Film Musikal Dokumenter Generasi Biru Sebuah Tinjauan Semiotika Umberto Eco

(1)

commit to user

FILM MUSIKAL DOKUMENTER

”GENERASI BIRU”:

SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIKA UMBERTO ECO

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan

guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh

LIANITA MUSTIKANING RARAS C0206029

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010


(2)

commit to user

ii

FILM MUSIKAL DOKUMENTER

”GENERASI BIRU”:

SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIKA UMBERTO ECO

Disusun oleh

LIANITA MUSTIKANING RARAS C0206029

Telah disetujui oleh pembimbing

Pembimbing

Dra. Murtini, M.S NIP 195707141983032001

Mengetahui

Ketua Jurusan Sastra Indonesia

Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP 196206101989031001


(3)

commit to user

iii

FILM MUSIKAL DOKUMENTER

”GENERASI BIRU”:

SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIKA UMBERTO ECO

Disusun oleh

LIANITA MUSTIKANING RARAS C0206029

Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Pada tanggal …………. 2010

Jabatan Nama Tanda Tangan

Ketua Dra. Chattri Sigit Widyastuti, M.Hum

NIP 196412311994032005 ………..

Sekretaris Rianna Wati, S.S

NIP 198011052006042028 ………..

Penguji I Dra. Murtini, M.S.,

NIP 195707141983032001 ………...

Penguji II Dwi Susanto, S.S, M.Hum.,

NIP 1981107062006041002 ………

Dekan

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Drs. Sudarno, M.A. NIP 195303141985061001


(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : LIANITA MUSTIKANING RARAS NIM : C0206029

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Film Musikal Dokumenter ” Generasi Biru” : Sebuah Tinjauan Semiotika Umberto Eco adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, Juli 2010 Yang membuat pernyataan

LIANITA MUSTIKANING RARAS C0206029


(5)

commit to user

v

MOTTO

“...kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah, Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.”

(QS. Ali Imran [3]: 159)

Ku lafadzkan Basmallah, lalu kuayunkan kaki, maka aku percaya Engkau akan menaungi setiap jalanku...


(6)

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

1. Ibu, seseorang yang telah mengajariku tentang kerasnya kehidupan. Darimu aku belajar banyak hal yang terkadang sangat sulit untuk kujamah. Ibu selalu ada saat aku membutuhkan pelukan dan basuhan air mata. Bu, terima kasih atas kasih sayang yang selalu mengucur deras untukku. Ibu selalu sabar menghadapi kerasnya pemikiranku. Maafkan aku yang sampai saat ini masih sering mengecewakan Ibu. Tika sayang sama Ibu, bahkan melebihi batasan yang Ibu perkirakan.

2. Bapak, salah satu alasan mengapa aku begitu gigih ingin membahagiakanmu. Mungkin salahku atas pergimu Pak. Tika ingin Bapak tahu, Tika bisa bertahan, bahkan jadi lebih baik meskipun tanpa pelukan dari Bapak. Maafkan Tika selama ini Pak. Jika Tika diam, itu bukan berati Tika tidak sayang, Tika hanya berusaha melupakan goresan yang telah Bapak tinggalkan. Di balik itu semua, Tika ingin semuanya kembali. Tika sayang banget sama Bapak. Tika berharap, semoga skripsi ini bukan satu-satunya caraku membahagiakan kalian. Semoga Allah masih memberiku seribu jalan untuk mewujudkan keinginan yang tak terungkap di hati kalian.

3. Zauji Almahbub, Kusuma Widiyanto. Ayah, terima kasih atas kasih sayang dan cinta tulus dari Ayah. Ayah tak pernah lelah menasihati, mendoakan, membantu, dan mendukung setiap jalan Bunda. Bunda bukan siapa-siapa dan tidak punya apa-apa, tapi Ayah selalu memberi Bunda arti atas semuanya. Ayah, maafkan Bunda jika Bunda belum bisa membahagiakan Ayah. Tapi Bunda ingin Ayah tahu, selama 9 tahun ini, engkau selalu indah di mataku. Bunda sayang Ayah...


(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, Sang Khalik, di tangan-Nya segala kebaikan dan Dialah Maha Kuasa atas segala sesuatu di langit dan bumi. Limpahan nikmat, rahmat, inayah, hidayah dan karunia dari Allah SWT senantiasa menaungi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Film Musikal Dokumenter ” Generasi Biru” : Sebuah Tinjauan Semiotika Umberto Eco. Skripsi ini disusun guna meraih gelar sarjana pada Jurusan Sastra Indonesia Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis sangat berterima kasih atas segala doa, bantuan, dukungan dan dorongan yang telah diberikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, dengan segala ketulusan dan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Drs. Sudarno, M.A., Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret, yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelsaikan skripsi ini.

2. Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag., Ketua Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret, yang telah memberikan izin serta kemudahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

3. Dra. Chattri S. Widyastuti, M.Hum., Sekretaris Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret, yang selalu penuh perhatian dan memberi kemudahan dalam penulisan skripsi ini.


(8)

commit to user

viii

4. Dra. Murtini, M.S., Dosen Pembimbing skripsi yang senantiasa sabar dan teliti dalam memberikan bimbingan serta pengarahan kepada penulis. Terima kasih atas limpahan waktu yang selalu diluangkan untuk penulis. Penulis sangat bersyukur karena telah diberi kesempatan dibimbing skripsi oleh Ibu Murtini.

5. Dwi Susanto, S.S, M.Hum., Pembimbing Akademik yang selalu memberikan motivasi kepada penulis.

6. Seluruh dosen pengajar yang telah memberikan bimbingan selama masa perkuliahan berlangsung.

7. Ibu dan Bapak yang selalu memberikan kasih sayang dan semangat yang tiada pernah usai.

8. Kusuma Widiyanto. Terima kasih atas doa, bimbingan, nasihat, dan semangat yang tak henti-hentinya dialirkan kepada penulis.

9. Saudara-saudaraku, Dek Tiara, Dek Tyo, Buk Nita, Budhe Abang sekeluarga, Mbak Tik UGM, Mbah Uty, Mbah Buyut Garjo, Om Kitno, Bulik Marni sekeluarga, yang selalu memberikan doa serta dukungan baik moril maupun materiil.

10.Teman-teman Sastra Indonesia UNS angkatan 2006: Dian, Nita, Yuyun, Muhammad Afin, Om Zan, Toto, Tiara, Nurul, Farida, Rike, Ririn, Coyik, Dwi, Mila, Damis, Norma, Nikmah, Amel, Icha, Rina, Rohma, Ibuk Yuli, Ina, Mumung, Arum, Widya, Wendy, Hafidz, Crut, Tony, Pakdhe, Pak Dim, Aji, Demas, Tantra, Ema, Budi, Harry, Jekek dan Nugroho. Terima kasih atas segala doa, semangat, bantuan dan kenangan yang telah diberikan kepada penulis.


(9)

commit to user

ix

11.Teman seperjuangan penulis, Hanif, Sastra Inggris 2006. Terima kasih atas segala bantuan, baik waktu maupun semangat yang telah diberikan kepada penulis.

12. Teman-teman Sastra Indonesia angkatan atas dan bawah. Terima kasih atas segala doa, semangat, bantuan dan kenangan yang telah diberikan kepada penulis.

13.Teman-teman terbaik penulis, Sinta, DJ, Vivi, Dyah, Erick, Rima, Vicky, Kartini dan Teteh Thea, . Terima kasih untuk doa dan dukungan kalian. 14.Teman-teman Marching Band UNS. Terima kasih untuk bantuan dan

semangat yang diberikan kepada penulis.

15.Kakak-kakakku: Mas Amin, Mas Wasita dan Mas Daryadi, yang telah memberikan semangat, nasihat, bantuan dan doa kepada penulis.

Di samping itu, penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, yang tidak mungkin penulis sebutkan satu per satu. Semoga Allah SWT membalas kebaikan yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis sangat menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa Sastra Indonesia pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

Surakarta, Juli 2010


(10)

commit to user

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR SINGKATAN ... xxi

DAFTAR GAMBAR ... xxii

ABSTRAK ... xxxii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan Masalah ... 6

C. Rumusan Masalah ... 6

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 6

F. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Terdahulu ... 10

B. Kajia Pustaka ... 13


(11)

commit to user

xi BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Objek Penelitian ... 33

B. Sumber Data dan Data ... 33

1. Sumber Data ... 33

2. Data ... 33

C. Metode Penelitian ... 34

D. Pendekatan ... 34

E. Teknik Pengumpulan Data ... 34

F. Teknik Pengolahan Data ... 35

BAB IV ANALISIS A. Tanda dalam Film Generasi Biru... 37

1. Mesin Jackpot ... 37

a. Unsur Naratif dan Sinematik... 38

b. Pemaparan the theory of lie (teori ”dusta”) Umberto Eco dalam film Generasi Biru ... 40

c. Batas-batas politis semiotika Umberto Eco ... 42

d. Uraian batas-batas Semiotika Umberto Eco dalam film Generasi Biru ... 43

2. Slankers Solo dan Dili... 45

a. Unsur Naratif dan Sinematik... 48

b. Pemaparan the theory of lie (teori ”dusta”) Umberto Eco dalam film Generasi Biru ... 49

c. Batas-batas politis semiotika Umberto Eco ... 51 d. Uraian batas-batas Semiotika Umberto Eco dalam film


(12)

commit to user

xii

Generasi Biru ... 52 3. Jendral Nambe... 54 a. Unsur Naratif dan Sinematik... 56 b. Pemaparan the theory of lie (teori ”dusta”) Umberto Eco

dalam film Generasi Biru ... 57 c. Batas-batas politis semiotika Umberto Eco ... 59 d. Uraian batas-batas Semiotika Umberto Eco dalam film

Generasi Biru ... 60 4. Konser di Kupang ... 63 a. Unsur Naratif dan Sinematik... 65 b. Pemaparan the theory of lie (teori ”dusta”) Umberto Eco

dalam film Generasi Biru ... 66 c. Batas-batas politis semiotika Umberto Eco ... 68 d. Uraian batas-batas Semiotika Umberto Eco dalam film

Generasi Biru ... 68 5. Kisah Manusia Binatang ... 70 a. Unsur Naratif dan Sinematik... 72 b. Pemaparan the theory of lie (teori ”dusta”) Umberto Eco

dalam film Generasi Biru ... 73 c. Batas-batas politis semiotika Umberto Eco ... 75 d. Uraian batas-batas Semiotika Umberto Eco dalam film

Generasi Biru ... 77 6. Hilangnya Aktivis Kebenaran ... 79 a. Unsur Naratif dan Sinematik... 80


(13)

commit to user

xiii

b. Pemaparan the theory of lie (teori ”dusta”) Umberto Eco dalam film Generasi Biru ... 81 c. Batas-batas politis semiotika Umberto Eco ... 82 d. Uraian batas-batas Semiotika Umberto Eco dalam film

Generasi Biru ... 83 7. Jendral Nambe dan Seorang Wanita ... 85 a. Unsur Naratif dan Sinematik... 86 b. Pemaparan the theory of lie (teori ”dusta”) Umberto Eco

dalam film Generasi Biru ... 87 c. Batas-batas politis semiotika Umberto Eco ... 89 d. Uraian batas-batas Semiotika Umberto Eco dalam film

Generasi Biru ... 90 8. Kisah Una ... 92 a. Unsur Naratif dan Sinematik... 93 b. Pemaparan the theory of lie (teori ”dusta”) Umberto Eco

dalam film Generasi Biru ... 95 c. Batas-batas politis semiotika Umberto Eco ... 98 d. Uraian batas-batas Semiotika Umberto Eco dalam film

