Latar Belakang Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara Tahun 2006

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang bersifat kronis kambuh ditandai dengan parahnya kekacauan kepribadian, distorsi realita dan ketidakmampuan untuk berfungsi dalam kehidupan sehari-hari. Pasien dapat kehilangan pekerjaan, teman dan minat, karena mereka tidak mampu berbuat sesuatu, bahkan ada pasien yang hidup menggelandang dijalan atau dipasung dirumah Atkinson ,dkk, 1996. Menurut data American Psychiatric Association APA 1995, menyebutkan bahwa 1 populasi penduduk dunia menderita skizofrenia. Penelitian yang sama oleh WHO juga mengatakan bahwa prevalensi skizofrenia dalam masyarakat berkisar antara satu sampai tiga per mil penduduk dan di Amerika Serikat, penderita skizofrenia lebih dari dua juta orang. Skizofrenia lebih sering terjadi pada populasi urban dan pada kelompok sosial ekonomi rendah Izzudin, 2005; Tomb, 2004. Menurut data hasil penelitian, di Indonesia terdapat sekitar 1-2 penduduk yang menderita skizofrenia, itu berarti sekitar 2-4 juta jiwa, dari jumlah tersebut diperkirakan penderita yang aktif sekitar 700.000-1,4 juta jiwa. Demikian juga dengan pendapat Irmansyah 2006, bahwa penderita yang dirawat di bagian psikiatri di Indonesia hampir 70 karena skizofrenia Chandra, 2006. Menurut Syamsulhadi, selaku Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia PDSKJI dan sekaligus Rektor Universitas Negeri Sebelas Maret UNS Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna…, 2008 USU e-Repository © 2008 18 Solo, mengatakan bahwa berdasarkan hasil survey tim kesehatan jiwa UNS Solo pada tahun 2000 sedikitnya 16 penduduk di Kota Solo mengalami gangguan kejiwaan dalam berbagai tingkatan, dari yang paling ringan sampai yang berat seperti skizofrenia. Demikian juga dengan pernyataan Dadang Sukandar, Kepala Rumah Sakit Jiwa Cimahi bahwa 70 keluarga miskin di Kota Cimahi Jawa Barat mengalami gangguan jiwa, sayangnya dalam pernyataannya tidak disebutkan jenis gangguan jiwa yang dialami oleh warganya. Menurut Sukandar bahwa rata-rata setiap harinya, warga yang memeriksakan diri ke bagian gangguan jiwa mencapai angka 30-40 orang, angka ini bertambah terus setiap tahunnya sekitar 3-5, dengan mayoritas adalah kalangan usia produktif httpwww.kompas.com, 13 Oktober 2002; httpwww.hidayatullah.com, 6 Maret 2005. Menurut data yang diperoleh dari Medical Record Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara tahun 2004, pasien gangguan jiwa yang dirawat berjumlah 1.387 orang, dari jumlah tersebut penderita skizofrenia sebanyak 1.183 orang 88,15. Pada tahun 2005 pasien gangguan jiwa yang dirawat berjumlah 1.694 orang, dari jumlah tersebut penderita skizofrenia sebanyak 1.543 orang 91,09. Dari 1543 orang penderita skizofrenia yang dirawat pada tahun 2005 sebanyak 1493 orang penderita remisi sempurna 96,76, dan dari jumlah tersebut penderita yang mengalami relaps sebanyak 876 orang penderita 58,67. Data diatas menunjukkan adanya peningkatan penderita skizofrenia dari tahun ke tahun di Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara dan juga menunjukkan tingginya angka relaps pada penderita remisi sempurna Medical Record RSJD Provsu, 2005. Penyakit skizofrenia seringkali kronis dan kambuh, sehinga penderita memerlukan terapi perawatan lama. Disamping itu semua etiologi, patofisiologi dan perjalanan penyakitnya amat bervariasi heterogen Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna…, 2008 USU e-Repository © 2008 19 bagi setiap penderita, sehingga mempersulit diagnosis dan penanganannya. Keadaan seperti ini akan menimbulkan beban dan penderitaan bagi keluarga. Keluarga sering kali mengalami tekanan mental karena gejala yang ditampilkan oleh penderita dan juga ketidaktahuan keluarga menghadapi gejala tersebut. Kondisi inilah yang akan melahirkan sikap dan emosi yang keliru dan berdampak negatif pada penderita. Biasanya keluarga menjadi emosional, kritis dan bahkan bermusuhan yang jauh dari sikap hangat yang dibutuhkan oleh penderita Irmansyah, 2005. Kekacauan dan dinamika keluarga ini memegang peranan penting dalam menimbulkan relaps dan mempertahankan remisi. Penderita yang dipulangkan ke rumah lebih cenderung kambuh pada tahun berikutnya dibandingkan dengan penderita yang ditempatkan pada lingkungan residensial. Penderita yang paling beresiko untuk kambuh adalah penderita yang berasal dari keluarga dengan suasana penuh permusuhan, keluarga yang memperlihatkan kecemasan yang berlebihan, terlalu protektif terhadap penderita Tomb, 2004 Demikian juga menurut ahli psikiatri Sasanto, mengatakan bahwa banyak hal yang dapat meningkatkan kekambuhan penderita skizofrenia, salah satu faktor yang paling kuat adalah pengobatan yang tidak adekuat. Menurut Sasanto, kekambuhan dapat diminimalkan atau dicegah melalui pengintegrasian antara intervensi farmakologis dan non farmakologis, selain itu koping keluarga juga sangat dibutuhkan untuk resosialisasi dan pencegahan relaps Vijay, 2005. Koping merupakan cara keluarga untuk menghadapimenangani penderita skizofrenia remisi sempurna sehingga tidak terjadi relaps. Selain itu koping keluarga juga merupakan respons positif, afektif, persepsi dan respons perilaku yang digunakan Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna…, 2008 USU e-Repository © 2008 20 oleh keluarga untuk memecahkan masalah dan mengurangi stress yang diakibatkan oleh penderita skizofrenia remisi sempurna. Relaps pada penderita skizofrenia remisi sempurna yang berada ditengah keluarga merupakan suatu tanda bahwa keluarga gagal untuk melakukan koping dengan baik. Menurut Chandra, ketua Himpunan Jiwa Sehat Indonesia HJSI dan sekaligus sebagai Direktur Sanatorium Dharmawagsa mengatakan bahwa penderita skizofrenia remisi sempurna akan dikembalikan kepada keluarga, maka keluarga harus waspada akan gejala-gejala skizofrenia. Selain itu penderita skizofrenia sangat memerlukan perhatian dan empati dari keluarga. Itu sebabnya menurut Chandra keluarga harus menumbuhkan sikap mandiri dalam diri penderita, mereka harus sabar serta menghindari sikap Expressed Emotion EE atau reaksi berlebihan seperti sikap terlalu mengkritik, terlalu memanjakan dan terlalu mengontrol yang justru bisa menyulitkan penyembuhan dan menimbulkan relaps Chandra, 2005. Di banyak negara, pengetahuan dan keterampilan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang menderita skizofrenia bisa didapat dengan mengikuti program- program intervensi keluarga yang menjadi satu dengan pengobatan skizofrenia seperti family psycho education program, cognitive behavior therapy for family, multifamily group therapy dan lain-lain. Sementara di Indonesia program penanganan keluarga ini belum mendapat perhatian yang lebih. Hal ini sebenarnya perlu dilakukan mengingat bahwa: pertama, karena hampir semua penderita tidak dalam perawatan, tetapi berada ditengah keluarga; kedua, minimnya fasilitas kesehatan mental membuat penanganan pengobatan penderita tidak optimal dan ketiga penanganan oleh keluarga jauh lebih murah. Program umumnya bisa meliputi pengetahuan dasar tentang skizofrenia, Asima Sirait : Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Skizofrenia Remisi Sempurna…, 2008 USU e-Repository © 2008 21 penanganan emosi dalam keluarga, keterampilan menghadapi gejala skizofrenia, serta keterampilan menjadi perawat yang baik bagi penderita Irmansyah, 2005. Demikian halnya dengan penderita skizofrenia yang dirawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara, mereka membutuhkan koping penanganan yang baik dari keluarga setelah remisi dari rumah sakit, sehingga relaps bisa dikendalikan atau dicegah. Kenyataan yang ada dilapangan tidak seperti yang diharapkan, pasien justru banyak yang mengalami relaps dan keluarga seolah pasrah dengan kondisi yang terjadi. Hal ini didukung hasil penelitian Saifullah 2005 di Badan Pelayanan Kesehatan Jiwa Nangroe Aceh Darussalam, dimana penerimaan yang tidak baik dari keluarga dapat meningkatkan resiko relaps sebesar 4,28 kali dibandingkan dengan penerimaan yang baik dari keluarga. Hal inilah yang membuat penulis merasa tertarik dan ingin melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps Pada Penderita Skizofrenia Remisi Sempurna di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara.”

