisasi, bimbingan social, penyuluhan, game dan rekreasi, reunifikasi. 4 Tahap IV, pemberdayaan. Pelayanan yang diberikan meliputi pemberdayaan anak, beasiswa, modal usaha, vocational training, orangtua, modal usaha. 5 Tahap V, terminasi. Dari pelayanan yang diberikan pihak rumah singgah, diharapkan anak dapat mandiri, produktif, alih kerja, menyatu dengan keluarga, boarding housepanti, income generating ortu Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa rumah singgah memang berperan aktif terhadap kehidupan anak jalanan. Rumah singgah berfungsi ganda dalam menangani anak jalanan, baik fungsi resosialisasi maupun fungsi kuratif. Rumah singgah diharapkan mampu mengembalikan fungsi sosial anak, melalui tahap-tahap yang dibuat oleh manajemen rumah singgah. Lokasi rumah singgah yang sengaja dibuat di tengah-tengah lingkungan massyarakat sebagai upaya mengenalkan kembali norma dan nilai yang ada di masyarakat bagi anak jalanan.

4. Kajian tentang Pendidikan Nonformal dalam Pemberdayaan Anak

Jalanan a. Definisi Pendidikan Nonformal Pendidikan dipandang sebagai proses belajar sepanjang hayat manusia. Artinya, pendidikan merupan upaya manusia untuk 23 mengubah dirinya ataupun orang lain selama ia hidup. Secara mendasar pendidikan formal, informal dan nonformal merupakan sebuah konsep pendidikan dalam rangka pendidikan sepanjang hayat dan belajar sepanjang hayat. Pendidikan nonformal merupakan sebuah layanan pendidikan alternatif bagi masyarakat yang tidak dibatasi dengan waktu, usia, jenis kelamin, ras suku dan keturunan, kondisi sosial budaya, ekonomi, agama dan lain-lain. Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomer 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 26 ayat 1 disebutkan bahwa pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, danatau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Menurut H.M. Saleh Marzuki 2012: 137, yang dimaksud dengan pendidikan nonformal adalah : “proses belajar yang terjadi secara terorganisasi di luar sistem persekolahan atau pendidikan formal, baik dilaksanakan terpisah maupun bagian penting dari suatu kegiatan yang lebih besar yang dimaksudkan untuk melayani sasaran didik tertentu dan belajarnya tertentu pula.” Sedangkan Mustofa Kamil dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Nonformal Pengembangan Melalui PKBM di Indonesia 2009: 14 menjelaskan bahwa : “pendidikan nonformal dalam proses penyelenggaraannya memiliki suatu sistem yang terlembagakan, yang di dalamnya terkandung makna bahwa setiap pengembangan pendidikan nonformal perlu perencanaan program yang matang, melalui