Generasi Biru ... 100 9. Kisah Kupu Liar ... 102 a. Unsur Naratif dan Sinematik... 103 b. Pemaparan the theory of lie (teori ”dusta”) Umberto Eco

dalam film Generasi Biru ... 103 c. Batas-batas politis semiotika Umberto Eco ... 104


(14)

commit to user

xiv

d. Uraian batas-batas Semiotika Umberto Eco dalam film

Generasi Biru ... 105 10.Kamu Harus Pulang ... 106 a. Unsur Naratif dan Sinematik... 107 b. Pemaparan the theory of lie (teori ”dusta”) Umberto Eco

dalam film Generasi Biru ... 108 c. Batas-batas politis semiotika Umberto Eco ... 110 d. Uraian batas-batas Semiotika Umberto Eco dalam film

Generasi Biru ... 111 11.Ku Tak Bisa ... 113 a. Unsur Naratif dan Sinematik... 115 b. Pemaparan the theory of lie (teori ”dusta”) Umberto Eco

dalam film Generasi Biru ... 117 c. Batas-batas politis semiotika Umberto Eco ... 119 d. Uraian batas-batas Semiotika Umberto Eco dalam film

Generasi Biru ... 121 12.Simbol Kata “HILANG” ... 123 a. Unsur Naratif dan Sinematik... 126 b. Pemaparan the theory of lie (teori ”dusta”) Umberto Eco

dalam film Generasi Biru ... 128 c. Batas-batas politis semiotika Umberto Eco ... 130 d. Uraian batas-batas Semiotika Umberto Eco dalam film


(15)

commit to user

xv

13.Cari ... 132 a. Unsur Naratif dan Sinematik... 133 b. Pemaparan the theory of lie (teori ”dusta”) Umberto Eco

dalam film Generasi Biru ... 136 c. Batas-batas politis semiotika Umberto Eco ... 138 d. Uraian batas-batas Semiotika Umberto Eco dalam film

Generasi Biru ... 140 14.Virus ... 142 a. Unsur Naratif dan Sinematik... 143 b. Pemaparan the theory of lie (teori ”dusta”) Umberto Eco

dalam film Generasi Biru ... 144 c. Batas-batas politis semiotika Umberto Eco ... 146 d. Uraian batas-batas Semiotika Umberto Eco dalam film

Generasi Biru ... 147 15.Bimbim dan Una ... 149 a. Unsur Naratif dan Sinematik... 150 b. Pemaparan the theory of lie (teori ”dusta”) Umberto Eco

dalam film Generasi Biru ... 152 c. Batas-batas politis semiotika Umberto Eco ... 154 d. Uraian batas-batas Semiotika Umberto Eco dalam film

Generasi Biru ... 155 16.Penculikan Aktivis Kebenaran ... 157 a. Unsur Naratif dan Sinematik... 158 b. Pemaparan the theory of lie (teori ”dusta”) Umberto Eco


(16)

commit to user

xvi

dalam film Generasi Biru ... 159 c. Batas-batas politis semiotika Umberto Eco ... 161 d. Uraian batas-batas Semiotika Umberto Eco dalam film

Generasi Biru ... 162 17.Kupu Liar Sakauw ... 164 a. Unsur Naratif dan Sinematik... 165 b. Pemaparan the theory of lie (teori ”dusta”) Umberto Eco

dalam film Generasi Biru ... 166 c. Batas-batas politis semiotika Umberto Eco ... 167 d. Uraian batas-batas Semiotika Umberto Eco dalam film

Generasi Biru ... 169 18.Bendera Setengah Tiang ... 171 a. Unsur Naratif dan Sinematik... 173 b. Pemaparan the theory of lie (teori ”dusta”) Umberto Eco

dalam film Generasi Biru ... 174 c. Batas-batas politis semiotika Umberto Eco ... 176 d. Uraian batas-batas Semiotika Umberto Eco dalam film

Generasi Biru ... 178 19.Bendera Setengah Tiang dan Kilas Balik ... 180 a. Unsur Naratif dan Sinematik... 184 b. Pemaparan the theory of lie (teori ”dusta”) Umberto Eco

dalam film Generasi Biru ... 188 c. Batas-batas politis semiotika Umberto Eco ... 194 d. Uraian batas-batas Semiotika Umberto Eco dalam film


(17)

commit to user

xvii

Generasi Biru ... 199 20.Kaka dan Kupu Liar ... 202 a. Unsur Naratif dan Sinematik... 203 b. Pemaparan the theory of lie (teori ”dusta”) Umberto Eco

dalam film Generasi Biru ... 204 c. Batas-batas politis semiotika Umberto Eco ... 206 d. Uraian batas-batas Semiotika Umberto Eco dalam film

Generasi Biru ... 207 21.Indonesiakan Una ... 209 a. Unsur Naratif dan Sinematik... 211 b. Pemaparan the theory of lie (teori ”dusta”) Umberto Eco

dalam film Generasi Biru ... 212 c. Batas-batas politis semiotika Umberto Eco ... 214 d. Uraian batas-batas Semiotika Umberto Eco dalam film

Generasi Biru ... 216 22.Cekal ... 219 a. Unsur Naratif dan Sinematik... 221 b. Pemaparan the theory of lie (teori ”dusta”) Umberto Eco

dalam film Generasi Biru ... 224 c. Batas-batas politis semiotika Umberto Eco ... 227 d. Uraian batas-batas Semiotika Umberto Eco dalam film

Generasi Biru ... 230 23.Terbunuh Sepi ... 232 a. Unsur Naratif dan Sinematik... 233


(18)

commit to user

xviii

b. Pemaparan the theory of lie (teori ”dusta”) Umberto Eco dalam film Generasi Biru ... 234 c. Batas-batas politis semiotika Umberto Eco ... 235 d. Uraian batas-batas Semiotika Umberto Eco dalam film

Generasi Biru ... 236 24.Penyimpangan dan Skandal Pemerintahan ... 238 a. Unsur Naratif dan Sinematik... 241 b. Pemaparan the theory of lie (teori ”dusta”) Umberto Eco

dalam film Generasi Biru ... 244 c. Batas-batas politis semiotika Umberto Eco ... 249 d. Uraian batas-batas Semiotika Umberto Eco dalam film

Generasi Biru ... 253 25.Generasi Biru ... 255 a. Unsur Naratif dan Sinematik... 256 b. Pemaparan the theory of lie (teori ”dusta”) Umberto Eco

dalam film Generasi Biru ... 258 c. Batas-batas politis semiotika Umberto Eco ... 259 d. Uraian batas-batas Semiotika Umberto Eco dalam film

Generasi Biru ... 260 26.Ayo Keluar ... 262 a. Unsur Naratif dan Sinematik... 266 b. Pemaparan the theory of lie (teori ”dusta”) Umberto Eco

dalam film Generasi Biru ... 268 c. Batas-batas politis semiotika Umberto Eco ... 271


(19)

commit to user

xix

d. Uraian batas-batas Semiotika Umberto Eco dalam film

Generasi Biru ... 274 27.Memburu Mafia Senayan ... 276 a. Unsur Naratif dan Sinematik... 278 b. Pemaparan the theory of lie (teori ”dusta”) Umberto Eco

dalam film Generasi Biru ... 281 c. Batas-batas politis semiotika Umberto Eco ... 285 d. Uraian batas-batas Semiotika Umberto Eco dalam film

Generasi Biru ... 287 28.Lengsernya Pemerintahan Jendral Nambe ... 289 a. Unsur Naratif dan Sinematik... 289 b. Pemaparan the theory of lie (teori ”dusta”) Umberto Eco

dalam film Generasi Biru ... 290 c. Batas-batas politis semiotika Umberto Eco ... 292 d. Uraian batas-batas Semiotika Umberto Eco dalam film

Generasi Biru ... 293 29.10 Tahun Reformasi ... 295 a. Unsur Naratif dan Sinematik... 297 b. Pemaparan the theory of lie (teori ”dusta”) Umberto Eco

dalam film Generasi Biru ... 298 c. Batas-batas politis semiotika Umberto Eco ... 299 d. Uraian batas-batas Semiotika Umberto Eco dalam film

Generasi Biru ... 301 30.P.L.U.R ... 303


(20)

commit to user

xx

a. Unsur Naratif dan Sinematik... 304

b. Pemaparan the theory of lie (teori ”dusta”) Umberto Eco dalam film Generasi Biru ... 305

c. Batas-batas politis semiotika Umberto Eco ... 307

d. Uraian batas-batas Semiotika Umberto Eco dalam film Generasi Biru ... 308

31.Pulau Biru ... 310

a. Unsur Naratif dan Sinematik... 313

b. Pemaparan the theory of lie (teori ”dusta”) Umberto Eco dalam film Generasi Biru ... 317

c. Batas-batas politis semiotika Umberto Eco ... 322

d. Uraian batas-batas Semiotika Umberto Eco dalam film Generasi Biru ... 327

B. Makna dalam Film Generasi Biru ... 330

C. Pesan dalam Film Generasi Biru ... 331

BAB V PENUTUP A. Simpulan ... 334

B. Saran ... 336

DAFTAR PUSTAKA ... 337


(21)

commit to user

xxi

DAFTAR SINGKATAN

DPR : Dewan Perwakilan Rakyat ... 278

KKN : Korupsi Kolusi dan Nepotisme ... 225

Komnas HAM : Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ... 79

MPR : Majelis Permusyawaratan Rakyat ... 278

P. L. U.R : Peace, Love, Unity dan Respect ... 304

SIBI : Sistem Isyarat Bahasa Indonesia ... 126

TNI : Tentara Nasional Indonesia ... 38

UUD : Undang-Undang Dasar ... 284


(22)

commit to user

xxii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Mesin jackpot berputar bebas... 37 Gambar 2 : Mesin jackpot berhenti pada gambar berbeda... 37 Gambar 3 : Mesin jackpot berhenti pada gambar-gambar buruk rupa.. 37 Gambar 4 : Mesin jackpot berhenti pada gambar kupu-kupu... 37 Gambar 5 : Kupu-kupu keluar dari mesin jackpot... 38 Gambar 6 : Judul film Generasi Biru beserta logonya... 38 Gambar 7 : Konvoi Slankers di Solo... 45 Gambar 8 : Konvoi Slankers di Solo... 45 Gambar 9 : Konvoi Slankers di Timor Leste... 46 Gambar 10 : Bendera dengan logo Slank... 46 Gambar 11 : Konser Slank di Timor Leste... 47 Gambar 12 : Perdana Menteri Timor Leste, Xanana Gusmau... 47 Gambar 13 :Animasi sesosok pemimpin... 54 Gambar 14 :Animasi orang yang didoktrin oleh pemimpinnya... 54 Gambar 15 :Animasi sesosok pemimpin dan orang-orang yang

didoktrin olehnya……… 54 Gambar 16 :Kepatuhan anak buah kepada pemimpinnya... 54 Gambar 17 :Omong Kosong dari Jendral Nambe... 54 Gambar 18 :Slankers Kupang... 63 Gambar 19 :Bunda Iffet... 63 Gambar 20 : Tatto Slank pada punggung Slankers... 64 Gambar 21 : Situasi ketika konser... 64