1.2. Permasalahan

Dokumen yang terkait

Pengaruh Kepatuhan Pengobatan dan Koping Keluarga terhadap Pencegahan Kekambuhan Penderita Skozofrenia Paranoid di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014

0 66 166

PENGARUH MANAJEMEN ASET TERHADAP OPTIMALISASI ASET RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA

3 55 9

Gambaran Peran Keluarga Dalam Pemulihan Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara

11 71 87

Kemampuan Sosialisasi Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara 2013

0 39 64

Gambaran Karakteristik Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan

28 144 68

Pengaruh Pengetahuan dan Mekanisme Koping terhadap Sikap Keluarga untuk Menerima Pasien Gangguan Jiwa (Skizofrenia) yang Telah Tenang di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011

2 69 108

Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kekambuhan Pasien Skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara - Medan

30 131 90

PENGARUH DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP KEKAMBUHAN PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

0 0 66

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Skizofrenia 2.1.1. Defenisi Skizofrenia - Pengaruh Kepatuhan Pengobatan dan Koping Keluarga terhadap Pencegahan Kekambuhan Penderita Skozofrenia Paranoid di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014

0 0 52

Pengaruh Kepatuhan Pengobatan dan Koping Keluarga terhadap Pencegahan Kekambuhan Penderita Skozofrenia Paranoid di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014

0 0 20