(23)

commit to user

xxiii

Gambar 22 : Kisah manusia binatang... 70 Gambar 23 : Kehidupan manusia binatang... 70 Gambar 24 : Manusia diperlakukan seperti binatang... 70 Gambar 25 : Manusia yang memiliki hati... 70 Gambar 26 : Hati manusia diganti ulat hitam... 71 Gambar 27 : Manusia berubah menjadi binatang... 71 Gambar 28 : Tanda tanya (?) yang dibawa seorang ibu... 79 Gambar 29 : Seorang wanita membawa gambar seorang laki-laki... 79 Gambar 30 : Keluarga aktivis mempertanyakan keberadaan anggota

keluarganya... 79 Gambar 31 : Jendral Nambe terlihat marah dan mengeluarkan kata-kata

kasar, seorang wanita berada di sebelahnya... 85 Gambar 32 : Jendral Nambe menghentikan amarahnya karena tiupan

wanita di sampingnya... 85 Gambar 33 : Saat merebahkan badan pun Jendral Nambe tetap

berbicara kasar... 85 Gambar 34 : Seorang wanita cantik membungkam mulut Jendral

Nambe... 85 Gambar 35 : Kisah Una... 92 Gambar 36 : Una menutup matanya menggunakan tangan... 92 Gambar 37 : Penganiayaan oleh sekelompok orang... 92 Gambar 38 : Una berusaha membuka matanya menyaksikan

penganiayaan... 92 Gambar 39 : Animasi mata yang muncul dari gambar sebelumnya... 93


(24)

commit to user

xxiv

Gambar 40 : Animasi telur retak……… 93 Gambar 41 : Animasi Una, seorang lelaki dan sebuah pulau………… 93 Gambar 42 : Animasi Kupu-kupu terbang menuju sebuah pulau... 93 Gambar 43 : Kisah Kupu Liar... 102 Gambar 44 : Kemolekan kupu liar... 102 Gambar 45 : Kemesraan Kaka dan kupu liar... 106 Gambar 46 : Kupu liar melihat jam tangannya... 106 Gambar 47 : Kupu liar diangkat oleh dua orang laki-laki... 106 Gambar 48 : Kaka duduk sendirian... 106 Gambar 49 : Kaka menyanyikan lagu Ku Tak Bisa dalam sebuah

konser... 113 Gambar 50 : Antusias Slankers ketika konser Slank... 113 Gambar 51 : Beberapa Slankers menunjukkan jargon piss dari

kedua jarinya... 113 Gambar 52 : Kaka dan kupu liar dalam sebuah adegan romantis... 113 Gambar 53 : Kaka dan kupu liar bercengkrama... 114 Gambar 54 : Salah satu Slankers menangis... 114 Gambar 55 : Seorang ibu dengan bahasa isyarat huruf H... 123 Gambar 56 : Seorang ibu dengan bahasa isyarat huruf I... 123 Gambar 57 : Bahasa isyarat huruf L... 124 Gambar 58 : Seorang ibu dengan bahasa isyarat huruf A... 124 Gambar 59 : Bahasa isyarat huruf N... 125 Gambar 60 : Bahasa isyarat huruf G... 125 Gambar 61 : Abdee memperagakan bahasa isyarat... 132


(25)

commit to user

xxv

Gambar 62 : Abdee menuliskan bahasa isyarat huruf C pada pasir... 132 Gambar 63 : Rangkaian huruf-huruf membentuk kata “CARI”... 132 Gambar 64 : Wanita-wanita mencari keberadaan anggota keluarga

mereka... 132 Gambar 65 : Animasi wajah dengan mulut terbuka lebar... 133 Gambar 66 : Animasi bom... 133 Gambar 67 : Animasi pisau-pisau tajam yang keluar dari beberapa

pistol... 133 Gambar 68 : Animasi binatang dengan tangan berantaikan bom... 133 Gambar 69 : Manusia binatang keluar dari tong besar... 142 Gambar 70 : Ridho dan Ivanka melihat perilaku manusia binatang... 142 Gambar 71 : Manusia binatang mengamuk... 142 Gambar 72 : Manusia binatang terdiam... 142 Gambar 73 : Bimbim menggunakan bahasa isyarat yang ditujukan

untuk Una... 149 Gambar 74 : Bimbim menggunakan bahasa isyarat yang ditujukan

untuk Una... 149 Gambar 75 : Una terdiam di bawah meja... 150 Gambar 76 : Una menunduk dan Bimbim bermain bola... 150 Gambar 77 : Kedua kaki Una bergerak-gerak... 150 Gambar 78 : Kaki Bimbim menendang bola berbentuk globe... 150 Gambar 79 : Seorang wanita dengan tangan dirantai dan diawasi

oleh beberapa orang tak dikenal... 157 Gambar 80 : Keluarga korban penculikan melihat satu per satu


(26)

commit to user

xxvi

wajah tahanan yang ditemuinya... 157 Gambar 81 : Raut muka penuh tanya... 157 Gambar 82 : Keluarga korban berusaha mencari korban penculikan.... 157 Gambar 83 : Kaka mendatangi kupu liar... 164 Gambar 84 : Kaka membawa sebuah ranjang... 164 Gambar 85 : Kupu liar diangkat beberapa laki-laki... 164 Gambar 86 : Kupu liar berjalan terhuyung-huyung... 164 Gambar 87 : Judul alur ”Bendera Setengah Tiang”... 171 Gambar 88 : Yulianto, Slankers Surakarta... 171 Gambar 89 : Agung, Slankers Yogyakarta... 172 Gambar 90 : Surat dari Bimbim oleh Andi, Slankers Yogyakarta... 172 Gambar 91 : Slankers Dili, Timor Leste... 173 Gambar 92 : Antusiasme Slankers ketika Slank membawakan

lagu Bendera Setengah Tiang dalam sebuah konser... 180 Gambar 93 : Kaka membawa bendera kebangsaan negara Republik

Indonesia, merah putih, ketika membawakan lagu

Bendera Setengah Tiang... 180 Gambar 94 : Beberapa lyric lagu Bendera Setengah Tiang... 180 Gambar 95 : Satuan pengamanan membubarkan massa yang

membakar ban di jalanan... 181 Gambar 96 : Gas air mata disemprotkan... 181 Gambar 97 : Suasana saat kerusuhan Mei 1998... 181 Gambar 98 : Seorang mahasiswa yang terkapar ditendang oleh


(27)

commit to user

xxvii

Gambar 99 : Korban kerusuhan Mei 1998... 181 Gambar 100 : Suasana saat konflik Ambon 1999... 182 Gambar 101 : Warga Tionghoa mengungsi meninggalkan tempat

tinggalnya... 182 Gambar 102 : Pembakaran marak dilakukan di berbagai kota... 182 Gambar 103 : Kilas balik tentang kisah Una... 182 Gambar 104 : Kilas balik keluarga korban penculikan aktivis

kebenaran... 182 Gambar 105 : Kilas balik kisah tentang manusia binatang... 183 Gambar 106 : Kilas balik tentang Slankers tuna netra dari Surakarta... 183 Gambar 107 : Beberapa lyric lagu Bendera Setengah Tiang... 183 Gambar 108 : Kaka Slank hendak mendatangi kupu liar... 202 Gambar 109 : Kupu liar bersama penari-penari latar... 202 Gambar 110 : Salah seorang penari memperagakan suatu simbol... 202 Gambar 111 : Kupu liar memperagakan suatu gerakan yang memiliki

makna... 202 Gambar 112 : Gadis kecil dibawa Bimbim Slank ke atas panggung... 209 Gambar 113 : Balita penderita gizi buruk. ... 209 Gambar 114 : Penggusuran pemukiman liar... 209 Gambar 115 : Kesulitan ekonomi... 210 Gambar 116 : Balita penderita busung lapar... 210 Gambar 117 : Pengungsi dari konflik Ambon... 210 Gambar 118 : Animasi tengkorak memuntahkan peluru dari mulutnya.. 219 Gambar 119 : Animasi peluru-peluru yang menembaki kupu-kupu……. 219


(28)

commit to user

xxviii

Gambar 120 : Slank dicekal... 219 Gambar 121 : Slank dimasukkan ke dalam bui... 219 Gambar 122 : Pemberian shock theraphy... 220 Gambar 123 : Pemberian shock theraphy pada Kaka Slank... 220 Gambar 124 : Pemberian shock theraphy pada Bimbim Slank... 220 Gambar 125 : Pemberian shock theraphy pada Ivanka Slank... 220 Gambar 126 : Pemberian shock theraphy pada Abdee Slank…………. 220 Gambar 127 : Pemberian shock theraphy pada Ridho Slank………….. 220 Gambar 128 : Kesendirian Kaka... 232 Gambar 129 : Kesendirian manusia binatang... 232 Gambar 130 : Kesendirian seorang ibu... 232 Gambar 131 : Kesendirian kupu liar... 232 Gambar 132 : Jendral Nambe memasukkan sesuatu ke saku orang

di hadapannya... 238 Gambar 133 : Orang-orang membungkam mulutnya... 238 Gambar 134 : Pemberian shock theraphy... 238 Gambar 135 : Pencoblosan pada surat suara... 238 Gambar 136 : Seorang nenek yang hendak memasukkan surat

suaranya... 239 Gambar 137 : Pemaksaan saat hendak memasukkan surat suara... 239 Gambar 138 : Animasi seorang penguasa dan lahan pertanian………… 239 Gambar 139 : Animasi seorang penguasa yang membuka mulutnya…... 239 Gambar 140 : Animasi gedung mall yang keluar dari kentut seorang


(29)

commit to user

xxix

Gambar 141 : Animasi seorang penguasa dan pemukiman-pemukiman.. 239 Gambar 142 : Animasi seorang penguasa dan pohon-pohon……… 240 Gambar 143 : Animasi gedung-gedung bertingkat yang keluar dari

kentut seorang penguasa... 240 Gambar 144 : Animasi orang-orang yang dimakan oleh seorang

penguasa... 240 Gambar 145 : Animasi kertas bergambar wajah manusia yang keluar

dari kentut seorang penguasa... 240 Gambar 146 : Kaka Slank menyanyikan lagu Generasi Biru... 255 Gambar 147 : Keluarga korban penculikan memukul para penculik... 255 Gambar 148 : Kelima personil Slank mengenakan pakaian apa adanya.. 255 Gambar 149 : Kelima personil Slank mengenakan pakaian berbeda

dari biasanya... 255 Gambar 150 : Judul alur ”Ayo Keluar”... 262 Gambar 151 : Kaka Slank mendatangi kupu liar... 262 Gambar 152 : Ivanka dan Ridho bersama manusia binatang... 262 Gambar 153 : Bimbim menggunakan bahasa isyarat... 262 Gambar 154 : Una menggunakan bahasa isyarat... 263 Gambar 155 : Una menggunakan bahasa isyarat... 263 Gambar 156 : Bimbim memainkan teko dan sendok sebagai alat

musik... 264 Gambar 157 : Una dan Bimbim berdendang bersama... 264 Gambar 158 : Situasi Reformasi... 264 Gambar 159 : Animasi kasus mafia peradilan……….. 276


(30)

commit to user

xxx

Gambar 160 : Animasi kasus mafia peradilan……….. 276 Gambar 161 : Animasi kasus mafia peradilan………. 276 Gambar 162 : Animasi kasus mafia pemilu………. 276 Gambar 163 : Animasi kasus mafia pemilu………. 277 Gambar 164 : Animasi kasus mafia pemilu………. 277 Gambar 165 : Animasi kasus mafia Senayan………... 277 Gambar 166 : Animasi kasus mafia Senayan……… 277 Gambar 167 : Animasi kasus mafia Senayan………... 277 Gambar 168 : Animasi gedung DPR/MPR berubah menjadi robot……. 277 Gambar 169 : Rekaman dokumenter pendudukan gedung

DPR/MPR oleh mahasiswa... 289 Gambar 170 : Jendral Nambe diangkat paksa oleh banyak orang... 289 Gambar 171 : Jendral Nambe menerima shock therapy setrum... 289 Gambar 172 : Televisi tanpa gambar... 289 Gambar 173 : 10 TH REFORMASI... 295 Gambar 174 : Jendral Nambe diperlakukan seperti robot... 295 Gambar 175 : Jendral Nambe diperlakukan seperti robot... 295 Gambar 176 : Jendral Nambe diperlakukan seperti robot... 296 Gambar 177 : P. L. U. R ... 303 Gambar 178 : Animasi tangga... 303 Gambar 179 : Animasi kupu-kupu... 303 Gambar 180 : Animasi pelangi……….... 303 Gambar 181 : Animasi bulan……… 303 Gambar 182 : Animasi matahari... 303


(31)

commit to user

xxxi

Gambar 183 : Slankers Kupang... 310 Gambar 184 :Beberapa lyric lagu Pulau Biru... 310 Gambar 185 : Slankers Bekasi... 311 Gambar 186 : Pemeriksaan terhadap Slankers sebelum menghadiri

konser Slank... 311 Gambar 187 : Pemeriksaan terhadap Slankers sebelum menghadiri

konser Slank... 311 Gambar 188 : Ikat piggang diganti tali rafia... 311 Gambar 189 : Penyitaan ikat pinggang... 311 Gambar 190 : Tulisan ”PEACE” pada kepala seorang Slankers... 311 Gambar 191 : Abdee bersama keluarga korban penculikan... 312 Gambar 192 : Kebersamaan dalam hidup……….... 312 Gambar 193 : PEACE, LOVE, UNITY, RESPECT. ………. 312 Gambar 194 : Bergandengan tangan... 312 Gambar 195 : Kebahagiaan manusia binatang... 312 Gambar 196 : Kebahagiaan Una dan kupu liar... 313 Gambar 197 : Seorang anak kecil membentuk jari tengah dan jari


(32)

commit to user

xxxii

ABSTRAK

Lianita Mustikaning Raras. C0206029. 2010. Film Musikal Dokumenter ” Generasi Biru” : Sebuah Tinjauan Semiotika Umberto Eco. Skripsi: Jurusan Sastra Indonesia. Fakultas Sastra dan Seni Rupa. Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini yaitu (1) Bagaimana wujud tanda-tanda dalam film Generasi Biru? (2) Bagaimana makna tanda-tanda dalam film Generasi Biru? (3) Bagaimana pesan dalam film Generasi Biru?

Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan wujud tanda-tanda dalam film Generasi Biru. (2) Mendeskripsikan makna tanda-tanda dalam film

Generasi Biru (3) Mendeskripsikan pesan dalam film Generasi Biru.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Objek material dari penelitian ini adalah film Generasi Biru, sutradara Garin Nugroho, John De Rantau dan Dosy Omar. Adapun objek formalnya meliputi tanda-tanda dalam film Generasi Biru. Sumber data penelitian ini adalah Film Generasi Biru. Data dalam penelitian ini adalah gambar, suara, lirik lagu, dan bentuk tulisan yang menunjukkan adanya tanda-tanda yang terdapat dalam film Generasi Biru sehubungan dengan teori semiotika umum (general semiotic theory) dari Umberto Eco berdasarkan the theory of lie (teori ”dusta) dan teori tanda yang dilihat dari batas-batas politis. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik pustaka. Teknik pengolahan data melalui tiga tahap, reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan.

Dari analisis ini dapat disimpulkan beberapa hal: (1) Tanda-tanda dalam film Generasi Biru berwujud tulisan-tulisan, ilustrasi musik, dan segala perilaku berupa olah tubuh. (2) Makna film Generasi Biru adalah harapan dan impian yang begitu besar dari masyarakat Indonesia untuk dapat keluar dari segala keterpurukan yang selama ini membelenggu mereka. (3) Pesan-pesan dalam film


(33)

commit to user

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu bentuk karya seni yang banyak ditemui di masyarakat adalah film. Film merupakan wujud nyata dari seni kreatif para pekerja seni. Arthur Asa Berger mendefinisikan film sebagai bentuk seni kerjasama di mana sejumlah orang, dengan bidang keahlian yang berbeda, melakukan suatu peran yang penting (2005:128). Film merupakan medium audio-visual sehingga hal yang penting dalam sebuah film adalah gerak gambar-gambar di sebuah layar putih yang membentuk satu keutuhan cerita. Film juga merupakan gabungan dari berbagai ragam kesenian: musik, seni rupa, drama, sastra ditambah dengan unsur fotografi itulah yang menyebabkan film menjadi kesenian yang kompleks (Pamusuk Eneste, 1991:18). Definisi lain diberikan oleh Marselli Sumarno yang mengartikan film sebagai karya seni yang lahir dari suatu kreativitas orang-orang yang terlibat dalam proses penciptaan film (1996:28).

Salah satu genre film adalah film musikal. Genre film musikal adalah film yang mengkombinasi unsur musik, lagu, tari (dansa), serta gerak (koreografi) (Himawan Pratista, 2008:18). Dalam film musikal, unsur yang paling sering muncul adalah lagu dan tarian. Kedua unsur itulah yang berperan penting pada film musikal. Hal ini menyebabkan film musikal sangat minim ditemukan dialog. Genre lain dari film adalah film dokumenter. Film dokumenter berhubungan dengan orang-orang, tokoh, peristiwa, dan lokasi yang nyata. Himawan Pratista juga menyebutkan bahwa dalam film musikal berisi wawancara yang menjelaskan


(34)

commit to user

secara rinci sebuah peristiwa serta apa yang mereka pikirkan dan rasakan pada saat itu (2008: 5). Film dokumenter tidak menciptakan suatu peristiwa atau kejadian namun merekam peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi atau otentik (Himawan Pratista, 2008:4). Film dokumenter mengandung fakta dan opini terhadap suatu peristiwa. Kekuatan utama yang dimiliki oleh film dokumenter terletak pada keotentikan. Film dokumenter bukan cerminan pasif dari kenyataan, melainkan ada proses penafsiran atas kenyataan yang dilakukan oleh si pembuat film dokumenter (Marselli Sumarno, 1996: 14).

Mengingat film merupakan salah satu bentuk karya seni, maka tidak dapat dipungkiri lagi bahwa di dalam film tentunya terdapat makna dan pesan yang ingin disampaikan oleh para pekerja seni. Makna dan pesan tersebut diwakili dengan adanya tanda-tanda dalam sebuah film. Tanda-tanda adalah sesuatu yang berdiri pada sesuatu yang lain atau menambahkan dimensi yang berbeda pada sesuatu, dengan memakai segala apapun yang dapat dipakai untuk mengartikan sesuatu hal lainnya (Arthur Asa Berger, 2005: 1).Dalam hal ini, bidang semiotika yang paling banyak berperan untuk mengupas makna dan pesan tersembunyi di balik tanda-tanda sebuah film. Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda (Alex Sobur, 2004:15). Film itu sendiri dibangun berdasarkan tanda-tanda yang ada. Baik itu gambar maupun suara. Tanda-tanda yang muncul dalam film dikemas semanis mungkin demi mendapatkan efek yang diharapkan.

Di tengah maraknya film-film horor dan percintaan, Garin Nugroho, sineas ternama negeri ini hadir dengan membawa film musikal dokumenter garapannya. Sebuah film musikal dokumenter berjudul Generasi Biru sebagai wujud perayaan


(35)

commit to user

dua puluh lima tahun perjalanan musik Slank. Slank adalah sebuah grup musik terkenal di Indonesia. Slank dibentuk oleh Bimbim pada 26 Desember 1983. Adapun personil-personil Slank adalah Kaka Akhadi Wira Satriaji (vokal), Bimbim Bimo Setiawan Almachzumi (drum), Abdee Abdee Negara (gitar), Ivan Ivan Kurniawan Arifin (bass), dan Ridho Mohammad Ridwan Hafiedz (gitar).

Film Generasi Biru merupakan film musikal sekaligus dokumenter yang menceritakan pertemuan grup band Slank dengan tokoh-tokoh yang memiliki trauma terhadap kekerasan, politik, drugs dan cinta. Tokoh Kaka bertemu dengan seorang wanita cantik yang begitu memukau, tetapi adalah seorang wanita liar. Kaka jatuh cinta pada wanita tersebut. Bimbim bertemu dengan Una, tokoh anak kecil penderita tuna rungu yang memiliki trauma akan suatu peristiwa. Dia selalu bersembunyi di bawah meja karena pernah melihat orang tuanya dianiaya dan diculik orang tak dikenal saat dia tengah bermain di bawah meja. Ivanka dan Ridho bertemu tokoh manusia yang berperilaku seperti binatang oleh karena mereka pernah merasakan dihajar layaknya binatang. Abdee bertemu dengan orang-orang yang anggota keluarganya diculik di masa reformasi. Slank berusaha melawan berbagai bentuk kekerasan dan cekal yang menyebabkan trauma-trauma tersebut.

Pada akhirnya mereka bisa bersama-sama keluar menuju Pulau Biru. Pulau tanpa kekerasan dan ancaman, penuh dengan kedamaian. Nama Pulau Biru diambil dari salah satu judul lagu Slank yang juga menjadi nama markas mereka di Gang Potlot, Jakarta Selatan. Perjalanan mencari Pulau Biru itu akhirnya menjadi semacam pengembaraan dari suatu alur menuju alur berikutnya. Beberapa lagu Slank yang dijadikan soundtrack film Generasi Biru adalah Slank


(36)

commit to user

Dance, Monogami, Anjing, Virus, Bendera Setengah Tiang, Generasi Biru, Bang-Bang Tut, Gossip Jalanan, Terbunuh Sepi, Pulau Biru, Loe Harus Grak, Missing Person (Tren Orang Ilang), Utopia, Indonesiakan Una (live), Mars Slankers (live), Cekal, dan Koepoe Liarkoe.

Beberapa problematika menarik yang menjadi dasar film ini dikaji adalah sebagai berikut. Problematika yang pertama berupa permasalahan yang dialami oleh kelima personil Slank. Mengingat film Generasi Biru merupakan film yang dibangun dengan banyaknya sistem tanda, maka permasalahan-permasalahan yang dialami kelima personil Slank tersebut juga digambarkan melalui tanda-tanda. Sistem tanda tersebut berupa gambar, baik merupakan gambar-gambar dokumenter, gerak tari atau koreografi, maupun dramatisasi persoalan dengan simbol-simbol tertentu. Problematika yang kedua adalah masing-masing lagu yang dinyanyikan Slank menyuguhkan persoalan atau adegan yang mendukung lagu itu. Setiap alur cerita dikemas begitu menarik dengan lagu tema sebagai musik latarnya. Problematika yang ketiga adalah adanya pesan yang ingin disampaikan Garin Nugroho melalui film Generasi Biru garapannya, tentunya masih sehubungan dengan melihat Indonesia berpijak dari perjalanan Slank. Bukan pesan untuk mengkritik, melainkan menceritakan kejujuran atas yang dialami Indonesia selama ini.

Ketertarikan penulis untuk meneliti film Generasi Biru dikarenakan film ini merupakan film unik dan rumit namun memaparkan kejujuran. Unik artinya film ini hadir dengan lagu dan gerakan tubuh atau koreografi. Rumit karena munculnya tanda-tanda yang merupakan kesatuan utuh untuk menggambarkan isi cerita. Namun hal inilah yang menjadi daya tarik tersendiri bagi penonton yang


(37)

commit to user

membutuhkan suasana baru dalam perfilman Indonesia. Film ini juga dikatakan jujur dan apa adanya. Hal ini dapat dilihat dari kejujuran serta keterbukaan Garin Nugroho dalam menyampaikan ide-idenya, dengan dibantu Slank sebagai pemainnya. Slank adalah grup band yang penggemarnya sangat banyak di Indonesia, grup band yang selalu berekspresi, tampil apa adanya dan tidak “pengecut”. Slank selalu memberikan motivasi kepada para penggemarnya, kepada generasi muda untuk lebih menghargai kedamaian dan solidaritas.

Berdasarkan berbagai hal di atas, maka segi penting yang menjadi fokus penelitian ini adalah sistem tanda yang terdapat di dalam film Generasi Biru.

Tanda itu berupa sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain yang dapat berupa pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan, dan lain-lain. Penelitian terhadap film ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan semiotika, yaitu pendekatan yang membicarakan seputar sistem tanda dan pengkajiannya. Teori tanda yang digunakan untuk meneliti film Generasi Biru adalah teori yang dikemukakan oleh Umberto Eco, yaitu the theory of lie (teori ”dusta”) dan teori tanda yang dilihat dari batas-batas politis.

The theory of lie (teori ”dusta”) Umberto Eco menjelaskan bahwa semiotika pada prinsipnya adalah disiplin ilmu yang mengkaji segala sesuatu yang dapat digunakan untuk mendustai, mengelabui atau mengecoh. Jika sesuatu tidak dapat digunakan untuk mengecoh, maka ia tidak dapat digunakan pula untuk mengatakan apa-apa. Tanda yang dilihat dari batas-batas politis merupakan suatu wilayah penelitian mulai dari proses komunikasi yang nampaknya lebih alami dan spontan hingga sampai pada sistem kultural yang sangat rumit. Hal tersebut dipandang sebagai bagian dari bidang kajian semiotis.


(38)

commit to user

Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini diberi judul Film Musikal Dokumenter ” Generasi Biru” : Sebuah Tinjauan Semiotika Umberto Eco.

B. Pembatasan Masalah

Adapun masalah yang dibahas dalam penelitian ini dibatasi pada wujud tanda, meliputi tanda-tanda yang membangun film Generasi Biru, makna tanda, dan pesan dalam Film Generasi Biru.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.

1. Bagaimana wujud tanda-tanda dalam film Generasi Biru? 2. Bagaimana makna tanda-tanda dalam film Generasi Biru? 3. Bagaimana pesan dalam film Generasi Biru?

D. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah.

1. Mendeskripsikan wujud tanda-tanda dalam film Generasi Biru. 2. Mendeskripsikan makna tanda-tanda dalam film GenerasiBiru. 3. Mendeskripsikan pesan dalam film Generasi Biru.

E. Manfaat Penelitian


(39)

commit to user

yang bersifat teoretis maupun praktis. 1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan dan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan mengenai studi sastra Indonesia. Penelitian ini juga diharapkan mampu memberi sumbangan pada teori semiotika dalam mengungkap film Generasi Biru. Selain itu, dapat pula digunakan sebagai pijakan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis dengan penelitian ini diharapkan dapat membantu pembaca untuk lebih memahami isi cerita film Generasi Biru terutama sehubungan dengan pesan yang disampaikan lewat tanda-tanda dengan pemanfaatan disiplin ilmu yaitu semiotika. Terutama untuk teori semiotika Umberto Eco berdasarkan the theory of lie (teori ”dusta”) dan teori tanda yang dilihat dari batas-batas politis.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam sebuah penelitian berfungsi untuk memberikan gambaran mengenai langkah-langkah suatu penelitian. Adapun sistematika dalam penulisan ini adalah sebagai berikut.

Bab pertama adalah pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan. Latar belakang masalah menguraikan alasan diadakannya penelitian dan pemilihan film Generasi Biru sebagai objek penelitian. Pembatasan masalah menguraikan pembatasan terhadap


(40)

masalah-commit to user

masalah yang diteliti, yang meliputi wujud tanda, makna dan pesan yang terdapat dalam film Generasi Biru. Rumusan masalah menguraikan rumusan masalah yang akan diteliti. Tujuan penelitian menguraikan hal yang ingin dicapai dalam penelitian. Manfaat penelitian menguraikan manfaat teoretis dan praktis yang dapat diambil dari penelitian ini. Sistematika penulisan diperlukan untuk memudahkan dalam proses analisis permasalahan sehingga bersifat lebih sistematis.

Bab kedua adalah kajian terdahulu, kajian pustaka dan kerangka pikir. Kajian terdahulu berisi daftar beberapa penelitian yang menggunakan teori semiotika. Kajian pustaka berisi teori-teori yang berkaitan dengan permasalahan yang hendak dibahas dalam penelitian ini, yang terdiri dari unsur-unsur pembentuk film, terdiri dari unsur naratif dan unsur sinematik, tanda-tanda, semiotika, teori semiotika Umberto Eco berdasarkan the theory of lie (teori ”dusta”), dan teori tanda yang dilihat dari batas-batas politis. Kerangka pikir berisi penggambaran mengenai cara pikir yang digunakan oleh penulis untuk mengkaji permasalahan yang diteliti.

Bab ketiga adalah metode penelitian. Dalam bab ini dibahas tentang objek penelitian, sumber data dan data, metode penelitian, pendekatan, teknik pengumpulan data dan teknik pengolahan data.

Bab keempat adalah analisis film Generasi Biru dengan pendekatan semiotika Umberto Eco berdasarkan the theory of lie (teori ”dusta”) dan teori tanda yang dilihat dari batas-batas politis. Analisis ini membahas tentang unsur naratif dan sinematik, wujud tanda-tanda, makna berdasarkan tanda-tanda, dan pesan di balik makna tanda-tanda dalam Film Generasi Biru sehubungan dengan


(41)

commit to user

teori Semiotika Umberto Eco berdasarkan the theory of lie (teori ”dusta”) dan teori tanda yang dilihat dari batas-batas politis.

Bab kelima merupakan bagian penutup yang berisi simpulan dan saran. Bab ini berisi simpulan dan saran yang didapat setelah melakukan analisis terhadap film Generasi Biru karya sutradara Garin Nugroho, John De Rantau dan Dosy Omar.

Laporan penelitian ini dilengkapi pula dengan daftar pustaka yang berisi buku-buku yang digunakan sebagai acuan atau referensi dalam penelitian ini. Serta dilengkapi pula dengan lampiran berupa sinopsis film Generasi Biru.


(42)

commit to user

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Kajian Terdahulu

Berdasarkan penelusuran penulis di beberapa universitas, penelitian dengan objek kajian berupa semiotika Umberto Eco untuk film Generasi Biru

karya sutradara Garin Nugroho, John De Rantau dan Dosy Omar ini belum pernah dilakukan. Sejah ini teori semiotika Umberto Eco memang belum ada yang menggunakannya sebagai bidang kajian. Di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan Universitas Sebelas Maret Surakarta ditemukan beberapa penelitian dengan menggunakan teori semiotika Riffatere, Roland Barthes, dan Charles Sanders Peirce berikut ini.

1. Cerpen ”Bulan” karya Budi Darma: Analisis Semiotika Roland Barthes. Skripsi dengan judul tersebut ditulis oleh Rahma Karyani, mahasiswi program studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada tahun 2009.

2. Kerusakan Alam Tropis di Indonesia dalam kumpuan sajak Air Mata Membara karya Yuniarso Ridwan: Analisis Semiotika Riffatere. Skripsi dengan judul tersebut ditulis oleh Siti Lestari, mahasiswi program studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada tahun 2007.

3. Keragaman Makna dalam cerpen Kematian Paman Gober karya Seno Agung Gumira Ajidarma: Analisis Semiotika Sastra Roland Barthes. Skripsi dengan judul tersebut ditulis oleh Catur Widiatmoko, mahasiswa


(43)

commit to user

program studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada tahun 2004.

4. Pemaknaan Kembang Tunjung karya Linus Suryadi AG, berdasarkan Semiotik Riffatere. Skripsi dengan judul tersebut telah ditulis oleh Siti Rodiyati, mahasiswa program studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada tahun 2004. 5. Makna dalam 13 Puisi Mbeling karya Remy Sylado Kajian Semiotika.

Skripsi dengan judul tersebut telah ditulis oleh Santi Titik Lestari, mahasiswi program studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta pada tahun 2007. Dalam skripsi tersebut, semiotika yang digunakan adalah semiotika Charles Sanders Peirce.

6. Refleksi Cinta dan Religiusitas dalam novel ”Rindu Kami Pada-Mu”, karya Garin Nugroho dan Islah Gusmirah: Sebuah Pendekatan Semiotika. Skripsi dengan judul tersebut telah ditulis oleh Arif Nasrullah, mahasiswa program studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta pada tahun 2006. Dalam skripsi tersebut, semiotika yang digunakan adalah semiotika Charles Sanders Peirce.

7. Peristiwa Pembakaran 13-15 Mei 1998 dalam Sajak ’Ayat-Ayat Api” Karya Sapardi Djoko Damono (Sebuah Pendekatan Semiotik). Skripsi dengan judul tersebut telah ditulis oleh Tri Darmanto, mahasiswa program studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta pada tahun 2004. Dalam skripsi tersebut, semiotika yang


(44)

commit to user

digunakan adalah Semiotika Riffatere.

8. Puisi Bima, Saudara Kembar, Telinga, dan Dewa Ruci: Tinjauan Semiotik Riffatere. Skripsi dengan judul tersebut telah ditulis oleh Agus Setyana, mahasiswa program studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta pada tahun 2009.

Penelitian film sebagai objek kajian dengan menggunakan teori semiotika juga belum pernah dilakukan. Di Universitas Sebelas Maret Surakarta ditemukan penelitian film dengan menggunakan kajian perbandingan sebagai berikut.

1. Adaptasi Film Nagabonar Jadi 2 ke dalam Novel: Kajian Perbandingan. Skripsi dengan judul tersebut telah ditulis oleh Imam Abdul Rofiq, mahasiswa program studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta pada tahun 2010.

Penelitian film dengan pemeran Slank juga belum pernah dilakukan sebelumnya. Hal ini mendorong penulis untuk mencoba meneliti film Generasi Biru karya sutradara Garin Nugroho, John De Rantau dan Dosy Omar. Sejauh ini, penelitian film belum banyak ditemukan, dan penelitian dengan menggunakan teori semiotika Umberto Eco juga belum ada yang menggunakannya.

Sebagian besar penelitian di atas menganalisis objek-objeknya dengan menggunakan teori semiotika Riffatere, Roland Barthes, dan Charles Sanders Peirce. Posisi penulis dalam hal ini adalah mencoba meneliti dengan menggunakan pendekatan yang sama yaitu semiotika, namun berbeda pakar semiotika, yaitu Umberto Eco. Penulis meneliti tanda-tanda dalam film Generasi Biru sehubungan dengan the theory of lie (teori ”dusta”) dan teori tanda yang dilihat dari batas-batas politis.


(45)

commit to user

B. Kajian Pustaka

1. Film

a. Unsur-unsur pembentuk Film

Secara garis besar, film terdiri dari dua unsur pembentuk, yaitu unsur naratif dan unsur sinematik. Dua unsur tersebut saling melengkapi guna membentuk sebuah film. Unsur naratif adalah suatu rangkaian peristiwa yang berhubungan satu sama lain dan terikat oleh logika sebab-akibat (kausalitas) yang terjadi dalam suatu ruang dan waktu (Himawan Pratista, 2008:33). Unsur naratif berhubungan dengan aspek cerita atau tema film (Himawan Pratista, 2008:2). Setiap cerita tentunya memiliki unsur-unsur seperti konflik, lokasi, masalah, tokoh dan waktu. Unsur-unsur tersebut membentuk unsur naratif secara utuh. Unsur naratif juga berfungsi sebagai pembentuk jalinan peristiwa agar sesuai dengan maksud yang diharapkan. Seluruh jalinan peristiwa tersebut terikat oleh sebuah aturan yakni hukum kausalitas (logika sebab-akibat). Aspek kausalitas bersama unsur ruang dan waktu adalah elemen-elemen pokok pembentuk naratif (Himawan Pratista, 2008:2).

Unsur naratif memiliki lima elemen pokok, yaitu. 1) Ruang

Ruang adalah tempat dimana para pelaku cerita bergerak dan berkreatifitas. Film cerita pada umumnya mengambil latar atau lokasi yang nyata. Dalam sebuah adegan pembuka seringkali diberi keterangan teks di mana cerita film tersebut berlokasi untuk memperjelas penonton.


(46)

commit to user

2) Waktu

Terdapat beberapa aspek waktu yang berhubungan dengan naratif sebuah film, yaitu urutan waktu, durasi waktu, dan frekuensi. Urutan waktu merupakan pola berjalannya waktu cerita sebuah film. Durasi waktu merupakan rentang waktu yang dimiliki oleh sebuah film untuk menampilkan cerita. Frekuensi waktu merupakan munculnya kembali suatu adegan yang sama dalam waktu yang berbeda.

3) Pelaku cerita

Pelaku cerita terdiri dari karakter utama dan pendukung. Karakter utama adalah motivator utama yang menjalankan alur naratif sejak awal hingga akhir cerita. Karakter utama biasanya menduduki peran protagonis, sedangkan karakter pendukung lebih cenderung menjadi antagonis. Karakter pendukung juga sering bertindak sebagai pemicu konflik.

4) Konflik

Konflik atau permasalahan merupakan penghalang yang dihadapi tokoh protagonis untuk mencapai tujuannya. Konflik sering muncul dikarenakan pihak protagonis memiliki tujuan yang berbeda dengan pihak antagonis.

5) Tujuan

Tujuan merupakan harapan atau cita-cita yang dimiliki oleh pelaku utama. Tujuan dapat bersifat fisik (materi) dan nonfisik (non-materi). Tujuan fisik merupakan tujuan yang bersifat nyata, sedangkan tujuan nonfisik merupakan tujuan yang sifatnya abstrak (tidak nyata) (Himawan Pratista, 2008:35-44).


(47)

commit to user

Unsur sinematik merupakan aspek-aspek teknis dalam produksi film. Unsur sinematik terbagi menjadi empat elemen pokok, yakni mise-en-scene, sinematografi, editing, dan suara. Masing-masing elemen sinematik tersebut juga saling berinteraksi dan berkesinambungan satu sama lain untuk membentuk gaya sinematik secara utuh (Himawan Pratista, 2008:1-2).

1) Mise-en-c-scene

Mise-en-scene adalah segala hal yang terletak di depan kamera yang akan diambil gambarnya dalam sebuah produksi film (Himawan Pratista, 2008:61). Mise-en-scene terdiri dari empat aspek utama, yaitu: setting (latar), kostum dan tata rias wajah (make-up), pencahayaan (lighting), para pemain dan pergerakannya (akting).

a) Setting(latar)

Setting adalah seluruh latar bersama segala propertinya. Setting

yang digunakan dalam sebuah film umumnya dibuat senyata mungkin dengan konteks ceritanya. Setting yang sempurna pada prinsipnya adalah

setting yang otentik. Fungsi utama setting adalah sebagai penunjuk ruang dan waktu untuk memberikan informasi yang kuat dalam mendukung cerita filmnya. Selain berfungsi sebagai latar cerita, setting juga mampu membangun mood sesuai dengan tuntunan cerita. Fungsi lain dari setting

adalah sebagai penunjuk status sosial, penunjuk motif tertentu dan pendukung aktif adegan. (Himawan Pratista, 2008:62-70).

Terdapat tiga jenis setting yaitu i) Set studio


(48)

commit to user

perang, western dan fantasi. ii) Shot on location

Shot on location adalah produksi film dengan menggunakan lokasi aktual yang sesungguhnya.

iii) Set virtual

Set virtual hampir sama dengan shot on locatian, yaitu menggunakan lokasi yang sesungguhnya.

b) Kostum dan tata rias wajah (make-up)

Kostum dan tata rias wajah (make-up) merupakan unsur yang cukup penting dalam sebuah film. Kostum adalah segala hal yang dikenakan pemain bersama seluruh asesorisnya. Dalam sebuah film, busana tidak hanya sekedar sebagai penutup tubuh semata, namun juga memiliki beberapa fungsi sesuai dengan konteks naratifnya. Fungsi kostum adalah sebagai penunjuk ruang dan waktu, penunjuk status sosial, penunjuk kepribadian pelaku cerita, sebagai motif penggerak cerita, sebagai pembentuk image (citra), dan warna kostum juga merupakan simbol tertentu. Tata rias wajah secara umum memiliki dua fungsi, yaitu untuk menunjukkan usia dan untuk menggambarkan wajah non-manusia. (Himawan Pratista, 2008:71-74).

c) Pencahayaan (lighting)

Pencahayaan (lighting) merupakan unsur yang juga cukup penting dalam sebuah film. Tanpa cahaya, film tidak akan pernah ada. Tata cahaya dalam film secara umum dapat dikelompokkan menjadi empat unsur, yakni, kualitas, arah, sumber, serta warna cahaya. Keempat unsur ini


(49)

commit to user

sangat mempengaruhi tata cahaya dalam membentuk suasana serta mood

sebuah film (Himawan Pratista, 2008:75). Kualitas cahaya merujuk pada besar kecilnya intensitas pencahayaan. Arah cahaya merujuk pada posisi sumber cahaya terhadap objek yang dituju. Sumber cahaya merujuk pada karakter sumber cahaya, yakni pencahayaan buatan dan pencahayaan natural seperti apa adanya di lokasi setting. Warna cahaya merujuk pada penggunaan warna dari sumber cahaya (Himawan Pratista, 2008:76-78). d) Pemain serta pergerakannya (akting).

Terdapat jenis-jenis karakter atau pelaku cerita, yaitu. i) Karakter manusia

Karakter manusia merupakan karakter yang paling umum ada dalam sebuah film. Karakter manusia biasanya selalu hadir dalam setiap peristiwa.

ii) Karakter non-manusia

Karakter non-manusia digunakan amat terbatas dan seringkali tampak dalam film-film drama keluarga, fiksi ilmiah, fantasi, dan horor.

iii) Karakter non-fisik

Karakter non-fisik muncul ketika karakter suatu cerita tidak memiliki wujud fisik yang nyata.

iv) Karakter animasi

Karakter animasi merupakan karakter yang mampu menghidupkan karakter apapun, baik manusia, binatang, mekanik, maupun benda mati. Karakter animasi dapat berupa animasi dua


(50)

commit to user

dimensi maupun tiga dimensi. Selain jenis-jenis karakter, terdapat pula jenis-jenis pemain, yaitu

i) Pemain figuran

Karakter figuran adalah semua karakter di luar para pelaku cerita utama.

ii) Aktor amatir

Aktor amatir biasanya digunakan bukan karena kemampuan akting mereka, namun karena otentitas mereka dengan karakter yang diperankan.

iii) Aktor profesional

Aktor profesional merupakan seorang aktor yang sangat terlatih dan mampu bermain dalam segala jenis peran yang diberikan pada mereka dengan berbagai macam gaya.

iv) Bintang

Bintang merupakan pemain yang dipilih karena nama besar yang dimilikinya.

v) Superstar

Superstrar adalah seorang bintang yang sangat populer. Film-film yang dibintangi superstrar selalu sukses secara komersil.

vi) Cameo

Cameo adalah penampilan sesaat seorang bintang ternama atau sesorang yang populer di mata publik (Himawan Pratista, 2008:80-84). 2) Sinematografi


(51)

commit to user

dan sebuah adegan telah siap untuk diambil gambarnya, pada tahap inilah unsur sinematografi mulai berperan. Sinematografi mencakup perlakuan sineas terhadap kamera serta stok filmnya. Unsur sinematografi secara umum dapat dibagi menjadi tiga aspek, yakni: kamera dan film, framing, serta durasi gambar.

a) Kamera dan film

Kamera dan film mencakup teknik-teknik yang dapat dilakukan melalui kamera dan stok filmnya, seperti warna, penggunaan lensa, kecepatan gerak gambar dan sebagainya.

b) Framing

Framing adalah hubungan kamera dengan obyek yang diambil, seperti batasan wilayah atau frame, jarak, ketinggian, pergerakan kamera, dan seterusnya.

c) Durasi gambar

Durasi gambar mencakup lamanya sebuah obyek diambil gambarnya oleh kamera (Himawan Pratista, 2008:89).

3) Editing

Proses pengambilan gambar telah selesai dan setelahnya produksi film memasuki tahap editing. Dalam tahap ini shot-shot yang telah diambil dipilih, diolah dan dirangkai hingga menjadi satu rangkaian kesatuan yang utuh. Aspek editing bersama pergerakan kamera merupakan satu-satunya unsur sinematik yang murni dimiliki oleh seni film. Definisi editing pada tahap produksi adalah proses pemilihan serta penyambungan gambar-gambar yang telah diambil. Definisi editing setelah filmnya jadi (pasca produksi) adalah


(52)

commit to user

teknik-teknik yang digunakan untuk menghubungkan tiap shot-nya.

Berdasarkan aspek temporal, editing dibagi menjadi dua jenis, yakni editing kontinu dan editing diskontinu. Editing kontinu adalah perpindahan shot

langsung tanpa terjadi lompatan waktu. Sebaliknya editing diskontinu adalah perpindahan shot dengan terjadi lompatan waktu (Himawan Pratista, 2008:123-124).

4) Suara.

Fungsi suara secara umum adalah menjaga kesinambungan gambar, memberikan informasi melalui dialog dan narasi. Secara umum, suara dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yakni dialog, musik, dan efek suara.

a) Dialog

Dialog merupakan komunikasi verbal yang digunakan semua karakter di dalam maupun di luar cerita (narasi). Terdapat beberapa jenis variasi dan teknik dialog, yakni monolog, overlapping dialog, dubbing,

dan transisi bahasa.

i) Monolog

Monolog adalah bukan dialog percakapan, namun merupakan kata-kata yang diucapkan seorang karakter (atau nonkarakter) pada dirinya maupun pada kita (penonton) (Himawan Pratista, 2008:152).

ii) Overlapping dialog

Overlapping dialog adalah teknik menumpuk sebuah dialog dengan dialog lainnya dengan volume suara yang sama. Umumnya teknik ini digunakan untuk adegan pertengkaran mulut atau adegan-adegan di ruang publik (ramai) (Himawan Pratista, 2008:152).


(53)

commit to user iii) Dubbing

Dubbing merupakan proses pengisian suara dialog yang dilakukan setelah produsi film. Dubbing umumnya digunakan untuk menggantikan teks terjemahan atau subtitle (Himawan Pratista, 2008:153).

iv) Transisi bahasa

Transisi bahasa merupakan teknik terakhir dalam dialog yang keberadaannya sudah jarang ditemukan dalam sebuah film karena biasanya bahasa induk telah ditetapkan sejak awal.

b) Musik

Musik adalah seluruh iringan musik serta lagu, baik yang ada di dalam maupun di luar cerita film (musik latar). Musik merupakan salah satu elemen yang paling berperan dalam memperkuat mood, nuansa, serta suasana sebuah film. Musik dapat menjadi jiwa (ruh) sebuah film (Himawan Pratista, 2008:154). Musik dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu ilustrasi musik dan lagu. Ilustrasi musik adalah musik latar yang mengiringi aksi selama cerita berjalan. Musik latar tersebut sering berupa musik tema. Musik tema membentuk dan memperkuat mood,

cerita, serta tema utama filmnya (Himawan Pratista, 2008:154). Hal lain yang mempengaruhi mood adalah tempo. Biasanya, alunan musik dengan tempo cepat digunakan untuk adegan fisik yang berkarakter cepat, sedangkan tempo lambat untuk adegan-adegan yang berkarakter dramatis. Lagu merupakan unsur paling penting dalam film musikal. Mood cerita dapat dibangan berdasarkan lagu tema film tersebut. Lagu beserta liriknya


(54)

commit to user

dirancang khusus untuk adegan-adegan sedih, bahagia, mencekam dan sebagainya.

Secara terperinci, Marselli Sumarno mengemukakan delapan fungsi musik film, yaitu.

i). Membantu merangkaikan adegan. Sejumlah shot yang dirangkai dan diberi suatu musik akan berkesan terikat dalam suatu kesatuan.

ii). Menutupi kelemahan atau cacat dalam film. Kelemahan dalam akting dan pengucapan dialog dapat ditutupi dengan musik, sehingga akting yang lemah atau dialog yang dangkal itu menjadi lebih dramatik dari yang sebenarnya. Jika dialog itu tidak dangkal, efek dramatiknya akan semakin tinggi apabila diiringi musik yang tepat.

iii). Menunjukkan suasana batin tokoh-tokoh utama film. Hal ini semakin dimungkinkan jika sang tokoh diambil dalam shot

yang panjang, sendirian dalam suatu ruangan, maka musik yang diperdengarkan seolah-seolah menunjukkan suasana batinnya.

iv). Menunjukkan suasana waktu dan tempat.

v). Mengiringi kemunculan susunan kerabat kerja atau nama-nama pendukung produksi (credittitle).

vi). Mengiringi adegan dengan ritme cepat.

vii). Mengantisipasi adegan mendatang dan membentuk ketegangan dramatik.


(55)

commit to user

viii). Menegaskan karakter lewat musik. (1996:77-78) c) Efek suara

Efek suara adalah semua suara yang dihasilkan oleh semua objek yang ada di dalam maupun di luar cerita film. Efek suara dalam film juga sering diistilahkan dengan noise. Semua suara tambahan selain suara dialog, lagu, serta musik adalah efek suara (Himawan Pratista, 2008:156). Adapun fungsi dari efek suara adalah sebagai pengisi suara latar. Keadaan di dalam film tersebut akan semakin hidup dengan adanya efek suara. Efek suara yang baik akan membuat penonton seakan-akan mendengar suara pada lokasi yang sebenarnya.

b. Klasifikasi Film

Metode yang paling mudah digunakan dalam mengklasifikasi film adalah berdasarkan genre, seperti aksi, drama, horor, musikal, western dan sebagainya. Berdasarkan genre induk primer, film dibagi atas film aksi, drama, epik sejarah, fantasi, fiksi ilmiah, horor, komedi, kriminal, musikal, petualangan, perang, dan western. Adapun berdasarkan genre induk sekunder, film dibagi atas film bencana, biografi, detektif, film noir, melodrama, olahraga, perjalanan, roman, superhero, supernatural, spionase, dan thriller (Himawan Pratista, 2008:13).

2. Pendekatan Semiotika

a. Pengertian Semiotika

Kata semiotika berasal dari bahasa Yunani, semeion yang berarti tanda. Semiotika adalah cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses


(56)

commit to user

yang berlaku bagi penggunaan tanda (Zoest, 1993:1). Semiotika adalah studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya: cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya (Panuti Sudjiman, Zoest,1996:5). Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda (Alex Sobur, 2004:15). Sebagai ilmu, semiotika berfungsi untuk mengungkapkan secara ilmiah keseluruhan tanda dalam kehidupan manusia, baik tanda verbal maupun non verbal ( Nyoman Kutha Ratna, 2004:105).

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa semiotika merupakan pendekatan yang membicarakan mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan sistem tanda. Tanda-tanda adalah sesuatu yang berdiri pada sesuatu yang lain atau menambahkan dimensi yang berbeda pada sesuatu, dengan memakai segala apapun yang dapat dipakai untuk mengartikan sesuatu hal lainnya (Arthur Asa Berger, 2005: 1). Tanda adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain yang dapat berupa pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan, dan lain-lain (Burhan Nurgiyantoro, 2005:40). Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia (Alex Sobur, 2004:15).

Pada hakikatnya, segala sesuatu yang melingkupi kehidupan ini bisa menjadi tanda. Hal ini dikarenakan apapun bisa berpotensi menjadi tanda. Tanda-tanda yang dimaksudkan berupa gerakan tangan, gerakan kepala, kedipan mata, warna, bentuk bibir, lambaian tangan, bentuk tulisan, bendera, dan lain-lain yang berada di sekitar kehidupan ini.


(57)

commit to user

Secara umum, tanda disusun dari sejumlah elemen yang berbeda, yang masing-masing dapat berfungsi sebagai tanda. Suatu tanda harus diamati agar dapat berfungsi sebagai tanda. Tanda-tanda terbagi menjadi beberapa, yaitu dari tanda yang bersifat paling sederhana hingga tanda yang mencapai tingkatan sangat rumit, sehingga membutuhkan pencermatan yang lebih tajam.

Semiotika modern memiliki dua pakar, yaitu Ferdinand de Saussure dan Charles Sanders Peirce. Ferdinand de Saussure menyebut ilmu tanda tersebut sebagai semiologi, sedangkan Charles Sanders Peirce menyebut ilmu tanda sebagai semiotika. Walaupun terdapat perbedaan penyebutan istilah, namun maksud dari keduanya tetaplah mengenai ilmu tanda. Di Eropa, suksesnya pemikiran semiotika Charles Sanders Peirce terasa secara jelas dan efektif dalam karya Umberto Eco, salah satu tokoh yang memberikan kontribusi besar bagi kemajuan ilmu semiotika. Umberto Eco lebih mengedepankan teori semiotika secara umum. Penelitian ini memanfaatkan teori semotika Umberto Eco dikarenakan objek penelitian dalam penelitian ini memerlukan teori semiotika umum (generalsemiotic theory) dari Umberto Eco.

b. Teori Semiotika Umberto Eco

Umberto Eco merupakan salah satu tokoh semiotika yang juga merupakan seorang filosof dan novelis berkebangsaan Italia. Panuti Sudjiman dan Aart van Zoest berpendapat bahwa semiotika Umberto Eco merupakan bidang kajian semiotika secara umum (general semiotic theory) yang mampu menjelaskan semua permasalahan fungsi tanda (sign-function) berdasarkan sistem hubungan antarunsur, yang terdiri atas satu kode atau lebih (1996:26). Umberto Eco berpendapat mengenai teori semiotika sebagai berikut.


(58)

commit to user

Semiotika berurusan dengan segala sesuatu yang bisa dipandang sebagai tanda. Sebuah tanda adalah segala sesuatu yang dapat dipakai pengganti sesuatu yang lain secara signifikan. Sesuatu yang lain tidak perlu benar-benar eksis atau berada di suatu tempat agar tanda dapat menggantikannya. Oleh karena itu, semiotika secara prinsipiil adalah disiplin yang mengkaji segala sesuatu yang dapat digunakan untuk berbohong. Jika sesuatu tidak dapat digunakan untuk mengekspresikan kebohongan, maka dia juga tidak bisa dipakai untuk mengatakan apa-apa (Eco, 2009:7).

The theory of lie (teori ”dusta”) Umberto Eco menjelaskan bahwa semiotika pada prinsipnya adalah disiplin ilmu yang mengkaji segala sesuatu yang dapat digunakan untuk mendustai, mengelabui atau mengecoh. Jika sesuatu tidak dapat digunakan untuk mengecoh, maka ia tidak dapat digunakan pula untuk mengatakan apapun. The theory of lie (teori ”dusta”) Umberto Eco bukan merupakan teori yang memiliki pengertian negatif. Kata-kata mengecoh, mendustai, dan mengelabui yang dikemukakan Umberto Eco hendaknya tidak diartikan secara denotatif. The theory of lie (teori ”dusta”) hadir dalam lingkup sastra yang memiliki cara tersendiri untuk mengungkapkan sesuatu. Hal inilah yang sebenarnya terkandung dalam pemikiran Umberto Eco dalam the theory of lie (teori ”dusta”) miliknya.

Selain mengemukakan the theory of lie (teori ”dusta”), Umberto Eco juga memuat pemikirannya tentang batas-batas penelitian semiotika. Semiotika secara umum (general semiotic theory) Umberto Eco membagi batas-batas penelitian sesuai dengan objek dan kesepakatan sementara. Batas-batas penelitian yang dimaksudkan Umberto Eco adalah batas-batas politis, batas-batas alami, dan batas-batas epistemologis.

Batas-batas alami adalah tapal batas yang tidak dapat dilampaui oleh pendekatan semiotika; karena wilayah di balik tapal batas itu adalah wilayah nonsemiotis, karena di situ tidak ada fenomena yang bisa dianggap sebagai fungsi


(59)

commit to user

tanda (Eco, 2009:5-6). Batas-batas epistemologis adalah batas yang tidak bergantung pada definisi objek semiotis, melainkan pada definisi kemurnian teoretis dari disiplin semiotika itu sendiri (Eco, 2009:40-41). Batas politis Umberto Eco juga dikenal sebagai batas budaya. Istilah budaya digunakan Umberto Eco untuk menghindari salah tafsir bagi kata politis itu sendiri. Dalam penelitian ini digunakan batas-batas politisnya saja. Hal ini dikarenakan objek yang digunakan hanya memungkinkan diteliti melalui batas-batas politisnya.

Batas-batas politis merupakan wilayah penelitian mulai dari proses komunikasi yang tampak lebih alami dan spontan hingga sampai pada sistem kultural yang sangat rumit. Batas-batas politis terdiri dari:

1) Semiotika hewan (zoosemiotics): bidang kajian ini mewakili batas terendah semiotika karena menelaah perilaku komunikatif kawanan-kawanan bukan manusia.

2) Tanda-tanda berupa bebauan (olfactory signs): jika terdapat bebauan dengan nilai konotatif yang dapat ditangkap oleh kepekaan emotif, maka pasti juga ada bebauan yang memiliki nilai referensial yang persis.

3) Komunikasi rabaan (tactile communication): ini dikaji oleh psikologi. Dilibatkan dan disadari dalam komunikasi antar pihak-pihak yang tak dapat melihat dan dalam perilaku dalam interaksi jarak. Bahkan jenis kajian ini cenderung melibatkan perilaku-perilaku yang jelas-jelas terkodifikasi secara sosial, semacam ciuman, pelukan, bantingan, tepukan di pundak, dan seterusnya.

4) Kode-kode cecapan (codes af taste): yang terdapat dalam kegiatan masak-memasak, yang dikaji antropologi kultural.


(60)

commit to user

5) Paralinguistik (paralinguistics): bidang kajian ini mengkaji apa yang juga disebut dengan sisi-sisi suprasegmmental dan varian-varian bebas yang memungkinkan terjadinya komunikasi linguistik dan makin lama makin terinstitusionalisasi dan tersistematisasi.

6) Semiotika medis (medical semiotics): sebagai sebuah studi tentang hubungan antara tanda atau gejala-gejala tertentu dengan penyakit yang diindikasikannya. Semiotika medis juga disebut sebagai sebuah studi tentang cara di mana pasien memverbalkan gejala yang dirasakannya. 7) Kinesika dan proksemika (kinesics and proxemics): gestur bergantung

pada kode-kode kultural sudah memperoleh pengertian antropologi budaya.

8) Kode-kode musikal (musical codes): seluruh ilmu musikal berupaya mendeskripsikan medan komunikasi musikal sebagai sistem yang terstruktur secara ketat.

9) Bahasa-bahasa formal (formalized languages): di antara studi-studi yang sesuai dengan penelitian-penelitian semiotis adalah studi atas struktur matematis. Juga termasuk ke dalam wilayah ini adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk menemukan suatu bahasa kosmis dan antarplanet.

10)Bahasa tulis, alfabet yang tak dikenal, kode rahasia: studi atas alfabet yang tidak dikenal dan kode-kode rahasia adalah kampiun paling penting dalam arkeologi dan kriptografi, maka penelitian yang dicurahkan untuk tulisan sebagai sebuah fenomena yang berbeda dari hukum-hukum bahasa yang ditranskripsikan oleh tulisan masih relatif baru.


(61)

commit to user

11)Bahasa alami (natural languages): setiap acuan pustaka dalam bidang ini harus mengacu ke bibliografi umum mengenai linguistik, logika, filsafat bahasa, antropologi budaya dan psikologi. Di sisi lain, kesempurnaannya hanya didapati secara utuh dalam kajian bahasa secara struktural.

12)Komunikasi visual (visual communications): studi-studi tentang masalah ini mencakup wilayah yang merentang dari sistem yang memiliki taraf formalitas tinggi. Mulai dari sistem grafis, sistem warna, sampai pada studi tanda-tanda ikonik. Pada tataran tertinggi komunikasi visual meliputi kajian ikonigrafis yang cukup luas, yaitu fenomena visual dalam komunikasi masa.

13)Sistem objek-objek (system of objects): objek sebagai sarana komunikatif masuk ke dalam ranah semiotika, yang merentang dari arsitektur sampai objek-objek pada umumnya.

14)Struktur alur (plot structure): studi alur yang teramat penting berkembang pesat dalam kajian mitologi primitif. Namun studi ini masih berhubungan pula dengan komunikasi massa, dari lelucon hingga cerita detektif.

15)Teori teks (text theory): perkembangan dalam analisis alur serta analisis bahasa puitik telah mengarahkan semiotika ke pemahaman arti teks sebagai unit makro, yang diatur oleh aturan-aturan generatif yang khusus. 16)Kode-kode kultural (cultural codes): sistem sopan santun,

hierarki-hierarki, dan sistem pemodelan sekunder, yaitu mencakup mitos, legenda, teori teologi primitif yang ditampilkan dalam wujud sebuah tatanan dunia yang dibayangkan sebuah masyarakat.


(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

331

C. Pesan dalam Film Generasi Biru

Film Generasi Biru merupakan film musikal dokumenter yang

mengusung banyak pesan bagi penikmatnya. Pesan-pesan dalam film Generasi

Biru adalah.

1. Berani berkata benar

Roda kehidupan selalu berputar, untuk itu setiap manusia diharapkan dapat menjalani masa hidupnya dengan baik. Hal yang terpenting adalah berani berkata benar jika memang yang dilakukan adalah benar. Petuah ini merupakan pesan yang disampaikan Slank saat konser tengah berlangsung. Hal tersebut juga terlihat pada setiap lyric lagu Slank yang tidak pernah setengah-setengah dalam mengungkapkan kebenaran. Mereka bahkan berani dicekal untuk mempertahankan pendapatnya mengenai kebenaran yang ia tuang melalui karyanya.

2. Berani berkata jujur

Perkataan jujur yang muncul dari jiwa tulus merupakan hal penting yang tidak dapat digantikan dengan apapun juga. Hal ini terlihat pada sosok Jendral Nambe. Dia selalu bicara omong kosong dan tidak pernah berkata jujur. Hal itu akan berimbas pada dirinya sendiri dan orang-orang di sekelilingnya. Kejujuran yang seharusnya dimiliki Jendral Nambe tidak dapat digantikan dengan apapun, termasuk bualan-bualannya.

3. Menjaga kedamaian

Kedamaian adalah hak setiap insan, untuk itu setiap manusia juga diharapkan mampu menjaga kedamaian. Banyak penderitaan yang akan muncul jika sebagai manusia tidak dapat berbuat damai terhadap dirinya


(2)

commit to user sendiri maupun orang lain.

4. Menjaga kesatuan

Kesatuan merupakan pondasi sebuah kehidupan, baik secara pribadi maupun bermasyarakat. Hal ini terlihat saat semua pemain dalam film Generasi Biru mempunyai impian yang sama yaitu hidup bahagia di Pulau Biru. Impian tersebut akhirnya terwujud karena mereka bersatu untuk selangkah menuju hidup yang lebih baik.

5. Menaburkan cinta

Cinta merupakan perasaan abadi yang dimiliki setiap umat-Nya. Baik cinta pada diri sendiri, orang lain, maupun keadaan sekitar. Menaburkan cinta sama halnya dengan menaburkan benih kebaikan. Hal tersebut terlihat saat Kaka Slank berjuang keras supaya kupu liar terbebas dari jeratan obat terlarang. Cinta yang dimiliki Kaka telah membawa kebaikan yaitu lepasnya kupu liar dari narkoba.

Hal lain yang sehubungan dengan menaburkan cinta adalah jargon dari Slank yang selalu menyerukan kedamaian. Setiap diadakannya konser Slank, mereka selalu menyerukan kata-kata “piss” atau “peace” yang berarti damai. Seruan tersebut adalah salah satu ajakan dari Slank untuk selalu menjaga kedamaian.

6. Peduli terhadap sesama

Kepedulian setiap manusia terhadap manusia yang lainnya merupakan hal sulit jika dalam diri manusia tersebut tidak ada rasa saling memiliki. Dalam film Generasi Biru, kepedulian antara pribadi yang satu dengan pribadi yang lain terasa begitu besar. Hal ini ditunjukkan pada


(3)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

333

pertemuan seluruh personil Slank dengan orang-orang di sekitarnya yang tengah dihimpit permasalahan pelik. Satu persatu dari personil Slank berusaha mendekati orang-orang yang ditemuinya dan mencoba peduli terhadapnya. Akhirnya semua permasalahan dapat terpecahkan manakala mereka sama-sama berlari menuju pulau impian mereka, yaitu Pulau Biru


(4)

commit to user

334

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan permasalahan yang telah dianalisis, dapat ditarik simpulan sebagai berikut.

1. Tanda-tanda dalam film Generasi Biru berwujud tulisan-tulisan, ilustrasi musik, dan segala perilaku berupa olah tubuh. Tulisan-tulisan terdapat pada lyric lagu, keterangan gambar, dan semua tulisan yang terdapat dalam gambar. Ilustrasi musik terdapat pada semua lagu, musik latar, dan suara-suara yang terdapat dalam setiap gambar dan adegan. Perilaku berupa olah tubuh terdapat pada perilaku tokoh manusia binatang, Una, Jendral Nambe, keluarga korban penculikan aktivis, dan sebagainya.

Setting yang digunakan dalam film Generasi Biru rata-rata menggunakan

setting shot on location, yaitu menggunakan lokasi aktual yang

sesungguhnya. Setting shot on location yang sering terlihat yaitu saat Slank tengah mengadakan konser. Setting shot on location yang lain adalah ketika terjadi kerusuhan Mei 1998, konflik Ambon, dan konvoi yang dilakukan para Slankers. Hal tersebut dikarenakan film Generasi Biru merupakan film bergenre semi dokumenter. Dari segi pemain serta

pergerakannya, film Generasi Biru dominan menggunakan karakter

manusia dan animasi. Karakter manusia terdapat pada tokoh Kaka, Bimbim, Abdee, Ridho, Ivanka, ”kupu liar”, Una, Jendral Nambe, keluarga korban penculikan dan sebagainya. Karakter animasi terdapat


(5)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

335

pada alur ”Memburu Mafia Senayan”, tokoh Jendral Nambe, gambar kupu-kupu, dan sebagainya. Dalam beberapa adegan, terkadang juga terdapat overlapping dialog, yaitumenumpuk sebuah dialog dengan dialog lainnya dengan volume suara yang sama. Film Genersi Biru begitu kental dengan ilustrasi musik dan lagu. Hampir seluruh adegan dalam film

Generasi Biru menggunakan ilustrasi musik berupa musik latar dan lagu

yang merupakan musik tema

2. Secara garis besar, makna film Generasi Biru adalah harapan dan impian yang begitu besar dari masyarakat Indonesia untuk dapat keluar dari segala keterpurukan yang selama ini membelenggu mereka. Di saat negara tengah dilanda krisis global, generasi muda Indonesia menyerukan perubahan untuk sebuah kehidupan yang lebih baik. Hal tersebut diawali dengan sebuah harapan yaitu hidup di sebuah tempat yang tenang dan damai. Harapan tersebut hanya akan terwujud apabila seluruh masyarakat Indonesia memiliki jiwa kebersamaan, persatuan, dan tentunya saling menghargai.

3. Pesan-pesan dalam film Generasi Biru berupa pesan penyemangat dan pesan moral. Sebagai generasi muda diharapkan dapat menciptakan suasana damai, tenang, adil, jujur, dan tetap menjaga kesatuan. Kepedulian terhadap sesama merupakan perekat persaudaraan yang sudah selayaknya ditanamkan pada pribadi masing-masing orang. Seluruh masyarakat Indonesia juga memiliki hak sepenuhnya untuk mengeluarkan pendapat selagi yang disampaikan adalah benar.


(6)

commit to user B. Saran

1. Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap supaya penelitian ini dapat menjadi jembatan bagi pembaca untuk lebih mengembangkan penerapan semotika Umberto Eco.

2. Penulis menyadari masih banyak kekurangan serta kelemahan dalam

analisis film Generasi Biru. Penulis berharap, masih ada kesempatan bagi film Generasi Biru untuk dikaji lebih lanjut secara lebih mendalam, yaitu dengan pendekatan estetika, stilistika, antropologi sastra, sosiologi sastra, resepsi sastra, psikologi sastra, ataupun intertekstualitas. Hal ini dikarenakan penulis yakin masih banyak masalah yang belum terungkap dalam film Generasi Biru. Setelah membaca hasil penelitian ini semoga pembaca tertarik untuk mengkaji film Generasi Biru lebih lanjut. Dengan demikian, diharapkan dapat memperluas dan memperdalam wawasan terhadap keberadaan karya sastra sebagai salah satu hasil kebudayaan manusia.